Tempat yang penuh keramaian. Orang-orang memiliki kesibukan sendiri. Berjualan, mendagangkan dagangannya. Ya, itu adalah sebuah pasar kecil. Pasar kecil yang terletak di sebuah Desa. Yohan yang sedari tadi berjalan, masih belum mengenali tempat di mana dia berada. 'Ini memang bukan Kota Tebing Tinggi.' 'Bahkan pakaian dan logat bicara mereka sangat aneh'. Yohan terus berjalan memperhatikan sekeliling pasar. Mencari-cari petunjuk yang bisa membantunya. Tak jauh dari posisi Yohan ada dua orang pria ribut yang menarik perhatian orang-orang sekitar. "Bhaha! Subin! Berani sekali kau menantangku lagi. Apa kau tidak jera kalah dariku kemarin!" hardik seorang pria dewasa bertubuh tinggi. Rambutnya gondong halus. Ada bekas luka yang cukup besar di matanya. Luka itu menjelaskan kalau orang ini sudah banyak mengalami pertarungan. "Apa kau bodoh, Raven! Aku sekarang akan membalasmu! Kemampuan batinku sudah mencapai tingkat level 2. Sekarang akan kuberi pelajaran mulut sombongmu itu sialan!"
"Jadi Bocah, kenapa kau mengikutiku sampai ke sini?" Subin duduk berhadapan dengan Yohan. Namun Subin tak mendengar sepatah kata dari Yohan. handuk basah di kepala menyembunyikan raut wajahnya. "Kau bukan orang sini, apa kau tersesat? Di mana Orang tuamu tinggal?" "Aku tak tahu Paman. Aku tak tahu Orang tuaku di mana," *** *FLASHBACK* Saat Subin membuka pintu, dia melihat Yohan basah kuyup di depan pintu rumahnya. "Kau... kenapa kau ada di sini?!" *** "Jadi bagaimana kau bisa sampai di sini?" tanya Subin sambil melipat kedua tangannya. Dari nada bicaranya ia sepertnya tidak senang dengan keberadaan anak itu. "Setelah selesai makan di kedai tadi, aku buru-buru mengikuti Paman. Dan sampai di-" "Bukan. Bukan itu yang kumaksud. Maksudku bagaimana kau bisa sampai di Desa ini?" Yohan paham, tak mungkin lagi menceritakan kejadian yang sebenarnya yang tak bisa dicerna akal sehat. Maka dari itu, Yohan mengarang sebuah cerita. "S-saat itu, a-aku jalan-jalan dengan Orang tuaku dan,
Di dekat Rumah kayu milik Subin, ada sebuah hutan kecil yang cukup rindang. Rerumputan hijau terbentang sedikit memanjakan mata. Di sana, Subin dan Yohan sedang latihan. "Dengar, aku akan mengajarimu melalui dasar-dasarnya dulu," kata Subin tanpa mengharapkan jawaban. Yohan di hadapannya hanya diam duduk manis mendengarkan. "Dalam Ilmu Batin, ada tiga jenis ilmu yang bisa di pelajari. Yaitu Ilmu Serangan, Ilmu Penyembuhan dan Ilmu Pemanggilan. Dan masing-masing terbagi menjadi 7 Level yang berbeda tingkat. Dasar, menengah, tinggi, master, legend, king, god. Dan untuk menggunakan ilmu batin diperlukan wadah batin untuk mengumpulkan aura batin," jelas Subin sambil mondar mandir di depan Yohan. "Wadah batin akan semakin besar selama pemiliknya sering menggunakan atau melatihnya. Namun dalam beberapa kasus ada orang-orang yang pada dasarnya sudah memiliki wadah batin yang besar." "Gu-guru... orang-orang itu siapa?" tanya Yohan sedikit ragu. Ia belum terbiasa memanggil Subin dengan gel
Pagi yang cerah. Burung-burung yang berpasang-pasangan berkicauan di ranting-ranting pohon. Yohan membuka pintu, merenggangkan badannya menyambut sinar hangat cahaya matahari. Tampak Subin sedang duduk di teras depan rumah dengan secangkir kopi. "Selamat pagi Guru!" sapa Yohan dengan ceria. Tampaknya ia sangat bersemangat untuk melakukan apa saja hari ini. "Selamat pagi," jawab Subin biasa. Ia menyeruput kopinya sambil sesekali menghisap sebatang rokok yang ada di tangannya. "Jadi Guru, apa kita akan mengkapak kayu lagi hari ini?" tanya Yohan. "Simpan semangatmu itu Bocah. Pergilah mandi. Hari ini kita akan pergi ke Ibukota," "Ibukota? Kenapa kita akan pergi ke Ibukota?" tanya Yohan bingung dengan perubahan jadwal. Subin menyeruput kopinya lagi, tatapannya jauh ke depan. Sekali lagi ia menghisap rokok di tangannya lalu menghembuskannya ke udara. "Aku dengar semalam dari orang-orang di pasar, hari ini adalah peresmian Putra Mahkota Pangeran Samuel," Tiba-tiba kepala Yohan sediki
Anak kecil itu adalah seorang Pangeran bernama Samuel Silalahi. Ia berdiri di samping Raja dan bertekuk lutut di hadapannya. Raja Jhontany mengambil pedang mewah yang di sodorkan para pelayan. Lalu memberikannya kepada Pangeran Samuel. Samuel menerima pedang tersebut dengan penuh rasa hormat. Tak lupa setiap tindakan raja dipenuhi sorak-sorai dan tepuk tangan. Lalu Raja memasangkan Mahkota kecil di kepalanya dan memegang kedua bahunya untuk menyudahi sikap hormatnya. "Sekarang lakukan seperti yang sudah dilatih Roland" bisik sang Raja. Raja sekali lagi menghadap ke arah rakyatnya dan melambaikan tangan sambil tersenyum manis yang terlihat palsu. Lalu ia pergi meninggalkan panggung. Para hadirin bersorak-sorai sebagai salam saat Raja pergi. Yohan berada di dalam keramaian. Karena tubuhnya yang kecil membuatnya tak dapat melihat panggung. Ia mencoba menyelinap di kerumunan untuk dapat melihat Pangeran. Pangeran Samuel, berdiri di depan khalayak. Memulai pidatonya sebagai Putra Mahkota
Di dalam Kerajaan Istana. Raja Silalahi, Johntany sedang melakukan pertemuan bersama 4 Jendral Pendekar Batin Kerajaan. Bahkan ada Roland juga yang ikut hadir dalam pertemuan. Hawa kuat sangat begitu terasa di setiap sudut ruangan, akibat berkumpulnya orang-orang di satu tempat. "Seperti yang kalian tahu. Aku sudah memiliki calon penerus. Karena itu aku ingin kita mendiskusikan tentang rencana kerajaan ini untuk ke depannya," ucap sang raja yang duduk di singgasananya. Raut wajahnya terlihat bosan. Salah satu jendral mengangkat tangannya dan berdiri dari tempatnya. "Apa yang anda inginkan Yang Mulia?" ucap Selen, seorang jenderal wanita yang angkat bicara. Di dalam Kerajaan Silalahi, terdapat lima jendral yang duanya terdiri dari wanita. Setiap masing-masing jendral memiliki kemampuan batin setara dengan tingkat king. Jhontany tersenyum mendengar jawaban Selen, "Aku ingin kita kembali memulai perang," mata Jhontany menyala merah. Tersirat di matanya semangat saat mengatakan menging
-Kota Parimban- "Kami minta maaf, hanya bisa memberi tumpangan sampai disini," ucap Senan kepada Subin dan Yohan. "Tidak, kamilah yang seharusnya berterimakasih untuk tumpangannya," "Kakak! Kalau kita ketemu lagi, ajarkan aku ilmu api kakak ya!!" ucap Yohan sebagai salam perpisahan. Silvana yang melihat Yohan tersenyum manis. "Ya, tentu!. Jika kita bertemu lagi..." Rombongan kereta kuda Silvana perlahan pergi menjauh. Yohan melambaikan tangannya penuh semangat. Ia sangat berharap bisa bertemu lagi dengan Silvana. Subin berjalan dahulu meninggalkan Yohan. Sementara itu Yohan yang menyadari Subin pergi mengejar di belakangnya. Di gerobak kereta kuda, Senan menatap serius ke arah Silvana. "Nona, bukankah Raja Silalahi telah membersihkan wilayahnya dari anak-anak silang kerajaan?" tanya Senan. Menanggapi pertanyaan itu, Silvana hanya tersenyum sambil duduk dengan anggun. "Benar. Tapi anak itu membuktikan kalau Raja Silalahi tidak melakukannya sampai tuntas. Tentu pasti ada yang be
Pagi yang cerah, burung-burung berkicau indah di ranting pohon. Setelah selesai sarapan pagi. Julia mengumpulkan semua orang untuk duduk di ruang tengah. "Jadi ada yang ingin kita bicarakan di sini. Nak Yohan, boleh saya tanya kamu berasal dari mana?" Julia mulai coba menelusuri asal Yohan. "Saya berasal dari Kota Tebing Tinggi Nek," jawaban Yohan masih tetap sama."Lalu coba jelaskan bagaimana kau bisa berada di hutan terlarang saat itu!,"Yohanpun menceritakan semua yang ia ketahui. Mulai dari berjualan bensin sampai kecelakaan dan akhirnya sampai di sini. Tapi Mereka tak bisa memahami dengan baik kebenaran dari cerita tersebut. "Kalau begitu boleh kami tahu nama Ayah dan Ibumu?" Julia mulai mencoba bertanya hal lain untuk menemukan petunjuk."Nama Ayahku Jhontany Silalahi dan Ibuku Risdelin" jawab Yohan polos.Deg! Mendengar jawaban Yohan, Julia, Subin, dan Sona sontak kaget. Bagaimana bisa Yohan menjawab hal itu. Bukankah raja Jhontany tidak pernah menikah dan tidak memiliki an
Balon transparan di sekitar Yohan mulai menghilang. Telinganya yang tadinya peka kini bisa kembali mendengar. Ia terbengong dengan situasi tersebut. Ada bagian yang ia lewatkan di antara pembicaraan mereka. "Pergilah!" pinta Raja. "Terima kasih Yang Mulia," ucap Julia sembaring menunduk, "Ayo Yohan," Yohan bangkit berdiri beranjak mengikuti Julia di belakang. Tapi sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Kepalanya menoleh ke belakang melihat kembali Raja, meskipun di balik tatapannya ada maksud yang sulit di jelaskan. Ia tidak terlalu menampakkannya. Raja juga menatapnya, mata mereka saling bertemu, waktu yang berlalu memisahkan kedua tatapan tersebut. Yohan menghilang dari balik pintu. Dan hanya tersisa raja yang masih diam mematung di singgasananya. Tampak dari wajahnya perasaan campur aduk. Bahkan ia sendiri bingung harus berekspresi seperti apa. Pintu itu terbuka. Samira yang sedari tadi gelisah berdiri dekat jendela, dengan langkah kaki yang
Suara derapan langkah kaki yang datang dari balik pintu mengalihkan pandangan mereka. Terdengar suara wanita yang begitu khas mencampuri pembicaraan mereka."Itulah yang juga ingin kuketahui, Yang Mulia..." ucap Julia sembari berjalan mendekati mereka."Apa maksudmu?"Langkah kakinya berhenti tepat di samping Yohan. Matanya tegak lurus dan terlihat sangat tajam. Ia hanya diam berdiri menghadap raja. Ada sesuatu makna yang tersirat dari tatapan matanya. Melihat itu, Jhontany mengerti. Ada sesuatu yang secara rahasia ingin dibicarakan oleh Julia. Iapun segera memerintahkan dua orang wanita di belakangnya untuk pergi.Setelah memastikan ruangan tersebut hanya mereka bertiga, raja kembali melontarkan pertanyaannya, "Apa maksud dari pembicaraanmu?""Siapa nama Ayahmu, Yohan?!"Pertanyaan Julia kali ini terdengar seperti bertanya, namun sebenarnya ia ingin menyuruh Yohan untuk menyebutkan jawaban itu sendiri. Yohan yang semakin di sudu
Kembali ke ruangan tamu, Yohan kini duduk bersama Julia dan Samira. Perasaan asing meliputi mereka. Melihat itu, Julia memperkenalkan mereka agar saling mengenal."Yohan, ini Samira. Salah satu Jendral Kerajaan Silahi. Dia juga dari keluarga Silalahi," Dengan canggung Yohan memperkenalkan dirinya, "Namaku Yohan Silalahi, senang bertemu dengan anda."Melihat kecanggungan Yohan, Samira berpaling pada Julia, ia sedikit kaget dengan sesuatu yang baru saja ia dengar."Julia, apa muridmu keluarga Silalahi?! Siapa orang tuanya?"Pertanyaan Samira juga sedikit membuat Julia kaget. Ia juga kembali bertanya-tanya siapa orang tuanya Yohan. Terlebih lagi ia tahu Yohan telah melihat Jhontany. Entah apa yang akan di jawab Yohan, ia merasa penasaran dengan itu."Itu juga yang ingin aku ketahui. Yohan, setelah melihat Raja, apa Raja Jhontany adalah Ayahmu?" tanya Julia dengan nada serius.Tatkala Yohan ragu menjawab pertanyaan itu, Sam
Mata itu terus memelototi raja yang di hadapannya. Tak sekalipun berkedip walaupun disapu angin. Mulutnya yang sedikit terbuka karena kaget seketika juga ikut membeku. Waktu saat itu seakan-akan berhenti baginya. Jauh di dalam matanya, ia melihat kilasan-kilasan sebuah ingatan yang menggambarkan tentang ayahnya. Sikap ayahnya yang selalu acuh padanya, kilasan perdebatan mereka, ayahnya yang terus berjudi, mabuk, dan semua perasaan yang ia rasakan sebagai anaknya. Bahkan perasaan saat ia memutuskan pergi meninggalkan ayahnya. Ini semua ia rasakan dengan perasaan asing.'Apa itu?''Perasaan macam apa ini?''Ingatan siapa ini?''Apa itu aku?'Namun kali ini ia tak kehilangan kesadaran seperti sebelumnya. Dan rasa sakit kepala yang muncul secara tiba-tiba juga tidak terlalu sakit. Ia masih bisa menahannya. Sama halnya dengan yang sebelumnya. Yohan sedikit demi sedikit mulai merasa semua ini pasti ada kaitannya dengan kehadirannya di dunia ini.Raja yang melihat Yohan terbelengu rantai di h
Di sebuah ruang tamu yang di sediakan Kerajaan, Julia duduk sembari meminum teh yang di sediakan untuknya. Ia di kawal oleh dua prajurit yang menunggunya di dekat pintu. Meski suasana tenang. Namun hawa yang dirasakan prajurit itu sungguh menegangkan. Bagi mereka, sangat sulit untuk bernafas seperti biasa. Terkadang, nafas mereka tertahan di kerongkongan. Jelas sangat bahwa Julia bukanlah orang sembarangan. Sehingga untuk di dekatnya saja sudah cukup untuk mendistorsi oksigen. Julia menyadari, kesulitan yang dirasakan prajurit tersebut. Namun dia enggan untuk berbicara pada mereka.Pintu terbuka, muncul seorang wanita cantik dari balik pintu. Seseorang yang memiliki kedudukan sehingga para prajurit memberi hormat padanya. Parasnya yang menawan di sambut Julia dengan senyuman manis."Samira..." ucap Julia sembari berdiri menyambut kedatangan orang yang di kenalnya."Julia... Apa kabar?!" tanya Samira menyambut Julia dengan pelukan. Pelukan hangat itu seakan melepas semua kerinduan mere
Yohan dan Leo masih berlarian di kejar para prajurit. Nafas mereka semakin berat karena terlalu banyak berlari. Langkah kaki yang tadi bisa berlari dengan cepat, kini lambat laun semakin melemah. Tubuh yang tadinya fit mulai terkuras dengan banyaknya tenaga yang dikeluarkan.Nafas mereka berdua sudah ngos-ngosan. Oksigen yang bisa di hirup semakin sedikit. Yohan memutar kepalanya ke belakang. Terlihat, para prajurit yang mengejar semakin bertambah. Bahkan diantara mereka bersenjata macam-macam dari pedang, tombak, dan juga panah. Tak di sangka, tampak para pemanah ternyata bersiap memanah mereka dari jauh. Mereka menarik busurnya sedalam mungkin, di ujung anak panah, terdapat elemental api yang di buat dari aura batin.Yohan menghentikan langkahnya dan berdiri menghadap para prajurit. Tahu kalau teman berlarinya berhenti, Leo juga ikut berhenti."Kenapa berhenti?" tanyanya pada Yohan.Ia juga melihat kalau para prajurit yang mengejar semakin banyak. Dan pada dasarnya tahu kalau Yohan
Pintu itu di buka, dan terlihat empat orang prajurit juga ternyata menjaga di depan pintu. Mereka semua kaget melihat Yohan dan Leo yang tiba-tiba muncul."Hei, kenapa kalian keluar?" tanya salah satu dari prajurit. Ternyata mereka tidak menyadari kalau Yohan dan Leo adalah prajurit yang menyamar. Melihat itu Yohan memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin dengan sandiwaranya."Maaf, saya teringat Yang Mulia Putra Mahkota memanggil kami," jawab Yohan santai dengan mengubah nada suaranya menjadi sedikit berat. Tak bisa di pungkiri, reaksi para penjaga itu sedikit bingung. Mereka saling bertatapan satu sama lain."Bukankah perintah Yang Mulia Samuel pada kalian untuk menjaga para pencuri itu?" tanya prajurit yang mulai merasakan keanehan. Yohan mulai khawatir kalau mereka mulai curiga segera mencari alasan lagi."Aku serius! ini perintah Putra Mahkota sebelumnya. Ia meminta kami datang ke kamarnya secara pribadi saat malam tiba. Karena itu tolong jaga tahanan di dalam sebentar, tidak masal
Di suatu tempat, Yohan melihat samuel kecil yang ada di ingatannya. Ia melihat samuel yang dulu akrab dengannya, yang selalu bermain bersama dengannya. Lalu Yohan melihat Samuel yang bersikap sombong dan seperti tak mengenalnya. Ia heran kenapa samuel bertingkah seperti itu.Pandangan itu kembali hilang dan ia melihat kenangan Samuel dewasa saat bersamanya. Yohan terlihat bingung dengan pemandangan itu. Ia tak pernah melihat samuel dewasa. Namun hal yang ia lihat begitu nyata.Tiba suara seseorang di sebelah memanggilnya. Ia terbangun karena panggilan yang di spam terus menerus."Hei! Hei!" ucap seseorang menggoyang-goyangkan tubuh Yohan. Yohan tersadar dan mendapati dirinya berada di sebuah penjara bersama pria yang ia tolong tadi."Kau tidak apa-apa?" tanya pria itu. Yohan sedikit mengernyit dahinya. Ia masih merasa kebingungan, sejenak butuh waktu beberapa saat untuk diaa mulai sadar dengan apa yang terjadi."Aku tidak apa. Di mana ini?" tanya Yohan balik.Pria itu mengalihkan pand
-Hutan Rawa Rontek-Tahun 508Siang teriknya matahari sangat panas, namun tIdak bisa masuk ke dalam hutan yang di tutup oleh pohon pohon yang lebat. Kuda yang berlarian dengan cepat di pacu oleh hentakan kaki pengendaranya, bergerak cepat melewati pohon-pohon di sekitar. Segerombolan pasukan berkuda bergerak cepat mengejar seorang pria di depan mereka yang juga menunggangi kuda. Kepanikan di wajahnya terlihat begitu jelas. Jantungnya berdetak kencang merespon rasa panik.Kudanya terus berlari menyelusuri hutan tanpa arah. Hanya bergerak lurus agar menjauh dari kejaran. Namun salah satu pemimpin dari pasukan itu berhenti dan diikuti oleh bawahannya.Di matanya, pria yang berlarian itu tidak bisa lagi di kejar karena sangat memberbahayakan."Dia sudah memasuki area merah. Jika kita mengejarnya lagi, kita bisa dalam bahaya. Sebaiknya kita kembali dan laporkan hal ini!" Ucapnya lalu memacu kudanya untuk berbalik pergi.Seekor kuda di ikatkan di sebuah pohon. Seorang pria terduduk lesu. Ker