Setelah Joni menerima banyak pujian dari semua orang, dia pun mendengus dingin, "Sebaiknya kalian segera berlutut dan minta maaf, lalu keluar dari sini. Kalau nggak, aku akan buat kalian merasakan konsekuensinya.""Bagus, bagus sekali. Sepertinya kamulah orang pertama yang berani berbicara seperti ini kepadaku."Pemuda itu benar-benar marah, dia melangkah maju dan mendaratkan sebuah pukulan keras.Hanya melihat betapa gesitnya pukulan itu dikeluarkan, hati langsung Joni bergetar. Lawannya seorang ahli bela diri sejati. Namun, sebelum dia sempat bereaksi, dadanya telah merasakan sakit yang begitu menusuk.Dia langsung terhempas keluar.Joni merasakan nyeri yang luar biasa, bagaikan dihimpit seonggok batu besar.Pemuda itu tidak peduli sama sekali, dia kembali maju dan menginjaknya dengan keras.Argh!Joni seketika menjerit kesakitan.Semua orang terdiam, sepertinya ketakutan hingga tidak bisa berkata-kata.Semua orang mengira Joni sangat kuat, tetapi mereka tidak menyangka dia akan robo
Cakra kembali tenang dan berkata dengan arogan, "Aku sangat adil. Karena sudah memukul saudaraku, kamu harus memberikan kompensasi uang.""Kami hanya perlu 40 miliar, nggak banyak, 'kan?""Nggak, kok. Sama sekali nggak."Joni diam-diam menghela napas lega. Tadinya, dia takut lawan meminta kompensasi besar. Ternyata, 40 miliar sudah bisa menyelesaikan masalah ini. Sungguh beruntung."Ok, terus yang kedua!""Yang kedua?""Kenapa? Apa kamu lupa temanmu sudah menyentuh wanita saudaraku?" Ekspresi Cakra langsung berubah dingin dan tampak menakutkan."Bu, bukan begitu!" ucap Joni terbata-bata.Cakra menunjuk ke arah Widia dan berkata, "Bagus. Begini, temanmu menyentuh wanita saudaraku, 'kan? Kalau begitu, suruh dia menemaniku. Dengan begitu, masalah ini impas."Begitu mendengar kata-kata itu, wajah Widia langsung berubah drastisJoni juga tidak rela, jadi dia buru-buru berkata, "Masalah ini nggak ada hubungannya dengan dia. Bagaimana kalau kita ganti yang lain?""Kenapa nggak ada hubungannya
"Kenapa? Mau menolongnya?""Boleh, tapi temani aku dulu. Dengan begitu, aku akan melepaskannya!"Cakra makin menjadi-jadi, dia bahkan mencubit wajah Widia dengan tangan kanannya."Minggir!"Widia langsung menepis tangan Cakra dan menyingkir. Dia tampak cemas dan tak berdaya.Joni merasa bersalah. Tadi dia diangkat begitu tinggi oleh semua orang, tetapi sekarang dia tidak berguna sama sekali. Dia menggertakkan gigi dan berkata, "Kak Cakra, jangan begitu ...."Cakra langsung menampar dan mengutuknya, "Diam saja di situ. Kalau kamu masih bicara, aku akan membunuhmu!"Joni memegang pipinya yang sakit dengan kedua tangannya. Dia tidak berani mengucapkan sepatah kata pun lagi."Huh. Kupikir kamu seberapa hebat. Bukan hanya pecundang, tapi kamu juga pengecut," seru Cakra dengan nada meremehkan.Joni tampak malu. Apalagi saat melihat tatapan aneh semua orang, dia merasa tidak nyaman.Wajah Widia tampak gugup dan putus asa. Entah kenapa, dia memikirkan Tobi saat ini.Jika Tobi ada di sini, pria
Sialan!Beraninya dia bicara lancang di sini.Jangankan yang lain, Widia sendiri pun sudah menangis.Benar saja. Ucapan itu langsung membuat Cakra marah. Dia langsung berkata dengan sinis, "Bocah, kamu yang cari mati sendiri.""Kalau kamu mati, jangan salahkan aku nanti."Begitu dia selesai berbicara, dia melangkah maju lagi.Kali ini, gerakannya lebih gesit dibandingkan sebelumnya dan serangannya juga lebih kejam. Apalagi, dia juga mengincar titik vital lawan, yang benar-benar bisa mengambil nyawa seseorang.Namun, dia juga menyadari gerakan lawan bahkan lebih cepat darinya.Joni dan lainnya yang melihat adegan ini tampak diam-diam menggelengkan kepala.Pria ini pasti akan mati. Dasar bodoh dan tak kenal takut. Dia memang pantas mati.Namun, ada secercah harapan di mata Widia. Dia menatap mereka lekat-lekat.Karena dia tahu seni bela diri Tobi sangat hebat, tetapi jika dibandingkan dengan lawan, dia tidak tahu siapa yang lebih hebat.Bruk!Cakra melesat dengan sangat cepat, tetapi tub
"Aku sama sekali nggak butuh bantuannya," kata Tobi dengan dingin."Dasar orang nggak tahu berterima kasih!" maki Tania."Minggir!"Tobi kesal melihatnya."Tobi, apa yang kamu lakukan? Kok kamu bicara seperti itu!"Widia yang sedari tadi melihat itu pun tidak bisa menahan diri lagi.Dia tersentuh Tobi turun tangan menolongnya, tetapi pria itu tidak boleh mengabaikan bantuan Joni selama ini, apalagi memarahi Tania yang selalu mendukungnya itu."Yang kukatakan itu semuanya kenyataan!" balas Tobi lagi."Oke. Meski yang kamu katakan itu benar, Tania juga nggak salah. Kalau kamu memukul Cakra, kita semua akan celaka."Widia tidak setuju dengan kata-kata Tobi, tetapi dia tidak ingin berdebat di sini."Benar. Tobi, Kak Cakra itu siapa? Dia termasuk generasi muda terhebat. Bagaimana kamu bisa memukulnya?" Joni berinisiatif berdiri di depan Cakra, seolah-olah ingin melindunginya."Benar. Tobi, cepat hentikan. Jangan mencelakai semua orang di sini," bujuk Tania.Saat ini, raut wajah Tobi tidak t
Joni tampak pucat pasi. Dia segera menghampiri Cakra dan memeriksanya, lalu memanggilnya dengan pelan, "Kak Cakra, Kak Cakra ...."Cakra masih bernapas, tetapi mungkin mengalami luka dalam. Dia segera berkata, "Cepat panggil ambulans."Dengan gesit, pengawalnya langsung memanggil ambulans.Joni melayangkan pandangannya ke arah Tobi. Diam-diam dia merasa senang.Bocah ini pasti mati kali ini.Dia berharap masalah ini tidak melibatkan mereka. Meski, kejadian ini muncul gara-gara dia.Mungkin Kak Cakra tidak akan menyalahkan Joni sekarang karena tadi dia telah membantunya.Gawat!Berakhir sudah!Wajah Widia kini sudah pucat pasi dan tampak terkulai lemas di kursi.Sebelumnya, masalah seperti ini juga telah terjadi berulang kali.Namun, kali ini berbeda, konsekuensinya terlalu berbahaya.Hanya Tobi sendiri yang masih kelihatan tenang, seolah-olah dia tidak melakukan apa pun. Dia bahkan mengeluarkan ponselnya dan membalas pesan dengan santai.Sementara itu, Hendro dan yang lainnya telah men
"Apalagi, ahli bela diri mereka masih belum turun tangan. Apa ilmu bela dirimu bisa dibandingkan dengan ahli bela diri veteran seperti mereka?"Inilah yang dikhawatirkan Widia. Dia beruntung pernah melihat ahli bela diri dari Geng Naga Hitam mengambil tindakan. Mereka mampu membelah batu besar dengan tangan mereka.Menakutkan sekali, bahkan sepuluh kali lebih hebat dari Tobi saat ini.Semua orang mengangguk, tanda setuju dengan ucapan Widia.Namun, Joni tidak setuju dengan ucapan Widia dan berkata, "Tobi, kamu memang bisa kabur, tapi bagaimana dengan Widia? Keluarga Lianto pasti akan terjerumus dalam masalah besar. Terus, kami semua juga mungkin akan terlibat masalah gara-gara kamu.""Benar, benar, Tobi nggak boleh pergi. Kalau dia pergi, kita bagaimana?" seru Tania sambil membela Joni.Widia mengernyit dan berkata, "Grup Hutama memang sangat kuat, tapi kalian juga harus berpikir logis. Singkatnya, masalah ini nggak akan ada hubungannya sama kalian dan nggak berdampak buruk.""Kalau me
Awalnya, Tania mengira itu hanya karangan Tobi semata dan tidak terlalu ambil pusing dengan ucapan itu.Namun, saat ini dia merasa pikirannya berkecamuk."Widia, aku turun sebentar."Setelah pamit kepada Widia, Tania segera berlari ke bawah dengan cepat. Dia ingin bertanya apa Pak Hendro benar-benar kenal dengan Tobi?Widia terpaku sejenak. Dia mengira Tania ingin mencari Tobi.Namun, sebelum dia menghentikannya, Tania sudah turun ke bawah. Terserahlah, lagian Tania juga tidak mungkin bisa menahan Tobi.Langkah Tania sangat cepat. Tak lama kemudian, dia telah sampai di depan pintu.Dia melihat sekelilingnya untuk mencari sosok Pak Hendro.Tiba-tiba, hatinya terguncang. Matanya tertuju pada satu arah dan dia tampak mematung.Di depannya tampak Pak Damar, Pak Hendro dan Tobi sedang mengobrol bersama.Yang paling mengejutkannya adalah mereka berdua terlihat begitu sopan kepada Tobi. Pak Damar bahkan membuka pintu belakang dan mempersilakan Tobi masuk ke mobil terlebih dahulu.Perlakuan in
"Widia, kamu sudah salah paham sama ibumu." Herman juga ikut menimpali. Apa yang terjadi dengan Widia? Kenapa gadis ini tiba-tiba menjadi pintar dan tahu segalanya?"Ayah, Ibu, ini terakhir kalinya aku memanggil kalian! Putri kalian nggak bodoh. Bukannya aku nggak memahami semua ini. Hanya saja, aku nggak ingin menerima kenyataan ini dan lebih memilih terjebak dalam angan-anganku sendiri.""Tapi kalian berulang kali menunjukkan segalanya di hadapanku. Kalian membuatku kecewa lagi dan lagi. Sekarang kalian masih ingin membodohiku?"Yesa menitikkan air mata. Wajahnya masih terlihat sedih.Keduanya tertegun sejenak, terutama suara serak Widia, yang mengungkapkan kesedihan yang terpendam selama ini. Membuat keduanya tidak mampu berkata-kata."Maafkan aku. Kelak aku nggak bisa memenuhi kewajibanku sebagai putri kalian lagi." Nada bicara Widia begitu tegas, tapi mengandung rasa sakit yang mendalam."Mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun dengan kalian lagi.""Tobi, ayo kita pergi!"
Selesai menangani Saim, Tobi mengeluarkan bubuk penghilang jejak dari tubuhnya. Dengan terampilnya, dia menaburkan bubuk itu di atas dua mayat itu. Setelah beberapa saat, dua mayat itu telah berubah menjadi genangan air.Kemudian, Tobi melirik Widia. Untungnya, ekspresi wanita itu terlihat tenang. Sebenarnya, Widia sudah mempersiapkan mentalnya dari untuk menghadapi hal-hal seperti ini.Walau ada sedikit tatapan aneh di matanya, tetapi ekspresi wajahnya masih terlihat santai. Bahkan, matanya yang memandang Tobi masih tampak lembut.Ternyata, Naura telah memberikan beberapa perlindungan kepada Widia sebelumnya. Namun, Tobi tidak ingin Widia terlibat dalam perkelahian ini, jadi dia tidak mengetahuinya sama sekali.Melihat Widia baik-baik saja, Tobi baru memusatkan perhatiannya pada Yesa dan Herman.Begitu dilirik oleh Tobi, wajah keduanya langsung berubah drastis. Mereka kini menatap Tobi dengan panik.Menyaksikan Tobi membunuh dua orang berturut-turut, mereka tampak terkejut dan juga ge
Wajah Yesa dan Herman juga memucat. Karena ini juga pertama kalinya mereka menyaksikan pembunuhan terjadi di depan mata langsung.Sebaliknya, Widia jauh lebih tenang.Sebenarnya, Widia masih mengkhawatirkan keselamatan Tobi pada awalnya. Meski dia tahu Tobi kuat, lawannya juga kelihatannya tidak bisa dianggap remeh.Hingga saat ini, barulah dia menghela napas lega.Saim, yang barusan ditampar, tentunya tidak terima diperlakukan seperti ini.Gerakan lawan barusan terlihat sangat aneh. Dia menghindari serangannya dan langsung menyerangnya secara diam-diam.Benar. Serangan diam-diam.Pasti serangan diam-diam. Kalau tidak, mana mungkin bocah itu begitu hebat?Namun, Saim yang sekarang ini tidak lagi bersikap tenang dan mendominasi seperti barusan. Dia memandang Tobi dengan hati-hati dan berkata dengan nada tegas, "Bocah, kekuatanmu sudah sampai tingkat mana?"Melihat ekspresi gugup Saim, Tobi langsung berkata dengan nada mengejek, "Sampai tingkat mana? Kamu akan tahu begitu kita bertarung.
Yesa baru menyadarinya. Jika Saim menang, mereka pasti akan dibunuh. Sebaliknya, jika Tobi yang menang, mereka pasti akan baik-baik sajaMengenai perilakunya barusan, Yesa masih bisa mencari berbagai alasan untuk membodohi Tobi.Lagi pula, dia yakin bisa membuat hati Widia luluh dan takluk padanya.Jadi, Yesa mulai berdoa agar Tobi bisa mengalahkan lawan.Begitu mendengar apa yang dikatakan lawan, Tobi tersenyum dan berkata dengan nada datar, "Kebetulan sekali. Aku barusan juga nggak menggunakan semua kekuatanku, bahkan hanya 10 persen saja.""Omong kosong!"Saim berkata dengan geram, "Tahukah kamu kalau kekuatanku sudah mencapai Alam Guru Besar tingkat puncak? Sebaliknya, kekuatanmu paling hebat pun baru mencapai Alam Guru Besar tingkat menengah. Jangankan 10 persen, meski mengerahkan seluruh kekuatanmu, kamu juga nggak bisa menghentikan tapak tanganku!"Tobi hanya mendengus dingin dan berkata, "Aku nggak tertarik mendengar omong kosong di sini. Cepat enyah dari Harlanda sekarang juga
Hingga detik ini, Widia baru memahami segalanya.Dari awal sampai akhir, ibunya tidak pernah bertobat, apalagi mengubah sikapnya.Tampaknya ibunya melakukan semua ini demi kekuasaan di tangan Tobi dan juga perusahaan yang kini telah dipegang oleh Widia.Sebenarnya Widia pernah memikirkan kemungkinan tersebut. Hanya saja, dia enggan mengakui semua itu, apalagi saat melihat sikap orang tuanya yang berubah drastis dan terus memperlakukannya dengan penuh kasih dalam beberapa hari terakhir ini.Meski semuanya itu hanya kepura-puraan, Widia bahkan lebih memilih untuk memercayainya.Jadi, bukannya Widia tidak pernah membayangkan semua ini. Hanya saja, dia enggan menerima kenyataan dan lebih memilih terjebak dalam angan-angannya sendiri.Namun, saat ini, dia telah tersadar dan mencerna segalanya.Tobi juga memperhatikan ekspresi sedih Widia. Pria itu menepuknya dengan lembut, lalu berkata perlahan, "Jangan sedih. Bukankah masih ada aku di sini? Aku akan selalu menemanimu.""Ada kamu?""Nak, se
Melihat orang tuanya ditendang dan terjatuh, Widia tampak terkejut. Dia dengan gugup berjalan ke depan untuk memeriksa kondisi kedua orang tuanya.Namun, detik berikutnya, dia kembali menghentikan langkahnya.Terutama saat melihat orang tuanya bangkit kembali. Meski darah mengucur dari sudut mulut mereka dan tubuh mereka penuh luka, sepertinya bukan masalah besar. Setidaknya, tendangan barusan tidak mengancam nyawa.Jika Widia memperlihatkan kekhawatirannya pada orang tuanya sekarang, sepertinya dia bakal dimarahi lagi.Mereka sekarang menganggap Widia bagaikan wabah penyakit. Mereka berharap Widia menjauh dari mereka.Hanya saja, siapa kedua orang ini. Dendam apa yang mereka miliki kepada Widia?"Siapa kalian sebenarnya?" tanya Widia dengan marah."Kalian nggak tahu siapa kami? Hal-hal yang dilakukan oleh Keluarga Lianto sebelumnya, apa kalian begitu cepat melupakannya?"Kaivan tersenyum sinis. "Nggak masalah. Aku akan bantu kamu mengingatnya kembali. Apa kamu masih ingat dengan Mirza
Saat ini, Widia dan Tobi sudah sampai di depan pintu.Baru saja sampai di depan pintu, Tobi sudah tertegun. Sepertinya dugaannya tidak salah. Pasti terjadi sesuatu pada orang tuanya Widia. Apalagi, lawan adalah orang yang sangat hebat.Sejak kapan di Harlanda muncul ahli bela diri Guru Besar tingkat puncak yang baru lagi?Eh, bukan. Orang ini tidak berasal dari Harlanda.Tobi bisa merasakan aura lawan yang berbeda. Orang Melandia?Widia tidak menyadari semua ini, jadi dia pun mengajak Tobi masuk dan berteriak sambil tersenyum, "Bu!"Namun, begitu masuk, dia mendapati orang tuanya tengah berjongkok ketakutan, lalu ada beberapa pengawal yang tergeletak di lantai dan juga dua pria pendek yang berdiri sana sambil memasang ekspresi dingin.Orang Melandia?Kenapa mereka bisa datang ke sini?Begitu melihat semua itu, Widia bergegas maju ke depan dengan khawatir. "Ayah, Ibu, kalian baik-baik saja?"Saat melihat Saim dan Kaivan menoleh, wajah Yesa langsung berubah. Wanita itu khawatir mereka ak
Wajah Yesa dipenuhi ketakutan, tetapi dia tetap mengumpulkan keberaniannya dan berkata dengan hati-hati, "Ka, kalian jangan sembarangan. Aku beri tahu kalian, suaminya Widia adalah tuan muda Keluarga Yudistira di Jatra. Kekuatannya sangat hebat dan nggak ada orang yang nggak takut padanya.""Kekuatannya luar biasa? Nggak ada yang nggak takut padanya? Hanya seorang tuan muda dari Keluarga Yudistira, tapi masih berani mengatakan hal seperti itu? Lucu sekali!""Jangankan tuan muda Keluarga Yudistira, meski kepala Keluarga Yudistira datang ke sini, aku juga bisa membunuhnya hanya dengan lambaian tanganku."Saim juga pernah mendengar tentang Keluarga Yudistira di Jatra. Meski demikian, dia sangat meremehkan Keluarga Yudistira. Dia merasa dirinya-lah yang paling hebat, apalagi kekuatannya telah mencapai Alam Guru Besar tingkat puncak.Dulu, Saim pernah datang ke Harlanda untuk belajar seni bela diri, jadi bahasa Harlandanya masih termasuk fasih. Itu sebabnya, dia sangat kagum dengan master h
Waktu terus berlalu begitu saja. Bahkan setelah diingatkan oleh Vamil, Tobi masih belum menemukan petunjuk apa pun. Apa ini karena kemampuannya terlalu rendah atau dia memang tidak bisa membuat terobosan?Jika tidak, selain Vamil dan tiga lainnya, mengapa tidak ada orang lain yang bisa memahami hukum langit dan bumi dan mencapai tingkat menakutkan seperti mereka?Yang paling penting lagi, Tobi bahkan tidak tahu mereka telah mencapai alam kultivasi yang seperti apa dan juga kekuatan seperti apa yang mereka miliki.Mungkin dia harus pergi mencari Vamil dan merasakannya secara langsung.Tobi berdiri dan melihat waktu. Dia tiba-tiba teringat dengan sesuatu. Dia telah berjanji pada Widia agar kembali ke kediaman Lianto untuk makan malam.Memberi kesempatan kepada orang tuanya Widia untuk meminta maaf.Meski Tobi tidak ingin melihat mereka, pria itu juga tidak ingin mempersulit Widia. Dia pun menyalakan mobil dan pergi menjemput Widia dari kantor agar bisa sekaligus pulang bersama.Saat mene