Tai Chi milik lawannya sungguh ajaib, jadi dia harus menggunakan kecepatan tergesit dan serangan terkuat untuk mengalahkannya secara langsung.Namun, Tobi masih tak gentar. Dia menggerakkan tangannya berulang kali dengan ringan. Bukan hanya bisa menerima serangan dengan mudah, dia bahkan membuat lawan mundur ke posisi semula lagi dengan lambaian tangannya.Saat ini, pria itu baru sadar dirinya sama sekali bukanlah tandingan lawannya."Kamu kuat sekali. Aku nggak bisa mengalahkanmu!" ucap pria itu dengan suara dalam."Siapa namamu?""Pandu Yaputra!""Nama yang bagus, cocok untukmu. Sekarang aku sudah menang, kamu akan memberitahuku alasanmu membantu Joni, 'kan?" tanya Tobi.Pandu tampak ragu-ragu sejenak dan berkata, "Adikku sakit parah dan butuh 400 juta untuk operasi. Asalkan aku bisa melumpuhkan kakimu, Tuan Joni bersedia membayarnya.""Begitu rupanya. Tapi, kamu nggak berhasil. Apa rencanamu selanjutnya?""Terpaksa cari cara lain.""Hmm, tertarik untuk membantuku, nggak?" Teringat d
Joni tampak kebingungan. Pandu bahkan tidak memberinya kesempatan untuk bertanya dan langsung menutup telepon. Saking kesalnya, ponselnya juga terjatuh ke lantai.Sialan! Apa bocah itu monster?Bahkan Pandu, yang memiliki kemampuan bertarung yang kuat pun tidak bisa mengatasinya.Sial! Apa pun yang terjadi, dia harus menyingkirkan bocah itu."Ada apa?"Ayahnya Joni heran melihat putranya begitu marah."Semua gara-gara Tobi, si bajingan itu!" ucap Joni dengan marah.Ayahnya Joni mengerutkan kening dan berkata, "Apa bocah itu begitu sulit dihadapi?""Nggak sulit. Hanya saja seni bela dirinya sangat bagus. Apalagi, dia selalu merusak rencanaku dan hampir menghalangiku untuk mendapatkan uang Keluarga Lianto."Berbicara sampai di sini, tiba-tiba hatinya tergerak. Joni pun bertanya, "Ayah, bisakah kamu menyuruh si pembunuh itu menghabisinya juga?"Ayahnya Joni mengangguk dan berkata dengan nada datar, "Dia memang pantas mati. Kalau begitu, kita habisi bersama saja.""Baguslah. Terima kasih,
"Terus? Bukankah aku sudah bilang dan kamu juga percaya sama aku, 'kan?""Ya, tapi Tuan Joni kelihatannya sangat tulus, jadi aku pun ingin tanya kamu lagi.""Nggak perlu tanya lagi. Kalau kamu percaya padaku, jangan beli. Kalau kamu nggak percaya, anggap aku nggak bilang apa-apa.""Tentu saja aku percaya padamu. Sebenarnya, aku hanya ingin bertemu denganmu sambil mengobrol-ngobrol. Dulu aku memang bodoh, sekarang aku sadar ternyata kamu jauh lebih baik daripada Tuan Joni," ucap Tania seraya memberi kode kepada pria itu.Tobi mengerutkan kening setelah mendengar itu. Tania sedang apa? Masa wanita itu menyukai dirinya? Lupakan saja, lagian dia tidak menyukai wanita itu."Kak, Kak Tobi, kamu masih dengar? Aku rasa ....""Ya sudah, aku masih ada urusan. Tutup dulu."Tobi tidak ingin mempermalukan Tania, jadi dia langsung menutup telepon untuk menghentikan wanita itu berbicara lebih lanjut.Tania tertegun. Kak Tobi benar-benar punya urusan atau dia sengaja menghindarnya? Apa pun yang terjad
Pandu berdiri di luar pintu dengan gugup. Di saat ini, Dokter Waldi, dokter yang merawat adiknya itu datang. Saat melihatnya berdiri di depan, dia pun bertanya, "Pandu, buat apa kamu mengunci pintu dan berdiri di luar seperti ini?""Hmm, Tuan Tobi ada di dalam. Dia sedang memeriksa kondisi adikku.""Tuan Tobi?""Dokter di rumah sakit kami?""Bukan.""Sembarangan. Kalau dia bukan dokter, buat apa dia di dalam? Kamu nggak takut dia mencelakai adikmu?""Jangan menghalangiku," kata Dokter Waldi dengan marah."Nggak bisa. Tuan Tobi bilang saat dia melakukan akupunktur, nggak ada yang boleh mengganggunya.""Akupunktur? Kenapa kamu bisa percaya sama penipu seperti itu? Apa dia punya sertifikat medis?""Kurang tahu.""Kurang tahu? Pasti dia nggak punya. Kalau ada, dia pasti akan tunjukkan padamu. Kamu percaya sama penipu yang nggak punya sertifikasi medis ini? Cepat minggir. Kalau nggak, sekalipun dewa datang, mereka juga nggak akan bisa menyelamatkan adikmu!"Meski dihalangi oleh Pandu, Dokte
Kalau begitu, apa dia pantas menerima bantuan Tuan Tobi?Mulanya, Tobi ingin mentransfer lebih banyak lagi, tetapi dia takut Pandu akan berpikir terlalu banyak nantinya.Namun, dia benar-benar tidak menyangka Pandu adalah seorang genius. Adiknya, Yola, juga sangat berbakat.Sayangnya, Yola tidak pernah berlatih kultivasi. Terlalu sulit baginya untuk memulai dari awal.Saat hendak berjalan keluar, dia samar-samar merasakan aura membunuh di sekitarnya. Dia pun menengadahkan kepalanya dan melihat ke atas.Tampak seorang dokter laki-laki bertubuh kurus dan memakai masker.Pembunuh!Berdasarkan pengalaman dan nalurinya yang luar biasa, Tobi sangat yakin pria itu adalah pembunuh.Pembunuh ini tampak begitu percaya diri. Apalagi, di siang hari seperti ini, dia berani menampakkan dirinya di rumah sakit. Entah siapa yang ingin dia bunuh.Setelah menyadari hal itu, Tobi pun diam-diam mengikutinya dengan tenang.Wajah dokter laki-laki itu terlihat datar, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia seg
Tidak mungkinTidak mungkin!Mana mungkin pria semuda itu memiliki kekuatan setingkat Guru Besar!Namun, dia melepaskan energi sejatinya keluar untuk melindungi tubuh. Selain Guru Besar, tidak ada yang bisa melakukannya sama sekali.Tidak! Dia pasti punya metode khusus.Dokter laki-laki itu menekan getaran di hatinya. Tubuhnya berkelebat ke mana-mana dan dalam sekejap muncul di sisi kiri Tobi. Dia mengeluarkan sebuah belati untuk menusuk leher Tobi.Tobi tidak menoleh ke belakang, seolah-olah tahu pria itu akan muncul di sana. Dia mengangkat tangan kanannya dan meraih pergelangan tangan lawan dengan ringan, lalu melemparkannya ke tanah dengan keras.Bam!Dokter laki-laki itu seketika ambruk ke tanah dan merasa seluruh tubuhnya hancur. Namun, dia masih tidak menyerah dan bangkit lagi. Kali ini, dia langsung melesat dengan cepat bagaikan hantu.Bahkan, tidak ada orang yang bisa melihat bayangannya.Namun, setiap dia mendekat, Tobi bisa menangkapnya dengan mudah. Begitu dia tertangkap, To
Setelah Tobi menyelesaikan urusan di rumah sakit, dia pun kembali ke vila. Dia ingin memberi tahu Kakek Muhar tentang rencananya untuk tinggal di luar. Dia tidak akan kembali ke vila Keluarga Lianto lagi.Begitu sampai di depan pintu vila, ponselnya berdering. Panggilan dari Damar."Raja Naga, ayah Wahyu, Bakri, Hutama telah kembali," ujar Damar usai menerima berita di pagi hari."Oh? Ada tindakan?" tanya Tobi."Belum ada sampai saat ini. Begitu dia kembali, dia langsung mengumpulkan kembali pasukan Keluarga Hutama, terutama anggota perusahaan keamanan milik Geng Sabit.""Kini, mereka kembali punya orang yang bisa diandalkan lagi. Setahuku, dia masih berusaha untuk menyelamatkan putra dan cucunya."Mobilitas seorang ahli bela diri setingkat Guru Besar sangat menakjubkan sekali."Nggak masalah, biarkan dia bermain dulu. Kalau ada situasi khusus, kabari aku," ujar Tobi dengan ekspresi santai. Dia sama sekali tidak peduli dengan hal itu.Setelah menutup telepon, Damar hanya tersenyum pahi
Kakek Muhar mendukung ucapan Widia dan berkata, "Tobi, pergilah. Kamu memang nggak cocok tinggal di kediaman Keluarga Lianto lagi."Tobi tersenyum pahit dan berkata tak berdaya, "Sebenarnya, Bakri nggak begitu menakutkan, kok.""Nggak begitu menakutkan?"Ucapannya sontak membuat semua orang kesal. Padahal, dia baru saja menyebabkan bencana besar, tetapi dia tidak sadar betapa seriusnya masalah itu."Kamu tahu siapa dia? Tahukah kamu betapa kuatnya dia di Kota Tawuna? Bahkan Pak Damar harus menjaga jarak dengannya," ucap Herman dengan marah."Benar-benar tak kenal takut. Apa kamu pikir dirimu sudah tak terkalahkan hanya dengan sedikit seni bela diri itu?""Beraninya berlagak hanya dengan secuil seni bela diri. Kalau kamu menghadapi Bakri, kurasa kamu akan langsung terbunuh sebelum sempat melawan.""Keluarga Lianto kami benar-benar sial. Kenapa bisa bertemu dengan orang sepertimu?"Kakek Muhar makin kesal dan berkata dengan suara yang dalam, "Tobi, jangan omong kosong di sini lagi. Seger
"Apa yang kamu lamunkan?""Ka ... kamu cantik sekali," seru Tobi."Apa-apaan? Ini bukan pertama kalinya kita bertemu. Mulutmu manis sekali. Pintar gombal.""Bagaimana kalau kamu bercermin dulu?" ucap Tobi."Kenapa harus bercermin? Memangnya aku nggak tahu penampilanku sendiri?" Berbicara sampai di sini, Widia tampak ragu-ragu. "Tobi, bisakah kamu membantuku berlatih kultivasi?""Membantumu berlatih kultivasi?"Tobi tertegun sejenak. Apa Widia tahu bahwa fisiknya telah berubah?"Ya, aku nggak ingin melihatmu bertarung sendirian seperti itu lagi. Apa nggak boleh?" Widia agak putus asa. Dia pernah menonton beberapa drama TV sebelumnya. Dikatakan bahwa meridian orang dewasa sudah terbentuk. Sekalipun berkultivasi, juga tidak akan ada hasilnya lagi."Bukan begitu. Kamu bisa berkultivasi. Mungkin kekuatanmu juga akan setara denganku dalam waktu singkat." Tobi tersenyum pahit. Benar saja, membandingkan diri sendiri dengan orang lain hanya akan membuat marah saja.Tobi berusaha keras selama be
"Nggak akan terjadi masalah, 'kan?" tanya Tobi dengan khawatir. Dia tidak peduli dengan kultivasi atau tidak. Yang paling penting, Widia baik-baik saja."Nggak akan."Yaldora ragu-ragu sejenak. Namun, dia tetap mengatakannya. Jika Tobi bertindak sembarangan, maka hanya akan merusak kebangkitan keturunan Foniks dan mencelakai Widia."Kalau begitu, kita tunggu lagi." Tobi mulanya kurang yakin, tetapi pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti perkataan Yaldora. Meski Yaldora itu muridnya biarawati tua, kepribadiannya sangat berbeda dari gurunya.Waktu berlalu begitu saja. Tobi terus menjaga Widia. Bahkan, menggunakan kekuatannya untuk mengisolasi segala yang ada di sini.Agar tidak menarik perhatian banyak orang.Sebenarnya, Yaldora yang berada di samping ingin menanyakan masalah gurunya. Namun, saat melihat Tobi begitu fokus pada Widia sepanjang waktu, bahkan mata pria itu tidak pernah berpaling sedetik pun.Dalam keputusasaan, dia terpaksa harus menahan diri kembali.Tak terasa, waktu te
Apa ini?Ekspresi Tobi berubah drastis karena kekuatan itu sangat menakutkan. Jika terjadi pada dirinya, Tobi masih sanggup menerimanya, tetapi bagaimana wanita biasa seperti Widia bisa menanggungnya?"Apa, apa yang terjadi denganku?" Wajah Widia memerah, tetapi kondisinya tidak terlihat baik. Sebaliknya, rasanya seperti terbakar.Tubuhnya juga terus gemetar hebat, bahkan bibirnya juga ikut bergetar, yang menunjukkan betapa tersiksanya dirinya."Nggak apa-apa. Semuanya akan membaik."Sembari menghibur Widia, Tobi juga segera mengedarkan energi sejatinya ke dalam tubuh Widia dan mulai membantunya melenyapkan kekuatan dalam tubuhnya.Efeknya ada, tetapi tidak terlihat jelas.Yaldora, yang tidak tahu kapan tersadar kembali, mendekati mereka berdua. Melihat pemandangan di depannya, terutama saat memperhatikan tanda samar di dahi Widia, dia pun berkata dengan wajah terkejut, "Apa ini kebangkitan garis keturunan Foniks?"Saat ini, Yaldora bahkan lupa bertanya pada Tobi, apa pria itu yang mem
Tobi mengerutkan keningnya. Dia tidak puas dengan jawaban seperti itu. Dia pun kembali bertanya, "Sejauh yang aku tahu, kamu pasti sangat tertarik dengan liontin giok, 'kan?"Vamil terkejut. Dia mengerti bahwa Tobi mungkin tidak memercayainya, jadi dia mengangguk dan berkata, "Tentu saja. Aku pernah melihat liontin giok itu, tapi setelah mempelajarinya sebentar, aku masih belum menemukan petunjuk apa pun.""Jadi, sekalipun kamu memberikannya padaku sekarang, juga nggak ada gunanya."Berbicara sampai di sini, Vamil melirik Yaldora yang terbaring di tanah. Tampaknya bulu mata gadis itu bergerak. Vamil pun kembali menambahkan. "Aku mengerti. Kamu sepertinya nggak percaya padaku."Tobi tidak membantah. Jika bukan karena masalah Bahtiar, dia mungkin tidak akan meragukannya. Namun, setelah serangkaian masalah ini terjadi, bagaimana dia bisa memercayai Vamil begitu saja?"Sudahlah. Nggak ada salahnya memberitahumu. Ada sebuah tempat warisan di Jatra, yang bisa membantumu memahami hukum langit
Tobi hanya mengujinya, tetapi dia tidak menyangka kalau tebakannya benar.Karena menurut pemahamannya, yang datang pasti salah satu dari empat orang tersebut. Hanya saja, dilihat dari postur dan gerakannya, seharusnya dia juga bukan si Beruang Kutub ataupun pemimpin Takhta Suci Barat.Jadi, yang tersisa hanyalah Tuan Vamil dan Hirawan dari Negara Melandia.Mulanya, Tobi mencurigai lawan adalah Hirawan, tetapi ada berbagai tanda jurus lawan. Apalagi, dia tidak menghentikan Widia dan juga tidak memberikan pukulan keras kepada Yaldora.Lawan juga tidak memiliki niat membunuh yang kuat terhadap dirinya.Jadi, hanya satu kemungkinan yang tersisa, yaitu orang itu adalah Master Vamil.Tobi tidak menjawab, tetapi malah bertanya dengan bingung, "Mengapa?""Sejauh yang aku tahu, saat ayahmu dalam bahaya, dia menerima bantuan dari liontin giok untuk meningkatkan kekuatannya waktu itu. Aku ingin membuatmu terjebak dalam situasi putus asa. Aku ingin tahu apa kamu bisa menggunakan liontin giok yang
Lelaki tua bertopeng itu sepertinya sama sekali tidak peduli dengan kepergian Widia. Dia tidak menghentikannya dan hanya tersenyum sinis. "Bisa memblokir 30 persen energiku hanya dengan satu telapak tangan, kamu hebat juga.""Tapi sebelum memahami hukum langit dan bumi, kamu masih bukan tandinganku."Begitu selesai berbicara, lelaki tua melambaikan tangan kanannya dan menyerang dengan telapak tangan lainnya.Serangan tapak tangan kali ini terlihat sedikit lebih ringan.Namun, Tobi malah merasa ngeri. Bahkan, seolah-olah kematian tengah menghampirinya. Ekspresinya berubah drastis. Dia bersiap untuk menghindar.Namun, dia merasa kakinya terasa kaku dan tidak bisa digerakkan sama sekali, seolah-olah ada kekuatan besar yang menekannya.Sialan! Taktik seperti apa ini!Bisa-bisanya membuatnya kesulitan untuk bergerak.Tobi menggertakkan gigi. Tiba-tiba, sebuah pedang panjang muncul dari udara tipis. Itu adalah Pedang Diraya.Dia mengepalkan tangannya dan mengumpulkan seluruh energi sejatinya
Tobi tersenyum pahit. Dia ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian berkata, "Widia, mungkin mereka bukan orang tuamu."Widia tertegun sejenak. Dia mengira Tobi sedang menghiburnya. Dia pun menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tobi, aku tahu kamu ingin menghiburku. Jangan khawatir, aku baik-baik saja.""Ya, ayo kita pergi."Terakhir, Tobi memutuskan untuk menunggu hasil penyelidikan lebih dulu. Jika tidak, Widia pasti akan merasa lebih sedih karena ditinggalkan oleh ibu kandungnya sendiri.Dalam dua hari berikutnya, Tobi juga menghabiskan waktu dengan menemani Widia berbelanja, berjalan-jalan, dan juga menyantap berbagai makanan lezat. Keduanya tampak menikmati dunia milik berdua.Pada jam sebelas malam, bulan purnama sudah terlihat di langit.Keduanya berdiri di tepi pantai. Rasanya begitu damai.Lantaran ditemani oleh Tobi, suasana hati Widia juga kian membaik. Dia kini telah merasa jauh lebih tenang.Namun, tepat di saat ini, Tobi tertegun. Wajahnya berubah muram. Dia segera berbalik dan
Begitu mendengar perkataan Yesa, Herman hanya tersenyum pahit dan tidak berbicara lagi.Saat Yesa terlibat dalam masalah terakhir kali, Herman mencari bantuan di mana-mana, tetapi tidak ada seorang pun yang berniat membantunya. Hanya Tobi yang bersedia memberikan bantuan.Di saat itu, Herman merasa bahwa yang dilakukan dirinya dan istrinya sudah salah.Oleh karena itu, kata-kata yang Herman ucapkan pada Widia dalam beberapa hari terakhir ini, semuanya berasal dari lubuk hatinya. Lain halnya dengan Yesa, yang berusaha menyenangkan Widia dengan tujuan tertentu.Hanya saja, di hadapan istrinya, dia selalu menuruti perkataannya dan tidak pernah berani membangkang.Selesai berbicara, tatapan tajam tiba-tiba muncul di mata Yesa. Dia pun berkata, "Karena mereka nggak ingin aku hidup dengan baik, aku juga nggak akan biarkan hidup mereka damai. Aku mau lapor polisi. Aku mau pembunuhan yang terjadi barusan dipublikasikan.""Sudah cukup!"Saat ini, akhirnya Herman angkat bicara."Apa ... apa yang
"Widia, kamu sudah salah paham sama ibumu." Herman juga ikut menimpali. Apa yang terjadi dengan Widia? Kenapa gadis ini tiba-tiba menjadi pintar dan tahu segalanya?"Ayah, Ibu, ini terakhir kalinya aku memanggil kalian! Putri kalian nggak bodoh. Bukannya aku nggak memahami semua ini. Hanya saja, aku nggak ingin menerima kenyataan ini dan lebih memilih terjebak dalam angan-anganku sendiri.""Tapi kalian berulang kali menunjukkan segalanya di hadapanku. Kalian membuatku kecewa lagi dan lagi. Sekarang kalian masih ingin membodohiku?"Yesa menitikkan air mata. Wajahnya masih terlihat sedih.Keduanya tertegun sejenak, terutama suara serak Widia, yang mengungkapkan kesedihan yang terpendam selama ini. Membuat keduanya tidak mampu berkata-kata."Maafkan aku. Kelak aku nggak bisa memenuhi kewajibanku sebagai putri kalian lagi." Nada bicara Widia begitu tegas, tapi mengandung rasa sakit yang mendalam."Mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun dengan kalian lagi.""Tobi, ayo kita pergi!"