Season II“Sekali-kali kau perlu kuberi pelajaran. Supaya kau tahu bagaimana rasanya jadi perempuan!” “Aw!” Axel memegang kepalanya yang sudah dipukul Margot. “Sakit, Ma.” “Rasakan!” maki Nyonya Margot, lantas berdiri dari kursinya dan berlalu. Kebiasaan baru Nyonya Margot yang dia sangat senangi adalah menemani Lily. Siang ini, Margot menemani Lily yang sedang menyusui Aiden. Tidak jarang Lily kerepotan sendiri ketika anaknya nangis bersamaan. Dan itu menjadi tugas Margot, atau Axel kalau malam, bergantian. Meski sudah ada orang yang membantunya. “Apa sudak selesai?” tanya Margot ketika Lily tersenyum dan menaruh Aiden dalam boks. “Sudah, Charlotte baru saja aku ganti popoknya,” jawab Lily. “Apa kau sudah makan?” tanya Margot sedikit khawatir. “Seingatku wanita yang menyusui nafsu makannya bertambah.” “Ya, memang, aku haus terus dan selalu kelaparan. Apa tidak keberatan kalau aku makan dulu. dan ibu menjaganya?” “Tidak. Aku akan panggil pengasuhnya dan menyuruh pelayan meny
Season II“Apa yang sebenarnya dia pikirkan!? Kenapa satu bulan ini dia berubah? Tadinya kita baik-baik saja. Bahkan dia sudah melamarku,” Lily lalu menghempaskan badan di tepian ranjang . Memandangi jarinya yang dihiasi cincin. “Apa aku punya salah?”Kate masih mendengarkan omelan Lily—yang menenangkan Lily mengusap-usap punggungnya dengan pelan. “Apa kau sudah merasa lega sekarang?” tanya Kate dengan hati-hati. Napas Lily masih memburu. Namun, setelah mengoceh banyak, kelihatannya dia sudah lega. Kemudian Lily mengangguk, menarik napas. “Maaf, aku terlalu terbawa emosi.” “Tidak ada masaalah, Li. Bukannya kita terbiasa saling berbagi?” Lily mengangguk, apa yang dikatakan Kate benar.Kate melihat Lily yang masih marah, jadi dia merangkul pundak sahabatnya itu. “Sabar, Lily, mungkin Axel saat ini sedang mencari mencari jalan untuk bisa dengan cepat menikahimu. Kalau dia tidak ada niat untuk menikahimu, untuk apa dia melamarmu, iya, kan?” Lily mengangguk-angguk, “Lalu, kapan dia a
Season IIKursus Lily sudah dua minggu berjalan. Satu minggu dua kali, Lily jarus meninggalkan rumah dan anak-anaknya. Diam-diam, Axel menyuruh orang untuk memastikan kalau Lily berangkat dan pulang dengan aman. Karena Lily tidak mau diantar jemput dengan mobil memakai sopir. Alasannya adalah, dia bukan siapa-siapa, bukan pula istri dari Axel.Jadi Lily berpikir dia tidak berhak untuk menggunakan fasilitas yang ada di rumah Nyonya Margot.“Dia kan hanya meninggalkan rumah empat sampai lima jam, kenapa kau begitu khawatir? setiap kali yang kau ungkit soal anak dan bagaimana cara mengurus mereka saja. Apa kau pernah ememedulikan bagaimana perasaan Lily?” omel Nyonya Margot, ketika Axel menelepon untuk melaporkan bagaimana keadaan Lily. “Aku—”“Itu sama saja kau menekannya, dan membuat dia makin stress, tau? Dia itu ibu anak-anakmu, bukan pelayan,” omelan Nyonya Margot berlanjut. “Sudah, jangan bikin aku makin kesal dengan tingkahmu!”Sambungan telepon itu pun terputus. Axel menatap
Season II“Tidak bisa, kau harus ikut aku. Harus! Kalau kau tidak mengkuti aku sekarang, kau akan menyesal!” “Apa?” Lily bertanya lirih. Menyesal? Wanita itu lalu diam. Dia menyesal sejak awal menerima tawaran Axel. Apalagi, menjadi ibu pengganti, itu adalah ide yang konyol!Napas Axel memburu, dia menepikan mobilnya. Lily kebingungan, mau ke mana sebenarnya Axel. Apa dia turun saja di sini? Lily membatin sendirian. Namun, Axel mengantisipasi kalau-kalau Lily kabur, dia mengunci pintu mobil dari pusatnya. “Maaf, Li,” buka Axel dalam berkata-kata. “Aku tahu aku banyak bersalah dan menekan untuk mengurus si kembar. Aku tidak bermaksud untuk ... itu. Hari ini aku akan menebus semua kesalahan-kesalahanku.” Lily tidak mengerti apa yang dikatakan Axel. Namun, dari ucapannya, Axel terdengar sungguh-sungguh mau meminta maaf. “Baik kalau begitu,” jawab Lily. “Terima kasih,” ucap Axel, lalu melanjutkan perjalanan ke suatu tempat—yang menjadi tempat bertemu. Tempat bertemu Axel dan para
Season II“Memangnya kau akan membuatkan janji di butik mana?” tanya Axel, kepada Meredith. “Susan Veona,” jawab Meredith lalu menatap lurus Axel. “Kau tahu membuat janji dengannya sangat sulit.” “Kalau begitu, kau bisa cari saja yang bisa kita buat janji dan bisa membuat gaun Lily dengan cepat,” kata Axel. “Aku tidak mau kalau nanti pesanan gaun itu jadi masalah untukku dan Lily.” “Yup, karena kau juga harus memesan jas,” kata Meredith lagi. “Um, aku akan memesan di disainer papa yang biasa buatkan jas untukku,” kata Axel lagi. Mata Meredith memelotot, karena itu adalah hal yang biasa, kan? Karena Meredith memelotot, maka, Lily pun melihat ke arah Axel dengan mata yang membesar. “Aku pikir kau akan menganggap pernikahan ini istimewa. Jadi, kau akan memesan jas yang akan kau pakai di disainer khusus merancang baju pernikahan.” Axel menghela napas, sementara di ruangan tamu rumahnya masih ramai. Nyonya Margot berbicara soal dekorasi aula dan juga altar. “Waktu menikah dengan Br
Season II“Memesan tempat di butik ini tidak mudah. Jadi, aku memakai nama Nyonya Margot McAlister, semua orang mengenalnya dan ... si disainer menyediakan waktunya untuk kalian.” Meredith tersenyum dengan lebarnya. Sekali lagi, pekerjaannya berjalan tanpa hambatan. “Seriuously?” tanya Lily dengan mata yang berbinar, dia mendekat ke arah Meredith. “Ya. Kapan aku pernah bercanda dengan kamu,” jawab Meredith. Lily memekik, tidak menyangka dia akan memakai gaun putih paling indah seperti putri di negeri dongeng. “Apa aku bisa memilih sendiri?” “Tentu saja,” jawab Axel tak acuh, dia sedang duduk juga di ruangan bayi. Tapi, begitu Meredith dan Lily mengobrol, dia seperti tidak terlihat. Meredith dan Lily menoleh ke belakang, ada Axel yang sedang memangku Charlotte yang tertidur. “Kalau kalian terus memekik begitu, dia akan bangun,” Axel berkata dengan judes. “Oke, kita bisa keluar,” sahut Meredith, lalu menggandeng Lily. “Ada yang ingin aku jelaskan dulu, sebelum besok kau ke sana.
Season II“Ah, aku lupa. Apa kalian sempat kenalan? Atau kau hanya melihatnya dari jauh? Seperti yang kau ceritakan, kalau kau adalah ‘orang bayaran.’” Darren memberikan tanda petik di udara dengan satu tangannya. Lidah Steven kelu. Mulutnya terbuka, tetapi tidak bisa bicara. “Um, aku akan coba bicara dengannya, aku mengenalnya, tidak sengaja,” papar Steven. “Ah, apa kau menyukainya?” tanya Darren penasaran dengan apa yang dirasakan Steven tentang adiknya. Steven tersipu, sambil menggaruk pelipisnya. “Aku sudah menebaknya, kalau kau akan menyukai adikku.” “Ya, aku menyukai dia karena baik. Dan juga perhatian,” tawa Steven lagi-lagi berderai. Darren mengerang, “Ah, ternyata kau menyukainya karena itu,” rutuknya kesal. “Aku sudah punya tunangan,” jawab Steven.Dan itu membuat Darren menghela napas. Dalam hatinya meratapi nasib dirinya sendiri—yang beberapa tahun jadi tahanan oleh kelompok garis keras. Disiksa, kelaparan, kesakitan, makan makanan binatang, membuat Darren trauma.
Season IILily melihat keadaan sekitarnya, memastikan kalau keadaan di ruangan itu aman. Tidak ada yang mendengar. “Jadi?” “Aku membawa Darren ke rumah sakit. Dia dirawat karena banyak bagian tubuhnya yang terluka.” Steven menghela napas. “Dia terus menanyakanmu. Aku diminta mengajakmu ke rumah sakit.” Lily mengangguk sekali lagi, paham sekali kalau kakakknya ingin bertemu. Wanita itu lantas menarik napas. “Kita ke rumah sakit sekarang saja,” Lily berkata cepat. Steven memelotot, “Apa kau yakin?” “Kita lakukan dengan cepat, sebelum yang lainnya tahu.” Steven tidak ada pilihan lagi, dia menggandeng tangan Lily agar bisa bergerak cepat. Ke pelataran parkir, lalu masuk mobil. ***Perasaan Lily tidak karuan, campur aduk. “Bagaimana dia sekarang?” tanya Lily pada Steven saat mereka menelusuri koridor rumah sakit. Tangannya gemetar. Steven melihat dan merasakan kalau Lily gelisah sejak di jalan tadi. “Biasa,” jawaban Steven terlalu sederhana. “Biasa bagaimana maksudmu?” sentak Li