“Terima kasih,” ucap Azkiya lalu mengalihkan pandangannya ke depan.Arza terpaku. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Yang jelas, hatinya benar-benar berdebar tak menentu.Dengan cekatan, Azkiya mengambil gambar dengan ponsel miliknya. Keindahan sunset itu membuat ia bersemangat mengabadikan tiap momen di sana.Saat tengah fokus mengawasi Azkiya dari belakang, Arza merasa ada yang aneh.Tubuhnya berbalik. Ia merasa ada yang memperhatikannya sedari tadi.Arza menatap ke segala arah. Tapi ia tak melihat sesuatu yang mencurigakan. Semua orang tengah sibuk dengan urusannya masih-masing.Tangannya mengusap wajah perlahan. Mungkin hanya perasaannya saja.Matahari kini telah benar-benar pulang ke peraduannya. Satu persatu pengunjung mulai turun. Begitu juga Arza dan Azkiya.“Kak!” panggil Azkiya di sela langkahnya menuruni tangga batu.“Hem?” Arza tengah fokus memperhatikan langkah Azki
Azkiya menatap Ria dengan tak percaya.“Bagaimana bisa dia ada di sini?” tanya Azkiya dalam hatinya.Seketika suasana menjadi hening.Dengan langkah yang cepat Arza langsung melangkah untuk menghampiri Azkiya.Lelaki itu menyambar pergelangan tangan Azkiya lalu memegangnya dengan erat.Azkiya terkejut. Pergelangan tangannya terasa sakit.Arza menarik tangan Azkiya agar mengikuti langkahnya.“Kamu tak akan pernah bisa lepas dariku, Arza!” pekik Ria dengan emosi yang membuncah.Langkah kaki Arza seketika terhenti. Ucapan yang baru saja keluar dari mulut Ria benar-benar membuatnya berada di puncak emosi.Namun, tak ada balasan apapun dari Arza. Ia hanya diam dan mati-matian menahan amarahnya.Arza tak sadar jika genggamannya pada pergelangan tangan Azkiya semakin erat.Wajah Azkiya meringis. Tangannya sakit. Tapi ia tak berani berkata apapun.Azkiya terkejut kala Arza kemba
Arza menepis dengan kasar tangan Azkiya yang menyentuhnyaMatanya tertutup rapat. Arza juga menutup telinganya dengan telapak tangan.Lelaki itu duduk di pojok bawah tempat tidur dengan kaki menekuk seperti orang ketakutan.Ya. Arza memang tengah ketakutan.Hujan deras, suara petir lalu ditambah Arza yang berada di jalanan membuat kenangan buruk tentang kecelakaan yang pernah ia alami itu seakan kembali terjadi.Bayangan buruk bak film yang kembali diputar dalam otaknya. Suara lirih seseorang yang terkapar meminta tolong membuat Arza benar-benar ketakutan.“Tidak!”“Tidak!”Arza terus bergumam dengan lirih. Nafasnya memburu seiring wajahnya yang pucat karena kedinginan.“Kak!”“Ini aku,” tutur Azkiya dengan pelan. Pandangannya mulai mengabur karena air mata.Rasa sakit menyeruak dalam hati Azkiya melihat kondisi Arza. Seberat apa beban dan traumanya hingga ia seperti ini pikir Azkiya.Karena Arza tak merespon dan terus meracau, akhirnya Azkiya kembali mendekat.Dengan sangat perlahan,
Seperti patung, Azkiya sama sekali tak bergerak saat Arza tiba-tiba mendekap tubuhnya dengan kuat.Deru nafas Arza sangat terasa menyapu lehernya. Azkiya menjadi merinding.“Apa yang harus aku lakukan?” monolog Azkiya dalam batinnya. Ia masih diam dengan mata yang berkedip-kedip bak boneka.Senyap. Arza masih memeluk Azkiya untuk beberapa waktu.Dengan hati-hati Azkiya melirik ke bawah. Tepatnya ke arah wajah Arza yang kini berada di ceruk lehernya.Lelaki itu sepertinya masih belum sadar dengan apa yang dilakukannya.Degup jantung Arza mulai kembali normal. Kini suara petir itu telah hilang, hanya tersisa gemericik air hujan yang turun dengan deras.Perlahan ia membuka matanya.Deg!!!Rasanya jantung Arza berhenti berdetak seketika seiring matanya yang terbuka dengan sempurna.“Apa yang aku lakukan?” tanya Arza dalam hati.Dengan hati-hati Arza menjauhkan wajahnya yang menempel pada leher Azkiya. Lelaki itu kemudian mendongak untuk menatap Azkiya.Tak disangka, ternyata Azkiya juga t
Azkiya tak lantas menanggapi. Ia menghela nafasnya dalam.Dengan keberanian di hatinya, Azkiya menatap Arza.”Apa kamu kira perasaanku sedangkal itu?”Arza tertohok atas pertanyaan yang baru saja keluar dari mulut Azkiya.Tangannya mengepal kuat. Tentu. Setelah semua yang terjadi, Arza tahu jika perasaan Azkiya tidaklah main-main.Tapi tetap saja Arza ragu. Semua yang ia alami bersama Ria membuatnya takut kembali menaruh harapan pada orang lain. Terlebih dengan kondisinya yang seperti ini.“Jika aku berniat meninggalkanmu, hal itu sudah aku lakukan sejak hari pertama kita menikah,” tutur Azkiya.Arza membenarkan ucapan Azkiya dalam hatinya.“Kamu bisa berbagi apapun denganku.”“Bahkan rasa sakit sekalipun,” lirih Azkiya dengan suara bergetar. Perasaannya meluap seketika. Ia benar-benar bersumpah atas cintanya.Kalimat yang keluar dari mulut Azkiya amat mengusik hati Arza.Rasa haru menyeruak dalam dada Arza. Tak pernah ada yang mengatakan hal itu kepadanya selain Azkiya.Selama ini, Ar
Petugas keamanan menangkap tubuh Ria dari belakang.Beruntung petugas tersebut segera berlari saat melihat hal tersebut. Jika tidak, mungkin Ria sudah terjatuh.Ria benar-benar tak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi.Meski selalu bersikap acuh dan cuek, tapi baru kali ini Arza bersikap kasar pada Ria.“Arza….” Ria mematung dengan tatapan marah.Wajah Azkiya sudah menyiratkan kekhawatiran. Ia takut masalah ini semakin membesar.Petugas keamanan tersebut terlihat kebingungan. Ia bolak balik menatap ke arah Ria dan Arza.“Apa tingkat keamanan di sini selalu buruk?” tanya Arza pada petugas tersebut dengan ketus.Petugas tersebut terdiam karena belum mengerti.“Orang asing itu berkeliaran dan mengganggu kenyamanan kami di sini!” jelas Arza seraya menatap tajam ke arah Ria.Mata Ria membulat mendengar ucapan Arza.Orang asing? Amarah Ria semakin menggebu.“Oh!”“Maaf atas ketidaknyamanan ini, Pak,” tutur petugas tersebut seraya membungkukkan tubuhnya sedikit.“Saya akan segera men
“Hah?” Azkiya mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali. Ia berusaha mencerna ucapan Arza.“Apa karena terlalu lama terpapar sinar matahari?” Arza terus bertanya tanpa rasa bersalah.Entah mengapa Azkiya mendadak kecewa. Azkiya memikirkan hal lain, tapi ternyata.Azkiya menarik wajahnya lalu membuang muka ke arah lain.”Ah! sepertinya iya.”“Kenapa kamu terlihat kecewa?” tanya Arza yang memang memperhatikan tingkah istrinya.“Apa?”“Aku kecewa?” Azkiya meletakkan telapak tangannya di dada.“Apa kamu kira aku mengharapkan sesuatu yang lain tadi?” Mata Azkiya tidak fokus. Ia menatap kesana kemari dengan cepat.“Aku tidak mengatakan hal itu.”“Memangnya kamu berharap apa tadi?” tanya Arza dengan menohok.Senjata makan tuan. Situasi menjadi semakin rumit. Arah pembicaraan mereka sudah melenceng jauh.Azkiya m
Azkiya menatap kepergian Arza dengan wajah bingung.Sifat Arza yang irit bicara terkadang membuat Azkiya sulit menebak apa yang lelaki itu rasakan.Bahkan untuk alasan mengapa Arza melarang dirinya mengikat rambut terlalu tinggi saja baru Azkiya pahami sekarang.“Apa mungkin….” Azkiya bergumam seraya berpikir dengan keras.Satu persatu pegawai mulai meninggalkan kafe dan hanya menyisakan Arza dan Azkiya.Arza tengah berada di ruangannya dan masih berkutat dengan pekerjaannya.Di sana tampak Azkiya yang duduk di sofa menunggu Arza selesai.Tak ada percakapan apapun. Azkiya terlihat sibuk berbalas pesan dengan seseorang lewat ponselnya.Sesekali Arza melirik ke arah Azkiya. Wajahnya tampak tidak senang.Terdengar tawa kecil dari mulut Azkiya seraya menatap benda pipih itu.Sepertinya ada hal lucu yang membuat perempuan itu terkekeh pelan.“Kamu mau berbalas pesan hingga besok di sini?” celetuk Arza dengan dingin.Azkiya sedikit terperanjat karena memang tengah fokus dengan ponselnya. Ia
Arza terkapar ke sandaran sofa sebelum sempat menuntaskan ucapannya. Satu pukulan keras melayang tepat di sisi kiri wajahnya. Benar. Pukulan tersebut melayang dari tangan Alwi.Dengan cepat Alwi meraih kerah baju Arza dan memaksa lelaki itu untuk berdiri.”Apa kau sudah tidak waras?”Arza tampak pasrah dalam cengkraman Alwi yang tengah dikuasai amarah. Entah karena merasa bersalah atau tidak memiliki tenaga, tapi lelaki itu terlihat tidak berniat melawan sahabatnya.Lagi-lagi satu pukulan mentah mendarat mulus di wajah Arza. Lelaki itu terhuyung ke belakang hingga menabrak meja kerjanya.Arza ambruk tepat di bawah meja.“Bagaimana bisa kalian melakukan itu pada Azkiya?” cicit Alwi dengan mata nyalang menatap ke arah Arza. Dia sudah berusaha menekan emosinya, tapi akhirnya meledak juga.Perbuatan Arza dan orangtuanya sungguh tidak manusiawi. Mereka telah merenggut nyawa ayah Azkiya lalu kini membodohi perempuan itu deng
Alwi mengendarai motor dengan kecepatan tinggi menembus gelapnya malam. Sepanjang perjalanan hatinya merasa tidak tenang.Setelah berkendara beberapa saat, akhirnya Alwi sampai di tempat tujuan. Ia langsung melepas helm yang bertengger di kepalanya lalu bergegas turun.Tangannya mengetuk pintu beberapa kali. Alwi tampak tidak sabar menunggu pintu tersebut terbuka.Seorang perempuan muncul dari balik pintu yang terbuka perlahan dari dalam. Dia adalah Atifa. Mereka saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya Alwi diizinkan masuk.“Kamu tahu di mana Azkiya?” tanya Alwi langsung pada intinya. Mereka bahkan masih dalam posisi berdiri.Atifa terdiam dan tampak ragu.Tiba-tiba fokus Alwi teralihkan saat seseorang melangkah keluar dari dalam kamar.“Azkiya,” lirih Alwi dengan mata yang menatap ke arah perempuan tersebut.Mereka kini tengah duduk lesehan di ruang tamu berukuran kecil tersebut. Tampaknya tidak ada yang berniat memulai percakapan karena sedari tadi mereka hanya terdiam dengan
Atifa mengangguk pelan seraya menatap perempuan yang hanya menyembulkan kepalanya dari dalam kamar.“Azkiya!”“Ada apa sebenarnya?” tanya Atifa seraya melangkah masuk ke dalam kamar.Sementara itu Azkiya kembali duduk di atas kasur. Ia menunduk menatap lantai.Setelah cukup lama berada di danau untuk meluapkan segala amarahnya, Azkiya terlunta-lunta di jalanan hingga malam sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat Atifa.Azkiya sudah menduga Arza akan mencarinya ke kontrakan Atifa. Beruntung sahabatnya itu bersedia merahasiakan keberadaannya dari lelaki itu.Atifa ikut menjatuhkan bokongnya tepat di samping Azkiya. Matanya memindai wajah perempuan itu dengan seksama.Tampak jelas wajah Azkiya yang pucat disertai dengan mata yang bengkak. Atifa yakin sahabatnya itu menangis cukup lama.“Kamu bertengkar dengan Arza?” tanya Atifa dengan hati-hati. Ia semakin penasaran karena Azkiya membi
Lelaki itu merogoh ponselnya lalu mencoba menghubungi Azkiya.Berkali-kali panggilan itu tidak terjawab, membuat Arza semakin gelisah.Dengan debar jantung yang sudah tak terkendali, Arza melangkah cepat menuruni tangga. Ia kembali menghampiri orang tuanya di ruang tamu.“Bukankah Azkiya sudah pulang?”“Kemana Azkiya?” tanya Arza beruntun.Wajahnya tampak panik.Lina dan Darma hanya diam membisu.“Jawab aku!!” bentak Arza. Kesabarannya sudah hilang. Ia benar-benar sudah tenggelam dalam rasa takutnya. Benar, Arza takut kehilangan lagi.“Azkiya sudah tahu semuanya lalu dia pergi,” ungkap Lina disela isakkan kecilnya. Perasaan bersalah semakin menggunung menyelimuti hatinya.Seketika kaki Arza terasa lemas mendengar penuturan sang ibu.“Tidak! Azkiya!”Lelaki itu seketika berlari keluar.Dengan cepat Arza berlari menyusuri jalanan. Matanya menata
“Bagaimana bisa kau menikahkannya dengan Arza?!” Darma menatap Lina dengan tidak percaya.Lelaki itu mengusap wajah kasar. Sungguh ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Lina.“Kenapa tidak bisa?”“Hidupnya terjamin dan bahagia bersama Arza. Dan itu adalah caraku meminta maaf atas apa yang terjadi padanya,” ungkap Lina yang merasa tindakannya tidaklah salah.“Kau….” Darma hampir tidak bisa berkata-kata lagi.“Bagaimana jika dia tahu bahwa Arza adalah pelaku tabrak lari yang menyebabkan ayahnya meninggal dunia?”“Dan mertuanya yang membungkam kasus itu agar Arza tidak dipenjara?” cecar Darma dengan perasaan tidak karuan.Tindakan Lina sungguh diluar dugaannya.“Semua akan aman jika kamu tetap diam!” gertak Lina.Ia tahu mungkin ini terlalu beresiko, tapi tidak ada cara lain.“Tutup mulut….”&ldquo
“Kamu menemukan orangnya?” tanya Lina seraya menatap menantunya lekat.Ia bahkan menghadapkan seluruh tubuhnya ke arah Azkiya.Azkiya mengangguk pelan.“Siapa?” Lagi Lina bertanya.“Seorang pemulung yang tinggal tidak jauh dari tempat kejadian itu,” tukas Azkiya.Pandangannya menatap entah kemana.”Ternyata keluarga pelaku memberinya uang agar tetap diam.”“Aku tidak habis pikir ada manusia sejahat itu, Bu,” lirih AzkiyaIa menunduk seraya tersenyum miris.Manusia memang bisa lebih jahat dari yang ia kira pikirnya.“Aku sedang berusaha menemukan mereka.”“Kak Arza meminta bantuan temannya dan juga meminta polisi kembali mengusutnya,” tutur Azkiya menjelaskan.Tak ada tanggapan. Lina hanya diam mendengar semua ucapan Azkiya.“Aku akan meminta keadilan pada mereka.” Azkiya tersenyum seraya mengalihkan pandangannya pa
“Memangnya Azkiya kenapa?” tanya Arza lagi. Ia kembali melangkah lalu berdiri tepat di dekat Azkiya.“Kak Arza?” lirih Azkiya seraya mendongak untuk menatap sang suami.“Kapan kamu datang?” tanya Rania dengan gugup. Wajahnya tampak tegang.“Sejak kamu bertanya bagaimana wanita seperti Azkiya bisa menikah denganku,” seloroh Arza.Suasana menjadi canggung seketika. Teman-teman Arza hanya saling melirik satu sama lain.Sementara itu manik mata Rania bergerak kesana kemari. Ia merasa terintimidasi karena Arza menatapnya dengan dingin.“Wanita seperti apa maksudmu?” tanya Arza sekali lagi.Rania duduk dengan gelisah.”Sepertinya kamu salah paham, Arza.”“Jadi apa maksudmu?” sambar Arza cepat.Ia tidak bodoh. Arza tahu pertanyaan Rania memang bermaksud merendahkan Azkiya.“Kak!” Azkiya menarik baju Arza dengan pelan. Ia berusa
Arza terus menatap Azkiya cukup lama tanpa berkedip. Ia tampak terpana dengan penampilan perempuan itu.Make up yang dipakai sangat cocok dan menyatu dengan kulit wajahnya.Dress panjang yang simple namun tetap elegan juga terlihat indah di tubuh Azkiya.Penampilan perempuan itu mampu membuat Arza tidak berpaling.Azkiya sampai menyentuh wajah serta memeriksa kembali pakaian yang melekat di tubuhnya.Apa ada yang salah pikirnya?“Kak!” seru Azkiya.Suara perempuan itu menarik kesadaran Arza kembali.Ia mengerjap beberapa kali.”O-oh? Iya?”“Apa aku tidak pantas memakai ini?”“Atau aku jelek?” tanya Azkiya khawatir.Jika benar begitu, maka ia tidak perlu pergi. Azkiya tidak ingin membuat Arza malu.“Kalau begitu aku tidak usah pergi, ya?”Arza mengernyit.”Apa maksudmu?”Lelaki itu bergegas melangkah menghampiri Azkiya.“Ayo!” ajak Arza.Di dalam mobil, Arza berkali-kali melirik perempuan yang duduk di sampingnya.Azkiya memang sudah cantik, tapi hari ini dia terlihat sangat cantik.“Jad
“Kamu anaknya?” Suara pria tua itu terdengar bergetar. Wajahnya tampak sangat terkejut.Azkiya mengangguk pelan. Ia masih belum melepas cekalan tangannya pada pria tersebut.Untuk sesaat dua orang itu hanya terdiam sambil menatap satu sama lain.Mata Azkiya menatap kesana kemari, ia sudah masuk dan tengah duduk di dalam gubuk kecil tersebut.Hati Azkiya merasa tersentil mengingat seberapa seringnya ia berkata lelah dan terkadang merasa kurang beruntung, padahal masih banyak yang kehidupannya lebih sulit darinya.“Kakek tinggal sendirian di sini?” tanya Azkiya hati-hati.Pria itu mengangguk untuk menjawab pertanyaan Azkiya.Banyak hal yang sebenarnya ingin ia tanyakan, tapi Azkiya merasa tidak enak. Lagipula tujuannya datang karena ada alasan khusus.“Jadi benar kalau Kakek adalah saksi mata kejadian itu?” Azkiya membenarkan posisi duduknya. Tatapannya terlihat sangat serius saat berbicara.