Rafael membawa Eirlys ke halaman luas di tengah-tengah kediaman Blackdragon. Gadis itu duduk di sebuah menara tinggi yang terbuka di bagian atas. Tempat ini biasanya digunakan untuk memantau keadaan Kediaman Blackdragon. Tempat yang paling tinggi dibandingkan bangunan lainnya sehingga semua terlihat dari sana. “Mainkan harpanya,” perintah Rafael. Eirlys mengangguk lalu cahaya keperakan muncul di tangannya. Perlahan wujud harpa terbentuk semakin padat. Harpa dengan warna biru keperakan itu mulai dimainkan. Lantunan melody lembut terdengar, kelembutan yang mampu menangkal suara harpa ilusi dari celah dimensi. Para pengawal mulai sadar. Beberapa pelayan juga kembali terbangun. Satu per satu mereka yang berada dalam jangkauan suara harpa Eirlys mulai mendapatkan kesadarannya. “Yui, dia juga mungkin sudah siuman.” Rafael membiarkan Eirlys bermain dan bergegas menuju ke kamar Yui. Pria itu berhenti dan menghembuskan napas menata hatinya sebelum membuka pintu kamar Yui yang tidak terkunc
Rafael berlari menuju ke gerbang dimensi. Dia bahkan mendorong dua pengawal yang melarangnya masuk ke ruangan itu. “Yui, dia pasti di sana. Yoru, awas kau!” Kemarahan Rafael bagai air mendidih, tak bisa lagi ditahan hingga memuncak. Gerbang dimensi terbuka, dia bersama dengan Fury melangkah masuk. “Kau yakin?” Fury berkomunikasi lewat benaknya. “Yoru menghilang, sisa celah dimensi memberikan gambaran istana kegelapan, siapa lagi kalau bukan dia?” balas Rafael. Kecepatan gerbang dimensi menembus batas bagaikan kilat. Rafael sudah sampai di gerbang dimensi yang ada di istana kegelapan. Angin terasa begitu kencang menampar wajah Rafael. Dia sadar setelah gerbang terbuka maka sambutan pasukan kerajaan akan sangat meriah. “Penyusup!” Lonceng dan teriakan terdengar. Derap langkah batalion pasukan terdengar. Rafael masih berdiri di tempat. “Fury, apa kau siap?” Rafael mengikat kain pada tangannya, dia sudah siap menerobos pasukan. Datang seorang diri ke Istana Kegelapan sama saja men
Fury dan Rafael berpisah. Mereka berdua sudah hafal dengan bangunan istana. Keduanya langsung menuju ke tempat masing-masing. Pasukan kerajaan berhenti sejenak saat melihat keduanya berpisah dan berlawanan arah. Kemudian pasukan kerajaan terbagi dua dan mengejar keduanya. “Tangkap mereka!” teriakan nyaring terdengar diiringi seruan dari pasukan yang lain. Rafael menyeringai, satu melawan sekian banyak orang bukanlah hal mudah. Dia mengecoh lawan dengan membakar bangunan yang ada di sekitarnya. “Api hitam!” Kobaran api berwarna hitam dari tangan Rafael telah berpindah tempat. Sebagian pasukan mengejar, sebagian lagi mencoba memadamkan api. Rafael melumpuhkan semua pasukan yang mengejarnya saat ini. “Hah, mau melawanku? Masih terlalu cepat untuk pasukan kecil seperti kalian!” Rafael tertawa puas. Pasukan kerajaan dibuat kocar-kacir dan tunggang langgang hanya dengan api hitam saja. Dia bahkan belum mencabut pedangnya. Rafael menyeringai, meskipun dia sadar kekuatannya belum kembal
“Hanya ada satu cara,” gumam Rafael. Matanya terpejam, tekanan kekuatan mulai berkumpul dalam satu titik. Lingkaran sihir terbentuk di bawah kaki Rafael. “Tunggu Rafael! Jangan bilang kau akan menggunakannya sekarang!” Fury cemas, dia berbalik dengan cepat. Namun, meninggalkan Razen saat ini juga tidak mungkin. Pilihan yang sulit baginya. Hingga akhirnya dia menghancurkan penjara Razen dan mematahkan belenggu yang mengekang kaki dan tangannya. Naga itu meraung, berharap pria yang kini terbaring di tanah penjara bangun. “Bagaimana menaikkan dia ke punggungku?” Fury yang sudah cemas dengan Rafael sekarang bingung membawa Razen. Menggenggamnya dengan cakar akan membuat tubuh Razen terluka karena penjara terlalu rendah untuknya terbang. “Fury, bantu sebelah sini!” Suara nyaring seorang wanita mengagetkan naga hitam itu. Matanya berputar cepat dan menangkap sosok kupu-kupu yang merupakan sumber suara tersebut. Kupu-kupu itu terbang mengitari penjara yang ada di depan penjara Razen. “Fi
Rafael menurunkan Fiona di depan gerbang dimensi. Dia kemudian membuka gerbang tersebut. “Fury bawa mereka semua.”Rafael berbalik dan melangkah. Fiona segera mengejar Rafael. “Tunggu, aku bisa membantu,” ucap Fiona sambil menarik tangan Rafael. Dia berharap pria Itu mengizinkannya. “Terlalu berbahaya, pergilah dengan Fury,” balas Rafael. Dia dengan lembut melepaskan tangan Fiona. “Rafael, apa kau membenciku?” Kali ini sorot mata menatap lurus ke arah Rafael. Helaan napas panjang terdengar jelas. Rafael berbalik dan menatap Fiona. Mata mereka beradu dan saling mengunci. “Apa pernah aku bilang membencimu? Aku hanya tidak bisa menerima perasaanmu, Fiona. Mengertilah, meskipun mustahil dan akan sulit jalan yang kami lalui, selama dia bahagia aku akan menjaganya. Apa kau mengerti? Cintaku hanya untuk satu orang saja, sekali dan selamanya.” Rafael tidak menunggu jawaban, dia mendorong Fiona yang masih gamang dengan ungkapan yang Rafael katakan. Tidak biasanya pria ini begitu terus t
Darren mengarahkan para zombie mendekati Rafael. Dengan adanya Roya yang menyerang maka dia bisa memiliki waktu mengumpulkan para zombie. Tepat saat Rafael menghindar dari serangan Roya, dia dihantam oleh sekumpulan zombie. “Bagus, sekuat apapun Rafael dia tidak mungkin baik-baik saja dikeroyok ratusan zombie.” Darren tersenyum lebar. Roya melompat ke samping Darren. Mereka berdua terlihat puas. Rafael terjebak dalam kerumunan zombie yang pasti mengoyak tubuhnya. “Tamat sudah riwayatnya.” Darren menyimpan serulingnya.“Aku akan memeriksa ilusi di dalam aula.” Wanita dengan harpa di tangannya berjalan anggun masuk ke dalam aula. Pintu aula terbuka saat wanita itu mendorongnya. Dia tidak mengetahui ada sepasang mata yang sedang mengintai. Roya berhenti di tengah pintu saat Rafael melompat dengan pedang besar di tangannya. Para zombie terlempar seakan mereka didorong oleh kekuatan yang luar biasa. “Tuan Rafael, mereka adalah penduduk dunia bawah, apa kau tidak peduli ….” Mata Darre
“Yui ….” Samar-samar suara itu terdengar. Dalam setengah kesadaran, Yui yang masuk dalam dunia ilusi mendengar suara Rafael. “Paman? Apa itu paman?” Antara sadar tidak sadar dalam ruangan yang tidak ada warna Yui mendengar suara. Dia berusaha membuka matanya. “Sulit sekali membuka mata!” Jerat ilusi menghalangi Yui untuk membuka matanya, dia seperti berada dalam jeratan dunia gelap gulita. “Tutup saja matamu, Yui.” Suara itu, suara Suzaku. Yui menutup matanya mengikuti apa yang dia dengar. “Kau harus mengalahkan ilusi ini terlebih dulu sebelum bisa mengendalikan dirimu. Jiwamu terperangkap.” Suara Suzaku membimbing Yui, dia mengikuti apa yang dikatakannya. Yui memejamkan mata, fokus pada satu titik hingga dia menyatu dengan dirinya. Roh Yui yang terpencar kembali menjadi satu kesadaran, saat itulah cahaya kemilau berwarna jingga menyelimuti dirinya. Mata Yui perlahan terbuka, kilatan api jingga dalam matanya membuat kedua orang yang ada di depannya terperanjat. “Bagaim
Suara berisik membangunkan Rafael, dia membuka matanya dan menyadari sudah berada di dalam kamarnya. Rafael bangun dan merasakan sakit akibat luka pertarungan kemarin. “Sudah dibalut, sepertinya Kakek sudah meminta tabib merawatku,” batin Rafael menyentuh lukanya yang terbalut dengan rapi. “Suara siapa itu berisik sekali,” gumam Rafael membuka jendela kamarnya dan melihat ke bawah. Tiga orang gadis manis sedang berbincang. Yui terlihat menawan dengan balutan gaun berwarna merah muda dan putih, rambutnya diikat dengan aksesoris pemberian Rafael waktu itu. Tanpa sadar Rafael tersenyum melihat Yui masih menyimpan benda pemberiannya. “Yui, sejak kapan jadi secantik ini?” gumam Rafael mengabaikan dua gadis lainnya. Rafael bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke kamarnya. “Cantik,” ucap pria yang masuk ke kamar Rafael. “Ya, cantik sekali,” balas Rafael tanpa menoleh. Dia baru sadar setelah menyahut ucapan orang itu. Tubuhnya berputar dan melihat sosok yang mirip dengannya hanya saj
Aula menjadi hening saat Erina masuk. Kedua ayah dan anak hanya memandang sosok yang baru saja melewati pintu aula.“Berikan undangan itu padaku!”Suara wanita itu terdengar jelas dan penuh penekanan. “Permaisuri Erina, Rains bilang dia setuju dengan perjodohan ini,” ucap Raja Edward saat wanita itu masih berjalan ke arahnya. “Benar, Ibunda, saya tidak menolaknya jadi….” Belum sempat Rainsword menyelesaikan ucapannya, wanita itu menatap tajam ke arahnya sehingga nyalinya menciut. “Berikan undangannya!” Erina mengulurkan tangan meminta undangan yang ada di dalam surat tersebut. “Ibunda?” Rainsword merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi ibunya. Dia tidak terlihat senang. “Rains, apa kau bisa membuat Putri Fiona menjadi permaisuri dan tinggal di Silverstone? Kau lupa dia putri satu-satunya Ratu Esmeralda? Dia calon ratu berikutnya.” Mata biru shapire itu menatap Rainsword begitu dalam. “Bukankah tidak masalah, Ibunda? Fiona bisa menjadi ratu meskipun sudah menikah
Kerajaan Silverstone. “Yang Mulia, ada surat untuk Anda.” Seorang pengawal masuk dan menyerahkan gulungan perkamen dengan segel di atasnya. “Terima kasih.” Raja Edward memperhatikan gulungan tersebut. Segel yang menutup surat tersebut terlihat tidak biasa. “Lambang Kota Avari!” Mata Raja Edward membelalak dan berseru keras hingga pengawal yang baru saja berbalik menoleh kembali. Sementara seorang pengawal lain baru saja datang memberi salam hormat dan melapor, “Lapor Yang Mulia, Pangeran Rainsword telah tiba di istana bersama dengan Penjaga Dunia Bawah Rafael Blackdragon dan Putri Yui.”Raja Edward kembali duduk dengan tenang. Dia berusaha terlihat biasa meskipun tangannya gemetar dengan surat dari Kota Avari. “Biarkan mereka masuk.” “Siap, Yang Mulia!” Pengawal itu memberi hormat dan berbalik kembali untuk menjemput Pangeran Rainsword dan yang lain. Aula kerajaan kembali sepi, Raja Edward membuka surat tersebut secara perlahan. Dia membaca isi surat tersebut dengan hati-hati. S
Ratu Esmeralda menopang dagu dengan satu tangan. Tangannya yang lain membolak-balik berkas yang tertumpuk rapi di depannya. Dia mendongak saat pintu ruang kerjanya diketuk. “Masuk dan tutup kembali pintunya!”Fiona berjalan perlahan setelah menutup pintu. Tamu mereka sudah pergi dua hari yang lalu. Mereka pergi setelah Pangeran Yuan siuman.“Salam, Ibunda Ratu,” ucap Fiona dengan penuh rasa hormat. “Duduklah Fiona,” perintah Ratu Esmeralda. Dia membalik berkas yang ada di depannya ke arah Fiona. “Pilih satu di antara mereka untuk menjadi calon pendampingmu.”Fiona terdiam di kursinya. Dia hanya menatap tumpukan berkas yang sudah terlihat dari sampul atasnya. Berkas biodata para pria bangsawan terbaik di Kota Avari. “Ibunda Ratu, bolehkah saya memilih pendamping sendiri.” Suara Fiona bergetar, dia sudah pernah bersitegang dengan ratu karena tidak mau berpaling dari Rafael.“Lupakan Rafael, aku tidak pernah mempermasalahkan siapa pilihanmu selama dia juga bersedia. Rafael tidak mengi
“Krisan, kumpulkan semua debu peri di sekitar sini!” perintah Yuan. Makhluk kecil dengan sayap berbentuk bulan sabit melayang dan berputar hingga membentuk pusaran angin. Angin yang berputar menghempaskan semua debu peri yang menempel pada dedaunan. Debu peri keemasan melayang-layang dan berkumpul dalam satu titik. Yuan mengambil sebuah kantong kecil dari cincin permata penyimpanan dimensinya. Krisan pun memasukkan debu peri ke dalam kantong tersebut. Yuan menutup kantong dan memasukkan kembali kantong yang berisi debu peri ke dalam cincin permata penyimpanan dimensi. Eirlys yang memperhatikan Yuan menghela napas dan terlihat murung. Dia begitu iri setiap kali melihat penyimpanan dimensi. Kota Naga memiliki semua benda yang dia inginkan, sayangnya dia sendiri tidak memiliki uang untuk membelinya. Status putri hanyalah status. Dia bahkan tidak memiliki benda berharga. Yuan melihat Eirlys yang murung mengambil inisiatif memperlihatkan kegunaan debu per untuk menghiburnya. “Eirlys,
Malam semakin larut, tidak ada tanda-tanda Yuan akan siuman. Eirlys merasa matanya sudah semakin berat. Dia mengeratkan jubah Lixue dan bersandar pada akar pohon peri yang menyembul ke permukaan tanah. Menarik tubuh Yuan supaya terlindung dari angin malam, setidaknya ceruk di antara akar pohon cukup nyaman untuk bermalam beratapkan bintang. “Selamat malam, Yuan.” Eirlys memejamkan matanya. Dunia peri terasa begitu damai. Semilir angin malam yang dingin pun terasa menentramkan hati. Perlahan-lahan debu peri bertebaran di sekitar mereka seakan memberikan perlindungan. Debu peri masuk ke dalam tubuh Yuan, memberinya energi hingga penuh. Tak hanya Yuan, debu peri juga masuk ke dalam tubuh Eirlys mengisi energinya yang habis. “Eirlys … Eirlys ….”Kedua mata Eirlys seperti diberi perekat, susah sekali terbuka meskipun ingin. “Eirlys bangunlah!” Suara lembut dan juga terasa sentuhan di bahu Eirlys, mengguncangnya perlahan. Eirlys menggunakan tangannya untuk mengusap kedua mata yang sulit
Eirlys dan Lixue sudah berada di sebelah Xavier. Pria jangkung itu menggendong Pangeran Yuan yang belum sadarkan diri. Sementara Ratu Esmeralda membubarkan semua peri yang ada di sana, hanya tersisa Fiona seorang. “Bagaimana kondisi Pangeran?” Sang ratu berjalan dengan anggun dan berhenti tepat di depan Xavier. Dia memeriksa pergelangan tangan Pangeran Yuan. “Yang Mulia, Pangeran hanya kelelahan. Energinya habis sehingga dia pingsan,” jawab Xavier dengan suara lembut penuh hormat. “Ibunda Ratu, bagaimana kalau Pangeran Yuan beristirahat di ranjang es, bukankah dia akan cepat sembuh?” Fiona teringat dengan Rafael saat itu, untuk mempertahankan hidupnya Rafael dibaringkan di ranjang es. Xavier menyela, “Putri Fiona, itu tidak perlu. Pangeran hanya butuh istirahat sejenak untuk memulihkan energinya.” “Kalau begitu biar ku mainkan harpa.” Eirlys mengeluarkan harpanya. Belum sempat tangannya menyentuh senar, tubuhnya limbung. “Eirlys!” Lixue dengan sigap menopang Eirlys yang hamp
Ratu Esmeralda berdiri dengan anggun di bawah pohon peri. Langit terlihat masih biru dengan semburat jingga dari sang surya yang mulai bersembunyi ke peraduan. Angin yang bertiup membawa suara alunan harpa, menyentuh kesadaran hingga menjernihkan pikiran.“Apa yang ingin Pangeran katakan?” Yuan membungkuk memberi hormat sebelum kembali berdiri tegak. Dia menatap awan di langit. “Yang Mulia pasti sudah merasakannya, kekuatan harpa tersebut bukan harpa biasa.”Yuan terdiam, menunggu reaksi dari sang ratu peri.Wanita itu menoleh ke arah Yuan, mengibaskan jubahnya dengan anggun lalu mulai duduk di atas rumput. “Ya, kekuatan harpa ajaib, aku pernah mendengar harpa itu dimainkan oleh seorang elf yang sempat mampir ke istanaku. Kejadian itu sudah sangat lama, tak kusangka kudengar kembali dentingan senar dari harpa itu. Sayangnya, ilusi yang dia berikan terlalu kuat.”“Namanya Roya Ashlyn, dia bukan manusia juga bukan bangsa kristal. Saya belum tahu pasti makhluk seperti apa wanita ini seb
Eirlys menatap Xavier juga kakaknya yang terlihat canggung dengan aksesoris barunya. Kedua telinga yang berhias dandelion terlihat begitu manis, tidak cocok dengan tampang keduanya. Gadis itu berusaha tidak melihat dan menahan tawa, akan sangat memalukan bagi mereka jika sampai ditertawakan. Sementara Fiona telah sampai di depan celah dimensi bersama Eirlys. Di hadapan mereka berdiri seorang wanita cantik dengan rambut kemerahan panjang hingga menyentuh tanah. Gaun dan jubahnya berwarna hijau dengan bordir dan salur warna merah muda. Sebuah mahkota besar menghiasi puncak kepalanya. “Fiona, siapa dia?” Suaranya terdengar mendominasi ada tekanan kuat dan menuntut jawaban saat itu juga. Tatapan wanita itu tajam, menatap dengan memicingkan mata. Tongkat di tangannya masih tegak berdiri dengan tekanan kekuatan yang tak biasa. Dia mengendalikan tanaman dan mengurung beberapa orang di depan celah dimensi. Wanita ini sedang mengendalikan orang-orang yang berusaha mendekati celah dimensi. “
Pohon besar itu seakan memicingkan matanya, menatap Yuan lekat-lekat. “Kau mirip dengan seseorang,” ucap peri pohon perlahan.“Kurasa yang kau temui itu Yui, saudara kembarku. Aroma kami sama,” jawab Yuan. Yuan menebak jika peri pohon lebih mengandalkan indra penciuman daripada penglihatannya.“Yui? Ya, aku ingat nama itu. Dia gadis kecil dengan aroma khas, seperti dirimu.” balas peri pohon dengan seutas senyum yang terlihat aneh di wajah pohonnya. Dia kemudian mengangkat Yuan ke atas pohon. “Berpeganglah erat, akan kuantar ke Avari.” “Tunggu!” seru Yuan dengan suara lantang. “Aku tidak sendiri, bisakah Anda juga mengantar teman-temanku?” Yuan menunjuk Eirlys dan yang lain. Peri pohon terdiam, tampak berpikir keras. “Aku akan bernyanyi untukmu jika Anda bersedia membawa mereka bersamaku,” tawar Yuan. Peri dikenal menyukai nyanyian.“Baiklah, bernyanyilah sampai batas terluar desa, kalau suaramu bagus baru akan kupertimbangankan membawa kalian ke Avari,” balas peri pohon tersebut.