Suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring menjadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan di meja makan tersebut.Tidak ada yang bersuara, mereka sama-sama sibuk dengan makanan di depannya. Hingga beberapa menit kemudian tiba-tiba semua pandangan mata terarah pada Valerie yang tengah khusyuk menikmati makan malam lezat itu.Valerie yang sadar bahwa dirinya menjadi pusat perhatian segera mengangkat kepalanya dan terlihat kebingungan. Apa ada yang salah kali ini? Apa dirinya kembali membuat kesalahan?“Apa kau tidak makan selama setahun dan baru mendapatkannya sekarang?” tanya Amora tiba-tiba, membuat Valerie semakin dibuat kebingungan.Memangnya ada apa?Valerie tidak mengerti apa maksud Amora mengatakan hal itu, ia rasa tidak melakukan hal yang salah.“Kau kelaparan atau memang baru mencoba makanan yang lezat seperti ini, heh?”Celetukan kali ini berasal dari ibunya Sean, membuat Valerie seketika sadar bahwa kesalahan yang ia buat karena menikmati makanan itu terke
Semua mata kini beralih pada Amora, merasa aneh karena tiba-tiba saja perempuan itu mengalihkan pembicaraan. Tentu saja mereka sadar jika Amora dengan sengaja memotong perkataan Sean dan tidak membiarkan untuk melanjutkannya.Amora yang sadar akan tingkahnya segera tersenyum pelan, berusaha agar tidak menimbulkan kecurigaan orang tua Sean akan tingkahnya. Perempuan itu berdeham, dan berusaha keras untuk terlihat baik-baik saja sembari menyendok makanan itu dan menikmatinya.“Ini sangat-sangat lezat, Ibu. Tidak pernah berubah semenjak Ibu membuatkan untuk pertama kalinya untukku,” ucap Amora berusaha kembali mencairkan suasana dan juga agar semua mata itu berhenti menatapnya dengan aneh.Meskipun Juliet merasa ada yang aneh dengan tingkah Amora, tetap saja ia menanggapi pujian dari menantunya tersebut. “Ah, benarkah? Aku ikut senang kalau kau menyukainya, Amora!”Kini perhatian yang sebelumnya ditujukan untuk Valerie seketika menghilang, seakan telah melupakan kalau tadinya ia menghina
“Bagaimana? Kalian menginapkan di sini?” ulang Rodrigo kembali untuk meminta persetujuan Sean dan Valerie menginap, alih-alih pulang setelah makan malam itu usai.Ingin sekali Valerie menolak tawaran itu karena ia merasa tidak nyaman tetap berada di rumah ini. Tetapi, akan terlihat tidak sopan jika menolak permintaan tersebut, terlebih lagi memaksa Sean untuk menolak permintaan dari ayahnya tersebut.Sean menyadari kegamangan yang Valerie rasakan dan sejujurnya ia juga tidak bisa terus menerus menahan Valerie untuk berada di sini yang tentu saja tidak memberikan kenyamanan untuknya. Apalagi Valerie tengah hamil, jadi Sean harus memastikan istrinya itu merasa nyaman dan tenang dengan sekitarnya.“Lain kali saja, Ayah. Tampaknya keadaan saat ini belum memungkinkan untuk kami menginap di rumah ini. Mungkin jika Valerie sudah mulai merasa nyaman berada di sini, maka aku akan membawanya kembali untuk bertemu kalian.”Juliet merasa tersinggung mendengar kalimat Sean, seakan-akan ia telah me
Amora tidak terima dengan perkataan Sean yang menyakiti hatinya tersebut. Bisa-bisanya pria itu memintanya pergi dari rumah ini karena ingin terus-terusan bersama dengan Valerie tanpa dirinya. Tidak! Amora tidak akan membiarkan kedua orang itu menang.Sambil berpura-pura, Amora langsung memasang wajah sedih di hadapan ibu Sean tak lupa dengan air mata yang sudah mulai meluruh membasahi pipinya.“Kalau begitu aku pulang saja, Ibu. Sean mengusirku dan tidak lagi menginginkan aku di rumah ini, jadi lebih baik aku pergi saja,” cicitnya dengan nada sedih, sembari bersiap untuk meninggalkan tempat itu.Juliet segera melarang. “Tidak, Amora! Aku yang memintamu untuk menginap di sini, jadi tidak ada yang bisa mengusirmu kecuali aku sendiri.”Setelah mengatakan kalimat itu pada Amora, Juliet kembali mengalihkan pandangan ke arah putranya. “Apa-apaan kamu ini, Sean? Amora itu masih istrimu, kenapa kamu malah memperlakukannya semena-mena seperti itu.
“Apa yang baru saja Ibu katakan?” tanya Sean tidak mengerti dengan perkataan ibunya.Sean tidak salah dengar bukan? Bagaimana mungkin ibunya memintanya untuk tidur bersama Amora dalam satu kamar, sedangkan Valerie di tempatkan di kamar tamu.“Apa ada yang salah?” tanya Juliet kebingungan. “Aku memintaku dan Amora ke kamar kalian, sedangkan wanita itu sudah dipersiapkan kamar tamu untuknya.”Penjelasan santai ibunya membuat Sean kesal luar biasa. Apakah perlakuannya kepada Amora sejak tadi belum menunjukkan bagaimana bencinya dia sekarang sama wanita itu? Lalu kenapa ibunya malah merancang ia satu kamar dengan Amora? “Tidak! Aku tidak mau, Ibu. Atas dasar apa Ibu memintaku kembali satu kamar dengan Amora dan membiarkan Valerie tidur di kamar tamu? Pokoknya malam ini aku tidur bersama Valerie,” balasnya dengan keras kepala.“Memangnya apa yang salah dengan kita satu kamar, Sean?” Kali ini Amora angkat bicara, kesal karena kalimat Sean yang semakin semena-mena padanya. Seakan-akan ia s
“Tidak apa-apa kan kalau aku memilih membawamu ke kamar tamu?” tanya Sean dengan lembut pada Valerie.Ya, Sean lebih memilih mengalah dari Amora dengan membiarkan wanita itu tidur di kamarnya terdahulu sedangkan dirinya dan Valerie memilih ke kamar tamu.Bukan tanpa alasan Sean melakukan itu, di samping ia malas mendengar perdebatan Amora yang menolak Valerie menempati kamar itu, Sean juga menghargai perasaan Valerie. Meskipun tidak diutarakan secara langsung, tetapi Valerie pastinya akan merasa tidak nyaman berada di kamar di mana dirinya dan Amora dulu banyak menghabiskan waktu bersama dulu.Alhasil Sean memilih mengalah dan membawa Valerie ke kamar tamu untuk tidur di sana. Lagi pula tidak ada masalah mau tidur di mana pun asalkan itu bersama Valerie.Valerie mengulas senyum lembut. “Tidak masalah, Sean. Lagi pula tempat ini juga nyaman, bukan sebuah masalah untukku mau tidur di mana pun.”Sean tersenyum senang, bahagia mendengar jawaban Valerie yang dipenuhi kesederhanaan. Wanita
Tok! Tok! Tok!“Masuk!”Suara berat ayahnya dari dalam ruangan terdengar, tanpa membuang waktu lama Sean segera memasuki ruangan itu dan mendapati ayahnya tengah berkutat dengan sesuatu di atas mejanya.“Ada apa memanggilku ke sini, Ayah?” tanya Sean tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.Pasalnya, baru saja ia akan ikut terlelap sambil mendekap tubuh Valerie yang lebih dulu jatuh tertidur. Tetapi pesan dari ayahnya memintanya menemuinya di ruangannya membuatnya urung untuk ikut tenggelam ke dalam mimpi bersama istrinya itu.Rodrigo langsung mengangkat kepalanya dan menatap lekat ke arah putranya tersebut. “Duduk dulu, Sean!” perintahnya yang langsung diangguki oleh Sean.Setelah Sean duduk di atas sofa, barulah Rodrigo kembali membuka suara, “Wanita itu? Apakah kau bersungguh-sungguh dengannya?”Sean seketika merasa aneh dengan pertanyaan ayahnya tersebut, kenapa malah harus dipertanyakan padahal sudah jelas sekali bagaimana keseriusan Sean terhadap Valerie. Apakah sikap yang ditunjukka
Juliet baru saja bersiap-siap untuk tidur tetapi urung ia lakukan saat mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Dengan rasa penasaran akan siapa gerangan yang mengunjungi kamarnya malam-malam ia segera mengecek siapa dibalik pintu tersebut.“Ibu, apa aku mengganggu?” tanya Amora setelah pintu kamar itu dibuka oleh Juliet.Ternyata Amora yang datang mengunjungi kamarnya, padahal ia mengira wanita itu sudah beristirahat di kamarnya tetapi ternyata ia malah ada di sini.“Sama sekali tidak, Amora. Memangnya ada apa, aku pikir kamu sudah beristirahat di dalam kamarmu,” ucap Juliet penasaran dengan kedatangan menantunya tersebut.Amora menggeleng kecil, lalu memasang ekspresi wajah sedih yang siap menarik simpati Juliet. “Bagaimana mungkin aku bisa tidur saat mengetahui suami aku juga ada di rumah ini bersama wanita lain, alih-alih tidur bersamaku ia justru lebih memilih tidur dengan perempuan lain. Aku benar-benar tidak bisa beristirahat dengan baik, Ibu.”Juliet menghela napas mendengar pe
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada