"Nggak apa-apa. Andai sikapmu seperti ini dari tadi." Tobi tersenyum ringan dan berkata, "Jangan khawatir, aku bukan orang yang perhitungan. Lantaran kamu begitu tulus, akan kumaafkan kamu.""Terima kasih. Biar aku antar kamu keluar."Ini adalah permintaan Paman Zainal. Devi segera melangkah maju dan membuka borgol Tobi, lalu mengantarnya ke luar.Ternyata, Pak Zainal sudah menunggu di luar. Dia bergegas mendekati mereka dan berkata, "Tuan Tobi, saya benar-benar minta maaf. Bawahan saya nggak tahu dan telah menyinggung Anda. Saya minta maaf kepada Anda.""Nggak masalah, sudah berlalu semuanya," ucap Tobi."Baguslah kalau begitu. Devi, kamu dengar itu? Tuan Tobi begitu murah hati, kelak kamu nggak boleh melakukan kesalahan seperti ini lagi," kata Pak Zainal memperingatkannya."Ya, aku akan mengingatnya!""Bagus. Oh ya, cepat antar Tuan Tobi kembali.""Ini ...."Sebenarnya Devi ingin menolak, tetapi melihat tatapan Paman Zainal, dia terpaksa mengangguk dan berkata, "Baiklah!"Lantaran ad
"Yakin sekali," ucap Devi dengan dingin sekaligus tegas.Tobi menggelengkan kepalanya. Kenapa sikap gadis ini tiba-tiba berubah drastis? Pasti ada sesuatu di baliknya. Namun, mana mungkin gadis kecil seperti ini bisa mempermainkan dirinya?Setelah menyetir selama beberapa saat, mereka pun sampai di perusahaan."Sudah sampai. Sayang, mau naik ke atas dan duduk di ruanganku?" tanya Tobi sambil tersenyum.Sebutan "Sayang" itu hampir membuat Devi muntah di tempat. Dia memelototi Tobi. Namun, begitu pria itu keluar dari mobil, dia langsung melangkah maju dan memeluknya.Tobi kebingungan. Apa yang terjadi? Apa gadis ini sudah gila?Devi segera melepaskan tangannya dan berkata dengan bangga, "Oke, aku barusan sudah jadi wanitamu, tapi aku sadar kamu bukan hanya jelek, tapi sifatmu juga buruk, jadi aku mau putus denganmu sekarang.""Putus?"Tobi akhirnya mengerti apa yang sedang direncanakan gadis ini.Mendapati tatapan kaget Tobi, Devi langsung merasa senang.Akhirnya, bajingan ini ditipu ole
"Ya, aku baik-baik saja. Lagi pula, hanya masalah kecil," jawab Tobi."Syukurlah. Kak Tobi, tahu nggak, setelah kamu pergi, Departemen Pajak, Biro Industri Komersial ...." Leo dengan cepat menceritakan masalah yang terjadi barusan.Makin didengar, Tobi makin mengerutkan kening. Wajahnya juga berubah dingin. Tak disangka, telah terjadi begitu banyak hal hanya dalam waktu sesingkat itu. Dia pun buru-buru bertanya, "Lantas, bagaimana kalian menanganinya? Di mana Widia?""Widia?"Leo agak terkejut, barusan Tobi memanggil nama Bu Widia secara langsung?Ternyata benar, hubungan Kak Tobi dengan Bu Widia dekat. Dia pun buru-buru berkata, "Bu Widia juga sudah kami kabari, tapi dia nggak kembali ke perusahaan. Sepertinya Bu Widia mencari orang untuk menyelesaikan masalah itu.""Oke, aku mengerti."Tobi mengeluarkan ponsel dan menelepon Widia lebih dulu.Saat itu, Widia baru saja berpamitan dengan Darel. Bagaimanapun juga, Tuan Darel telah memberi banyak bantuan hari ini, jadi dia tidak mungkin m
Melihat Tobi begitu tegas, Widia tak kuasa menahan senyum dan berkata, "Benar saja, mulutmu itu bagaikan mulut gagak. Entah kenapa, semua orang yang kamu bilang nggak beruntung itu pasti akan berakhir sial.""Kenapa malah disebut mulut gagak? Seharusnya ini ramalan ajaib, dong.""Ya, ya, aku yang salah, seharusnya ramalan ajaib," kata Widia sambil tersenyum, suasana hatinya membaik setelah mendengar candaan Tobi.Meski dia tidak begitu yakin Darel akan tertimpa masalah, entah kenapa, dia mulai percaya dengan omongan Tobi barusan.Setelah menutup telepon, kilatan dingin melintas di matanya. 'Darel, kamu bukan hanya mengganggu Keluarga Saswito saja, tapi kamu juga menggangguku. Benar-benar cari mati.'Namun, yang paling penting sekarang adalah menangani orang itu lebih dulu. Tobi langsung menelepon Hendro."Tuan Tobi!""Jelaskan, apa yang terjadi dengan Grup Lianto hari ini?" tanya Tobi tanpa berbasa-basi, bahkan nada bicaranya juga agak kasar, jelas-jelas mempertanyakan masalah itu.And
Lantaran Rizal sudah ditangkap, dilihat dari kasus sebelumnya, sangat mustahil baginya untuk dibebaskan lagi.Menghadapi kejutan yang mendadak ini, Juneidi pun menyempatkan diri untuk menelepon Tobi dan berterima kasih kepadanya. Dia bahkan menawarkan ingin memberi hadiah kepadanya.Namun, Tobi tidak tertarik dengan hal-hal seperti itu dan mengabaikannya begitu saja. Dia hanya meminta Juneidi melakukan tugas sebagaimana mestinya dan peduli dengan kepentingan rakyat. Kalau tidak, Tobi juga bisa mencabut posisinya kapan saja.Juneidi berjanji kepadanya. Lagi pula, ini juga harapannya selama ini. Oleh karena alasan inilah, kerja samanya dengan Hendro bisa berjalan dengan lancar.Setelah mendengar kata-kata Tobi, dia makin menganggap pria itu benar-benar orang yang memiliki jiwa mulia.Sebaliknya, Rizal sudah tamat. Dia mulai menebak mengapa kejadian ini bisa menimpa dirinya. Belakangan ini, pasti dia telah melakukan sesuatu, apalagi menyinggung orang yang berkuasa.Khususnya saat menginga
"Tuan Tobi, kamu sudah datang. Duduklah."Meski Lindy sangat gelisah, dia masih buru-buru beranjak dan menyambut pria itu.Inggit juga bergegas berdiri dan menatap Tobi dengan takut-takut. Pertemuan kali ini jelas-jelas berbeda dari pertemuan sebelumnya.Tobi bahkan tidak melihat ke arah Inggit sedikit pun. Dia berjalan ke depan, lalu duduk di kursi dan berkata, "Ada apa?"Mendengar itu, Inggit segera melangkah maju dan berkata, "Tuan Tobi, saya datang ke sini untuk minta maaf kepada Anda.""Lindy dipaksa olehku, jadi tolong jangan salahkan dia."Tobi hanya mendengar, tetapi tidak menjawabnya. Dia duduk di sana sambil memasang ekspresi dingin, menunjukkan bahwa Inggit bisa melanjutkan kata-katanya."Maaf, aku sudah bersalah!""Aku nggak seharusnya menyuruh ayahku menggunakan kekuasaannya untuk mencelakaimu. Aku juga nggak seharusnya menyuruh orang menyelidiki Grup Lianto. Tindakanku ini sudah kelewat batas.""Aku menyesali perbuatanku. Mohon beri aku kesempatan lagi. Asalkan kamu melep
Tobi terdiam. Dia selalu berhati lembut kepada wanita. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Inggit, kamu nggak perlu seperti ini. Aku bisa memaafkanmu sekarang juga.""Sebenarnya, aku nggak tertarik minta pertanggungjawaban darimu dari awal, itu sebabnya aku nggak mencarimu atau mempersulitmu.""Tapi, mengenai ayahmu, yang dia lakukan itu menyangkut masalah negara, jadi aku nggak bisa berbuat apa-apa.""Nggak, kamu pasti punya cara. Aku sudah tahu semuanya. Lantaran Hugo memprovokasimu, mereka bahkan kehilangan Grup Maharta. Selanjutnya, ayahku memprovokasimu, padahal dia baru saja naik jabatan, tapi dia langsung ditangkap. Aku yakin kamu pasti punya cara.""Kamu salah. Andai ayahmu nggak punya masalah, mereka nggak akan menangkapnya. Sekarang dia terbukti punya masalah, sekalipun aku punya kemampuan, aku juga nggak bisa menyelamatkannya.""Kalau nggak, apa bedanya aku dengan ayahmu?""Ini masalah prinsip. Meski seluruh keluargamu berlutut di depanku, juga nggak ada gunanya."Tobi
"Kenapa? Nggak berani?" tanya Tobi dengan nada datar.Jika Lindy tidak mau kembali, dia juga tidak ingin membantu Keluarga Saswito. Buat apa dia menyia-nyiakan waktunya untuk menyelamatkan gadis yang bahkan tidak peduli dengan hidup mati keluarganya?Untungnya, Lindy tidak begitu dan buru-buru menjawab, "Nggak, aku ... aku hanya takut, tapi aku tetap mau pulang. Aku nggak mungkin kabur sendirian dan membiarkan Keluarga Saswito menanggung semuanya.""Bagus. Andai kamu nggak mau pulang, aku juga nggak perlu menyelamatkan orang sepertimu lagi," ucap Tobi dengan ringan.Lindy tertegun, sekaligus terkejut. Andai dia salah bicara tadi, bukankah satu-satunya penyelamatnya akan hilang?Meski sampai sekarang, dia masih belum sepenuhnya yakin, penyelamat ini entah mampu menahan kekuatan keluarga besar dari Jatra itu atau tidak.Lindy melirik ke arah Inggit dan buru-buru menjelaskan, "Kak Inggit, Darel dari Jatra sudah datang, aku harus pulang menghadapinya, jadi aku nggak bisa menemanimu lagi."