Bab selanjutnya akan memasuki Season 2 yang lebih seru! Pastikan beri komentar dan ulasan di halaman buku ini, ya readers? Terima kasih🙏
Senyum Kalingga memudar kala mendengar suara gaduh dari ruang tamu.Di sana, berdiri tiga orang pria berbadan besar yang wajahnya seperti ditorehkan amarah. Salah satu dari mereka sedang menunjuk-nunjuk ayahnya—Pak Kasno, yang berdiri gemetaran dengan tongkat kayunya. "Pak Kasno, kita dah kasih banyak waktu buat Bapak! Dan kita sudah cukup bersabar untuk ini! Kalau nggak bisa bayar sekarang, keluarkan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" bentak salah satu pria, wajahnya memerah. "Bapak belum bisa kalo hari ini, Bang. Beri Bapak waktu lagi," Suara Pak Kasno serak dan lemah. "Berapa lama lagi? Tahun depan? Atau sampai kamu terbujur kaku?" Melihat itu, Kalingga segera berlari ke dalam rumah, menyelipkan tubuhnya di antara ayahnya dan para penagih utang. "Pak, ini ada apa?!" Pria bertubuh kekar menatap Kalingga dari ujung kepala sampai kaki. "Kamu anaknya? Bagus. Bapak kamu utang, harus dibayar lunas hari ini!" "Jangan bawa-bawa anak saya!" Pak Kasno berseru, meski
"Tunggu!" Seorang pria muda berpakaian rapi datang tergesa. Wajahnya serius, tatapannya langsung tertuju pada Juragan Sagara. "Saya tidak bisa membiarkan ini terjadi begitu saja," katanya tegas. Kalingga yang tengah memandangi jemarinya yang saling memilin mendongak dengan mata membesar. Harapan terselip di hatinya, tetapi sirna ketika pria itu berhenti di hadapan Juragan Sagara, dan bukan dirinya. “Ini tidak benar,” lanjut pria itu dengan nada tegas, menatap tajam ke arah sang Juragan. Juragan Sagara tersenyum tipis, santai, seakan protes itu angin lalu. Namun, sebelum ia menjawab, langkah lain terdengar di belakang pria itu. Seorang laki-laki tinggi dengan wajah dingin dan sorot mata tajam muncul di lorong. Gala Sagara. “Kenapa Papa memanggilku ke sini?” tanya Gala langsung, tanpa basa-basi. Tatapannya menusuk sang ayah, tanpa memperhatikan siapa pun di sekitarnya. Juragan Sagara melipat tangan di dada, wajahnya serius. “Aku ingin memastikan semuanya berjalan lancar. I
Di tengah tangis, Kalingga mendongak dan menatap suaminya dengan mata yang basah. "Aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri," bisiknya lemah. "Semua ini salahku. Ayah pergi karena aku terlalu sibuk mengejar mimpiku." Gala terdiam. Ia bukan tipe pria yang mudah menenangkan orang lain. Tetapi pandangannya terhadap Kalingga berubah, tidak lagi hanya melihat gadis lugu yang menjadi istri keduanya, tetapi seseorang yang benar-benar kehilangan. Di sudut ruangan, Ilman berdiri dengan ekspresi penuh perhatian, tetapi tanpa sepatah kata pun. Ada ketulusan dalam tatapannya, membuat suasana menjadi semakin hening. Beberapa jam kemudian, dokter keluar membawa kabar buruk, Pak Kasno tidak dapat diselamatkan. Keadaan tubuhnya terlalu lemah untuk bertahan lebih lama. Jenazah Pak Kasno segera dikebumikan dini hari itu juga, sesuai tradisi setempat. Gala yang terbiasa dengan kehidupan mewah, merasa canggung berada di lingkungan sederhana rumah Kalingga. Ia sempat berniat kembali ke hotel
Di dalam salon mewah, suara alat-alat perawatan tiba-tiba lenyap, tergantikan keheningan yang menegangkan. Selena berdiri angkuh di tengah ruangan, jari-jarinya yang lentik menunjuk Kalingga yang duduk diam di sudut. “Salon eksklusif seperti ini seharusnya tidak menerima sembarang orang,” ucap Selena dengan senyum tipis yang menawan, namun penuh racun. “Kalian harusnya tahu standar pelayanan di tempat seperti ini. Bukan untuk ... ya, orang seperti dia.” Kalingga menunduk, mencoba menyembunyikan wajahnya yang memerah. Hatinya terasa sakit mendengar hinaan itu, tapi ia tahu, melawan hanya akan mempermalukannya lebih dalam. Perasaan rendah diri yang selama ini dipendamnya mendadak menyeruak. Benar kata Selena, pikirnya getir. Aku memang bukan siapa-siapa. Bahkan di sini pun aku dianggap tak pantas. Namun sebelum suasana semakin panas, pintu kaca salon terbuka. Suara langkah sepatu tergesa, membawa aura darurat yang membuat semua orang menoleh. "Mbak Selena, janji temu dengan sutr
Di dalam kamar mandi, Gala berdiri di bawah pancuran air, pikirannya berputar tanpa arah. Ia memijat pelipisnya, mencoba mengabaikan bayangan wajah Kalingga—wajah itu yang sebelumnya penuh tekad, kini tergurat kesedihan. Kenapa aku harus peduli? pikir Gala, mencoba menyangkal perasaan aneh yang merayap di dadanya. Namun, bayangan rambut panjang Kalingga yang sempat tergerai tadi terus menghantuinya. Bukan seperti Selena, yang sempurna tanpa cela, tetapi ada sesuatu dari gadis desa itu yang membuatnya terusik. Gala mempercepat mandinya dan keluar dengan handuk melilit di pinggang. Aroma masakan menggugah selera menyeruak dari arah dapur. Dia mempercepat berpakaian dan keluar kamar. Langkah kakinya terhenti di ambang pintu dapur, matanya tertumbuk pada sosok Kalingga yang sibuk mengaduk wajan. Gala mengamati dari kejauhan. Tangannya lihai memasak, gerak-geriknya penuh keanggunan. Sejenak, ia merasa sedang mengamati seorang istri sungguhan, sesuatu yang tak pernah ia lihat dari Sel
Setelah malam panas itu, Selena terbangun lebih dulu, menatap suaminya yang masih terlelap. Sesekali Gala masih menggumamkan nama perempuan itu lagi—Kalingga, nama yang membuat hatinya terbakar amarah dan curiga. "Kalingga ... kamu hanya perlu hamil ..." Gala bergumam pelan sebelum akhirnya diam. Selena mengerutkan keningnya, perasaan tak nyaman menghantui pikirannya. 'Siapa Kalingga? Kenapa nama itu terdengar begitu akrab dari mulut Gala?' Pagi harinya, keluarga Sagara duduk di meja makan. Papa Sagara, istrinya, Gala, dan Selena memulai sarapan dengan suasana yang tampak normal. Namun, tiba-tiba percakapan yang menusuk hati mulai mencuat. "Selena, kamu masih belum hamil juga?" tanya Sagara sambil menatap menantunya dengan tajam. "Kenapa tidak berhenti saja menjadi model? Mau sampai kapan kamu kejar kariermu? Kekayaan Sagara ini tidak cukup untukmu?" Selena hampir tersedak. Pertanyaan itu seperti panah yang langsung menghunjam hatinya. Ia menoleh ke Gala, berharap suaminya membe
Dokter memeriksa laporan kesehatan Kalingga dengan seksama, lalu menghela napas panjang. “Pak Gala, saya harus memberi tahu bahwa ada 2 metode kehamilan tanpa hubungan badan. Yaitu metode Intrauterine Insemination (IUI) atau inseminasi intrauterin adalah prosedur reproduksi buatan di mana sperma yang telah diproses dimasukkan langsung ke dalam rahim wanita menggunakan kateter kecil. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemungkinan pembuahan dengan mendekatkan sperma ke sel telur saat ovulasi. "dan metode In Vitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung adalah metode di mana sel telur diambil dari ovarium wanita dan dibuahi dengan sperma di laboratorium. Setelah embrio berkembang, embrio terbaik dipilih dan ditanamkan kembali ke dalam rahim wanita agar terjadi kehamilan. Dua metode ini memiliki risiko tinggi bagi Nona Kalingga. Jadi aya menyarankan metode alami untuk hasil yang lebih baik.” Wajah Gala berubah dingin, tetapi ia tidak berkomentar. Ia hanya mengangguk dan menerima resep vi
Kalingga akhirnya membuka mulut, suaranya bergetar. “Saya akan berusaha memenuhi janji itu, Tuan.” Gala tersenyum tipis, tetapi ada kepahitan di baliknya. “Bagus,” katanya. Namun, dalam hatinya, ia mulai merasakan kegelisahan yang sulit ia jelaskan. Ada perasaan tidak rela melihat Kalingga terus menunduk seperti itu, tetapi ia tidak tahu bagaimana mengatasinya. Ada sedikit rasa bersalah dalam hati Gala, tapi dia tak peduli. Selama ini dia adalah bosnya, tak ada yang bisa menolak keinginannya. Sejak kecil papa dan mamanya selalu menuruti segala ucapannya. Maka Gala berpikir semua orang pun harus sama. Dan itulah mengapa dia sekarang mau menerima perjodohan dari mamanya untuk menikahi Selena dulu. Dan sekarang Kalingga qtas deaakan papanya. Sementara itu, Ilman mengucap doa dalam hati, berharap Allah memberikan jalan keluar terbaik untuk wanita yang ia cintai dalam diam. --- Sesampainya di rumah, Gala langsung membawa Kalingga ke kamarnya. Dengan nada dingin, ia berkata, “Kamu puny
Kehancuran itu datang seperti gelombang pasang yang menelan segalanya. Selena duduk di dalam apartemen kecil yang dulu penuh dengan kemewahan. Sekarang, semua yang tersisa hanya sisa-sisa kehidupan yang berantakan. Dulu, dia adalah model ternama. Wajahnya terpampang di billboard, majalah mode, dan layar kaca. Sekarang? Semua tawaran pekerjaan hilang begitu saja. Nama baiknya hancur setelah video pengakuannya tersebar ke seluruh negeri. Keterangan kesehatan jiwa palsu. Kebohongan besar. Ya, segala harta yang dimilikinya sekaligus kuasa seorang koleganya, Selena berhasil menipu semua orang. Termasuk status orang dalam gangguan jiwa-nya pun palsu. Orang melihatnya dia terpuruk dan gila, tapi sesungguhnya dia .... tak gila. Hanya lari dari hinaan. Dia menjadi bahan cemoohan, dijuluki sebagai wanita haus ketenaran yang rela melakukan apa pun demi mendapatkan perhatian. Tapi yang paling menyakitkan bukanlah itu. Yang paling menyakitkan adalah … Gala benar-benar meninggalkannya. Sele
Kalingga duduk di tepi tempat tidur, memandangi jendela yang terbuka. Angin sore menyentuh wajahnya, tetapi pikirannya melayang pada semua kekacauan yang baru saja terjadi. Ini semua salahku. Aku yang menyeret Ilman, Pak Cakra, dan Ibu Rinjani ke dalam masalah ini. Aku yang menyebabkan luka pada Ilman. Apa yang sebenarnya kupikirkan?Pintu kamar terbuka perlahan, Gala masuk dengan langkah berat. Matanya sembab, dan wajahnya terlihat lebih lelah dari sebelumnya. Ia berhenti di depan Kalingga, menatapnya dalam diam sebelum akhirnya duduk di kursi di dekatnya.“Kalingga ....” Gala memanggil namanya dengan suara berat. Ia meraih tangan Kalingga, menggenggamnya erat. “Maafkan aku,” ucapnya, dan untuk pertama kalinya, air mata mengalir di pipinya.Kalingga terpaku. Ia menatap Gala, tak pernah menyangka pria itu bisa menangis. Selama ini, Gala adalah sosok yang keras, tak tersentuh oleh emosi. Tetapi di hadapannya sekarang, Gala terlihat rapuh.“Apa yang
Kalingga duduk di sudut ruangan dengan tatapan kosong. Tangannya mencengkeram perutnya yang mulai terasa nyeri, namun bukan rasa sakit itu yang menguasai pikirannya.Hatinya bergejolak, pikirannya penuh dengan ketakutan.Dia tahu hukum dan syariat Islam. Dia tahu bahwa pernikahan harus sah di hadapan Allah, dengan wali yang benar.Dan sekarang?Kasno bukan ayah kandungnya.Hastanta—pria yang bahkan tidak pernah ia kenal seumur hidupnya—adalah ayahnya yang sebenarnya.Lalu bagaimana dengan pernikahannya dengan Gala?Apakah selama ini dia telah hidup dalam dosa?Pikirannya berputar-putar. Ia ingin meyakinkan dirinya bahwa semua baik-baik saja, tapi setiap kali ia mencoba berpikir jernih, hatinya justru semakin hancur.Jika pernikahannya tidak sah, itu berarti …Anak dalam kandungannya adalah anak yang lahir di luar nikah?"Astaghfirullah …." Kalingga meremas kepalanya, dadanya terasa ses
Di ruang ICU, Mita terbaring tanpa nyawa. Monitor jantung yang sebelumnya berbunyi kini hanya menampilkan garis lurus.Sagara berdiri di ujung tempat tidur, menatap wajah istrinya yang kini telah pergi. Tangannya mengepal di sisi tubuh, matanya merah, tapi tak ada air mata yang jatuh.Ia tidak bisa menangis.Sagara tahu, ini semua salahnya.Keputusannya. Keserakahannya.Dulu, ia menganggap dirinya pria yang tak terkalahkan. Seorang pengusaha sukses dengan segalanya—harta, kuasa, dan keluarga yang harmonis di mata publik. Tapi sekarang?Ia kehilangan semuanya.Istri yang ia cintai telah tiada.Anaknya, Gala, kini membencinya.Dan bisnisnya?Hancur.Ponselnya bergetar di dalam sakunya, tapi ia mengabaikannya. Ia tak peduli lagi dengan semua panggilan itu.Namun, tiba-tiba suara gaduh terdengar dari luar ruangan ICU. Beberapa perawat dan dokter terlihat saling berbisik, sementara
20 TAHUN SILAM Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan yang gelap dan licin di daerah perbukitan. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi, membelah malam dengan cahaya lampunya yang menerangi kabut tebal. Di dalamnya, seorang pria berusia awal 30-an mengemudi dengan gelisah. Di sampingnya, seorang wanita muda memeluk erat seorang bayi kecil yang tertidur pulas di gendongannya. “Mas, kamu yakin tidak ada yang mengikuti kita?” Suara istrinya, Lestari, terdengar penuh kecemasan. Hastanta, pria bertubuh tegap dengan rahang tegas, menggenggam kemudi lebih erat. “Aku tidak tahu, Tari. Tapi aku merasa ada yang tidak beres.” Jantungnya berdebar. Sejak beberapa bulan terakhir, ia dan keluarganya merasa seperti diawasi. Ada banyak kejadian aneh yang membuatnya curiga, tapi ia tidak pernah menyangka bahwa malam ini, firasat buruknya akan menjadi kenyataan. Sagara, adiknya, tidak pernah benar-benar menyayangin
Di sebuah ruangan gelap, dua pria berdiri berhadapan dengan ekspresi tegang. Salah satunya adalah Arga, tangan kanan Sagara yang telah lama mengabdi. Di depannya, seorang anak buahnya baru saja kembali dengan wajah penuh ketegangan."Apa yang kamu temukan?" tanya Arga dengan nada tajam.Anak buahnya menelan ludah sebelum menjawab. "Ini bukan suruhan Tuan Sagara. Bukan juga orang-orang Nona Selena. Tapi ada seseorang yang selama ini kita kira sudah mati."Arga menyipitkan mata. "Siapa?"Anak buahnya menarik napas dalam, lalu mengucapkan satu nama yang membuat Arga merasakan hawa dingin menyelusup ke tulangnya."Tuan Hastanta."Arga terdiam sesaat. Kemudian, matanya membelalak marah. "Jangan main-main!""Gua nggak bercanda, Bang. Gue 'dah cek langsung. Gelagat dan pakaian mereka sama!"Arga menggeram, segera merogoh ponselnya dan menekan nomor Sagara. Setelah beberapa detik, panggilan tersambung."Ada apa
Kalingga membuka matanya perlahan. Kepala dan tubuhnya terasa berat, seolah-olah telah tertidur dalam waktu yang lama. Aroma lembab menyengat hidungnya, bercampur dengan bau kayu tua dan debu. Cahaya remang dari lampu kuning menggantung di langit-langit, memberikan bayangan samar di ruangan tempatnya berada.Ia mencoba bergerak, tetapi tangannya terikat di belakang kursi. Napasnya memburu saat kesadaran mulai sepenuhnya kembali.Dimana ini?Jantungnya berdetak lebih cepat. Pikiran pertama yang menyeruak dalam benaknya adalah bayinya."Aku ... ya Allah, lindungi aku dan bayiku dari orang-orangyang berbuat dhalim, ya Allah," bisiknya, suaranya parau. Air matanya menggenang, ketakutan merayapi pikirannya.Sejak awal, hatinya selalu diselimuti kecemasan bahwa ia akan terpisah dari anaknya. Sekarang, ketakutan itu terasa semakin nyata."Ya Allah, hanya Engkau yang bisa menolongku," lirihnya. Ia menggigit bibir, berusaha menenangkan di
Di sebuah vila tersembunyi di pinggiran kota, Gala baru saja selesai mengganti pakaian ketika ponselnya bergetar di atas meja. Ia meraihnya dengan cepat. Nomor anak buah yang mengikuti papanya. “Tuan Sagara telah membuat kesepakatan dengan Nyonya Selena. Dia ingin memastikan bahwa Nonq Kalingga tidak pernah melahirkan anak itu di bawah nama Anda.” Mata Gala menyipit. “Apa maksudmu?” "Dia akan menggantikan bayi Kalingga dengan bayi lain—dengan cara apa pun!" Darah Gala mendidih. Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Ia tahu ayahnya adalah pria yang kejam dan penuh perhitungan, tetapi ini ... ini sudah di luar batas. Gala tidak menunggu lebih lama. Ia mengambil kunci mobil dan bergegas keluar dari vila, langkahnya penuh amarah. Bayu yang berjaga di luar sempat menatapnya heran. “Tuan, ada apa?” “Jaga Kalingga. Aku akan mengurus sesuatu.
Sementara itu, di kamarnya, Selena memegang perutnya yang terlihat membesar. Wajahnya pucat, dan matanya dipenuhi kebencian. Namun, saat itu juga, ia merasa ada sesuatu yang aneh."Kenapa aku tidak merasakan gerakan bayi ini?" gumamnya. Matanya menyipit, penuh kecurigaan."Suster!" panggilnya lantang, membuat seorang wanita berseragam putih berlari masuk dengan tergesa-gesa."Ada apa, Bu Selena?" tanya suster itu panik."Alat apa ini? Kenapa aku merasa sangat aneh?" bentak Selena, menunjuk perutnya.Suster itu terlihat gugup. "Saya hanya menjalankan tugas untuk menjaga Anda, Bu," jawabnya, berusaha tenang."Tapi alat ini ... apa gunanya?" desak Selena.Belum sempat suster itu menjawab, suara Sagara tiba-tiba terdengar. "Kamu telah gagal, Selena," katanya dingin, melangkah masuk ke kamar rawat khusus di rumahnya untuk Selena. "Bayimu sudah tidak ada. Gala membohongimu selama ini!"Kata-kata Sagara menghantam Sele