Dafa berlalu dari hadapan Lily. Ia pergi ke rumah sakit sendirian. Begitu saja setiap hari, hingga pada usia bayi mereka yang ke tiga bulan, bayi mereka sudah diizinkan pulang oleh Dokter.Sesampainya di rumah, Dafa menggendong bayinya dan meletakkannya di atas tempat tidur. Ia melihat ke arah sekeliling kamar, Lily tak ada dimana mana."Kemana Lily?" batin Dafa."Lily sedang pergi ke salon." Ayu tiba tiba sudah berdiri di belakang Dafa. Dafa menoleh ke arah Ayu. Ia tersenyum dan menunjukkan bayinya kepada Ayu."Bayi kami sudah pulang, Ma." "Mama ikut senang. Bagaimana pun juga, bayi itu adalah anak kamu. Jujur saja, awalnya Mama sempat kecewa karena Lily melahirkan anak perempuan. Tak seperti keinginan Mama. Tapi sekarang, Mama sadar. Semuanya sudah menjadi takdir kita." Ayu berjalan ke arah anaknya dan menepuk pelan bahu anaknya.*****Di rumah kontrakannya, Senja juga merawat bayinya seorang diri. Shanum dan Salsa sudah memiliki kesibukan di sekolah mereka. Setiap akhir pekan, Ar
"BRak!" Suara pintu yang ditutup membuat sang asisten rumah tangga itu mengelus dada."Ya ampun, sikap Non Lily dari masih belum punya anak sampai sekarang nggak ada bedanya." Bi Sari menatap wajah bayi yang masih menangis di dalam pelukannya.Ia membawa bayi kecil itu ke dapur, sembari menggendong si kecil, Bu Sari membuatkannya sebotol susu hangat."Minum ya nak. Jangan nangis lagi." Bu Sari menyusui si bayi.Ia duduk di teras rumah, supir pribadi Ayu mendatangi Bi Sari dengan raut wajah keheranan."Lho! Anaknya Pak Dafa kok kamu yang urus?" "Ya biasa lah anak muda. Nggak mau repot dan mudah capek.""Gimana? Tugasnya jadi Ibu ya memang begitu!" "Mau gimana lagi? Kita di sini kan kerja. Bayinya diminta saya yang jagain. Saya nggak bisa nolak!""Ckckck krisis moral!" Pak Man mengkritik."Bi Sari!" teriak Ayu dari dalam rumah."Nah dipanggil lagi sama Bos besar!" seru Pak Man.Bi Sari pergi ke ruang makan. Ayu sedang duduk di sana."Iya Nyah, ada apa?" "Kamu kok gendong bayinya Dafa
Enam tahun berlalu dengan cepat, Shanum dan Salsa, kini sudah berubah menjadi gadis remaja. Mereka berdua memiliki wajah cantik yang diturunkan oleh Ibu mereka.Senja meletakkan piring berisi banyak makanan di atas meja. "Ayo sarapan!" ucap Senja pada semua anaknya.Ketiganya datang ke meja makan dan makan dengan lahap."Ma, aku ingin pindah sekolah." Celetuk si bungsu.Shanum dan Salsa menoleh ke arah adik mereka."Pindah sekolah gimana? Mau pindah kemana? Dan kenapa mau pindah sekolah?" "Aku ingin masuk club' bola, Ma!""Ethan! Kita kan sudah bicarakan soal ini kemarin. Mama nggak melarang kamu untuk bermain bola dan masuk club'. Di sini pun bisa," tutur Ibu tiga anak tersebut."Beda Ma. Di sini club' nya jelek." Si bungsu mengeluh."Ya sudah nanti Mama pikirkan lagi!" Kecewa dengan jawaban Senja, Ethan pun diam mematung. Ia bahkan tidak makan dengan baik.Setelah makan pagi, ketiganya berangkat ke sekolah. Jarak sekolah mereka dengan rumah tidak terlampau jauh. Mereka bisa menem
Lily menautkan bibirnya ke arah bibir Ray. Keduanya saling menyesapkan indera pengecap mereka. Suasana kembali memanas, Ray menggendong Lily masuk ke dalam kamar.Ia mulai menanggalkan kain yang ia kenakan. Lily pun juga melakukan hal yang sama. Kedua sejoli yang memiliki hasrat sama panasnya ini, segera bermain di atas pembaringan.Senjata andalan menerobos goa lembab berbau khas dan bergerak maju mundur tak tentu arah. Sang pemiliknya mengerang merasakan serangan nikmat yang diberikan oleh lawan. Peluh menetes di kening keduanya. Seakan tak mau kalah, Lily membalikkan posisinya. Ia membuat lawan berada di bawah. Kali ini, goa lembab yang bergerak tak tentu arah lalu mengeluarkan getaran dan bunyi bunyian pembangkit g4irah.Setelah beberapa saat bermain panas, keduanya mencapai puncak kenikmatan secara bersama sama. Denyutan senjata andalan saling beradu dengan denyutan dinding goa. Mereka berpelukan dan memejamkan mata. "Nikmat sekali!" bisik Lily."Selalu nikmat. Aku bahkan meras
Dafa mendengus kesal, tapi tetap menjaga emosinya agar tetap stabil. Ia tak ingin Nathania melihatnya bertengkar dengan Ibunya."Ayo sayang, ganti pakaianmu dan pergi mandi. Nanti malam, kita akan ke bioskop. Kamu mau nonton film kartun terbaru kan?"Gadis kecil itu mengangguk dengan cepat. Dan masuk ke dalam kamarnya. Ia melakukan apa yang dikatakan oleh sang Ayah.Sementara Dafa sendiri, pergi ke kamar Ibunya. Ia akan memberitahu Ibunya mengenai kabar kehamilan Lily."Tok! Tok!" Sang empunya dengan cepat membuka pintu kamar dan mempersilahkan Dafa masuk."Tumben langsung ke sini setelah pulang kantor, ada apa?" "Ma, Lily hamil lagi." Wajah Ayu terlihat datar."Oh, baguslah." Ayu menjawab singkat sembari berjalan ke arah meja rias miliknya."Sudah berapa bulan?" wanita tua itu kembali melanjutkan pertanyaannya."Aku belum tahu. Sepertinya baru sebulan." "Hmm!" sahut Ayu."Tumben Mama biasa aja.""Maksudnya?" Ayu melirik ke arah Dafa."Mama kan paling mengidam idamkan cucu atau gar
Perempuan berambut lurus dengan tahi lalat di bagian tengkuk lehernya itu, memindai kamar Bagas dengan seksama. Ia melihat ruangan yang cukup luas dengan perabotan lengkap di dalam kamar. Di sana juga terdapat sebuah tempat tidur dengan sprei warna hangat."Wah kamarnya bagus sekali!" ujar Vinka sembari berjalan ke arah tempat tidur dan mengelus pelan bagian atas sprei.Wanita itu kemudian meraih remote TV yang ada di atas meja kecil dekat dengan pembaringan. Ia duduk di atas tempat tidur sembari menyalakan TV. Program TV sedang menayangkan film bertajuk romantis dengan banyak adegan dewasa.Vinka mulai berhayal dan terbawa suasana. Ia menatap lurus ke arah TV dimana adegan TV sedang mempertontonkan kedua sejoli tengah bercumbu di dekat pantai.Tak ayal hal ini memantik hasrat di dalam diri Vinka. Perempuan muda ini lupa bahwasannya dirinya sekarang sedang bertamu di rumah keluarga Suryaningrat.Ia malah dengan santai menaikkan salah satu kakinya ke atas dan mulai mengusap usap bagi
Senja menoleh dan bicara pada anaknya."Kamu bilang apa barusan, sayang?"Shanum secara reflek menggelengkan kepalanya. Terakhir kali ia membahas soal Dafa, Senja memarahi gadis kecil itu habis habisan. Sejak saat itu, baik Salsa ataupun Shanum tak ada yang berani berkata apapun soal Dafa.Arnold memilih meja yang dekat dengan kolam dengan air mancur kecil di tengahnya. Ikan di dalam air kolam membuat Ethan merasa senang.Mereka memesan makanan, Ethan memilih ayam goreng untuk menu makan siangnya kali ini. Salsa dan Shanum memiliki ikan gurami goreng. Senja dan Arnold lebih suka menu simple seperti nasi goreng.Sembari menunggu makanan datang, mereka mengobrol ngalor ngidul. Mereka juga membahas mengenai perjalanan mereka hari ini."Permisi!" Waitress dengan senyum ramah mendatangi meja mereka. Di tangannya terdapat beragam jenis menu yang dipesan.Makanan sudah siap di atas meja makan. Semua orang menikmati menu makan siang mereka dengan lahap. "Sst!" Shanum menyenggol tangan adik k
Arnold keluar dari toilet dengan wajah panik. Senja melihat Arnold, dan bertanya padanya."Ada apa? Dimana Ethan?" Arnold menggelengkan kepala tanpa suara. Matanya memindai ke arah sekeliling dengan cepat."Kenapa menggelengkan kepala? Dimana Ethan?" Senja bertanya dengan panik. "Dia tidak ada di toilet!" Arnold mulai mendatangi waitress dan bertanya pada waitress."Permisi Kak! Saya mau tanya.""Ya Pak ada apa?" "Apa Kakak melihat anak umur enam tahunan, laki laki yang keluar dari toilet!""Maaf Pak. Di sini banyak sekali anak anak. Anak yang Bapak maksudkan, anak yang mana?"Arnold menunjukkan foto Ethan yang ada pada ponselnya dan waitress langsung menggelengkan kepala.Senja terdiam melihat hal tersebut. Ia mendatangi meja, tempat si kembar menanti dirinya."Shanum!" Senja panik."Ya Ma. Ada apa?""Kamu kan tadi bawa Ethan ke toilet. Ethan lihat apa di sana? Atau apakah ada sesuatu yang buat dia tertarik?" Senja bertanya seperti itu sebab biasanya, jika Ethan tertarik pada suat
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin