Yuasa telah sampai di Kota Naga. Dia langsung berlari ke tempat Yuan berada bersama dengan Light. Keduanya terdiam saat melihat Yuan terbaring di atas teratai es.“Ibunda apa yang terjadi?” Yuasa hanya melihat gelengan kepala lemah dari wanita yang telah melahirkannya. Dia langsung mendekati Yuan dan memeriksa nadinya. “Bagaimana mungkin bisa seperti ini?” gumam Yuasa pelan.“Kak, bagaimana?” tanya Light menatap Yuasa yang juga menggelengkan kepalanya.“Yuan terlalu lemah, denyut nadinya juga sangat lemah. Mungkin saja dia tidak akan bertahan.” Yuasa menunduk, dia menatap dalam-dalam wajah Yuan yang tertidur. “Yuasa apa kau tidak bisa menolong Yuan?” bisikan lembut dari wanita cantik yang mendekati Yuasa begitu menyentuh. Rasa sesak kembali terasa, penyesalan hanya tinggal penyesalan. Yuasa hanya bisa menatap Yuan tanpa bisa berbuat apapun.“Kalau saja aku masih memiliki kekuatanku yang dulu. Yuan, maaf.” Yuasa hanya bisa termenung dan berbalik keluar dari hutan kecil tersebut. Dia b
“Kau sudah tahu kenapa Pangeran Yuan menderita saat ini? Itu karena kristal hitamnya direbut Raja Leiz. Merebutnya kembali bukan perkara mudah. Akan tetapi ada cara lain, mendapatkan bunga kristal es abadi. Bunga ini bisa mengembalikan kristal perak Pangeran Yuan sehingga dia bisa menggunakan kristalnya.” Lenora menunjukkan bentuk dari bunga kristal es abadi tersebut dengan gambaran yang muncul dari kabut asap yang terbentuk. “Di mana bunga ini?” tanya Eirlys. Dia merasakan firasat buruk, jika bunga itu mudah didapat tidak mungkin wanita seperti Lenora mencari pengganti. Lenora menghela napas panjang. Dia kemudian mengangkat tongkatnya dan kepulan kabut asap putih berkumpul memberikan gambaran sebuah tempat yang mengerikan. Semua gelap, bangunan seperti kastil menjulang tinggi dan seekor singa berkepala dua meraung dengan keras. Di belakang singa itu bunga kristal es abadi tumbuh dengan subur nan indah. Eirlys menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya menatap ke arah singa berk
Eirlys melihat kanan kirinya berupa pepohonan. Hutan ini cukup terang, tidak gelap seperti hutan belantara. Dia berjalan perlahan, matanya terus mengamati sekeliling. Degup jantungnya semakin kencang saat dia berpikir mungkin saja ini ilusi dari singa berkepala dua. “Seharusnya aku kembali ke istana awan, kenapa berada di hutan?” Eirlys terus berjalan dan waspada. Mata Eirlys menangkap kilauan cahaya putih. Dia bergegas menuju ke tempat itu. Hawa dingin terasa semakin menusuk kulit saat dia semakin mendekati kilauan cahaya putih itu. “Bunga teratai es yang besar sekali!” Eirlys terperangah, dia melihat bunga es di tangannya. Lalu ingatannya kembali kepada Yuan. Yuan yang duduk di atas ranjang es yang begitu dingin. Kulitnya tidak terlihat pucat meskipun tempat itu sangat dingin. “Es cocok denganku,” ucap Yuan saat itu. Eirlys tersenyum ke arah Yuan. Meskipun dia tidak tahu pasti, sebutan putri es sudah melekat padanya sejak dulu. Dia merasa Yuan cocok dengannya, bukankah dia juga
Rafael membawa Eirlys ke halaman luas di tengah-tengah kediaman Blackdragon. Gadis itu duduk di sebuah menara tinggi yang terbuka di bagian atas. Tempat ini biasanya digunakan untuk memantau keadaan Kediaman Blackdragon. Tempat yang paling tinggi dibandingkan bangunan lainnya sehingga semua terlihat dari sana. “Mainkan harpanya,” perintah Rafael. Eirlys mengangguk lalu cahaya keperakan muncul di tangannya. Perlahan wujud harpa terbentuk semakin padat. Harpa dengan warna biru keperakan itu mulai dimainkan. Lantunan melody lembut terdengar, kelembutan yang mampu menangkal suara harpa ilusi dari celah dimensi. Para pengawal mulai sadar. Beberapa pelayan juga kembali terbangun. Satu per satu mereka yang berada dalam jangkauan suara harpa Eirlys mulai mendapatkan kesadarannya. “Yui, dia juga mungkin sudah siuman.” Rafael membiarkan Eirlys bermain dan bergegas menuju ke kamar Yui. Pria itu berhenti dan menghembuskan napas menata hatinya sebelum membuka pintu kamar Yui yang tidak terkunc
Rafael berlari menuju ke gerbang dimensi. Dia bahkan mendorong dua pengawal yang melarangnya masuk ke ruangan itu. “Yui, dia pasti di sana. Yoru, awas kau!” Kemarahan Rafael bagai air mendidih, tak bisa lagi ditahan hingga memuncak. Gerbang dimensi terbuka, dia bersama dengan Fury melangkah masuk. “Kau yakin?” Fury berkomunikasi lewat benaknya. “Yoru menghilang, sisa celah dimensi memberikan gambaran istana kegelapan, siapa lagi kalau bukan dia?” balas Rafael. Kecepatan gerbang dimensi menembus batas bagaikan kilat. Rafael sudah sampai di gerbang dimensi yang ada di istana kegelapan. Angin terasa begitu kencang menampar wajah Rafael. Dia sadar setelah gerbang terbuka maka sambutan pasukan kerajaan akan sangat meriah. “Penyusup!” Lonceng dan teriakan terdengar. Derap langkah batalion pasukan terdengar. Rafael masih berdiri di tempat. “Fury, apa kau siap?” Rafael mengikat kain pada tangannya, dia sudah siap menerobos pasukan. Datang seorang diri ke Istana Kegelapan sama saja men
Desing suara anak panah menembus angin bersamaan dengan salju yang turun. Para pemanah memburu tiga orang yang diduga memiliki harpa ajaib. Mereka ras yang berbeda di antara para kristal hitam. Ketiganya memiliki rambut seputih salju. Mereka tengah berlari menghindari hujan anak panah.“Eirlys, jangan menengok ke belakang, teruslah berlari!” teriak seorang pemuda kepada gadis di depannya.Pemuda yang jauh lebih tinggi dari gadis yang dipanggil Eirlys tersebut berhenti dan berbalik, merapalkan mantra membentuk bunga-bunga es yang menghambat laju anak panah tersebut.“Terus berlari!” teriak pemuda tersebut kepada dua orang perempuan yang bersamanya.Napas mereka tersengal-sengal, kepulan uap air seperti asap di setiap napas yang mereka hembuskan karena udara yang begitu dingin. Bernapas saja terasa begitu berat, sementara salju turun perlahan membuat rambut putih mereka semakin putih tertutup salju.“Kak Lixue!” Gadis yang bernama Eirlys menoleh dan memanggil pemuda tersebut.“Menuju ke
Angin bertiup lembut membawa udara dingin yang menusuk hingga ke tulang. Para prajurit dengan baju tambahan berupa jubah tebal dari bulu binatang membungkus tubuh mereka. Namun, rasa dingin masih saja berhasil menyentuh kulit yang tak terlindung. Salah satu dari mereka melepaskan jubah tebal yang terbuat dari bulu binatang.“Yang benar saja, danau ini pasti dingin sekali,” protes prajurit yang dipaksa untuk masuk ke dalam danau oleh rekan-rekannya.Mereka melakukan undian untuk memutuskan siapa yang masuk ke dalam danau. Mereka mencari harpa ajaib yang kabarnya ada di sekitar tempat ini. Sebuah kisah dongeng tentang Istana Es yang tenggelam di danau tersebut membuat mereka dipaksa mencari keberadaannya. Mereka harus memeriksa dasar danau untuk melihat istana tersebut benar-benar ada, termasuk mencari keberadaan harpa.Kedua prajurit yang kalah saat melakukan undian dengan terpaksa masuk ke dalam air. Sebelumnya keduanya diberikan barrier pelindung untuk melindungi mereka dari dinginny
Kedua bocah kembar semakin memperhatikan Rafael yang membacakan cerita hingga keduanya menoleh karena suara dehaman di belakang mereka.“Sudah malam, sebaiknya kalian tidur,” ucap Alden dengan lembut membelai puncak kepala kedua anak kembar itu.“Baik, Kek,” sahut kedunya segera bangkit dan berlari menuju kamarnya.Yui menoleh dan melihat Kakek Alden masih berbincang dengan Rafael. Pria jangkung yang lebih tua itu duduk di sebelah Rafael. Entah apa yang mereka bicarakan, paman dari gadis yang kini sedang memperhatikannya terlihat membuang muka seakan apa yang sedang mereka bicarakan bukanlah hal yang menyenangkan.“Yui, ayo!” ajak Yuan memanggil kembarannya untuk segera ke kamar.“Hei, menurutmu apa cerita itu benar?” tanya Yui menyusul Yuan dan mereka berjalan bersama menuju ke kamar mereka.“Aku tidak tahu, tapi ada yang aneh dengan cerita Istana Es. Kisahnya menggantung dengan akhir yang menimbulkan banyak pertanyaan. Mungkin saja itu kisah nyata atau hanya rekaan,” jawab Yuan.Mer