“Ya, Tuan Axel meminta dibuatkan sup untuk Lily setelah mereka mabuk bersama,” para pelayan berkata saling bebisik tapi telinga Bree bisa mendengar dengan jelas. Bree kaget, dadanya berdetak tak menentu. “Apa?” desisnya. Axel, suami yang selama ini dia cintai, ternyata ... ternyata ... Napas Bree terengah-engah pikirannya kacau seketika. Sebagai istri yang mendampingi Axel selama lima tahun, Bree tahu sekali perangai Axel. Dan selama ini ada sisi buruk dari Axel yang tidak pernah Bree tahu. Dasar lelaki hidung belang, di mana pun sama saja! pekik Bree dalam hati. Tangannya mengepal di samping badan, Dari tempat Bree berdiri, terlihat Axel yang saling tertawa bersama Margot. Sialan! Umpat Bree. Bree tidak ingin mendengar lagi semua perkataan para pelayan itu. Yang jelas dia tahu sekarang kalau suaminya juga lelaki brengsek.Dan satu hal yang jelas, Bree tidak bisa marah kepada Axel. Jadi yang dia lakukan adalah langsung kembali ke kamar, tanpa pamit. Dia hanya bilang kesalah satu
Menyebalkan!Bree mengertakkan gigi-giginya, meremat serbet yang ada di pangkuan. Apakah Axel harus selalu mendesaknya? “Ya, hanya saja aku takut nanti akan merepotkan keluargamu kalau ibuku datang.” “Maksud mamaku, mungkin mamamu nanti bisa tinggal bersama kita selama Lily mengandung.” Lily lagi, Lily lagi, gerutu Bree dalam hati. Apalah tidak ada bahan obrolan lain selain Lily? Lagian, Lily rela mengandung karena dibayar, coba saja, hamil secara suka rela, mana ada wanita yang mau? omelan Bree berlanjut. “Bukannya Lily akan tinggal di apartemen yang sama dengan kita?” “Ya, benar. Aku hanya takut kau nanti kesepian kalau aku ...” Axel tidak mau menyakiti perasaan Bree. “Kau tahu, kan?” “Axel, Axel ... kau kan sudah dewasa, harusnya kau bisa membagi waktumu dengan wanita itu.” Ah ... Bree tidak sanggup mendengar atau mengucap namanya. “Aku tidak perlu siapa pun untuk menemaniku di apartemen. Aku baik-baik saja.” Bree berkata dengan tenang. “Kau yakin?” Bree makin kesal. Dia
Lily tidak mampu menjawab pertanyaan Kate yang penuh selidik. Dia langsung berlari ke kamar mandi. Tidak sempat menjawab pertanyaan Kate. Kate khawatir, dia mengikuti Lily di belakang. Sampai Lily di kamar mandi, Kate menepuk-nepuk punggung sahabatnya, sementara Lily terus mengeluarkan isi perutnya. Setelah itu, Lily lemas, Kate memapahnya agar bisa ke kamar untuk istirahat. “Minum dulu,” Kate menyodorkan segelas air dingin. Air dingin ternyata menyegarkan untuk Lily, namun tubuhnya seperti kehabisan tenaga.“Apa kau baik-baik saja? Mau aku ambilkan obat lambung?”Lily mengangguk. Lily menyembunyikan proses IVF ini dari Kate. Proses memasukkan bayi ke dalam rahim Lily sudah dilakukan, tapi, Lily belum memeriksa apakah ini tanda kehamilan atau bukan.Obat lambung? Apakah boleh? Saat ini mual dan rasa pahit masih terasa di lidah Lily. Harus bertanya kepada siapa? Kate tergopoh-gopoh kembali ke kamar. Panik dan khawatir bercampur jadi satu. “Ini, minumlah. Apa perlu kita ke dokter?
Axel seolah melihat ketakutan Lily, tentu saja ada kontrak kerjasama yang harus ditaati. Lelaki itu menarik napas.“Dokter bisa merahasiakan ini?” tanya Axel. “Bukankah, apa yang terjadi pada pasien adalah rahasia dokter?”Dokter itu tersenyum, melepas kacamatanya. “Tapi, kejadian ini harus saya laporkan juga ke Ibu Meredith,” katanya.Axel mendengkus, lalu menatap Lily. Ada rasa kasihan dalam hatinya, bisa-bisa mamanya menuntut Lily. “Kita berharap Bu Meredith akan mengerti.” Dokter itu melirik ke arah perawat yang ada di sampingnya sambil membawa dokumen. Perawat itu seolah mengerti kalau si dokter meminta dipanggilkan Meredith.Lily bertambah takut, bagaimana kalau dia sampai dituntut?Meredith masuk ke ruangan itu. Dokter yang ada mempersilakan duduk di sofa yang ada di ruangannya.“Silakan,” dokter itu bersuara sekali lagi. Melihat ke arah Meredith.Dan Meredith seperti sudah tahu ada masalah. “Ada apa?”“Kita tidak bisa melanjutkan prosedur IVF,” kata dokter itu. “Saya takut i
“Lalu, apa yang kau lakukan?” mata Kate memelotot.Lily terdesak, dia memundurkan badan. Napasnya memburu.“Kate, bisa kau tenang sedikit,” cicit Lily tangannya di perut, seperti melindungi anak yang ada dalam kandungannya.“Bagaimana aku bisa tenang?”“Oke, stop!” punggung Lily membentur tembok, tangannya mengangkat aba-aba berhenti.Mata Kate makin membesar, “Harusnya aku yang oegang kuasa di sini.”Lily menarik napas, “Aku mempunyai situasi dengan Nona Meredith. Dia mau mengangkat aku jadi pelayan tetap di sini.”“Apa?” Kate bertolak pinggang, wajahnya masih terlihat marah.Lily mengutuk dalam hati, hanya itu yang bisa dia katakan. Tolonglah, Kate ... pintanya dalam hati.“Berarti Nona Meredith, memberikan kau penawaran yang lain?” tanya Kate sekadar mengkonfirmasi.“Mungkin,” jawab Lily, “Aku tidak tahu, semuanya tergantung Mrs. Margot, kan?”Kate menyilangkan tangan di depan dada. Mengangguk-angguk, menerima semua perkataan Lily, dia menatap sahabatnya itu. “Oke.”Lily menghela n
“Kalian sudah dengar, isu itu ternyata benar, kan? Lily menggoda Tuan Axel untuk tidur dengannya.” “Mana sangka, Lily adalah gadis murahan,” ujar salah satu pelayan yang baru mendengar kabar ini. “Kabarnya Nyonya Margot marah besar karena hal ini.” “Tapi, aku pikir ini mustahil,” ada saja yang membela Lily dan Kate. “Aku selalu bertugas bersama Lily. Dan dia baik-baik saja, Nyonya Margot begitu menyayangi Lily.” “Itu kan yang sebagian kelihatan saja,” ujar Maria sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya. “Yang lain mungkin kau tidak lihat. Atau memang Lily yang menutupinya.” Tidak ada yang berani menanggapi omongan Maria. Konon, Maria adalah pembawa berita terakurat. “Bukan karena isu itu, kan, dia dipindah tugaskan?” bisik seorang pelayan yang sudah mendengar duluan dari Maria mengenai kepindahan Lily. “Mungkin saja, biar bagaimana pun karena kelakuannya kita juga bisa dicap jelek oleh Nyonya Margot,” sahut yang lainnya. “Rumor ini jangan sampai bu kepala pelayan tahu. Apala
“Apa aku salah mendengar?” tanya Lily, jantungnya berdetak tak karuan. “Apakah Nyonya Bree tidak masalah dengan itu?”Meredith tersenyum melihat keluguan Lily. “Bree tidak bisa menolak, selama dia masih ingin jadi menantu dari Nyonya Margot.”Jawaban itu membuat Lily ingin tersedak ludahnya sendiri. Nyonya Margot, yang Lily tahu dia sangat baik hati. “Lalu ... bagaimana kalau Nyonya Bree ternyata tidak setuju?”“Dia harus setuju. Tidak peduli apa pun yang nyonya rencanakan. Sebisa mungkin Axel akan ada di apartemenmu setiap hari.”“Be—benarkah?” Mendengar soal Axel, membuat jantung Lily makin berdetak dengan keras. Di saat yang bersamaan, perut Lily juga berdetak. Membuat Lily menaruh tangan di perutnya.“Saat ini Nyonya Margot akan ada di apartemen untuk beberapa hari. Sudah ada pelayan yang akan menemani kau juga di sana. Jangan khawatir Nyonya Bree tidak akan berani mendekatimu.”Rasa khawatir Lily berkurang meski sedikit. Biar bagaimanapun sekarang ada anak yang harus Lily lindun
“Dan pelatihan dimulai sekarang!” seru Nyonya Margot ketika sudah ada di meja makan. Ada pelayan yang mengantar makanan. Sementara Meredith, sibuk menjelaskan urutan makanan yang harus Lily tahu. Setiap hidangan punya filosofi dan juga peralatan makan sendiri. Dan jenis anggur yang berbeda-beda rasanya. Kalau soal minuman itu, Lily tidak berani meminum terlalu banyak. “Aku tahu kau cukup cerdas, Lily,” ujar Margot melihat Lily sudah bisa menghapal semua yang diajarkan Meredith. “Anggur ini terasa aneh rasanya,” perkataan Lily membuat Margot tersenyum. Margot ingat masa mudanya dulu, dia juga tidak menyukai anggur. “Aku juga tidak menyukainya. Sekadar kau tahu saja, Lily. Jenisnya dan rasanya.” Lama kelamaan Lily bisa bersikap seperti para bangsawan yang seringkali dia lihat di televisi. Semua anggota tubuhnya seolah bersatu padu, memakan semua hidangan dengan tenang dan juga sopan. “Bagus, kau menyesuaikan diri dengan baik dan cepat,” puji Meredith. Sebenarnya yang diajarkan