“Asal kau tahu saja, Lily saat ini punya pengawal pribadi jangan abaikan itu.” Bree berkata seolah Carol tidak tahu dengan keadaan Lily dan rumah yang dia tempati. “Tidak mudah mengambil kesempatan untuk membunuhnya.” “Tentu saja aku tahu, bodoh. Jangan kau remehkan aku,” balas Carol. Diego memberikan minuman untuk Bree. “Kalau begitu, katakan.” “Salah seorang pelayan yang ada di apartemen gadis itu hari ini mengundurkan diri karena takut. Kau bisa memanfaatkan keadaan ini. Dengan memasukkan orang yang akan kita suruh untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Axel dan Lily. Dan kau bisa membunuh Lily perlahan.” Bree menghela napas kemudian terdiam. “Apakah cara ini akan berhasil?” wanita itu memajukan badan, tertarik dengan ide Carol. “Aku punya teman yang akan aku tugaskan untuk ini. Kau hanya perlu menyiapkan bayaran untuknya. Dia sangat piawai dalam menjalankan tugas. Mungkin pertama-tama dia tidak langsung membuat Lily mati. Dia akan mengincar janinnya dulu.” Bree m
Ami gelisah, meremat-remat ujung kemejanya. Namun kemudian, Ami sadar kalau dia tidak boleh kelihatan ragu. “Aku dapat inf ormasi dari seorang teman. Kebetulan, aku juga butuh pekerjaan ini. Untuk anak-anakku.” Axel dan Apollo langsung saling menatap. Mereka tidak curiga dengan semua jawaban Ami. Tapi, Apollo Satu memberi isyarat kepada Axel untuk menunda dulu menerima Ami sebagai karyawan di sini. “Berapa gaji yang kau harapkan?” tanya Axel. “Terserah tuan,” jawabnya lagi seolah pasrah dengan pekerjaannya. Axel mengangguk, dia lalu membaca lagi data yang tadi Ami bawa untuk melamar pekerjaan. “Bisa bicara berdua?” tanya Apollo kepada Axel. Axel menuruti Apollo, berjalan ke ruangan lain untuk bicara berdua. “Aku mau menerima dia,” kata Axel tegas kepada Apollo. “Apa kau tidak ragu? Atau khawatir. Rasanya kita perlu mencari kandidat baru,” usul Apollo secara logis. “Jujur saja, aku tidak percaya dengannya.” “Lalu, apa kau ada kandidat?” tanya Axel lagi lalu mendengkus, tidak s
Axel mengalihkan pandangannya ke pintu, mendengar ada ketukan di sana. “Masuk!” serunya.Itu Ami yang membawakan sarapan. “Tuan, ini sarapan untuk Nona Lily,” katanya sambil mendekat ke arah ranjang.“Taruh di nakas depan pintu saja,” suruhnya sambil menunjuk nakas itu dengan dagu.“Baik,” jawab Ami, matanya sedikit menelisik isi kamar Lily, meski tidak banyak yang dia ingat, tapi, sekilas, Ami paham bagaimana bentuknya.“Kamu boleh keluar,” suruh Axel lagi, sambil melihat tingkah laku juru masak itu.“Baik, Tuan,” jawab Ami.Lily mau turun dari ranjang, tapi Axel mencegahnya.“Biar aku saja yang ambil makanannya,” kata Axel sambil turun dari tepian ranjang, membuka jasnya, lalu disampirkan di pimggiran ranjang. Dia juga membuka dasi, lalu menggulung lengan kemejanya sampai siku.Lily melihat Axel bergrak lamban, mengapa Axel begitu mempesona? Apa mungkin karena Lily jarang sekali jatuh cinta?Lalu, pikirannya melayang kembali ke malam itu.Ketika Axel pertama kali menyentuhnya. Suara
“Cantik bagaimana?” mata Lily memelotot menatap si penata gaya itu.“Baik, Nona, aku akan ambilkan yang lain,” katanya dengan santun. Untung saja, Axel dan keluarganya adalah pelanggan VVIP di butik itu. Jadi, semua pelayan memperlakukan Lily dengann baik.Dari sekian banyak gaun, akhirnya Lily memilih salah satu. “Mungkin ini yang cocok,” katanya sambil mengepas di badannya.Sebenarnya, Lily agak kesal melihat bentuk badannya yang membesar, khususnya dadanya. Dan mimpi aneh setiap malam, mimpi dia disentuh oleh seorang pria.Apa ini yang disebut perubahan hormon ketika hamil?Dan Lily merasa sekarang cepat sekali marah,Gaun navy panjang jadi pilihan Lily, keihatan menyala di kulitnya yang putih.Si penata gaya itu memilihkan sepatu untuk Lily juga, “Ini tumitnya tidak terlalu timggi,” dia membantu Lily memasang di kaki Lily. “Bagaimana?”Lily berkaca di ruang ganti. “Bagus, mute-mutenya tidak norak,” katanya. Si penata gaya itu tersenyum, “Sekarang kita beritahu Tuan Axel dan Nona
“Apa kau yakin mengemudi sendiri?” tanya Axel sebelum masuk ke mobil. “Aku pengemudi yang handal. Cepat!” seru Apollo, wajahnya galak, suaranya lantang seperti auman macan. Apollo mengemudikan mobil seperti orang kesetanan, tidak peduli tikungan atau juga jalanan padat dan macet. Matanya tajam dan tepat menanggapi setiap kendaraan atau juga apa pun yang ada. “Kurangi kecepatan, kau bisa membunuh kami!” ujar Axel yang tidak berani membuka mata. Apalagi Lily—yang ada di jok belakang. Namun, Apollo tidak peduli, dia malah menginjak gas hingga mentok. “Astaga! Kurangi kecepatan!” seru Axel lagi. “Atau kau kupecat.” “Kau bisa lihat di kananmu,” kata Apollo. Axel tidak menyangka kalau ada orang yang nekat dan ingin sekali memotretnya. “Ya ampun, apa mau mereka?” Apollo tidak menjawab konsentrasi penuh hingga. Matanya makin tajam menatap jalanan. Sementara Lily dan Meredith saling berpelukan. Mereka percaya dengan Apollo Satu, kalau tindakannya ini benar. “Di belakang,” kata Apollo
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Axel, setelah selesai menelepon Kevin, dia melihat ada Ami dalam kamar Lily.Ami gelagapan, “Saya membantu menaruh barang yang tadi nona beli,” jawabnya cepat, tanpa ragu.“Ini bukan tugasmu. Seharusnya kau ada di dapur, juru masak tidak seharusnya membantu pekerjaan pelayan,” omel Axel. “Keluar sekarang!” sentaknya.Ami buru-buru membuka pintu dan keluar dari kamar Lily. Sial sekali, hampir saja, kata Ami dalam hati. Dia langsung kembali ke dapur.Axel melihat tumpukan kotak, barang yang tadi Lily beli di toko. Lily tidak tahu kalau Axel sembunyi-sembunyi membelikan Lily baju tidur satin kesukaan Axel.Lelaki itu mencari di mana baju tidur itu dibungkus?Satu per satu Axel membuka kotak yang ada di ranjang. Tampaknya, tidak ada. Apakah memang tadi lupa belum dibungkus atau bagaimana?Kotak terakhir, ini harapan Axel. Dan ... bingo! Ini dia pakaian tidur yang Axel maksud. Padahal, Lily belum memakainya, tapi Axel sudah membayangkan wanita itu ada
Terus terang, Axel seperti membeku ketika Lily tersenyum smirkApa yang dia mau? tanya Axel dalam hati. Oh, tentu saja, bodoh! Umpatnya dalam hati. Lily menyetujui hal yang dia minta kemarin.Axel pernah membaca di internet hasil survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga. Kalau wanita hamil punya hasrat lebih tinggi dari pada biasanya.Apa ini yanag dimaksud? Sampai-sampai Lily rela menggoda Axel?Dan semua godaan Lily membuat Axel tidak mampu menahan lagi semuanya. Apa pun yang dia bayangkan tentang Lily, malam ini akan menjadi kenyataan.“Apa yang kau inginkan?” tanya Axel dingin, jantungnya menderap. Menelan ludah, membuat jakunnya naik turun. Matanya liar menatap Lily, apakah memang benar akan terjadi?Dan itu kelihatan oleh Lily. “Anda.”Axel bangkit dari kursinya, dengan cepat memagut Lily, hingga membopongnya ke kamar.“Apa ini akan bahaya?” tanya Axel setelah dia ada di ranjang bersama Lily, busana yang mereka kenakan sudah terlepas sepunuhnya.“Tidak ada masalah. Tapi kalau k
“B—Baik, Pak. Saya akan tanyakan langsung.” Namun, Kevin menahan jarinya untuk menghubungi Meredith. “Harusnya aku laporkan dulu ke Pak Axel,” gumamnya. Black mendelik ke arah Kevin, “Cepat tanyakan! Jadi aku tahu apa yang harus aku lakukan.” Kevin menuruti perkataan Black. Langsung menekan nomor Meredith. “Hallo, Bu Meredith, aku mau tanya, kemarin Anda bilang sudah menyuruh orang untuk menghentikan paparazzi, apakah orang itu William Han?” tanyanya langsung. Beberapa saat, Kevin menunggu, dia menatap Black yang ada di seberangnya. “Ya, itu dia,” jawab Meredith pada akhirnya. “Baik, terima kasih,” Kevin memutus sambungan telepon. Lalu kemnali menatap Black. “Benar, itu William Han.” Black bergegas, menelepon seseorang untuk membantunya. “Tampaknya kita tidak akan bisa menghentikan William Han. Apa yang kau bawa saat ini, tidak akan pernah cukup. Kecuali, orang yang menyuruh Han berhenti membayarnya,” ucap Black lagi. Kevin paham dengan situasi ini, dia harus bisa memberikan i