Seperti patung, Azkiya sama sekali tak bergerak saat Arza tiba-tiba mendekap tubuhnya dengan kuat.Deru nafas Arza sangat terasa menyapu lehernya. Azkiya menjadi merinding.“Apa yang harus aku lakukan?” monolog Azkiya dalam batinnya. Ia masih diam dengan mata yang berkedip-kedip bak boneka.Senyap. Arza masih memeluk Azkiya untuk beberapa waktu.Dengan hati-hati Azkiya melirik ke bawah. Tepatnya ke arah wajah Arza yang kini berada di ceruk lehernya.Lelaki itu sepertinya masih belum sadar dengan apa yang dilakukannya.Degup jantung Arza mulai kembali normal. Kini suara petir itu telah hilang, hanya tersisa gemericik air hujan yang turun dengan deras.Perlahan ia membuka matanya.Deg!!!Rasanya jantung Arza berhenti berdetak seketika seiring matanya yang terbuka dengan sempurna.“Apa yang aku lakukan?” tanya Arza dalam hati.Dengan hati-hati Arza menjauhkan wajahnya yang menempel pada leher Azkiya. Lelaki itu kemudian mendongak untuk menatap Azkiya.Tak disangka, ternyata Azkiya juga t
Azkiya tak lantas menanggapi. Ia menghela nafasnya dalam.Dengan keberanian di hatinya, Azkiya menatap Arza.”Apa kamu kira perasaanku sedangkal itu?”Arza tertohok atas pertanyaan yang baru saja keluar dari mulut Azkiya.Tangannya mengepal kuat. Tentu. Setelah semua yang terjadi, Arza tahu jika perasaan Azkiya tidaklah main-main.Tapi tetap saja Arza ragu. Semua yang ia alami bersama Ria membuatnya takut kembali menaruh harapan pada orang lain. Terlebih dengan kondisinya yang seperti ini.“Jika aku berniat meninggalkanmu, hal itu sudah aku lakukan sejak hari pertama kita menikah,” tutur Azkiya.Arza membenarkan ucapan Azkiya dalam hatinya.“Kamu bisa berbagi apapun denganku.”“Bahkan rasa sakit sekalipun,” lirih Azkiya dengan suara bergetar. Perasaannya meluap seketika. Ia benar-benar bersumpah atas cintanya.Kalimat yang keluar dari mulut Azkiya amat mengusik hati Arza.Rasa haru menyeruak dalam dada Arza. Tak pernah ada yang mengatakan hal itu kepadanya selain Azkiya.Selama ini, Ar
Petugas keamanan menangkap tubuh Ria dari belakang.Beruntung petugas tersebut segera berlari saat melihat hal tersebut. Jika tidak, mungkin Ria sudah terjatuh.Ria benar-benar tak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi.Meski selalu bersikap acuh dan cuek, tapi baru kali ini Arza bersikap kasar pada Ria.“Arza….” Ria mematung dengan tatapan marah.Wajah Azkiya sudah menyiratkan kekhawatiran. Ia takut masalah ini semakin membesar.Petugas keamanan tersebut terlihat kebingungan. Ia bolak balik menatap ke arah Ria dan Arza.“Apa tingkat keamanan di sini selalu buruk?” tanya Arza pada petugas tersebut dengan ketus.Petugas tersebut terdiam karena belum mengerti.“Orang asing itu berkeliaran dan mengganggu kenyamanan kami di sini!” jelas Arza seraya menatap tajam ke arah Ria.Mata Ria membulat mendengar ucapan Arza.Orang asing? Amarah Ria semakin menggebu.“Oh!”“Maaf atas ketidaknyamanan ini, Pak,” tutur petugas tersebut seraya membungkukkan tubuhnya sedikit.“Saya akan segera men
“Hah?” Azkiya mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali. Ia berusaha mencerna ucapan Arza.“Apa karena terlalu lama terpapar sinar matahari?” Arza terus bertanya tanpa rasa bersalah.Entah mengapa Azkiya mendadak kecewa. Azkiya memikirkan hal lain, tapi ternyata.Azkiya menarik wajahnya lalu membuang muka ke arah lain.”Ah! sepertinya iya.”“Kenapa kamu terlihat kecewa?” tanya Arza yang memang memperhatikan tingkah istrinya.“Apa?”“Aku kecewa?” Azkiya meletakkan telapak tangannya di dada.“Apa kamu kira aku mengharapkan sesuatu yang lain tadi?” Mata Azkiya tidak fokus. Ia menatap kesana kemari dengan cepat.“Aku tidak mengatakan hal itu.”“Memangnya kamu berharap apa tadi?” tanya Arza dengan menohok.Senjata makan tuan. Situasi menjadi semakin rumit. Arah pembicaraan mereka sudah melenceng jauh.Azkiya m
Azkiya menatap kepergian Arza dengan wajah bingung.Sifat Arza yang irit bicara terkadang membuat Azkiya sulit menebak apa yang lelaki itu rasakan.Bahkan untuk alasan mengapa Arza melarang dirinya mengikat rambut terlalu tinggi saja baru Azkiya pahami sekarang.“Apa mungkin….” Azkiya bergumam seraya berpikir dengan keras.Satu persatu pegawai mulai meninggalkan kafe dan hanya menyisakan Arza dan Azkiya.Arza tengah berada di ruangannya dan masih berkutat dengan pekerjaannya.Di sana tampak Azkiya yang duduk di sofa menunggu Arza selesai.Tak ada percakapan apapun. Azkiya terlihat sibuk berbalas pesan dengan seseorang lewat ponselnya.Sesekali Arza melirik ke arah Azkiya. Wajahnya tampak tidak senang.Terdengar tawa kecil dari mulut Azkiya seraya menatap benda pipih itu.Sepertinya ada hal lucu yang membuat perempuan itu terkekeh pelan.“Kamu mau berbalas pesan hingga besok di sini?” celetuk Arza dengan dingin.Azkiya sedikit terperanjat karena memang tengah fokus dengan ponselnya. Ia
“Jangan berteriak!”Lelaki tersebut mencekal tangan Azkiya dengan sangat erat.Azkiya memindai ke sekitar. Sayang, tak ada seorangpun yang lewat. Dia semakin panik karena khawatir lelaki tersebut melakukan hal yang tidak diinginkan.“Lepas!”“Kau siapa?” Azkiya menoleh ke belakang. Tapi Arza belum juga muncul.Lelaki tersebut tak mengindahkan Azkiya yang mencoba memberontak.“Apa salahku?”Tatapan tajam lelaki itu tepat mengarah pada mata Azkiya.“Kau menyeret dirimu sendiri ke lubang neraka dengan menikahi Arza,”“Tinggalkan dia atau hidupmu akan hancur!!” ancam lelaki itu dengan pelan tapi penuh dengan penekanan.Wajah Azkiya kini terlihat bingung bercampur takut. Kenapa tiba-tiba lelaki itu mengancamnya? Bahkan tahu pernikahannya dengan Arza. Siapa dia?Azkiya tak berniat menanggapi ucapan konyol lelaki tersebut. Ia terus berusaha melepaska tang
“Hah?”Azkiya menatap Alwi dengan wajah bingungnya.“Kamu yakin akan menyerahkan hidupmu sepenuhnya pada Arza?”Pertanyaan yang terlontar dari mulut Alwi terdengar tidak nyaman di telinga. Benar-benar menohok hati Azkiya.“Ada apa Alwi?” Azkiya tersenyum gamang. Ia benar-benar merasa tidak nyaman karena biasanya Alwi tidak seperti itu.Alwi menghela nafas dalam. Ia membuang pandangannya ke sembarang arah.”Aku hanya khawatir.”Senyum manis terukir di wajah Azkiya. Inilah alasan mengapa ia bisa dekat dengan lelaki tersebut. Alwi selalu perhatian padanya.Lelaki itu bahkan sudah Azkiya anggap sebagai kakaknya sendiri.“Jangan khawatir!”“Aku sudah banyak berpikir sebelum memutuskan hal ini.” Azkiya mencoba meyakinkan Alwi.Sementara itu di sisi lain, tampak seorang kepala pegawai yang keluar dari ruangan Arza.Sepertinya mereka sudah selesai membicarakan kepentingan kafe.Arza baru sadar jika Azkiya tidak ada bersamanya.Lelaki itu akhirnya bangkit dari sofa dan berjalan keluar untuk menca
Arza membawa Azkiya ke sebuah pusat perbelanjaan yang terkenal di kota tersebut.Tangannya menggenggam lengan mungil Azkiya dengan lembut untuk menyusuri tempat itu.Azkiya menatap suaminya dari samping seraya tetap melanjutkan langkahnya.“Kenapa kita kesini?” tanya Azkiya. Mereka memang tidak ada rencana untuk pergi selain ke kafe.“Ingin saja,” seloroh Arza tanpa membalas tatapan Azkiya.Sebelumnya Arza pernah datang ke tempat itu. Benar. Saat bersama Ria.Tentu saja ia masih ingat. Arza merasa bersalah karena memperlakukan Azkiya dengan buruk, kini ia ingin menebusnya.“Kamu mau membeli apa? Makanan atau apapun itu, katakan saja,” ujar Arza saat mereka sudah cukup jauh masuk ke dalam.“Apapun?” Azkiya memastikan.Lelaki itu mengangguk dengan pasti.Azkiya mulai melangkah dengan senyum ceria. Sementara Arza mengekor di belakangnya untuk memantau.Kini sebua
“Tidak.”“Tidak mungkin!” lirih Azkiya dengan wajah yang sudah pucat pasi. Tangannya mulai gemetar tidak karuan.Kepalanya menggeleng perlahan. Ia terus menyangkal meski hatinya mulai terbawa oleh ucapan Ria.“Kebohongan apalagi yang kau katakan?!” Azkiya menatap tajam Ria dengan mata yang tampak bergetar.Ria kembali merogoh tasnya. Kali ini ia mengambil ponsel miliknya.Wanita itu mengutak-ngatik benda pipih itu beberapa saat. Tak lama Ria menyodorkannya ke hadapan Azkiya.Azkiya meraih benda itu lalu melihatnya.Sebuah foto terpampang di layar smartphone tersebut.Itu adalah foto Arza.Bersama Ria.Azkiya mematung. Matanya bahkan tidak berkedip untuk beberapa saat.Dalam foto tersebut tampak Arza yang terkapar tidak sadarkan diri di atas sofa. Dan tepat di sampingnya ada Ria yang tengah bersandar di dada lelaki itu.Tangan Azkiya memegang ponsel itu dengan sangat
Raut wajah Azkiya seketika berubah tidak senang.Bagaimana tidak, ternyata yang datang adalah seseorang yang selama ini ikut membuatnya menderita.Di hadapannya kini berdiri seorang wanita dengan penampilan glamournya.Wanita itu tersenyum manis. Tapi mampu membuat Azkiya muak saat melihatnya.Dia adalah Ria.Untuk sesaat dua orang itu terdiam sambil menatap satu sama lain.“Ada perlu apa?” tanya Azkiya datar.Ria menaikkan satu alisnya ke atas. Matanya memindai Azkiya dari atas hingga bawah sambil tersenyum remeh.“Apa seperti ini caramu memperlakukan seorang tamu?”“Kau bahkan tidak membiarkanku untuk duduk terlebih dahulu,” cibir Ria.“Ada perlu apa?” Azkiya tidak menggubris cibiran Ria. Ia kembali memberikan pertanyaan yang sama.Ria memasang wajah tidak suka.“Jangan berlagak sok!”“Ingat dari mana kau berasal! Dasar perempuan miskin!” cerca Ria dengan wajah sinis.Wanita itu kemudian melangkah masuk seraya menyenggol bahu Azkiya dengan cukup keras.Ria berjalan menuju ruang tamu
Lina menoleh ke samping.Mereka beradu pandang sesaat.Tak lama Lina dengan cepat memutuskan kontak matanya.Ia menunduk menatap ke bawah untuk menghindari tatapan mata Azkiya.Tiba-tiba perasaan Lina menjadi tidak nyaman saat Azkiya bertanya hal tersebut."Tidak!""Ibu tidak pernah memberi sumbangan ke panti asuhan," ujar Lina tanpa menatap Azkiya. Suaranya terdengar gugup.Ia berusaha untuk bersikap seperti biasanya. Tapi wajah tetap tidak bisa berbohong.Sangat jelas jika saat ini ia sedang gugup."Memangnya kenapa?" tanya Lina.Azkiya sedikit tersentak karena tengah melamun."Ah?""Tidak apa-apa, Bu. Aku hanya sedikit penasaran karena Ibu dulu sangat baik padaku," jelas Azkiya seraya tersenyum canggung.Suasana menjadi hening setelah itu.Baik Azkiya maupun Lina hanya membisu hingga pekerjaan mereka selesai.Arza tampak sudah berbaring saat Azkiya masuk ke dalam kamar.
“Sepertinya Ibu tidak asing dengan mertuamu,” ujar Laila seraya menunjuk foto Lina yang terpampang di layar ponsel.Matanya menyipit. Laila berusaha mengingat-ngingatnya kembali.Azkiya tampak terkejut.”Ibu mengenalnya?”Laila tidak langsung menjawabnya, ia masih mencoba menerka-nerka. Ponsel tersebut beberapa kali diangkat agar Laila bisa melihatnya lebih dekat.“Tunggu!” Laila tampaknya menemukan kembali potongan ingatannya.“Benar!”“Ini beliau,” ujar Laila seraya menatap Azkiya.Azkiya terbengong. Ia menunggu kelanjutan dari ucapan Laila.“Ibu mengenalnya?” tanya Azkiya tidak sabar.Kepala Laila mengangguk mantap.“Bu Lina.”“Dulu dia donatur tetap di panti ini,” tutur Laila. Ia menyerahkan kembali ponsel tersebut kepada Azkiya.Mata Azkiya melebar.”Benarkah?”Ia tampak heran karena
Alwi menatap kedatangan Ria sekilas, ia kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan.“Kamu sudah lama menungguku?” Ria menjatuhkan bokongnya di bangku tepat di samping Alwi.“Langsung saja pada intinya.”“Kenapa kau ingin bertemu denganku?” tanya Alwi datar.Ia awalnya berniat mengabaikan permintaan Ria yang ingin bertemu dengannya. Tapi Alwi takut ada sesuatu yang penting yang ingin Ria bicarakan.“Hei! Santai saja!”“Kau seperti tidak mengenalku saja,” celetuk Ria seraya terkekeh.Mereka berdua memang sudah saling mengenal satu sama lain cukup lama. Tepatnya saat Ria mulai dekat dengan Arza.Karena itu Alwi sudah cukup tahu banyak tentang Ria, termasuk sifat liciknya.“Aku ingin mengajakmu bekerjasama,” ujar Ria.Alwi mengernyit. Kerjasama?Ria menoleh ke samping untuk menatap Alwi.”Bantu aku mendapatkan Arza kembali.”Seketika Alwi terkejut. Wajahnya tercengang tidak percaya.Mendengar ucapan Ria yang menurutnya sangat konyol, Alwi lantas bangkit dan berniat meninggalkan tem
Permasalahan mengenai fitnah tersebut tampaknya sudah selesai setelah kepergian Gama.Lina berkali-kali meminta maaf kepada Azkiya karena sempat percaya dengan ucapan lelaki tersebut.Tapi Azkiya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.Ia memaklumi respon dari mertuanya, Azkiya pikir wajar dan siapapun akan percaya saat Gama mengatakan kebohongan tersebut.Apalagi fakta bahwa mereka memang pernah bertemu semakin mendukung kebohongan itu.Meski begitu, tampaknya semua belum selesai bagi Arza.Entah mengapa lelaki itu terus membisu.Setelah kepergian Gama, Arza terus berdiam diri di kamarnya hingga malam tiba.Azkiya mencoba memahaminya.Ia pikir Arza masih shock dengan kejadian tadi dan emosinya belum stabil.Seperti tidak terjadi apa-apa, Azkiya beraktivitas seperti biasanya.Ia bahkan memasak untuk makan malam.Namun, Arza masih tampak berbeda. Ia bahkan tidak mengatakan sepatah katapun saat makan malam.Lelaki itu hanya menggeleng atau mengangguk untuk menjawab setiap Azkiya bertany
Gama menggaruk kecil ujung alisnya, ia tampak berpikir sejenak."Eeh.""Itu...."Azkiya masih menunggu. Ia sudah sangat yakin akan kebohongan yang Gama ucapkan."Sudah dua bulan!""Ya! Sudah dua bulan," ujar Gama sambil tersenyum canggung.Azkiya tersenyum miring saat mendengar jawaban itu."Benarkah?" tanya Azkiya memancing.Wajah Gama tampak canggung, ia menatap kesana kemari untuk menghindari Azkiya."Jadi di mana kita bertemu untuk pertama kalinya?" Lagi Azkiya bertanya.Arza dan Lina tampak heran dengan apa yang Azkiya lakukan, tapi mereka hanya diam dan terus memperhatikan."Kita pertama kali bertemu di kota sebelah.""Apa kamu lupa? Aku yang menolongmu waktu itu," jelas Gama dengan percaya diri. Ia tidak sadar bahwa ucapannya adalah bumerang bagi dirinya sendiri."Ah, benar. Itu tepat saat pembukaan kafe suamiku di luar kota.""Jadi pasti aku ada di sana," ujar Azkiya seray
Arza masih menatap Azkiya tanpa mengatakan apapun. Kepalanya bergerak maju mendekat ada Azkiya.Jantung Azkiya sudah tidak aman. Tubuhnya tiba-tiba mematung tak bergerak.Jarak mereka semakin terkikis dan kini Arza sudah benar-benar menempel ada Azkiya.Tapi lelaki itu tiba-tiba berhenti bergerak."Aku tidak bisa tidur.""Bolehkah aku memelukmu?" tanya Arza dengan suara pelan. Ia tampak ragu saat mengatakannya."H-hah?""Tentu saja." Meski sedikit terkejut, tapi Azkiya akhirnya mengizinkannya.Tangan Arza bergerak perlahan ke atas tubuh Azkiya.Arza memeluk pinggang ramping perempuan itu.Sementara wajahnya ia tempelkan menempel pada pundak Azkiya.Azkiya hanya terdiam dan membiarkan Arza melakukan apapun yang lelaki itu inginkan.Ia meletakkan kedua tangannya di atas lengan kekar Arza lalu mengusapnya lembut.Ujung matanya melirik ke arah Arza. Lelaki itu tampak terpejam, sepertinya mencoba u
Azkiya tampak menggenggm garpu dan memilah-milah buah yang ada di piring. Tapi ia tak kunjung memakannya.Kepalanya menunduk. Ia menatap piring di hadapannya sambil melamun.Terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.Seorang lelaki keluar dengan handuk yang bertengger di pinggangnya.Arza selesai dengan ritual mandinya.Azkiya menunduk semakin dalam saat mendengar suara langkah Arza padahal lelaki itu berjalan menuju lemari.Tampaknya Arza akan memakai pakainnya.Mengetahui hal itu, Azkiya baru sadar jika dia masuk ke kamar terlalu cepat. Biasanya ia akan menunggu hingga suaminya selesai lebih dulu.Ia ingin keluar dari sana. Tapi tubuhnya serasa membeku.Otak Azkiya seperti linglung, ia tidak tahu harus melakukan apa.Azkiya tidak bergerak sedikitpun. Matanya tetap menatap ke bawah. Ia tak berniat untuk melirik meski sekilas.Tak lama Arza sudah selesai memakai pakaiannya dengan rapi.Lelaki itu kemudian melangkah menuju sofa. Ia menatap Azkiya yang masih mematung dengan posisi