Home / Pernikahan / Rahim Kedua CEO / 16. Bukan Untukku

Share

16. Bukan Untukku

Author: Namericanou
last update Last Updated: 2023-06-18 23:52:26

Tak banyak perbedaan yang Anne sadari ketika menapaki jejak di rumah. Salah satunya yang mudah terlihat adalah bunga segar yang diletakkan di meja dan beberapa sudut ruang. Aroma masuk dengan baik ke hidungnya. Membuat perasaan menghangat setelah dibuat gondok.

“Selamat datang, Bu,” sapa Rina, si asisten muda yang kerap mengurusi keperluannya.

“Rumah baik-baik aja, ‘kan?”

“Baik, Bu, semua aman.”

“Terus ini?” tunjuk Anne pada hiasan bunga yang tersebar. “Bapak yang sengaja buat ide begini buat penyambutan kepulangan saya?”

Mengerjap bingung, Rina pun menggeleng pelan. “Anu … ini buat Non Mara yang katanya ngidam harum bunga.”

Kepala Anne kontan meneleng. Ditambah kedua alisnya yang bertaut dan membentuk kerutan jelas di kening. Perlahan matanya pun bergerak menyipit, berusaha mencerna ucapan Rina.

“Ngidam, kamu bilang?”

“Iya, Bu.”

Menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan, Anne memejamkan mata sejenak. Kalau Mara sudah berada di tahap ngidam, bukankah sudah jelas kalau gad
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Rahim Kedua CEO   17. Demi Anak

    Perkara nasi putih di meja makan pun mampu membuat mood Anne kembali berantakan. Beruntung Rina cepat-cepat mempersiapkan nasi merah kesukaan sang majikan. Piring dengan satu centong nasi itu sudah disodorkan dihadapan Anne.Wanita itu mengambil lauk seadanya dan menyantap dalam diam. Sementara Mara memilih duduk dengan tampang was-was. Rina turut melarikan diri dengan memanggil Pramam untuk ikut serta.Pria itu betulan datang tak lama kemudian. Menangkap dua wanita yang duduk berseberangan dengan suasana mencekam. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya jika Anne dan Mara akan hidup satu rumah begini. Terlebih keduanya tampak normal dan tentunya akrab.“Makannya kok cemberut begitu, Sayang?” celetuk Pramam seraya memberi kecupan di kepala Anne.Si wanita menengadah, menangkap paras tampan suaminya. Lantas ia tersenyum geli dan meraih lengan Pramam untuk duduk di sampingnya. Tak lupa jemarinya menyangkut di milik Pramam seperti enggan berpisah, meski ada Mara dan Rina di sana.“Ada dada ay

    Last Updated : 2023-06-24
  • Rahim Kedua CEO   18. Mustahil Berkhianat

    Entah hanya perasaannya saja, Anne menangkap reaksi Mara menjadi diam. Seakan sedang memikirkan sesuatu hal. Namun, tak berselang lama, gadis yang tengah mengandung itu memasang ekspresi seperti biasa.“Benar, Mbak, itu nggak salah.”Anne mengulum senyum puas. Hingga kemudian, ia teringat soal mertuanya yang rewel meminta bertemu Mara. Ya, wanita itu memang terkenal cerewet kalau dihadapkan dengan keturunan Pramam. Ina Basuki harus memastikan dari berbagai segi untuk mendapatakan cucu sempurna.“Beberapa hari lalu, ibu mertuaku sempat tanya-tanya soal kamu dan pengen ketemu.” Anne bertanya, “Apa semuanya berjalan lancar, Mar?”“Ya … lumayan, Mbak.” Mara menahan ringis. “Seorang nenek pasti ingin mendapatkan cucu yang sehat dan dilahirkan sempurna tanpa kurang sedikitpun.”“Well, dari dulu setiap aku hamil, Ibu selalu cerewet dan mengharuskan aku minum jamu inilah, itulah,” terang Anne cukup menggebu-gebu. “Semoga aja kamu nggak mengalami itu, Mar.”Tak segera menjawab, Mara malah meng

    Last Updated : 2023-06-24
  • Rahim Kedua CEO   19. Interogasi

    Anne sudah terjaga, bahkan sebelum matahari menampakkan diri. Di meja makan tersedia makanan kesukaan Pramam. Mangkuk kecil berisi sambel tomat pun menjadi primadona di sana.Semenjak keguguran, Anne kembali dibebaskan mengurus dapur dan rumah sesuka hati. Termasuk mengurus suami dengan baik, seperti hari biasa. Ia tak ingin melewatkan masakan teruntuk suaminya, walaupun ada asisten yang bisa melakukannya.“Wanginya sampai ke kamar, aku jadi lapar,” celetuk Pramam sewaktu menimbrung Anne yang masih berkutat dengan peralatan dapur.Anne menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. “Mandi dulu, ah. Lagian ini masih jam enam.”“Mandiin dong, Sayang.” Pramam menaik turunkan kedua alis, tampak melancarkan aksinya menggoda sang istri.“Mas, jangan mulai deh. Kamu kudu ke kantor hari ini. Ingat, kemarin udah ambil cuti banyak banget.”“Sekali aja kok, Ann. Masa kamu nolak permintaan suamimu ini?” Pramam menyandarkan tubuh ke sisi bak cucian piring seraya memandangi Anne lekat.Anne

    Last Updated : 2023-06-25
  • Rahim Kedua CEO   20. Kemungkinan Buruk

    Satu hal yang jelas Anne ingat adalah tanggapan Mara soal kedatangan ibu mertuanya. Sejauh ini, Anne tak menduga kemungkinan buruk soal Ibu saat memperlakukan Mara di pertemuan pertama. Mengingat Mara yang terang-terangan menunjukkan bingkisan dari Ibu, berisikan beragam jamu khusus ibu hamil. Bukankah itu bukti nyata kalau Ibu memang setuju dan tak mempermasalahkan Mara?Dari tempat duduknya, Ina Basuki mengangguk-angguk. “Setelah kamu kasih tahu di mana dia tinggal, keesokannya Ibu langsung ke rumah,” jelasnya ringkas. “Ibu nggak yakin kalau orang yang kamu sewa rahimnya itu kepala klinik. Yang benar aja?”Sebelumnya Ibu sempat memarahinya melalui pesan dan membahas tentang Mara, tapi ia tidak berpikir kalau ibu mertuanya benar-benar langsung datang ke rumah.Menelan ludah, Anne mencoba tenang sebelum membalas. Ia menjelaskan tentang latar belakang Mara cukup detail agar Ibu tidak menanyakan hal yang sama berulang kali. Namun, upaya Anne nyatanya gagal, karena wanita itu terus saja

    Last Updated : 2023-06-25
  • Rahim Kedua CEO   21. Bukan Wanita Lemah

    “Kamu itu ngeyel banget, udah dibilang jangan kerjain apa pun, tapi masih aja,” ujar Pramam tak habis pikir. “Tinggal banyak istirahat di kamar, apa susahnya?”Mengerjap dua kali, Mara melepas sarung tangan khusus mencuci piring. Kemudian memutar tubuh dan melangkah kembali ke kamar. Tidak berniat membalas perkataan Pramam yang jelas menunjukkan sikap protektifnya.Maklum saja, di sana hanya ada mereka berdua. Anne juga sudah pergi keluar, kebetulan Pramam belum menunjukkan rencananya berangkat ke kantor. Apalagi Rina yang memutuskan membantu asisten lain di lantai dua.Baru beberapa langkah Mara menjejaki lantai, tangannya sudah disergap Pramam. Tubuhnya nyaris terhuyung kalau saja pria itu tak menahannya dengan sigap.“Cepet-cepet banget, sih, mau ke mana, Ra?” Pramam mendekatkan wajah ke bagian leher belakang Mara, ingin menjelajahi sekaligus membuat tanda seperti yang biasa ia lakukan pada Anne.Mara mendorong jauh dada Pramam dan sekarang mereka cukup berjarak. “Ke kamar, emang

    Last Updated : 2023-06-28
  • Rahim Kedua CEO   22. Ironis

    Perkataan Ibu terus terngiang di kepala, memenuhi pikiran Anne. Membuat wanita itu tidak begitu peduli dengan sekitarnya sekarang. Bahkan ketika perawat tiba-tiba memanggil namanya juga Mara.“Mbak?” panggil Mara sambil menyentuh lengan Anne. “Mbak Ann?”“Oh, iya!” seru Anne kaget karena lamunannya diakhiri mendadak. “Kenapa, Mar?”“Kita udah dipanggil suster buat masuk ke ruangan.”Anne berpaling, mengikuti arah tunjuk Mara mengarah pada perawat yang berdiri di ambang pintu tengah menunggunya bereaksi. “Oh, cepat banget perasaan,” komentarnya heran.“Mbak ngelamunin apa?” Mara bertanya sambil memerhatikan raut wajah Anne yang menggambarkan kalau wanita itu tengah memikirkan banyak hal. “Apa ada hal yang mengganggu pikiran Mbak?”Anne menggeleng. Tak berkenan terbuka dengan isi kepalanya sekarang. Lantaran semua penuh dengan kecurigaannya pada Mara karena omongan ibu mertuanya pagi tadi.Keduanya pun memasuki ruangan di mana Dokter Mega sudah duduk bersama berkas penting di tangan. Me

    Last Updated : 2023-06-29
  • Rahim Kedua CEO   23. Yakin akan Menyesal

    “Mara Cikal, right?”Tuturan Varen kontan membuat Anne berjengkit di tempat. Padahal ia hendak mengenalkan Mara pada Varen, tapi ternyata ada hal yang baru diketahuinya sekarang. Varen mengenal Mara, rupanya.“Kalian udah saling kenal?” tanya Anne, kemudian bangkit dan mendekati Mara yang baru keluar dari ruang pemeriksaan. “Ren?” Anne menatap Varen dan Mara bergantian.“Ya, siapa sih yang nggak tahu Mara?” Kepala Varen meneleng, tatapnya tertuju lurus pada Mara yang menunduk terus. “Tapi aku nggak sangka kalau teman yang kamu maksud itu adalah Mara Cikal.”Anne merangkul pundak Mara seketika. Menatap gadis itu sekilas dan beralih pada Varen. “Iya, dia teman yang udah aku anggap sebagai adik sendiri.”“Oh ya?” Varen membelalak. “Omong-omong, kamu lagi hamil?” tanyanya pada Mara.Alih-alih yang ditanya menjawab, Anne justru angkat suara. “Iya, doakan bayinya sehat, Ren,” terangnya yang jelas tak ingin menerangkan perihal program yang menyeret Mara.“Siapa yang hamilin? Apa pacar CEO—“

    Last Updated : 2023-07-01
  • Rahim Kedua CEO   24. Pertanyaan

    Malam menjelang, alat dapur sudah saling bersahutan. Diikuti aroma sedap yang menguar dan menusuk hidung. Biasanya Anne melihat Mara yang bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perut, tapi kali ini gadis itu justru tetap bertahan dan sesekali membantunya di dapur.Lelehan gula aren yang menyatu dengan minyak panas bercampur bumbu rempah itu sungguh menarik selera. Siapa pun yang melihat dan menciumnya, air liur di mulut menjadi penuh. Dapat Anne saksikan bagaimana Mara mati-matian menahan diri untuk tidak mencomot barang sedikit.“Sebentar lagi matang, Mar,” kata Anne yang sedari tadi menyadari ada seseorang menanti makanan terhidang di meja. “Kamu tunggu aja di meja makan, aku siapkan, ya.”Mara berjengkit, merasa tidak enak kalau-kalau si nyonya rumah meladeninya. Bahkan tatapan Rina di sana cukup mengganggunya jika terus bertopang dagu seperti ini.Lantas ia menggeleng pelan. “Nggak usah, Mbak, aku mau ikut bantu-bantu juga.”“Hei, kalau kamu nggak enak badan, apalagi nah

    Last Updated : 2023-07-02

Latest chapter

  • Rahim Kedua CEO   111. You Are (END)

    “Mas, dari tadi kamu diam aja.” Mara menyeletuk pelan sembari menyorongkan piring berisi ikan asin yang baru diambil dari penggorengan. Asapnya mengepul dan memberikan aroma semerbak.“Gimana soal kantor?” tambahnya yang urung dibalas Pramam.Pramam akhirnya menoleh dan menanggapi, “Lancar, banyak proyek yang berhasil dan beberapa yang menang tender.”“Baguslah, klinikku juga mulai banyak pelanggannya.” Mara memaparkan dengan tenang, meski lidahnya kelu. Nyatanya mental yang sempat rusak itu belum sepenuhnya sembuh.Pramam mengangguk sembari meraih piring dan siap menyantapnya. Namun sebelum itu, ia kembali menatap Mara cukup lama.“Ra, ayo kita menikah.”Itu bukan ajakan, melainkan keharusan. Ia tak bisa membiarkan Mara hidup bersamanya tanpa ikatan apa pun. Ditambah ini semua atas permintaan Anne. Wanita itu tampaknya ingin sekali mereka melupakan Bagaskara.“Mas—“Pramam meraih tangan Mara dan menggenggamnya. Membuat bibir wanita itu bungkam seketika.“Kita nggak bisa begini terus.

  • Rahim Kedua CEO   110. Dua Kata

    “Mungkin semua anggota direksi, sudah mengetahui putra saya yang satu ini. Ares Basuki namanya, adik Pramam.” Dharma langsung memperkenalkan putra yang telah lama disembunyikannya begitu rapat dimulai. Tanpa basa-basi sekali.Pramam yang duduk di bangkunya kini mulai memanas. Melihat tampang Ares yang begitu percaya diri. Sementara di sebelahnya, Varen hanya bersikap santai. Tak terkejut sama sekali oleh pengumuman yang diberikan Dharma.“Jika rekan-rekan sekalian sudah tak bisa memercayakan perusahaan kita ini pada CEO sebelumnya, Ares bisa menggantikan. Kemampuannya juga mumpuni,” lanjut Dharma yang jelas mengesampingkan skill putra pertamanya yang jauh memiliki banyak pengalaman daripada Ares.Hingga kemudian, tangan Varen terangkat. Membuat Pramam terkejut dan beberapa anggota direksi yang lain.“Maaf menyanggah ucapan Anda, Pak Dharma. Tapi saya keberatan. Bagaimana bisa kami percaya pada Ares jika pengalamannya saja belum banyak?”Dharma mengerutkan kening. Mendadak bibirnya men

  • Rahim Kedua CEO   109. Bagaimana Mungkin?

    Anne tidak bisa mencegah kepergian Varen yang harus kembali ke Indonesia petang ini. Mengingat banyaknya pekerjaan si pria yang memiliki tanggungjawab besar menjadi direktur utama rumah sakit. Belum lagi bisnis Varen yang beragam.Pria itu kini sedang menilik arloji yang melingkar baik di pergelangan tangan. Kemudian menatap paspor sebelum beralih ke ponselnya yang mendadak berdering, menandakan sebuah notifikasi datang. Kemungkinan dari klien atau orangtuanya.“Kamu hati-hati di jalan. Salam buat tante sama om di rumah, ya.” Dan akhirnya ucapan itu meluncur juga dari mulutnya saat perasaannya yang campur aduk mulai mereda.Tangan Varen terangkat. Mendarat di kepala Anne dan membelainya pelan. “Siap laksanakan,” katanya yang kemudian beralih pada Rina. “Tolong dijaga ibunya ya, Rin. Sama titip buat Bagaskara.”“Baik, Pak.” Kepala Rina bergerak naik-turun. “Ini Bapak sama Ibu udah kayak pasangan suami-istri beneran, tapi sayang harus LDR-an,” tuturnya blak-blakan.Anne kontan memberika

  • Rahim Kedua CEO   108. Tabur Tuai

    Beberapa orang sudah mulai meninggalkan bangkunya. Namun dari pihak keluarga Pramam dan Anne masih betah di sana. Keduanya saling pandang satu sama lain, terlihat nyala api yang masih begitu membara dari mata Jayan Gumelar dan istrinya.Meski persidangan sudah usai dan putri mereka yang menang, tetap saja perasaan amarah masih bercokol di dada. Rasanya hasil ini belum sepenuhnya layak diterima. Padahal semua harta Pramam sudah diserahkan sebagian besar untuk Anne.“Pa ….” Pramam memanggil begitu mendekati ayah mertua. Tepatnya mantan ayah mertua yang tampak jelas memendam kekesalan terhadapnya. “Saya minta maaf sekali lagi atas semua ini. Semoga—““Lebih baik tutup mulutmu itu!” bentak Jayan Gumelar yang muak. “Sekalipun Anne yang menang dari kasus ini, jangan harap hidupmu bisa bahagia dengan wanita simpananmu itu, Pram.”Pramam tertegun. Ia menelan ludah kepayahan sebelum akhirnya mengangguk. “Apa yang diucapkan Papa memang benar, setelah ini saya akan berusaha lebih keras untuk men

  • Rahim Kedua CEO   107. Roda Berputar

    Tepat sebulan sudah ia menetap di Saitama, Jepang. Tak seperti di negeri sendiri, Anne harus belajar mandiri. Pergi membeli keperluan hingga mengurus Bagaskara. Semula, ia diantar Arian dan ditemani sampai lima hari."Apa pun itu, kabari aku ya, Mbak. Mama dan Papa juga memaksa minta ditelepon Mbak setiap waktu." Begitulah permintaan Arian sebelum pergi. "Bang Varen juga jangan dilupain, dia juga termasuk orang penting yang wajib Mbak Anne kasih kabar!"Anne nyaris saja meneloyor kepala Arian kalau pemuda itu tak segera menghindar. Semakin ke sini, ada banyak yang menggodanya dengan melibatkan nama Varen. Sungguh, ia makin tak enak hati. Terlebih tempat yang ditinggalinya sekarang merupakan kondonium Varen. Pria itu membelinya secara cuma-cuma atas uang yang diterimanya saat ditunjuk menjadi direktur utama rumah sakit pertama kali.Lalu sekarang, pria itu tengah berkutat dengan beberapa kardus besar yang baru diantar jasa kirim. Anne yang masih menimang Bagaskara hanya memerhatikan da

  • Rahim Kedua CEO   106. Menyerahlah

    Melihat bagaimana tampang kedua orangtuanya yang baru datang, Pramam bisa menyimpulkan jika sesuatu tidak sejalan dengan harapan. Mengingat kemarin, Bapak dan Ibu sudah berencana ingin menemui keluarga dari pihak Anne. Dan hasilnya besar kemungkinan buruk untuknya dan Mara.“Ibu dan Bapak udah mencoba segala cara. Kami pergi ke rumah Jayan dan bertemu Anne. Ya, istrimu itu sudah memutuskan, Pram. Dan rasanya tak bisa diganggu gugat lagi,” ungkap Ina Basuki mengawali percakapan bersama Pramam dan Mara yang diminta ikut serta.“Jadi, saya nggak bisa ketemu darah daging saya sekali ini saja, begitu?” tanggap Mara melalui layangan protesnya.“Nak Mara, saya sudah berusaha.” Kini Dharma yang mengambil alih. “Jadi, kamu harus menerima semua ini. Sebab jika kamu terus menentang dan ingin mengambil alih bayi itu, kemungkinan besar kamu akan dijebloskan ke penjara.”Kata penjara begitu menakutkan bagi mereka. Pramam pun tak pernah berpikir sampai sejauh itu efek yang diterimanya setelah menipu

  • Rahim Kedua CEO   105. Jadi Pemenang

    Anne sudah menemukan nama yang tepat untuk bayinya. Maknanya indah dan cukup menggambarkan ketampanan si bayi. Siapa tahu jika sudah besar nanti, tak hanya penampilannya yang baik, tapi juga sifatnya. Menjadi sosok kuat dan pelindung bagi orang sekelilingnya.Itulah harapan yang terus digaungkan Anne sepanjang perjalanannya menuju kediaman Papa-Mama. Ia masih diantar supir pribadi yang dipekerjakan Papa untuknya. Di usia sedewasa ini, Anne masih dianggap sebagai putri kecil Papa yang harus mendapat pemantauan ekstra. Begitulah kira-kira alasan Papa ketika membujuknya beberapa waktu lalu.“Non, mau mampir dulu atau langsung ke rumah Bapak?”“Langsung aja ke rumah,” balasnya pada si supir.Jalanan saat itu cukup lengang. Tak banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Mengingat jam baru menunjukkan pukul 10 pagi. Sudah pasti jalanan tak padat merayap seperti pagi tadi atau sore ketika jam pulang kantor.Setengah jam berlalu, kendaraan yang ditumpanginya sudah tiba di pelataran rumah mewah ora

  • Rahim Kedua CEO   104. Kenapa Harus Peduli?

    “Pram! Pramam!”Teriakan Ina yang terus memanggil satu nama itu membuat Pramam mengangkat wajah. Tubuhnya ikut bangkit bersama langkah yang diseret menuju sumber suara. Begitu berhasil membuka pintu, ia melihat ibunya sedang memapah Mara yang tampaknya lemas—entah karena apa.“Ada apa ini, Bu?” tanyanya langsung membantu menggendong Mara ke sofa. “Dia sakit?”Ina menggeleng panik. “Waktu di teras, Pak Yon udah lihat dia jalan lemas kayak gini,” terangnya. “Apa dia mabuk?”Pramam langsung memastikan keadaan Mara, tapi tak ada aroma minuman keras dari wanita itu. Hanya saja, tatapnya teralih pada pakaian Mara yang basah. Terlebih dari dadanya. Aneh, mengingat waktu itu belum memasuki musim penghujan dan keadaan di luar pun masih terang benderang.“Ra?” panggilnya pelan. “Kamu kenapa sebenarnya?”Wanita itu tak bereaksi. Tatapannya kosong dan makin membuat Pramam serta Ina bingung. Lantas Pramam mengangkat tubuh itu ke kamar agar Mara bisa istirahat lebih leluasa di sana.Setelah membar

  • Rahim Kedua CEO   103. Jangan Harap!

    Anne terhenyak. Batinnya bagai ditusuk tombak sewaktu menangkap presensi Mara tengah bersimpuh di hadapannya. Ia sempat melirik Sonya, asisten sekaligus sekretarisnya yang kini menunduk. Mungkin gadis itu juga tak bisa menyelesaikan masalah ini sebelum atasannya datang ke butik setelah beberapa waktu.“Sudah saya paksa, Bu, tapi dia tetap bersikeras menunggu di sini. Saya nggak bisa berbuat macam-macam, mengingat pelanggan sudah banyak yang datang.”Akhirnya Sonya membuka suara. Anne mengangguk setelah melepaskan napas panjangnya. Ia meminta anak buahnya untuk kembali ke kegiatannya masing-masing, lalu membiarkan Mara.“Apa mau kamu ke sini?”Dingin. Kesan Anne pada Mara sudah berubah drastis. Tak lagi ramah atau dipenuhi kehangatan saat bertutur kata. Setiap orang, bisa mengubah kepribadiannya setelah momen besar terjadi. Terlebih bagi Anne sendiri, ia sudah mengalami kejadian yang membuat hatinya pecah akibat pengkhianatan suami.“Mbak ….” Mara merangkak mendekati kedua kaki Anne ya

DMCA.com Protection Status