Nadia melihat siapa yang mendekat untuk menegurnya. Yang dia lihat dari ujung kaki sampai ujung kepala adalah manusia tidak penting untuk hidupnya.
"Oh ternyata kamu," ucap Nadia lalu berpaling karena tidak mau membuat keributan. Namun saat hendak membuka pintu mobil untuk dirinya sendiri wanita itu menghalau tangannya sehingga Nadia mengurungkan niat untuk masuk dalam mobil. "Ada apa lagi?" tanya Nadia sinis. "Beraninya kamu mengabaikan aku, memangnya kamu sudah merasa hebat, hah!" jawab Lisa sambil matanya mendelik. "Lalu siapa kamu merasa tidak berhak diabaikan?" balas Nadia santai saja. Nadia merasa tidak ada yang perlu dibahas tapi sepertinya urusan akan panjang kalau meladeni wanita gila di depannya ini. "Tentu saja aku adalah Lisa, orang yang statusnya lebih tinggi daripada kamu. Begitu saja kamu tidak paham," ucap Lisa. "Atas dasar apa statusmu lebih tinggi dariku? Aku sudah punya perusahaan sendiri diusia sekarang. Sedangkan kamu buat HedPelayan itu tampak ngos-ngosan masuk ruang tamu rumah Nadia. Bagaimana tidak, dia langsung lari menghampiri Nadia begitu melihat berita skandal di internet. "Lihat ini," ucap Pelayan itu. "Apaan sih," balas Nadia lalu mengambil ponsel pelayan itu. Mata Nadia melotot melihat layar ponsel itu. Pelayan Nadia tampak kebingungan melihat Nadia bersikap biasa saja. Bukannya berita ini bisa mencoreng nama baiknya. "Nadia apa kamu baik-baik saja. Apa aku perlu melapor kepada Nyonya?" tanya Pelayan kepercayaan Ibu Sonia yang ikut pindah ke ibu kota. "Tidak usah, aku baik-baik saja. Aku bisa mengatasi rumor seperti ini, murahan sekali," jawab Nadia agak jengkel. Pelayan itu mengangguk kalau sudah seperti ini biasanya Nadia sudah bertemu dengan musuhnya. "Aku akan mendukungmu apapun yang akan kamu lakukan nanti," ucap Pelayan. "Terima kasih," jawab Nadia sembari tersenyum. Berita yang mengatakan bahwa Nadia mempunyai anak di luar nikah t
Nadia mengangguk, hari ini ditemani oleh Ibu Sonia dia mendatangi kantor polisi untuk membuat laporan tentang pencemaran nama baik, ujaran kebencian, penghinaan melalui media elektronik. "Saya sudah capture beberapa akun yang mencemarkan nama baik saya," ucap Nadia di depan para wartawan. "Anak saya bukan anak haram. Apa hak mereka melabeli anak saya dengan sebutan anak haram?" tanya Nadia dengan tegas. Banyak pernyataan yang dilontarkan oleh Nadia terkait masalah yang menimpanya. Diam bukan berarti takut tapi menunggu waktu yang tepat untuk membalas perbuatan tercela itu. Melihat Nadia sudah bersuara membuat beberapa orang panas dingin karena harus berurusan dengan pihak berwajib. "Hah, dia berlagak sekali. Aku jadi penasaran gadun mana yang memeliharanya," ucap Lisa sambil menikmati teh hangat di ruang tamunya. "Masih bisa kamu menikmati teh dengan santai seperti ini, ya," ucap Ayah Lisa sembari memperlihatkan wajah garang. Di tangannya ada cambuk
Lisa kalang kabut tapi dia harus menghadapi kenyataan bahwa di rumah sudah datang petugas keamanan. "Ayah bagaimana ini?" tanya Lisa. "Hadapi saja," jawab Ayah Lisa. Walau ada drama berpikir ingin kabur, akhirnya Lisa tunduk digiring ke kantor polisi. Dia dimintai keterangan karena menyebar kebencian berita tidak benar di sosial media. Tak hanya Lisa, Karina juga Ibu Lentina juga kena ciduk. Mereka melawan petugas tapi karena bukti kuat mereka juga di giring ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. "Apa yang kalian lakukan. Aku mengungkap fakta tapi kalian malah membuatku seolah adalah penjahat," ucap Karina. "Lepaskan kami, karena tidak bersalah. Seharunya yang kalian tangkap itu Nadia karena dia menjual diri demi hidup mewah. Lagipula anaknya itu pasti hasil dari tidur rame-rame dengan banyak lelaki," ucap Lentina panjang lebar. Sepanjang perjalanan ke kantor polisi ibu dan anak itu berteriak minta dilepaskan. Mereka sibuk mengumpat d
Nyonya Rana merasa Arjuna hanya berbohong, mana ada orang yang berani naik ranjang pria adalah gadis perawan. "Untuk apa bohong," jawab Arjuna. "Jaman sekarang serba canggih, Ibu takut kalau itu rekayasa saja," ucap Nyonya Rana. Arjuna menggelengkan kepalanya, rekayasa dan alami itu beda. Walaupun Arjuna juga pertama kali merasakan itu. Mungkin rasanya akan beda kalau itu adalah sebuah operasi untuk terlihat masih perawan. "Ibu terlalu banyak memakan berita gosip murahan," ucap Arjuna. "Bukan gosip, banyak kok para gadis keluarga kaya yang melarikan itu agar suaminya tidak kecewa saat malam pertama," balas Nyonya Rana. "Jadi para gadis keluarga kaya itu pergaulan bebas dan Ibu memakluminya, aku sih takut terkena penyakit," ucap Arjuna.Bukan itu maksud Nyonya Rana, tapi dia meyakini bahwa Nadia melakukan trik jahat itu untuk menjerat Arjuna. Sehingga Arjuna terpikat oleh pesona Nadia yang masih perawan."Arjuna pokoknya Ibu mau kemu menyelam
Nyonya Rana menggigit ujung kukunya. Dia mendadak pusing membayangkan harus memiliki cucu dari seorang yang dia benci. Ini tidak bisa dibiarkan. "Aku tidak sudi mengakuinya. Lebih baik menikahkan Arjuna dengan wanita yang lebih baik dan memiliki anak yang sah," jawab Nyonya Rana. "Tetap saja anak itu darah daging Arjuna," balas Yoga. "Dia terlahir dari rahim wanita yang kotor, aku tidak sudi mengakuinya karena dia aib bagi keluarga ini. Anak haram sepertinya lebih baik tidak pernah lahir," jawab Nyonya Rana masih kekeh. Arjuna yang dari tadi berdiri di balik pintu ruang kerjanya mengepalkan tangannya kesal. Dia sangat tidak terima dengan ucapan Ibunya sendiri Bagaimana busa seorang bisa berkata cucunya sendiri adalah aib yang tidak boleh terpublish. Arjuna bergegas pergi ke suatu tempat, percakapan Ibunya dan Yoga membuatnya tersadar kenapa selama ini selalu merasakan perasaan familiar dan hangat saat bertemu dengan anak Nadia. Saat bocah itu memanggilnya Ayah at
Arjuna membawa sample rambut itu ke rumah sakit yang tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga dan kenalan yang lainnya. Bahkan Yoga asistennya juga tidak tahu menahu soal tes ini. Kalau dia tahu takutnya Yoga akan membocorkan ke Nyonya Rana. Dia asisten yang sudah tidak salah dia percaya lagi. "Sebelah sini, Arjuna," ucap Dokter Natali sambil melambaikan tangan agar Arjuna melihatnya. "Ini, tolong kamu tes sampel ini dengan rambut milikku," ucap Arjuna lalu memotong sedikit rambutnya dengan gunting. Dokter itu menerima sample lalu dia sendiri yang menguji sample DNA tersebut. Tak butuh waktu lama pengujian selesai, dia segera menemui menemui Arjuna. "Bagaimana hasilnya?" tanya Arjuna bersemangat. "Pengujian memang sudah selesai tapi hasilnya bisa kamu dapatkan besok pagi, aku harus melakukan satu pengujian lagi," jawab Dokter. "Aku kira bisa langsung selesai hari ini, jadi aku harus menunggu besok pagi lagi?' tanya Arjuna lesu. "Jang
Arjuna tersenyum bahagia mendengar jawaban Dokter Natali. Jadi memang Nadia dan Arjuna ditakdirkan bersama karena ada anak. Apapun yang terjadi dia bertekad untuk membawa Nadia ke pelaminan. "Wanita yang melahirkan anakku adalah wanita yang istimewa," jawab Arjuna sambil tersenyum bahagia. "Aku semakin penasaran. Jika sudah siap kamu harus mengenalkan wanita itu padaku," ucap Dokter Natali "Jangan khawatir, aku akan mengundangmu saat kami menikah nanti," balas Arjuna. Dokter Natali bingung, pasalnya Arjuna tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada wanita manapun. Hingga saat ini dia memiliki anakpun rasanya bagai mimpi di siang bolong. Jangankan bersetubuh, melirik wanita yang sayang kepadanya tanpa busanapun dia tak akan tertarik atau melirik. "Menikah?" tanya Dokter Natali kaget. "Ya, kamu tahu Natali. Dia sudah kembali, orang yang membuatku setengah mati mencarinya dia sudah ada di ibu kota. Lalu dia juga membawa seorang anak. Dia belum mengak
Arjuna menatap wajah anak yang ceria itu. Tentu saja dia mau menjadi Ayahnya karena memang Arjuna adalah Ayah biologisnya. "Arjuna, jangan ambil pusing celotehan anak kecil," ucap Ibu Sonia. "Aku bersedia jadi Ayahmu kok," jawab Arjuna. Bima bersorak gembira dia langsung memeluk Arjuna lalu pria tampan itu membalas pelukan anak yang sudah ketahuan darah daging siapa. "Bima, nenek bilang kamu jangan sembarangan meminta lelaki menjadi ayahmu," ucap Ibu Sonia. "Nenek jahat, aku suka Paman ini yang jadi Ayahku. Aku tidak sembarangan memilih Ayah kok," balas Bima. Ibu Sonia menatap tajam Bima dia tidak menyukai Bima memanggil Arjuna dengan sebutan Ayah. Itu akan bahaya untuk ketenangan hidup Bima maupun Nadia. Orang yang tidak menyukai Nadia akan mencoba mencari cara mencelakai Nadia dan Bima. "Bima, dia bukan Ayahmu. Nenek rasa Paman Arjuna juga tidak nyaman jika kamu panggil Ayah. Dia belum menikah," ucap Ibu Sonia. "Nenek aku mau Paman A
Bibinya Nadia mengepalkan tangannya kesal, Nadia sangat berani mengacuhkannya padahal dahulu dia selalu menurut apa yang dia perintahkan."Kenapa wajah Bibi seperti itu. Apa tidak suka dengan kebenaran yang aku katakan?" bentak Nadia yang lebih emosi."Keponakan durhaka nikmati saja keserakahan mu itu. Kamu dan anak haram mu yang hidup bahagia menelantarkan saudara akan menjadi sengsara dan tidak akan ada saudara yang menolong," balas Bibinya Nadia."Sudahlah Nadia jangan ladeni dia. Kalau dia masih mengganggumu, aku akan menelpon bos restoran ini untuk memecatnya," celetuk Arjuna mulai kesal.Mendengar itu Bibinya Nadia ketakutan kalau dia sampai di pecat mau makan apa dia. Suaminya juga bukan orang kaya, selama ini dia hidup dari mengerti Pak Abraham. Seperti benalu yang menghisap inangnya."Kenapa gemetar seperti itu nenek tua jahat, apa kamu takut dengan ancaman Ayahku?" ledek Bima lalu melewekan lidahnya."Anak haram hina, hidup enak Karana melahirkan anak haram saja bangga!" ben
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,
Arjuna mencumbu Nadia dengan semangat, dia ingin melampirkan kerinduan yang mendalam yang terbelenggu di benaknya.“Tolong hentikan, kita bisa telat menjemput Bima,” bujuk Nadia.“Aku tidak bisa menunda lagi,” balas Arjuna lalu mencecap bibir Nadia lembut.Kali ini Nadia tidak bisa berkutik dia pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna. Mereka memadu kasih selama beberapa saat sebelum menjemput Bima.“Dasar pria mesum,” gerutu Nadia.“Biarkan saja, aku hanya bisa mesum padamu,” balas Arjuna sembari menyeringai tipis.“Apa di otakmu hanya ada hal bercumbu saja?” gerutu Nadia lagi sembari membetulkan kemeja yang dia pakai.“Sebenarnya sih tidak. Tapi saat bersamamu aku tidak bisa menahan hasrat bercumbu denganmu,” balas Arjuna kali ini disertai tertawa kencang.Nadia mendengus kesal mendengar ucapan Arjuna. Dia langsung memoles bedak di wajahnya sebelum akhirnya meminta cepatan untuk menjemput Bima.“Hei, tunggu!” seru Arjuna seraya mengikuti langkah kaki Nadia yang terlalu cep
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r