Kembali ke ruangan tamu, Yohan kini duduk bersama Julia dan Samira. Perasaan asing meliputi mereka. Melihat itu, Julia memperkenalkan mereka agar saling mengenal."Yohan, ini Samira. Salah satu Jendral Kerajaan Silahi. Dia juga dari keluarga Silalahi," Dengan canggung Yohan memperkenalkan dirinya, "Namaku Yohan Silalahi, senang bertemu dengan anda."Melihat kecanggungan Yohan, Samira berpaling pada Julia, ia sedikit kaget dengan sesuatu yang baru saja ia dengar."Julia, apa muridmu keluarga Silalahi?! Siapa orang tuanya?"Pertanyaan Samira juga sedikit membuat Julia kaget. Ia juga kembali bertanya-tanya siapa orang tuanya Yohan. Terlebih lagi ia tahu Yohan telah melihat Jhontany. Entah apa yang akan di jawab Yohan, ia merasa penasaran dengan itu."Itu juga yang ingin aku ketahui. Yohan, setelah melihat Raja, apa Raja Jhontany adalah Ayahmu?" tanya Julia dengan nada serius.Tatkala Yohan ragu menjawab pertanyaan itu, Sam
Suara derapan langkah kaki yang datang dari balik pintu mengalihkan pandangan mereka. Terdengar suara wanita yang begitu khas mencampuri pembicaraan mereka."Itulah yang juga ingin kuketahui, Yang Mulia..." ucap Julia sembari berjalan mendekati mereka."Apa maksudmu?"Langkah kakinya berhenti tepat di samping Yohan. Matanya tegak lurus dan terlihat sangat tajam. Ia hanya diam berdiri menghadap raja. Ada sesuatu makna yang tersirat dari tatapan matanya. Melihat itu, Jhontany mengerti. Ada sesuatu yang secara rahasia ingin dibicarakan oleh Julia. Iapun segera memerintahkan dua orang wanita di belakangnya untuk pergi.Setelah memastikan ruangan tersebut hanya mereka bertiga, raja kembali melontarkan pertanyaannya, "Apa maksud dari pembicaraanmu?""Siapa nama Ayahmu, Yohan?!"Pertanyaan Julia kali ini terdengar seperti bertanya, namun sebenarnya ia ingin menyuruh Yohan untuk menyebutkan jawaban itu sendiri. Yohan yang semakin di sudu
Balon transparan di sekitar Yohan mulai menghilang. Telinganya yang tadinya peka kini bisa kembali mendengar. Ia terbengong dengan situasi tersebut. Ada bagian yang ia lewatkan di antara pembicaraan mereka. "Pergilah!" pinta Raja. "Terima kasih Yang Mulia," ucap Julia sembaring menunduk, "Ayo Yohan," Yohan bangkit berdiri beranjak mengikuti Julia di belakang. Tapi sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Kepalanya menoleh ke belakang melihat kembali Raja, meskipun di balik tatapannya ada maksud yang sulit di jelaskan. Ia tidak terlalu menampakkannya. Raja juga menatapnya, mata mereka saling bertemu, waktu yang berlalu memisahkan kedua tatapan tersebut. Yohan menghilang dari balik pintu. Dan hanya tersisa raja yang masih diam mematung di singgasananya. Tampak dari wajahnya perasaan campur aduk. Bahkan ia sendiri bingung harus berekspresi seperti apa. Pintu itu terbuka. Samira yang sedari tadi gelisah berdiri dekat jendela, dengan langkah kaki yang
"Baiklah, mari kita mulai ujiannya..." Suara itu muncul di dalam kepala seorang pemuda, lebih tepatnya ia masih anak sekolahan. Ia duduk bersila di dalam kamarnya. Kamar yang gelap. Suasana yang benar-benar hening. Hanya lilin yang cukup besar sebagai penerang ruangan itu. "Kau sudah pahamkan apa yang kujelaskan tadi? Kau harus berusaha keras untuk bisa menemukan makamku dan menyentuh tanahnya. Kau harus ingat itu, misimu hanyalah untuk menyentuh tanah makamku dan mengalahkan raja. Jangan sampai kau terbawa suasana dan membuatmu terlena akan dunia paralel buatanku." Suara gaib itu selalu datang dari kepala pemuda di kamar tersebut. Meskipun begitu, ia tidak merasa aneh tentang hal itu. "Aku sudah paham, mau berapa kali lagi kau menjelaskannya!" jawab pemuda itu dengan raut wajah jengkel. ia tetap dalam keadaan duduk bersila. "Itu karena kamu bodoh makanya aku jadi khawatir. Seandainya kamu lebih pintar dari Sepupumu, mungkin aku akan memilihmu lebih dulu!" suara itu datang lagi d
Di sebuah hutan yang sunyi, pohon-pohon besar menjulang tinggi ke langit. Tanah dan batang-batang pohon yang berlumut. Itu seperti tidak pernah seorang pun melintas melewatinya. Atau dengan kata lain, tidak ada tanda-tanda aktivitas makhluk hidup. Anak laki-laki itu terbangun. Matanya mencoba melihat area sekitarnya. Suasana hutan yang sunyi dan mencekam. Kabut tebal yang membatasi pandangan mata, dan udara dingin yang menusuk sampai ke tulang-tulang. Membuat bulu kuduk anak itu merinding. 'Di mana ini...' Dia bangun dan berjalan mencoba menelusuri hutan yang sunyi itu. Pencahayaan yang kurang akibat lebarnya pohon di hutan membuat cahaya matahari sulit untuk menerobos masuk. Hampa, benar-benar hampa. Bahkan tidak ada satupun suara serangga yang terdengar. Sesaat anak itu menelusuri jalan. Ia merasakan ada sesuatu yang mengintip dan mengikutinya dari belakang. Anak itu merasakan kalau dirinya seperti dipantau sesuatu. 'Apa ada yang mengikutiku?' Dengan polosnya anak itu menoleh k
Di bawah kaki Gunung, terdapat sebuah Gubuk kecil yang terlihat cukup nyaman untuk ditinggali. Di dalamnya, anak laki-laki yang terluka tadi berbaring di tempat tidur kasar yang terbuat dari bambu. Kedua bola matanya sedikit—demi—sedikit terbuka hingga sempurna. Dia bangun. Memperhatikan sekelilingnya, menyadari badannya bertelanjang dada dan perutnya dibalut kain putih. Sona yang lewat pintu kamar tak sengaja melihat anak laki-laki itu. Segera memanggil neneknya untuk segera datang. Nenek yang mendengar suara Sona datang ke kamar dan melihat anak laki-laki itu. Anak laki-laki hanya berekspresi datar bingung menatap wajah mereka. Tergambar senyum di wajah nenek itu saat melihatnya baik-baik saja. "Kamu tidak apa-apa Nak? apa perutmu masih sakit?" tanya nenek itu pelan menghampiri anak laki-laki itu. "Nenek ini siapa?" Anak itu bertanya balik tanpa mengindahkan pertanyaan si nenek. "Nenek yang menyelamatkanmu dari Begu Ganjang!" jawab Sona sambil tersenyum. Anak itu mulai mengi
Tempat yang penuh keramaian. Orang-orang memiliki kesibukan sendiri. Berjualan, mendagangkan dagangannya. Ya, itu adalah sebuah pasar kecil. Pasar kecil yang terletak di sebuah Desa. Yohan yang sedari tadi berjalan, masih belum mengenali tempat di mana dia berada. 'Ini memang bukan Kota Tebing Tinggi.' 'Bahkan pakaian dan logat bicara mereka sangat aneh'. Yohan terus berjalan memperhatikan sekeliling pasar. Mencari-cari petunjuk yang bisa membantunya. Tak jauh dari posisi Yohan ada dua orang pria ribut yang menarik perhatian orang-orang sekitar. "Bhaha! Subin! Berani sekali kau menantangku lagi. Apa kau tidak jera kalah dariku kemarin!" hardik seorang pria dewasa bertubuh tinggi. Rambutnya gondong halus. Ada bekas luka yang cukup besar di matanya. Luka itu menjelaskan kalau orang ini sudah banyak mengalami pertarungan. "Apa kau bodoh, Raven! Aku sekarang akan membalasmu! Kemampuan batinku sudah mencapai tingkat level 2. Sekarang akan kuberi pelajaran mulut sombongmu itu sialan!"
"Jadi Bocah, kenapa kau mengikutiku sampai ke sini?" Subin duduk berhadapan dengan Yohan. Namun Subin tak mendengar sepatah kata dari Yohan. handuk basah di kepala menyembunyikan raut wajahnya. "Kau bukan orang sini, apa kau tersesat? Di mana Orang tuamu tinggal?" "Aku tak tahu Paman. Aku tak tahu Orang tuaku di mana," *** *FLASHBACK* Saat Subin membuka pintu, dia melihat Yohan basah kuyup di depan pintu rumahnya. "Kau... kenapa kau ada di sini?!" *** "Jadi bagaimana kau bisa sampai di sini?" tanya Subin sambil melipat kedua tangannya. Dari nada bicaranya ia sepertnya tidak senang dengan keberadaan anak itu. "Setelah selesai makan di kedai tadi, aku buru-buru mengikuti Paman. Dan sampai di-" "Bukan. Bukan itu yang kumaksud. Maksudku bagaimana kau bisa sampai di Desa ini?" Yohan paham, tak mungkin lagi menceritakan kejadian yang sebenarnya yang tak bisa dicerna akal sehat. Maka dari itu, Yohan mengarang sebuah cerita. "S-saat itu, a-aku jalan-jalan dengan Orang tuaku dan,
Balon transparan di sekitar Yohan mulai menghilang. Telinganya yang tadinya peka kini bisa kembali mendengar. Ia terbengong dengan situasi tersebut. Ada bagian yang ia lewatkan di antara pembicaraan mereka. "Pergilah!" pinta Raja. "Terima kasih Yang Mulia," ucap Julia sembaring menunduk, "Ayo Yohan," Yohan bangkit berdiri beranjak mengikuti Julia di belakang. Tapi sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Kepalanya menoleh ke belakang melihat kembali Raja, meskipun di balik tatapannya ada maksud yang sulit di jelaskan. Ia tidak terlalu menampakkannya. Raja juga menatapnya, mata mereka saling bertemu, waktu yang berlalu memisahkan kedua tatapan tersebut. Yohan menghilang dari balik pintu. Dan hanya tersisa raja yang masih diam mematung di singgasananya. Tampak dari wajahnya perasaan campur aduk. Bahkan ia sendiri bingung harus berekspresi seperti apa. Pintu itu terbuka. Samira yang sedari tadi gelisah berdiri dekat jendela, dengan langkah kaki yang
Suara derapan langkah kaki yang datang dari balik pintu mengalihkan pandangan mereka. Terdengar suara wanita yang begitu khas mencampuri pembicaraan mereka."Itulah yang juga ingin kuketahui, Yang Mulia..." ucap Julia sembari berjalan mendekati mereka."Apa maksudmu?"Langkah kakinya berhenti tepat di samping Yohan. Matanya tegak lurus dan terlihat sangat tajam. Ia hanya diam berdiri menghadap raja. Ada sesuatu makna yang tersirat dari tatapan matanya. Melihat itu, Jhontany mengerti. Ada sesuatu yang secara rahasia ingin dibicarakan oleh Julia. Iapun segera memerintahkan dua orang wanita di belakangnya untuk pergi.Setelah memastikan ruangan tersebut hanya mereka bertiga, raja kembali melontarkan pertanyaannya, "Apa maksud dari pembicaraanmu?""Siapa nama Ayahmu, Yohan?!"Pertanyaan Julia kali ini terdengar seperti bertanya, namun sebenarnya ia ingin menyuruh Yohan untuk menyebutkan jawaban itu sendiri. Yohan yang semakin di sudu
Kembali ke ruangan tamu, Yohan kini duduk bersama Julia dan Samira. Perasaan asing meliputi mereka. Melihat itu, Julia memperkenalkan mereka agar saling mengenal."Yohan, ini Samira. Salah satu Jendral Kerajaan Silahi. Dia juga dari keluarga Silalahi," Dengan canggung Yohan memperkenalkan dirinya, "Namaku Yohan Silalahi, senang bertemu dengan anda."Melihat kecanggungan Yohan, Samira berpaling pada Julia, ia sedikit kaget dengan sesuatu yang baru saja ia dengar."Julia, apa muridmu keluarga Silalahi?! Siapa orang tuanya?"Pertanyaan Samira juga sedikit membuat Julia kaget. Ia juga kembali bertanya-tanya siapa orang tuanya Yohan. Terlebih lagi ia tahu Yohan telah melihat Jhontany. Entah apa yang akan di jawab Yohan, ia merasa penasaran dengan itu."Itu juga yang ingin aku ketahui. Yohan, setelah melihat Raja, apa Raja Jhontany adalah Ayahmu?" tanya Julia dengan nada serius.Tatkala Yohan ragu menjawab pertanyaan itu, Sam
Mata itu terus memelototi raja yang di hadapannya. Tak sekalipun berkedip walaupun disapu angin. Mulutnya yang sedikit terbuka karena kaget seketika juga ikut membeku. Waktu saat itu seakan-akan berhenti baginya. Jauh di dalam matanya, ia melihat kilasan-kilasan sebuah ingatan yang menggambarkan tentang ayahnya. Sikap ayahnya yang selalu acuh padanya, kilasan perdebatan mereka, ayahnya yang terus berjudi, mabuk, dan semua perasaan yang ia rasakan sebagai anaknya. Bahkan perasaan saat ia memutuskan pergi meninggalkan ayahnya. Ini semua ia rasakan dengan perasaan asing.'Apa itu?''Perasaan macam apa ini?''Ingatan siapa ini?''Apa itu aku?'Namun kali ini ia tak kehilangan kesadaran seperti sebelumnya. Dan rasa sakit kepala yang muncul secara tiba-tiba juga tidak terlalu sakit. Ia masih bisa menahannya. Sama halnya dengan yang sebelumnya. Yohan sedikit demi sedikit mulai merasa semua ini pasti ada kaitannya dengan kehadirannya di dunia ini.Raja yang melihat Yohan terbelengu rantai di h
Di sebuah ruang tamu yang di sediakan Kerajaan, Julia duduk sembari meminum teh yang di sediakan untuknya. Ia di kawal oleh dua prajurit yang menunggunya di dekat pintu. Meski suasana tenang. Namun hawa yang dirasakan prajurit itu sungguh menegangkan. Bagi mereka, sangat sulit untuk bernafas seperti biasa. Terkadang, nafas mereka tertahan di kerongkongan. Jelas sangat bahwa Julia bukanlah orang sembarangan. Sehingga untuk di dekatnya saja sudah cukup untuk mendistorsi oksigen. Julia menyadari, kesulitan yang dirasakan prajurit tersebut. Namun dia enggan untuk berbicara pada mereka.Pintu terbuka, muncul seorang wanita cantik dari balik pintu. Seseorang yang memiliki kedudukan sehingga para prajurit memberi hormat padanya. Parasnya yang menawan di sambut Julia dengan senyuman manis."Samira..." ucap Julia sembari berdiri menyambut kedatangan orang yang di kenalnya."Julia... Apa kabar?!" tanya Samira menyambut Julia dengan pelukan. Pelukan hangat itu seakan melepas semua kerinduan mere
Yohan dan Leo masih berlarian di kejar para prajurit. Nafas mereka semakin berat karena terlalu banyak berlari. Langkah kaki yang tadi bisa berlari dengan cepat, kini lambat laun semakin melemah. Tubuh yang tadinya fit mulai terkuras dengan banyaknya tenaga yang dikeluarkan.Nafas mereka berdua sudah ngos-ngosan. Oksigen yang bisa di hirup semakin sedikit. Yohan memutar kepalanya ke belakang. Terlihat, para prajurit yang mengejar semakin bertambah. Bahkan diantara mereka bersenjata macam-macam dari pedang, tombak, dan juga panah. Tak di sangka, tampak para pemanah ternyata bersiap memanah mereka dari jauh. Mereka menarik busurnya sedalam mungkin, di ujung anak panah, terdapat elemental api yang di buat dari aura batin.Yohan menghentikan langkahnya dan berdiri menghadap para prajurit. Tahu kalau teman berlarinya berhenti, Leo juga ikut berhenti."Kenapa berhenti?" tanyanya pada Yohan.Ia juga melihat kalau para prajurit yang mengejar semakin banyak. Dan pada dasarnya tahu kalau Yohan
Pintu itu di buka, dan terlihat empat orang prajurit juga ternyata menjaga di depan pintu. Mereka semua kaget melihat Yohan dan Leo yang tiba-tiba muncul."Hei, kenapa kalian keluar?" tanya salah satu dari prajurit. Ternyata mereka tidak menyadari kalau Yohan dan Leo adalah prajurit yang menyamar. Melihat itu Yohan memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin dengan sandiwaranya."Maaf, saya teringat Yang Mulia Putra Mahkota memanggil kami," jawab Yohan santai dengan mengubah nada suaranya menjadi sedikit berat. Tak bisa di pungkiri, reaksi para penjaga itu sedikit bingung. Mereka saling bertatapan satu sama lain."Bukankah perintah Yang Mulia Samuel pada kalian untuk menjaga para pencuri itu?" tanya prajurit yang mulai merasakan keanehan. Yohan mulai khawatir kalau mereka mulai curiga segera mencari alasan lagi."Aku serius! ini perintah Putra Mahkota sebelumnya. Ia meminta kami datang ke kamarnya secara pribadi saat malam tiba. Karena itu tolong jaga tahanan di dalam sebentar, tidak masal
Di suatu tempat, Yohan melihat samuel kecil yang ada di ingatannya. Ia melihat samuel yang dulu akrab dengannya, yang selalu bermain bersama dengannya. Lalu Yohan melihat Samuel yang bersikap sombong dan seperti tak mengenalnya. Ia heran kenapa samuel bertingkah seperti itu.Pandangan itu kembali hilang dan ia melihat kenangan Samuel dewasa saat bersamanya. Yohan terlihat bingung dengan pemandangan itu. Ia tak pernah melihat samuel dewasa. Namun hal yang ia lihat begitu nyata.Tiba suara seseorang di sebelah memanggilnya. Ia terbangun karena panggilan yang di spam terus menerus."Hei! Hei!" ucap seseorang menggoyang-goyangkan tubuh Yohan. Yohan tersadar dan mendapati dirinya berada di sebuah penjara bersama pria yang ia tolong tadi."Kau tidak apa-apa?" tanya pria itu. Yohan sedikit mengernyit dahinya. Ia masih merasa kebingungan, sejenak butuh waktu beberapa saat untuk diaa mulai sadar dengan apa yang terjadi."Aku tidak apa. Di mana ini?" tanya Yohan balik.Pria itu mengalihkan pand
-Hutan Rawa Rontek-Tahun 508Siang teriknya matahari sangat panas, namun tIdak bisa masuk ke dalam hutan yang di tutup oleh pohon pohon yang lebat. Kuda yang berlarian dengan cepat di pacu oleh hentakan kaki pengendaranya, bergerak cepat melewati pohon-pohon di sekitar. Segerombolan pasukan berkuda bergerak cepat mengejar seorang pria di depan mereka yang juga menunggangi kuda. Kepanikan di wajahnya terlihat begitu jelas. Jantungnya berdetak kencang merespon rasa panik.Kudanya terus berlari menyelusuri hutan tanpa arah. Hanya bergerak lurus agar menjauh dari kejaran. Namun salah satu pemimpin dari pasukan itu berhenti dan diikuti oleh bawahannya.Di matanya, pria yang berlarian itu tidak bisa lagi di kejar karena sangat memberbahayakan."Dia sudah memasuki area merah. Jika kita mengejarnya lagi, kita bisa dalam bahaya. Sebaiknya kita kembali dan laporkan hal ini!" Ucapnya lalu memacu kudanya untuk berbalik pergi.Seekor kuda di ikatkan di sebuah pohon. Seorang pria terduduk lesu. Ker