Nadia menatap wajah Ibu Sonia dengan tatapan penasaran. Memangnya apa yang akan ditanyakan oleh sang ibu.
"Apa kamu menyimpan rasa pada Arjuna?" tanya Ibu Sonia dengan suara lembut tapi penuh penasaran. “A-ku,” ucap Nadia terbata, dia sendiri jadi salah tingkah dan gelagapan. Melihat tingkah Nadia yang seperti itu Ibu Sonia dapat menyimpulkan bahwa putrinya memang sudah jatuh cinta pada pria itu. “Nadia, kamu tidak perlu menjawab jika belum siap menjawab pertanyaan Ibu. Sepertinya memang di hatimu sudah jatuh cinta pada Arjuna,” ucap Ibu Sonia. “Tidak seperti yang ibu pikirkan,” balas Nadia sambil melengos ke arah yang lain. Ibu Sonia tersenyum tipis, Nadia masih enggan menjawab jujur tentang perasaannya. Kenapa harus disembunyikan perasaan tentang menyukai seseorang yang sudah jelas dia adalah Ayah kandung dari putranya. Sebaiknya harus jujur agar orang tuanya bisa mengambil sikap. Apakah meminta Arjuna tanggung jawab atau harus merelakan anaknyArjuna menoleh ke sumber suara, dia adalah Tuan Anwar dan Nyonya Rana. Wajah ibu Arjuna sudah tidak suka melihat anak yang digandeng Arjuna. "Dia anakku," jawab Arjuna. "Kamu belum menikah mana mungkin punya anak," balas Nyonya Rana. "Itu bisa saja terjadi," jawab Arjuna. Nyonya Rana menggertakkan giginya kesal. Lama kelamaan Arjuna semakin susah diatur olehnya. Apakah ini karena dia tidak merestui keinginan Arjuna mempersunting Nadia. "Arjuna, kalau kamu masih menganggap ibu adalah orang tuamu. Cepat katakan apa sebenarnya yang kamu mau," bentak Nyonya Rana. "Jangan ikut campur lagi apa yang aku ingin lakukan," balas Arjuna lalu membuka pintu mobilnya dan meminta Bima masuk mobil. Arjuna menatap Nyonya Rana tajam. Ada isyarat bahwa jangan pernah lagi mengusik kebahagiaannya. Lalu dia berkata, "Kali ini saja, jangan buat aku kecewa," Arjuna lalu berjalan kembali ingin masuk mobilnya. Tapi Pak Anwar menepuk pundaknya pelan. "Katakan siapa
Nyonya Rana jadi gelagapan. Dia tidak tahu kalau suaminya akan menghampirinya lagi. Padahal dia sudah jalan jauh mungkin juga sudah sampai mobil. "Dia yang mulai duluan!" seru Nyonya Rana sembari menunjuk Ibu Sonia dengan jari telunjuknya. "Tidak mungkin Sonia melakukan itu. Jujur saja kamu pasti melakukan kesamaan," ucap apak Anwar. "Dia ingin menyingkirkan putriku. Dia tidak suka Arjuna dekat dengan putriku," jawab Ibu Sonia. Lalu wanita paruh baya yang masih cantik itu mendekat ke Pak Anwar. Seraya membisikkan sebuah kalimat, "Aku akan membocorkan aib istrimu jika sampai putriku terluka dua kali," Ibu Sonia melanjutkan perjalanan untuk pergi dari hadapan mereka berdua. Dia sudah menekan Pak Anwar agar istrinya tidak main-main dengannya. "Kamu sudah mendapat peringatan. Kita harus hati-hati dalam bertindak. Sonia bukan tandingan kita. Kamu kira keluargamu bisa mengalahkan Sonia. Itu tidak akan pernah bisa!" seru Pak Anwar. "Memangnya dia s
Jantung Nyonya Rana seakan berhenti saat mendengar suaminya akan melamar Nadia untuk Arjuna. "Lalu bagaimana dengan Lisa?" tanya Nyonya Rana lagi "Tidak ada urusan denganku karena dari pihak keluarga kita belum resmi melamar. Itu hanya akal-akalan kamu sendiri Menjodohkan Arjuna dengan Alisa," jawab Pak Anwar. Tangan Nyonya Rana mengepal karena kesal. Kenapa suami dan anaknya susah tak lagi mendengarkan perkataannya. "Pasti mereka mendapatkan banyak hasutan diluaran sana," gumam Nyonya Rana. "Tidak ada yang mengajariku. Ini murni dari dalam hati ayah yang ingin anaknya bahagia dengan pilihannya," balas Pak Anwar. Bagi Pak Anwar, putranya Arjuna sudah banyak menderita selama ini. Dia sudah menghabiskan waktu untuk mencari dimana Nadia berada. Sampai Arjuna mengidap depresi, bolak balik ke psikiater untuk mengobati penyakit mentalnya. "Omong kosong, aku tetap tidak suka pada wanita yang sengaja naik ranjang pria untuk mendapatkan. buah hati
Arjuna menyunggingkan senyuman, lalu menatap wajah ibunya yang sedang menangis sedih itu.“Hubunganku sedikit membaik karena ada Bima,” ucap Arjuna.“Baguslah, kamu bisa merundingkan lamaran kepada Nadia,” balas Pak Anwar.“Nadia masih trauma bagaimana dihina oleh Ibu, diberikan sejumlah uang untuk meninggalkanku. Lalu dia juga takut kalau ada yang menyakiti anak kami,” ucap Arjuna seraya menatap tajam sang Ibu.Pak Anwar mengerti maksud dari Arjuna. Istrinya memang agak keras dalam berperilaku, kali ini memang Pak Anwar akui bahwa Nyonya Rana sangat keterlaluan. Menghina orang sampai dwon mentalnya. Hingga dia trauma dan ketakutan jika buah hatinya ikut tersakiti.“Biar Ayah yang bicara pada Ibumu,” ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Arjuna.“Ayah harus tahu, kalau ibu sampai hati menyakiti buah hatiku. Aku tidak segan—segan memenjarakan ibuku sendiri.” Balas Arjuna dengan
Arjuna menilai Ibunya hanya sibuk bergosip tentang keburukan orang lain sehingga keburukan dan kekurangan diri sendiri tidak terlihat oleh dirinya sendiri. Memalukan sekali, hal penting tentang seseorang yang memiliki kekayaan berlimpah malaha tidak tahu."Arjuna, kamu tidak boleh menghina ibu sendiri seperti itu. Bagaimanapun juga aku adalah orang yang ikut andil membesarkanmu sampai kamu bisa ditakuti dan di segani oleh banyak orang!" seru Nyonya Rana."Tapi kadang ibu memilihkan sesuatu yang salah," balas Arjuna."Itu hanya sebagian kecil. Sebagian besar keberhasilanku berkat didikan ibu," ucap Nyonya Rana."Aku tidak merasa begitu. Bahkan banyak didikan ibu yang salah kaprah menurutku," balas Arjuna.Nyonya Rana merasa terhina, kenapa putranya sudah sangat berubah. Tidak patuh lagi padanya seperti dulu. Arjuna yang dulu selalu mengikuti semua arahan dan ucapan Nyonya Rana. Kini semua sudah berubah semenjak Nyonya Rana tidak setuju Arjuna menikahi Nadia.
Nadia terkejut dengan ucapan itu. Melamar? apa tidak salah Arjuna melamar Nadia yang sama sekali tidak masuk kriteria menantu idaman Nyonya Rana alias ibu kandung Arjuna."Kamu sudah punya tunangan bukan? Anak pemilik surat kabar terkemuka di kota ini adalah calon istrimu. Bagaimana bisa kamu melamarku," balas Nadia."Dia bukan calon istriku. Itu hanya akal-akalan Lisa saja agar mendapatkan sanjungan dari para istri atau putri pebisnis," jawab Arjuna.Nadia menatap wajah Arjuna lekat-lekat, apakah pria di depannya ini bisa dipercaya. Pasalnya Nyonya Rana juga mengakui bahwa Lisa adalah menantu yang dia banggakan. "Ibumu menyukai Lisa untuk menjadi istrimu. Aku yakin itu bukan settingan," ucap Nadia.'Percayalah padaku. Aku hanya mencintaimu Nadia," balas Arjuna."Aku tidak mau dicap sebagai perusak hubunganmu dengan Lisa. Citraku sudah jelek. Aku tidak mau menambah rumor buruk tentangku," ucap Nadia.Walau sebenarnya dia senang Arjuna melamarnya. Dihatin
Arjuna dan Nadia sontak menoleh ke tempat diamana suara itu terdengar. Bocah kecil berusia lima tahun itu sudah pulang sekolah dijemput oleh pengasuhnya. Dia merengek ingin mampir ke tempat kerja ibunya.Wajahnya yang sumringah segera mendatangi Arjuna dan memeluknya.“Ibu, aku ingin Paman ini menjadi Ayahku,” ucap Bima.“Nadia, lebih baik kamu mengatakan kebenaran saat ini,” balas Arjuna.“Kebenaran apa?” tanya Bima. “Apa ibu menolak pernyataan cinta dari Paman?” lanjut Bima yang penasaran.Nadia mendadak mengunci mulutnya. Dia ingin mengucapkan kebenaran tapi hatinya mengatakan belum saatnya.“Kenapa ibu diam saja?” tanya Bima lagi.Arjuna mengelus rambut anak biologisnya itu walaupun belum mendapatkan pengakuan dari Nadia. Arjuna juga masih terdiam menunggu Nadia sendiri yang mengungkapkan.“Bi-ma, ibu menerima pernyataan cinta Paman Arjuna kok,” jawab Nadia.“Serius, Bu?” tanya Bima sumringah.“Iya,” jawab Nadia seraya menganggukkan kepala
Arjuna mengerutkan dahinya.unfuk apa Bima ingin ikut ke ruang rapat yang membosankan itu. "Kamu kan ingin merasakan bermain di Playground bersama Ayah," ucap Arjuna. "Aku rasa ikut Ayah bekerja menarik juga. Aku ingin mencoba semua yang pernah di ceritakan temanku bersama Ayah," balas Bima. Arjuna menyetujuinya. Mereka berjalan ke tempat rapat yang sudah di sepakati sebelumnya. Di sana susah ada Yoga yang mewakili tapi tampaknya dia kualahan menghadapi klien kali ini. "Kenapa kita harus berurusan dengan asisten rendahan seperti dia?" keluh presdir yang akan bekerja sama dengan perusahaan Arjuna. "Aku juga tidak paham kenapa harus membahas hal besar dengan seorang asisten saja. Apa Arjuna menganggap kita ini manusia rendah?" balas direktur perusahan itu. "Mohon maaf sebelumnya jika ekpektasi kalian bertemu bos saya tidak terpenuhi. Tapi apa yang kalian sampaikan di sini akan saya sampaikan ke bos," ucap Yoga. Presdir perusahaan yang akan bek
Arjuna agak geram mendengar ucapan itu. Pak Anwar juga sangat terkejut dengan pertanyaan istrinya. Bisa-bisanya dia mengatakan hal yang tak patut seperti itu di depan anak kecil. "Rana!" bentak Pak Anwar. "Kakek, aku sudah biasa mendapatkan penghinaan seperti ini," ucap Bima. "Berarti memang kamu anak liar sungguhan yang dipungut Arjuna entah dari mana," balas Nyonya Rana tersenyum. Brak! Pak Anwar menggebrak mejanya lalu berkata, "Ternyata kamu tidak instrospeksi diri di dalam penjara yang pengap itu. Aku akan menambah hukuman untukmu," Wajah Nyonya Rana tampak pucat tapi baginya sebelum mengolok anak yang dibawa Arjuna pulang ke rumahnya adalah sebuah penyesalan. Walau dia harus dihukum oleh suaminya. Dia sangat lega jika sudah melontarkan kalimat menohok untuk Bima. "Aku tidak salah, memangnya anak itu siapa aku harus bersikap baik padanya. Bahkan dia sendiri mengakui bahwa dia sudah biasa disepelekan," ucap Nyonya Rana. "Dia anakku, dan aku tidak akan tinggal diam j
Nadia mengangguk pelan, mau tidak mau menang dia harus menikah dengan Arjuna. Semua demi Bima, dia harus mengalah. "Aku serius, asalkan Bima bahagia. Maka akan aku tanggung kepedihan hidup demi anakku," balas Nadia"Kamu juga berhak bahagia sayangku, tidak demi siapapun. Bahagialah demi dirimu sendiri," sahut Bu Sonia.Nadia mengangguk pelan, dia juga ingin bahagia demi dirinya sendiri. Tapi sekarang ada anak yang harus dia bahagiakan."Aku mengerti, Bu. Kelak aku akan bahagia demi diriku sendiri," balas Nadia."Harus, sekarang istirahat dulu saja. Besok kita akan hadapi Rana bersama-sama. Jika dia berani menyakiti Bima," kata Bu Sonia bersemangat sambil mengepalkan tangannya."Ibu benar juga, jika benar wanita jahat itu menyakiti anakku. Aku akan membalasnya," ucap Nadia sambil tersenyum.Di hati Nadia masih tersimpan dendam. Pasalnya Nyonya Rana sangat jahat padanya dimasa lalu, rasa sakit itu tidak akan pernah pudar walau sudah enam tahun lamanya.
Nadia menoleh ke arah Bima lalu dia memeluk anak semata wayang yang dia cintai. "Menikah dengan Paman Arjuna seperti kemauanmu. Ibu akan menunggu waktu yang tepat," jawab Nadia. "Aku suka Paman Arjuna," ucap Bima. "Asalkan Bima bahagia, ibu juga bahagia," balas Nadia sambil tersenyum. Ibu dan Anak itu berpelukan dengan erat. Ada kepuasan tersendiri di hati Bima saat dia tahu bakal memiliki seorang Ayah yang sah. Melihat anak dan cucunya bahagia membuat hatinya lega. Mungkin kesengsaraan Meraka selama enam tahun ini akan berakhir. "Bima, semoga kehidupanmu setelah ini akan bahagia," ucap Bu Sonia. "Amin," balas Bima bersemangat, dia lalu bergantian memeluk Bu Sonia. Nenek yang sangat Bima sayangi karena semenjak lahir Bu Sonia mengasuhnya bergantian dengan Nadia. Walau ada pengasuh tidak semua di urus pengasuh dua puluh empat jam. "Sudah malam, tidurlah. Besok bukankah kamu mau berkunjung ke rumah Kakek Anwar?" tanya Bu Sonia.
Pak Abraham menghentikan langkahnya dia menatap sosok cantik paripurna walau usianya sudah tak lagi muda. Siapa dia kalau bukan Ibu Sonia. Mantan mertuanya juga selangkah lebih maju menjilat Ibu Sonia agar bermurah hati pada Meraka. "Sonia, kamu semakin cantik saja. Ah, apa kabar Sonia. Kita sudah lama tidak bertemu, ya," ucap Neneknya Nadia. "Aku memang cantik dari dulu. Tapi bukankah Ibu sibuk dengan menantu baru dambaan Ibu yang menurut sama mertua itu. Tidak seperti diriku yang pembangkang. Jadi tidak usah basa basi," balas Ibu Sonia. "Lancang sekali kamu, punya anak lonte saja belagu," balas mantan adik iparnya. Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Adiknya Pak Abraham. "Jangan hina anakku," ucap Pak Abraham. "Ka-kak kenapa kamu tega menamparku?" tanya Adiknya. "Kamu lancang, kamu bisa membuat Sonia tidak suka dan marah," jawab Pak Abraham. Ibu Sonia menertawakan Pak Abraham yang sudah tidak bisa berpikir dengan jernih. Entah apa yang se
Apk Abraham menggertakkan giginya, dia sangat tersinggung. Walau itu kenyataannya Nadia yang merupakan anaknya tidak boleh berkata seperti itu."Jaga mulutmu, Nadia. Mana mungkin Ayah menipu wanita yang Ayah cintai sendiri," ucap Pak Abraham."Ibumu tidak memiliki apapun saat menikah dengan Ayahmu. Dia hanya pekerja Ayahmu saja," balas Bibinya Nadia."Kalau memang begitu kenyataannya. Kenapa perusahaan bangkrut Ayah tidak mampu mengembalikan seperti semula?" tanya Nadia."Kamu pikir mendirikan perusahaan gampang hah?!" bentak Pak Abraham."Asal ada modal semuanya gampang, lihat gedung ini. Ibu yang membjayaiku. Ayah saja yang bodoh lebih memilih ani-ani yang hanya bisa menghabiskan uang daripada Ibuku yang kaya raya," ucap Nadia dengan angkuh.Menurut Nadia memangnya yang bisa angkuh hanya keluarga Ayahnya saja yang parasit itu. Saat ini Nadia juga bisa bersikap angkuh bahkan lebih menyakitkan saat menghina keluarga Ayahnya. Biarkan saja seperti itu mereka ya
Orang yang mengawasi Nadia dan Arjuna masih berada di tempat. Dia heran melihat kebahagiaan dua sejoli itu. Menurutnya seseorang kalau banyak harta harus ingat dengan keluarganya. "Ini tidak bisa dibiarkan. Dia kaya sekarang ditambah menjadi kekasih Arjuna. Aku dengar mereka juga akan menikah. Pasti hidupnya akan semakin berlimang harta," gumam Pak Abraham.Menurutnya seorang anak harus berbakti pada keluarganya. Bukan asyik senang-senang sendiri menikmati harta sendiri atau suaminya. "Aku harus menemui, Nadia bagaimanapun caranya," ucap Pak Abraham.Pria paruh baya itu membuntuti Nadia kemana dia pergi. Hingga tibalah di sebuah gedung tempat Nadia bekerja. Sayangnya saat Pak Abraham ingin masuk ke gedung itu di cegah oleh satpam karena tidak mempunyai identitas masuk ke gedung itu."Bedebah sialan! Apa kalian tahu siapa aku?" bentak Pak Abraham."Kami tidak tahu siapa Anda. Makanya kami tidak memperbolehkan Anda masuk," jawab Satpam."Aku adalah Ayah N
Nadia menghembuskan nafasnya kasar. Demi bisa mengusir Langit dari hadapannya dia rela menggunakan nama Arjuna sebagai tameng. "Tentu saja karena aku mau memberikan keluarga yang utuh demi anakku," balas Nadia. "Lebih baik kamu segera pergi dan jangan ganggu Nadia lagi sebelum aku kehilangan kesabaran," ucap Arjuna sembari meregangkan jemarinya."Pokoknya sebelum janur melengkung aku akan terus berusaha," balas Langit lalu berdiri dan pergi dari hadapan mereka berdua.Arjuna ingin meninju Langit karena kurang ajar terhadap Nadia. Dia lancang dan seenaknya bersikap. Kesabaran orang ada batasnya apalagi dia berucap di depan Arjuna, seorang lelaki yang akan menjadi suaminya kelak.*Arjuna, jangan bertindak gegabah. Disini banyak mata melihat aku takut akan jadi bahan gosip lagi kalau kamu emosi hanya karena orang tidak penting itu," cegah Nadia."Kamu benar, tapi aku tidak suka dengannya," balas Arjuna."Tahan emosimu, Arjuna. Jangan beri contoh yang tid
Langit ingin segera menyiakan apa yang ditanyakan oleh Arjuna. Masalahnya Nadia akan menghindarinya jika langsung mengakui perasaannya. Tapi kalau kelamaan dipendam Nadia akan lebih dalam mempunyai perasaan dengan Arjuna. Maka dengan nekat Langit mengatakan, "Sebelum janur kuning melengkung, bukankah sebuah hubungan itu belum dikatakan sah. Soal perasan semua orang bisa berubah apalagi belum ada pernikahan yang sah," "Memangnya siapa juga yang mau menjalin hubungan denganmu sampai ke jenjang pernikahan kalau bukan Karina seorang," jawab Nadia. Kalimat itu menusuk hari Langit, Nadia mana mungkin mengatakan itu. Padahal dahulu Nadia sangat mencintai Langit dan menjadikannya tempat bersandar. "Kamu juga dulu ingin menikah denganku, Nadia," ucap Langit. 'Itu dulu, sebelum kamu menjebakku karena sudah berhubungan dengan Karina," balas Nadia. "Sejak saat itu rasa cintaku sudah hilang," lanjut Nadia. Bagaikan tertampar dengan kerasnya. Begitulah rasa sakit y
Sosok itu adalah Langit, mantan Nadia yang mengkhianati cinta Nadia dengan saudara tirinya. Tanpa di persilahkan Langit langsung duduk diantara mereka berdua mengacaukan kencan yang harusnya hanya ada Nadia dan Arjuna saja.Tanpa rasa malu Langit berkata, "Aku merindukanmu, Nadia," 'Tidak tahu malu sama sekali. Bukankah kamu sudah mempunyai calon istri, Apa kamu juga mau menggoda calon kakak iparmu," balas Arjuna."Memangnya aku tidak boleh merindukan orang yang suatu hari nanti akan jadi keluargaku, walau dia bukan jadi istriku?" tanya Langit."Itu tidak etis, apa kamu mau dibilang ipar adalah maut. Boleh saja asal kamu tidak tahu malu digosipkan seperti itu," jawab Arjuna."Yang ada aku lagi yang akan jadi bahan bully orang-orang," ucap Nadia sinis.Langit merasa sedih mendengar itu. Walaupun memang Langit bisa mengelak dan melindungi diri sendiri jika ada rumor jelek tentangnya. Tapi dia tidak ingin Nadia membencinya. Dia tidak ingin Nadia tidak melihat k