Langkah kaki Azkiya terlihat pasrah mengikuti tarikan tangan suaminya.
Bukan tanpa sebab. Arza melakukannya karena merasa bertanggung jawab atas pegawainya.
Namun, kali ini sedikit berbeda. Ada rasa khawatir yang mengusik hati lelaki itu.
Sampai di dalam, Arza melepaskan tangan Azkiya. Lelaki itu kini beralih menuju laci meja kerjanya.
Arza membungkukkan tubuh dan mulai mencari sesuatu di sana.
Sementara Azkiya hanya berdiri memperhatikan.
Setelah beberapa saat, Arza mendapatkan apa yang dicari. Ia kemudian beralih menuju sofa.
“Obati lukamu!” titah Arza seraya menatap Azkiya.
Arza meletakkan kotak P3K yang ia bawa tadi di atas meja.
Meski masih merasa heran, tak ayal Azkiya tetap menurut. Perempuan itu segera mendekat lalu duduk di sofa.
Arza kembali ke meja kerjanya. Ia duduk dengan laptop yang menyala di hadapannya.
Dengan hati-hati Azkiya membersihkan darah yang masih keluar.
Azkiya l
Azkiya menatap ke atas lemari. Bukan. Lebih tepatnya ke arah koper yang tersimpan di atas sana.Setelah selesai makan malam tadi Azkiya langsung bergegas masuk ke kamar.Mertuanya melarang Azkiya untuk membereskan bekas makan malam saat melihat tangan Azkiya yang terluka.Lina juga sempat memarahi Arza yang dinilai lalai menjaga Azkiya.Beruntung Azkiya bisa mengelak dan membela suaminya sehingga omelan mertuanya tidak berlangsung lama.Akhirnya Azkiya memilih untuk berkemas karena besok mereka akan berangkat pagi-pagi.Ya. Mereka berdua tak punya pilihan lain selain berangkat untuk bulan madu.Azkiya berjinjit. Tangannya mencoba meraih koper di atas sana.Tapi itu terlalu tinggi. Azkiya bahkan tak bisa menyentuh ujung lemari meski sudah berjinjit.Azkiya mengedarkan pandangannya ke sekitar.“Ah! Itu dia!” gumamnya saat melihat kursi kecil yang biasa ia gunakan saat duduk di meja rias.Segera Az
“Kak! Lihat itu!”Mendengar Azkiya yang berseru, Arza lantas mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk.Tapi Arza tidak menemukan sesuatu yang aneh selain kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang.Arza bertanya lewat tatapannya pada Azkiya. Dahinya mengernyit bingung.“Lihat itu!”“Badutnya lucu!” seru Azkiya seraya menunjuk ke arah lua.Memang benar, di kejauhan Arza melihat pengamen yang menggunakan kostum badut.Arza kembali menatap perempuan di sampingnya dengan datar. Ia kira Azkiya melihat sesuatu yang penting. Ternyata hanya badut.“Hehe.” Azkiya tertawa canggung kala melihat ekspresi Arza yang terlihat tak antusias. Ia kembali menghadap ke arah depan.“Arza!” seru seseorang yang membuat Arza sadar jika teleponnya masih tersambung.“Kamu sedang bersama perempuan miskin itu?”Ya. Orang yang sedang berbicara dengan Arza di telepon adalah Ria.Arza menghembuskan nafasnya. Ia terlihat kesal.Sementara Azkiya hanya diam dan sesekali melirik ke arah Arza. Ia tidak tahu siapa yang
Arza teremenung.Tapi tidak ada yang salah sebenarnya, berharap apa dia dari vila yang memang dijadikan tempat untuk honeymoon?Lelaki itu mengusap wajahnya pelan lalu menunduk.Apa yang akan ia lakukan selama tiga hari di tempat ini? Bahkan liburanpun menjadi beban tersendiri bagi Arza.Dengan lemas Arza kembali merebahkan tubuhnya. Ia berpikir mungkin hanya akan tetap berbaring di tempat ini selama tiga hari ke depan.Belum lama Arza memejamkan matanya, suara seseorang memaksanya kembali sadar.“Kak!”Arza membuka matanya malas.Tampak Azkiya yang sudah berdiri tepat di sampingnya.Arza bertanya lewat tatapannya.“Aku lapar,” lirih Azkiya.Gegas lelaki itu bangkit dari tidurnya. Arza mengangkat tangan untuk melihat jam yang melingkar di pergelangannya.Ternyata sudah masuk waktu makan siang.Akhirnya Arza beranjak dari kamarnya dengan Azkiya yang mengekor dari belakang.Beruntung villa tersebut memiliki restoran khusus sehingga memudahkan para tamu untuk makan.Selepas mengisi perut
Udara yang semakin dingin memaksa Arza untuk segera masuk.Baju yang ia pakai tak bisa menjaganya untuk tetap hangat.Saat membuka pintu Arza langsung terfokus pada Azkiya yang tengah berdiri menatap ranjang di hadapannya."Apa yang perempuan itu lakukan?" monolog Arza dalam hatinya. Dahinya mengernyit heran.Pandangan Azkiya langsung beralih kala menyadari kedatangan suaminya."Kenapa?"Arza melangkah mendekat.Hati Azkiya masih sedikit terguncang kala lelaki itu mendekat. Tapi ia berusaha untuk bersikap biasa saja."Tidak ada sofa, Kak,"lirih Azkiya.Lelaki itu terdiam. Arza memang juga sudah memikirkan hal itu sejak pertama kali datang.Tapi tak ada yang bisa Arza lakukan. Tak mungkin juga ia tidur di lantai tanpa alas.“Kita harus berbagi tempat tidur.”"Jadi tidurlah di sana!" titah Arza. Ia menunjuk ke arah ranjang dengan wajahnya."Hah?" Azkiya tergagap mendengar apa yang Ar
Apa ini mimpi?Azkiya mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya.Tapi deru nafas Arza bahkan bisa Azkiya rasakan saat menyapu wajahnya.Benar. Ini bukan mimpi.Azkiya mengangkat kepalanya. Ia baru sadar jika yang menyangga kepalanya bukan bantal, melainkan tangan Arza.Perempuan itu kemudian melirik ke bawah tubuhnya.Matanya melotot seperti hendak keluar. Azkiya tak lagi bisa berkata-kata saat melihat tangan besar Arza kini tengah memeluk pinggangnya.Jadi ini alasannya mengapa pinggang Azkiya terasa berat sedari tadi.Degup jantungnya bertalu dengan amat cepat. Wajah dan seluruuh tubuh Azkiya juga memanas secara tiba-tiba.Keadaan itu membuat Azkiya membeku sesaat. Ia benar-benar shock.“Sejak kapan dirinya tidur dengan posisi seperti ini?” tanya Azkiya dalam hati.Dengan pikiran yang semraut Azkiya hanya berfokus pada satu hal.Yakni Azkiya harus bisa keluar dari keadaan terse
Bugh!!!Sebuah sepeda motor yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak seorang pejalan kaki yang tengah menyeberang hingga terpental cukup jauh.DanBrakk!!!Motor tersebut kehilangan kendali lalu menabrak trotoar. Akhirnya sang pengendara juga ikut terkapar dengan luka di kepalanya.Jalanan tersebut terlihat sepi karena sudah tengah malam. Tak ada satupun kendaraan yang lewat saat itu.Gelegar petir menyambar di tengah gelapnya malam. Disusul hujan yang turun dengan sangat deras.Pengendara motor tersebut membuka matanya perlahan. Ia sadar tapi tak bisa bergerak. Tubuhnya terasa sangat lemas dan tak berdaya.Terdengar suara rintihan minta tolong yang tersamarkan oleh suara hujan yang turun dengan deras. Dengan kesadaran yang hampir hilang pengendara motor itu mengedarkan pandangannya untuk mencari sumber suara tersebut.Ternyata suara tersebut berasal dari pejalan kaki yang terkapar di tengah jalan dengan darah yang terus mengalir dari kepalanya.Sang pengendara berusaha menggerak
Cengkraman tangan Arza mulai mengendur. Namun kebencian itu jelas masih tersorot lewat tatapan matanya yang tajam, seolah ingin menerkam. Azkiya masih membisu mencoba mencerna apa yang terjadi, tapi sedikitpun tidak dapat ia temukan titik masalahnya.Perlahan lelaki itu bergerak bangkit, langkah kakinya perlahan menjauh. Arza keluar menuju balkon kamar. Mata Azkiya tak henti-hentinya memandang pria itu, tentu dengan hati yang sudah remuk dan berbagai pertanyaan yang berjejal dalam pikiran.“Apa salahku?” gumam Azkiya pelan.Pedih menjalar dalam hati wanita dengan rambut panjang itu. Malam pengantin yang Azkiya harapkan ternyata amat jauh dari bayangannya. Apa yang salah dari dirinya pikir Azkiya. Arza sendiri yang bersedia menikahinya. Dia tidak pernah memohon apalagi memaksa lelaki itu.Tapi mengapa akhirnya menjadi seperti ini?Arza masih berdiri di balkon, pandangannya lurus ke depan. Sedangkan Azkiya hanya bisa terduduk di ranjang pengantin yang seharusnya ditempati mereka berdua.
Udara segar di pagi hari menyerbak menelisik setiap Azkiya menarik napas. Wanita itu tengah bersiap karena ia akan mulai kembali bekerja. Ya, bekerja sebagai pelayan di kafe milik suaminya sendiri. Namun kewajibannya untuk melayani Arza sebagai suami tidak ia sepelekan. Azkiya tidak ingin melalaikannya meski mungkin pernikahannya tidak sama layaknya seperti orang lain.Setelah bangun dan melaksanakan sholat subuh Azkiya langsung turun ke bawah untuk membuat sarapan. Sebelumnya baju untuk Arza juga telah Azkiya siapkan di sisi ranjang. Wanita itu bersikap selayaknya seorang istri meski Arza tak menganggapnya seperti itu.Tidak lama berselang Arza turun dan langsung pergi menuju teras, melihat hal itu Azkiya bergegas membuat teh untuk suaminya. Teh telah siap, kaki Azkiya perlahan melangkah menuju teras untuk menyuguhkan minuman itu. Terlihat Arza tengah sibuk dengan ponselnya. Lelaki itu terus menunduk hingga tak menyadari kedatangan Azkiya. Tangan Azkiya terulur untuk menaruh teh. Den