Kediaman Kanselir, Paviliun Jianshan
Di halaman belakang rumahnya, Zhao Ziliang sedang membaca sebuah buku dengan serius. Seorang pelayan wanita berdiri tak jauh darinya, tangannya terus bergerak naik turun membawa sebuah kipas besar terbuat dari bambu yang dipipihkan berhias bulu angsa, menciptakan angin sepoi untuk tuannya.
Srek.
Ziliang begitu larut dalam bukunya hingga tidak melihat sesosok bayangan mendekat sampai cahaya jingga dari ufuk barat berubah menjadi gelap dan mengganggu pandangannya. Ziliang mendongak, melihat siapa yang menghalangi cahayanya. Dan matanya terbeliak kaget mendapati Ming Lan berdiri di hadapannya dengan wajah cemberut.
“Yang Mulia, apa yang Anda lakukan di sini? Anda tidak boleh datang kemari tanpa izin dari Ratu!” panik Ziliang seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar halaman.
“Tidak perlu khawatir, Yah. Aku datang kemari atas izin dari Ratu Qi. Dayang istana dalam juga ikut mengantarku,” jaw
“Memangnya siapa yang meninggal? Kenapa aku harus memberi hormat?” Ruoyu turun dari kereta dan segera merendahkan dirinya bersama dua dayang muda lainnya. Dung. Dung. Dung. “Selir Chu meninggal dunia!” Dung. Dung. Dung. “Selir Chu meninggal dunia!” teriak salah satu kasim sambil berjalan berdampingan dengan kasim yang memukul Luo, semacam gong kecil. Luo dipukul sepanjang jalan menuju ke tempat persemayaman diiringi teriakan pemberitahuan yang terus berkumandang, memberitahukan kepada seluruh negeri bahwa salah satu keluarga kerajaan meninggal. Iring-iringan dayang dan kasim berbaju putih membawa lentera terus bergerak perlahan mengitari halaman istana yang laus. Brug. Ming Lan jatuh terduduk di tanah kotor. Lututnya seketika lemas mengetahui siapa yang terbaring tak bernyawa dalam tandu berkelambu putih. “Selir Chu, Kak Yang’er. Apa yang akan terjadi padanya bila dia tahu soal ini?” cicit Ming Lan dengan mata b
“Apa kau bilang? Dipenggal? Kau pikir siapa yang kau penggal?!” Pria lainnya yang memegang tombak menghardik Deyun dengan marah.“Aku tidak peduli siapa dia, Tuan. Dengan menerobos kamp Taichan dan melakukan penyerangan, sudah bisa dijadikan alasan untuk memenggal kepalanya.”“Kurang ajar!”Sret.Ujung tombak yang lancip sudah mengarah lurus ke tubuh Deyun. Namun, bukan Jenderal Li namanya kalau sampai merasa gentar hanya karena baja lancip dan mengkilap itu mengincar jantungnya.“Tuan, sikap anda terlalu gegabah untuk ukuran tamu.”Si jenggot tebal menggeleng samar pada rekannya dan dengan cepat gagang tombak kembali menapak tanah.“Jenderal, urusan ini akan menjadi panjang karena anda telah membunuh utusan resmi kota Wu.”Deyun dan pria berjenggot tersentak kaget mendengar informasi yang disampaikan dengan ceroboh.“Bodoh!” desis pria berjenggot.
“Hei, ada apa denganmu?! Cepat katakan!” bentak Xiaoyang mulai hilang kesabaran.Semakin Xiaoyang mengguncang tubuhnya, Ji Mong makin rapat mengatup rahangnya membuat calon raja itu marah dan mendorong tubuh tentara di depannya hingga hampir jatuh terjerembab.“Deyun, ada apa ini?!” hardik Xiaoyang hilang kendali.“Heh! Jaga bicaramu. Dia tidak sekedar Li Deyun di sini. Dia adalah jenderal yang raja tugaskan untuk memimpin pasukan penjaga perbatasan. Di mana sopan santunmu?!”“Zening!”Di luar dugaan, Deyun membentak balik adiknya hingga gadis itu berjingkat karena tidak menduga akan mendapat teguran tidak ramah dari Deyun.“Jaga ucapanmu!” imbuh Deyun. “Keluarlah dulu, ada yang harus kami bicarakan.”“Kak, sejak pria ini bergabung menjadi pasukan inti, sadar atau tidak, kau memperlakukanku sedikit keterlaluan.” Zening berpaling marah dari Deyun ke Xia
Zening begitu kesal dengan sikap Deyun padanya. Setelah keluar dari tenda dengan paksa, karena Han Xiu menariknya, Zening melampiaskan marahnya dengan berkuda tanpa tujuan. Setelah hari hampir gelap, ia teringat bahwa persediaan kayu bakar di dalam gua sudah habis. Maka, ia berinisiatif mencari kayu bakar dan membawanya ke gua.Ketika tiba, Zening melihat Xiaoyang sedang berlatih pedang. Bukan, bukan berlatih tapi menyiksa diri.“Cih, cari muka dia. Pantas saja Kak Deyun begitu memujanya,” ujarnya kesal.Zening sengaja hanya diam berdiri di pintu masuk, bersandar pada dinding yang sedikit menjorok ke dalam hingga tidak mudah terlihat. Niatnya ingin mencari kelemahan gerakan Xiaoyang dan akan digunakannya untuk mengalahkan pria sombong itu, membuatnya kehilangan muka di depan Deyun.Lama memperhatikan, Zening sadar bahwa yang dilakukan Xiaoyang tidak benar-benar melatih ilmu pedangnya, tapi melampiaskan amarah.Ting!Zening meliha
Zening terus melangkah menuju tendanya. Wajahnya terasa panas, dadanya bergemuruh, seluruh tubuhnya gemetar karena perbuatan Xiaoyang barusan. “Pria kurang ajar! Tidak tahu adab! Bajingan tengik!” umpat Zening terus tanpa henti. “Bisa-bisanya dia memelukku begitu! Akan aku tebas lengannya dengan pedangku. Lihat saja nanti!” Zening mengusir penjaga tendanya pergi agar bisa meluapkan seluruh kekesalannya tanpa harus diketahui orang lain. Namun, setelah benar-benar sendirian, bukannya melampiaskan amarah seperti rencana awalnya, Zening justru duduk termenung di tepian ranjang hingga tidak mendengar panggilan dari luar tendanya. Srak. Han Xiu menyibak tirai tenda dengan kasar. Raut wajahnya berubah lembut saat melihat Zening ada di dalam tenda. “Zening. Li Zening!” “Ehh?” Zening tersadar dari lamunannya. “Apa yang kau lamunkan?” tanya Han Xiu dengan tangan terkepal erat. “Tidak ada, hanya sedang memikirkan sesuatu yang memb
Deyun sedang mondar-mandir di tendanya saat Han Xiu masuk.“Ada apa denganmu?” tegur Han Xiu heran.Deyun bergegas menghampiri sahabatnya dan memegang kedua tangan pria itu layaknya sepasang kekasih. “Bantu aku, Teman.”Sret.Han Xiu segera mengibaskan tangan Deyun. “Jangan bertingkah berlebihan. Kau membuatku merinding.”“A-Xiu, aku tidak bisa menyimpan semua ini sendiri lebih lama lagi. Cepat atau lambat kau harus tahu rahasia besar yang tersimpan di barak ini.”Tap.Han Xiu menempelkan telapak tangannya di dahi Deyun, lalu menempelkan tangan lainnya ke dahinya sendiri. “Kau baik-baik saja, tidak demam.”“Ish, kau pikir aku sakit?”Han Xiu dengan cueknya mengendikkan bahu, kemudian duduk di salah satu kursi. “Ada apa? Rahasia apa yang kau sembunyikan dari kami? Kau tidak pandai menyimpan sesuatu. Bahkan Zening sudah mulai curiga pada kalian.&
“Hentikan!”Zening melompat dan berguling di udara sebelum mendarat tepat di samping Xiaoyang dengan mata pedang menempel di leher pria itu.“Jangan lakukan, atau aku akan lekukan hal yang sama padamu!” ancam Zening marah.“Zening!” hardik Deyun dari pinggir lapangan.“Apa kau tidak lihat kalau Xiaoyang masih berniat menyerang Han Xiu bahkan setelah dia terpojok?!” protes Zening tak terima dengan teguran kakaknya.Xiaoyang mendekatkan wajahnya pada Zening. “Perhatikan baik-baik posisi tangan Han Xiu,” bisik Xiaoyang tepat di telinga Zening, membuat gadis itu tersentak dan menjauhkan kepalanya. “Dia bersiap menyerangku dengan tenaga dalamnya saat aku lengah, padahal posisinya sudah terpojok.”Zening berpaling menatap keseluruhan posisi tubuh Han Xiu yang membentuk kuda-kuda siap melancarkan serangan.Srak.Zening segera menurunkan pedangnya setelah menyadari
Sementara itu, Wang Yang memacu Ru Feng membelah udara malam, sekencang yang kuda itu sanggup.“Hyaa ... hyaa ...!”Drap. Drap. Drap.“Hyaa ... hyaa ...!”“Ru Feng, bantu aku. Antarkan aku ke istana secepat yang kau bisa!”Seolah mengerti perintah Wang Yang, Ru Feng berlari lebih kencang seiring tarikan kekang di kepalanya dan hentakan di perutnya. Hingga hampir tengah malam, Wang Yang memasuki hutan bambu. Ru Feng menghentikan larinya dengan tiba-tiba, membuat Wang Yang hampir terlempar jatuh.“Hei, ada apa? Jangan takut, aku bersamamu,” bisik Wang Yang seraya merundukkan tubuhnya di atas punggung kuda.Dep. Dep.“Hyaa ...!” Wang Yang kembali memacu Ru Feng, tapi kuda itu menolak dengan meringkik dan mengangkat dua kaki depannya ke atas.“Hei, ada apa denganmu?!” Wang Yang menjadi waspada setelah melihat gelagat kudanya. ‘Ada bahaya yang mengi