Nyonya Rana langsung berteriak kencang tentang pertanyaan Arjuna yang sudah jelas jawabannya apa.
"Dia pantas jadi istrimu, dia sama-sama dari keluarga berjaya seperti kita. Tidak seperti Nadia yang berasal dari keluarga berantakan," ucap Nyonya Rana. Arjuna merasa kesal mendengar hal yang dikatakan oleh Ibunya. Dia mengepalkan tangannya erat, melotot siap menerkam siapa yang membuatnya tidak senang. "Keluar!" tegar Arjuna sambil menunjukan pintu kamarnya. "Ar-juna, aku ini ibumu bukan anak buahmu, kamu jangan semena-mena kepada ibumu sendiri, ingat saja kamu hanya boleh menikah dengan Lisa," balas Nyonya Rana. "Aku tidak mau, silahkan saja coret dari keluarga keluarga atau ahli waris," balas Arjuna. "Apa kamu mau ibu gila, Arjuna?" bentak Nyonya Rana. "Ibu akan mengurungmu di sini sampai kamu berubah pikiran!" tegas Ibu Rana "Aku sama sekali tidak takut dengan ancaman Ibu," imbuh Arjuna. Nyonya Rana menghentakkan kakinya lalu pergi daTubuh Nadia gemetar melihat sosok pria tampan itu. Reflek dia langsung menyembunyikan sang Putra di balik tubuhnya agar Arjuna tidak memperhatikan wajah putranya. "Ka-mu?" ucap Nadia lirih "Ternyata dia putramu," ucap Arjuna sembari menghela nafas. "Lama tidak berjumpa, Nadia. Kamu jadi semakin cantik," lanjut Arjuna. Nadia masih diam seribu bahasa tidak tahu harus berkata apa. Sedangkan Bima putranya dia tersenyum ke arah Arjuna. Anak kecil itu kini berhadapan dengan Arjuna, walau Nadia berusaha untuk menyembunyikannya. "Paman, ibuku cantik 'kan?" ucap Bima. "Ah paman, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku kemarin?" imbuh Bima. "Hah, kemarin?" ucap Nadia lirih, kalau ada pertanyaan seperti itu berarti Bima dan Arjuna sudah bertemu sebelumnya. "Iya, Bu. Aku bertemu paman ini dan bertanya apakah dia mau jadi Ayahku," balas Bima. Wajah Nadia memerah, dia jadi salah tingkah mendengar ucapan sang putra. Sedangkan Arjuna malah sebaliknya di
Nadia melirik bunga yang dibawa Arjuna, bunga dari dekorasi yang dia ambil untuk diberikan kepada Nadia. "Tidak modal sekali," gerutu Nadia lalu dia turun dari panggung dan menerima bunga pemberian Arjuna. "Terima kasih, Tuan," ucap Nadia sambil tersenyum untuk menghargai Arjuna di depan banyak orang. "aku sungguh terkejut saat kamu muncul sebagai pemilik perusahaan yang sedang berkembang ini, sekali lagi aku ucapkan selamat," ucap Arjuna. Nadia membungkuk sedikit tanda menghormati Arjuna. Lalu Pak Abraham yang mengetahui bahwa itu adalah Nadia pemilik perusahaan tas yang sedang banyak penggemar itu membuatnya lupa daratan. Dia sesumbar dan sombong kepada para tamu. "Anakku memang luar biasa," ucap Pak Abraham lalu tersenyum lebar. "Bukan saatnya untuk membanggakan Nadia," bisik Lentina. "Diam kamu!" seru Pak Abraham. "Kenapa aku tidak boleh membanggakan putriku sendiri? Lihatlah putrimu yang tidak berguna itu, membuatku rugi saja!" lanjut Pak Abr
Langit menatap sejenak Karina, lalu melihat ke arah Nadia yang menurutnya berkharisma sekali. Wajahnya tampak semakin segar, cantik dan mempesona di mata Langit."Selamat Nadia, atas berdirinya sebuah bisnis yang sudah kamu impikan sejak lama," ucap Langit sembari mendekat ke Nadia."Terima kasih sudah hadir dan menyaksikan terwujudnya impianku," balas Nadia mendatar saja.Karina terlihat cemburu, pasalnya dia Ingin Langit membelanya dan ikut memojokkan Nadia. Tapi justru sebaliknya, dia malah memberikan selamat sekaligus bernostalgia masa lalu."Kalau boleh, bisakah luangkan waktu untuk mengobrol denganku?" tanya Langit."Tidak bisa, banyak yang ingin mengobrol denganku," jawab Nadia lalu menunjuk ke sebuah arah yang memang beberapa orang sedang menunggu Nadia."Ah, kalau begitu bisakah di luar launching produk ini kita bisa bertemu untuk mengobrol masalah bisnis," ucap Langit.Nadia menggelengkan kepalanya, dia sangat tidak setuju dengan permintaan Lang
Di dalam ruangan gelap Nadia dibawa orang itu, lalu perlahan. mencumbunya dari belakang "Hentikan!" teriak Nadia. "Tidak, aku sudah menunggu lama untuk hari ini," bisik lembut suara itu. Jantung Nadia berdetak lebih cepat, tubuhnya merinding mendengar suara lembur itu. Suara parau agak berat khas milik Arjuna. "Arjuna, kamu tidak boleh melakukan ini, aku mohon. Kamu akan menikah 'kan?" tanya Nadia lirih. "Aku tidak akan menikah dengan wanita lain selain kamu," jawab Nadia. "Berita pernikahanmu dengan Lisa sudah tersebar di semua kalangan. Bahkan banyak berita gosip menayangkan itu. Jangan konyol melakukan ini padaku," bala Nadia. Arjuna membalikkan posisi tubuh Nadia, sehingga menghadap ke arahnya lalu mencecap lembut. Awalnya Nadia memberontak ingin melepaskan ciuman itu. Tapi entah mengapa tubuhnya tidak bisa menolak. "Apakah boleh aku seperti ini?" gumam Nadia dalam hati. "Aku merasa nyaman dengan perilaku Arjuna. Apa
Hanya memberi waktu saja itu adalah hal yang mudah untuk Arjuna. Menunggu saja selama enam tahun dia jabanin apalagi hanya memberinya waktu untuk berpikir. "Jangan lama-lama nanti aku diambil orang," goda Arjuna lalu mencecap bibir Nadia. "Justru aku butuh waktu lama untuk melihat keseriusanmu," ucap Nadia. "Aku akan buktikan tidak dengan waktu yang lama," balas Arjuna. "Satu lagi Arjuna!" tegas Nadia. "Katakan saja," balas Arjuna. "Aku ingin mendapatkan restu dari kedua orang tuamu. Keluargamu, mama sebaliknya juga," pinta Nadia. Nadia hanya ingin hubungan cinta dengan Arjuna mengalah restu dari kedua belah pihak. Tidak ingin dia menjalin hubungan tanpa restu dan dukungan dari keluarga. "Aku akan usahakan itu," ucap Arjuna. "Berjanjilah, atau kita tidak akan pernah bisa menyatu," balas Nadia. "Jangan khawatir kalau kita berjodoh maka semua akan terlewati," ucap Arjuna sambil menggenggam kedua tangan Nadia lalu menciumnya
Arjuna menatap sinis ke arah Lisa. Wanita dengan gaya hidup bebas sepeti Lisa tidak pantas menjadi pasangan hidupnya. Walaupun dia putri dari keluarga kaya sekalipun. Kepribadian sepeti itu tidak akan bisa menggoyahkan hatinya. Saat ini dia masih mendapatkan tunjangan dari orang tua. Nanti kalau orang tuanya sudah jompo atau tiada, Arjuna tidak yakin bahwa Lisa bisa hidup dengan kayak sama persis ketika orang tuanya masih ada. ""Kamu tidak layak menjadi istriku. Aku tidak lagi ingin berurusan denganmu, pergilah!" tegas Arjuna. "Arjuna!" seru Lisa sambil mengepalkan tangan. "Kita sudah tidak ada urusan, jadi aku harap kamu tidak menggangguku lagi," ucap Arjuna. "Kamu akan menyesal, Arjuna. Karena tidak mau menikah denganku," balas Lisa. Arjuna hanya menatap Wanita yang dia anggap gila itu. Lalu dia masuk ke mobilnya langsung pergi meninggalkan Lisa yang kesal karena di tolak cintanya oleh Arjuna. "Huft, wanita rendahan yang dibalut putri dar
Nadia tersenyum saja, ya sangat wajar kalau Bima sangat takjub dengan bangunan yang ada di depannya saat ini. Pasalnya di desa tidak ada sekolah yang bangunannya semegah ini. "Ini adalah sekolah Ibu dulu, ayo masuk," ajak Nadia. "Hah, sekolah TK saja sebesar Ini?'" tanya Bima. "Tak hanya TK saja di balik bangunan ini. Tapi ada SD hingga SMA," ucap Nadia. wanita cantik itu menggandeng sang putra menuju dalam sekolah dan berkeliling sebelum masuk ke ruang kepala sekolah untuk berdiskusi tentang sekolah yang akan dilakukan oleh Bima. "Luas sekali," ucap Bima sambil matanya melihat sekeliling. "Iya karena ini sekolah taraf internasional," jawab Nadia. Bima hanya mengangguk saja. Walau dia takjub dengan apa yang dilihatnya tapi dia tidak mau menunjukkan kepada khayalak ramai kalau memang dia berasal dari desa. Menurut bocah itu akan memalukan jika ada orang yang tahu dia berasal dari desa. "Bu, tolong ceritakan padaku, bagaimana cara orang
Nadia melihat siapa yang mendekat untuk menegurnya. Yang dia lihat dari ujung kaki sampai ujung kepala adalah manusia tidak penting untuk hidupnya. "Oh ternyata kamu," ucap Nadia lalu berpaling karena tidak mau membuat keributan. Namun saat hendak membuka pintu mobil untuk dirinya sendiri wanita itu menghalau tangannya sehingga Nadia mengurungkan niat untuk masuk dalam mobil. "Ada apa lagi?" tanya Nadia sinis. "Beraninya kamu mengabaikan aku, memangnya kamu sudah merasa hebat, hah!" jawab Lisa sambil matanya mendelik. "Lalu siapa kamu merasa tidak berhak diabaikan?" balas Nadia santai saja. Nadia merasa tidak ada yang perlu dibahas tapi sepertinya urusan akan panjang kalau meladeni wanita gila di depannya ini. "Tentu saja aku adalah Lisa, orang yang statusnya lebih tinggi daripada kamu. Begitu saja kamu tidak paham," ucap Lisa. "Atas dasar apa statusmu lebih tinggi dariku? Aku sudah punya perusahaan sendiri diusia sekarang. Sedangkan kamu buat Hed
Bibinya Nadia mengepalkan tangannya kesal, Nadia sangat berani mengacuhkannya padahal dahulu dia selalu menurut apa yang dia perintahkan."Kenapa wajah Bibi seperti itu. Apa tidak suka dengan kebenaran yang aku katakan?" bentak Nadia yang lebih emosi."Keponakan durhaka nikmati saja keserakahan mu itu. Kamu dan anak haram mu yang hidup bahagia menelantarkan saudara akan menjadi sengsara dan tidak akan ada saudara yang menolong," balas Bibinya Nadia."Sudahlah Nadia jangan ladeni dia. Kalau dia masih mengganggumu, aku akan menelpon bos restoran ini untuk memecatnya," celetuk Arjuna mulai kesal.Mendengar itu Bibinya Nadia ketakutan kalau dia sampai di pecat mau makan apa dia. Suaminya juga bukan orang kaya, selama ini dia hidup dari mengerti Pak Abraham. Seperti benalu yang menghisap inangnya."Kenapa gemetar seperti itu nenek tua jahat, apa kamu takut dengan ancaman Ayahku?" ledek Bima lalu melewekan lidahnya."Anak haram hina, hidup enak Karana melahirkan anak haram saja bangga!" ben
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,
Arjuna mencumbu Nadia dengan semangat, dia ingin melampirkan kerinduan yang mendalam yang terbelenggu di benaknya.“Tolong hentikan, kita bisa telat menjemput Bima,” bujuk Nadia.“Aku tidak bisa menunda lagi,” balas Arjuna lalu mencecap bibir Nadia lembut.Kali ini Nadia tidak bisa berkutik dia pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna. Mereka memadu kasih selama beberapa saat sebelum menjemput Bima.“Dasar pria mesum,” gerutu Nadia.“Biarkan saja, aku hanya bisa mesum padamu,” balas Arjuna sembari menyeringai tipis.“Apa di otakmu hanya ada hal bercumbu saja?” gerutu Nadia lagi sembari membetulkan kemeja yang dia pakai.“Sebenarnya sih tidak. Tapi saat bersamamu aku tidak bisa menahan hasrat bercumbu denganmu,” balas Arjuna kali ini disertai tertawa kencang.Nadia mendengus kesal mendengar ucapan Arjuna. Dia langsung memoles bedak di wajahnya sebelum akhirnya meminta cepatan untuk menjemput Bima.“Hei, tunggu!” seru Arjuna seraya mengikuti langkah kaki Nadia yang terlalu cep
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r