"Asal kamu tahu saja, selain aku, nggak ada yang bisa menyelamatkanmu lagi!"Tobi sungguh kehabisan kata-kata. Keluarga Byantara memang hebat, tetapi baginya, mereka bukanlah apa-apa. Jangankan dirinya, bahkan Grup Toranda pun memandang remeh Grup Byantara.Tobi menggelengkan kepalanya dan berkata dengan tenang, "Apa kamu begitu yakin dan mengira dirimu akan menang?""Tentu saja!""Kalau nggak, kamu kira?""Bodoh sekali! Kamu masih mengira dirimu bisa menang?"Nada bicara Hafis tampak menghina. Dia memandang Widia sejenak, lalu secara terang-terangan berkata, "Tentu saja, kalau Bu Widia bersedia minta maaf dan makan malam denganku malam ini, aku pasti akan beri kalian kesempatan."Saat ini, Hafis makin bangga. Dia bahkan tidak peduli begitu banyak lagi dan langsung mengancam Widia di hadapan semua orang. Makna di balik kata-kata itu sangat jelas."Lancang!""Beraninya kamu punya pikiran yang nggak tahu malu seperti itu?" Tobi tidak bisa menahan diri lagi. Dia langsung maju ke depan dan
"Kemarilah! Lihat aku berani atau nggak!"Begitu Tobi melontarkan kata-kata ini, direktur departemen pembelian langsung terkejut.Namun, Hafis tidak senang dan langsung berkata, "Maju saja ke depan. Lihat dia berani melawan atau nggak. Kalau dia berani melawan, kami pasti akan menghabisinya.""Kalian juga. Ayo kita maju semua. Lihat dia berani nggak!""Benar, benar. Ayo kita maju semua."Direktur departemen pembelian tidak berani sendirian, jadi dia menarik manajer penjualan dan kepercayaan Hafis lainnya.Mereka serentak maju ke depan. Melihat Tobi tidak bergerak sedikit pun, mereka langsung mengejeknya, "Kenapa? Bukannya kamu barusan begitu arogan? Mengapa sekarang kamu nggak berani bertindak?"Plak!Plak!...Diiringi suara tamparan keras berturut-turut. Tobi mendaratkan beberapa tamparan dan langsung menjatuhkan mereka sekaligus.Bahkan, ada beberapa gigi yang beterbangan di udara bersamaan dengan percikan darah. Selain itu, juga terdengar jeritan keras.Satu per satu dari mereka la
Widia tertegun sejenak. Namun, dia segera mengerti makna dari kata-kata itu. Hatinya kembali tersentuh.Hanya saja, entah kenapa, saat mendengar Tobi menyebut dirinya sebagai 'istri' di perusahaan, Widia masih merasa tersipu.Mereka memang sering berhubungan badan akhir-akhir ini dan sudah bisa dianggap sebagai pasangan suami istri, tetapi mereka masih belum membuat akta nikah yang baru.Widia merasa mungkin Tobi terlalu sibuk dan melupakan hal ini. Lagi pula, Widia sendiri juga segan untuk mengungkitnya.Apalagi, Widia-lah yang bersikeras ingin menceraikan Tobi sebelumnya. Selain itu, sebagai seorang perempuan, dia juga malu untuk membahas masalah ini lebih dulu.Clara tampak terkejut dan tidak percaya. Dia memang tidak tahu apa-apa sebelumnya, tetapi saat mendengarnya, dia juga bisa samar-samar menebak kemungkinannya."Demi mengamankan posisimu, nggak seharusnya kamu menyebarkan jabatan istriku, apalagi mengancamnya untuk mundur dari perusahaan.""Berdasarkan kelakuanmu yang satu ini
Semua orang yang berpihak kepada Hafis juga terkejut. Kemudian, mereka semua memandang Hafis.Karena mereka semua tahu Hafis pernah pergi ke kantor pusat untuk rapat. Bahkan, pernah berbicara langsung dengan Pak Edward. Jadi, dia pasti sangat familier dengan suara direktur mereka.Hafis pasti bisa mengenali suara itu.Hanya saja, mereka mulai menyadari keanehan dari sikap Hafis. Ekspresi wajah pria itu berubah pucat. Mereka mulai bertanya-tanya, apa semua ini benar?Mereka terlihat panik.Hafis benar-benar kebingungan. Suara itu begitu familier. Bukankah itu suaranya Pak Edward? Seharusnya, itu tidak dibuat-buat.Namun, kenapa Pak Edward begitu sopan kepada Widia? Bahkan, terdengar begitu hormat dan menggunakan kata-kata formal.Tidak mungkin. Pak Edward pasti hanya berbasa-basi saja. Apalagi, dia juga tahu ada orang yang mendukung Widia dari belakang.Yang akan dilakukan Pak Edward selanjutnya pastilah membereskannya. Setidaknya, dia juga harus melindungi dirinya.Benar. Sudah pasti b
Dia kemudian buru-buru berkata, "Kak Nova, bisa-bisanya Widia mencari orang untuk menyamar sebagai Pak Edward. Orang itu bahkan menyuruh Widia untuk menanganiku sesuka hatinya.""Saya barusan ingin menelepon Pak Edward dan melaporkan masalah ini kepadanya, tapi nggak diangkat. Saya ingin Anda membantu saya, lihat bagaimana cara menangani ...."Nova langsung mengumpat dengan marah, "Sialan! Siapa yang ingin kamu tangani?"Selama ini, Nova terkenal dengan keanggunannya. Dia tidak pernah menggunakan kata-kata kasar seperti itu.Bahkan, tanpa pengeras suara pun, kata-kata itu terdengar jelas di telinga semua orang.Terutama karena semua orang terdiam dan tidak sabar menunggu hasil pembicaraan mereka.Namun, siapa sangka, kalimat pertama dari Nona Nova langsung membuat orang terpana dan kaget."Kamu masih berani melapor hal ini kepada Pak Edward? Sepertinya kamu sudah bosan hidup!"Nova tampak begitu emosi. "Aku beri tahu kamu, bisa-bisanya kamu menyinggung manajer umum yang ditunjuk oleh p
Nova, nona ketiga Keluarga Byantara, sama sekali tidak pernah dipermalukan. Keluarga Byantara sendiri juga tidak pernah menerima perlakuan buruk seperti itu sebelumnya.Bahkan, sempat tebersit keinginan dalam hati Nova untuk melawan Grup Toranda sampai akhir dan membalikkan situasi sepenuhnya. Bukan demi Hafis, tetapi untuk melampiaskan emosinya itu.Namun pada akhirnya, dia terpaksa menahan kembali emosinya. Dia tahu Grup Toranda sangat menakutkan. Selain presdir, yang juga pemegang saham mayoritas, masih ada juga beberapa orang penting lainnya.Dia tidak berani menyinggung orang-orang hebat seperti itu.Terlebih lagi, karena sekarang adalah masa penting bagi Keluarga Byantara untuk mengungguli Keluarga Yudistira. Pokoknya, tidak boleh terjadi kesalahan apa pun dan jangan biarkan masalah sepele memengaruhi rencana besar mereka.Nova tidak perlu mempertaruhkan nasib keluarganya hanya demi Hafis.Suatu hari nanti, Nova pasti akan memulihkan harga dirinya dan juga martabat Keluarga Byant
"Maaf, aku sudah bersalah!""Bu Widia, saya masih harus menghidupi orang tua saya dan anak saya masih kecil. Saya mohon, tolong beri saya kesempatan lagi.""Jangan khawatir. Kami akan mengembalikan semua uang suap yang telah kami terima. Kalau Anda punya permintaan lainnya, silakan katakan saja.""Asalkan kamu berjanji melepaskan kami, nggak peduli apa pun itu, kami pasti akan melakukannya.""...."Singkatnya, mereka telah berlutut dan memohon pengampunan. Mereka bersedia menebus kesalahan yang telah diperbuat sebelumnya.Karena masalah sekarang bukan hanya melibatkan perkara uang saja, tetapi juga bisa menjerumuskan mereka ke dalam penjara. Apalagi mengingat jumlahnya yang tidaklah sedikit.Terlebih lagi, kantor pusat sudah mengatakan akan menyerahkan semuanya kepada Bu Widia.Dengan kata lain, nasib mereka kini berada di tangan Bu Widia. Jika Widia mau melepaskan mereka, maka mereka masih tertolong. Sebaliknya, jika Widia ingin mereka mati, mereka juga tidak punya pilihan lagi.Itu s
"Sudahlah!"Tobi tidak ingin membuang-buang waktu lagi dan berkata dengan nada dingin, "Sudah kubilang sebelumnya, aku sama sekali nggak peduli dengan uang. Kesalahan terbesarmu adalah berani membuat istriku tersinggung.""Jadi, selain Hafis, kalian semua hanya perlu mengembalikan semua uang yang kalian terima dan keluar dari perusahaan sendiri. Kami nggak akan minta pertanggungjawaban lainnya!""Tapi, Hafis, nggak peduli seberapa hebat sandiwaramu, juga nggak ada gunanya bagiku. Cepat singkirkan air matamu yang nggak berharga itu.""Enyahlah. Siap-siap terima surat gugatan dari pengadilan saja!"Mendengar itu, rekan-rekannya Hafis langsung menitikkan air mata haru.Menghadapi orang yang begitu menakutkan, bisa selamat tanpa cedera sudah merupakan berkah yang harus disyukuri.Sebaliknya, Hafis tampak terkulai lemas. Dia tidak menyangka bahwa tamparannya yang membuat kedua pipinya membengkak parah itu pada akhirnya tidak akan berpengaruh sama sekali.Hafis melirik Widia lagi. Dia mendad