Pagi yang cerah, karena kemaren Aditya diterima pekerjaan. Jadi, dia sangat bahagia. Dia menceritakan kabar baik tentang pekerjaannya merasa bahagia. Lalu, mendekati Aisyah yang sedang sibuk di dapur, lalu memeluknya dari belakang."Sayang, terima kasih sudah jadi alasan aku untuk terus berjuang. Kamu tahu nggak, aku nggak akan bisa sejauh ini tanpa kamu," bisik Aditya.Aisyah tersenyum kecil sambil mencoba tetap fokus pada masakannya, meskipun wajahnya mulai memerah."Mas, jangan mengganggu. Aku lagi masak, nanti gosong."Tapi Aditya tidak menghiraukan protes kecil itu. Tangannya mulai nakal, memainkan sesuatu yang membuat Aisyah terkejut dan menahan tawa malu."Mas! Jangan di sini, nanti ada tetangga yang lihat!"Dengan penuh rasa malu, Aisyah akhirnya memutar tubuhnya menghadap Aditya. Wajahnya merona, tapi ada senyum di sana."Udah ah, ayo masuk aja ke dalam. Di sini nggak aman. Tapi pelan-pelan ada Dede di dalam," ucap Aisyah sambil menjawil hidung suaminya.Aditya tersenyum mani
Hari-hari berlalu dengan rutinitas baru untuk Aditya. Ia bekerja keras di kantor barunya meskipun gajinya tidak besar. Aditya tetap bersyukur karena akhirnya ia bisa kembali bekerja dan membantu perekonomian keluarga. Rekan-rekan kerjanya mulai menghargai dedikasi dan semangatnya, meskipun Aditya masih harus membuktikan dirinya di tempat tersebut.Setiap pulang kerja, Aditya selalu membawa senyuman untuk Aisyah. Ia tak pernah mengeluh tentang pekerjaannya meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi. Aisyah juga berusaha mendukung suaminya dengan menyediakan makanan seadanya dan memberikan semangat.Aditya berkata suatu malam:"Aisyah, mungkin gajiku nggak seberapa sekarang. Tapi aku yakin, ini awal yang baik. Pelan-pelan, aku akan naik dan kita bisa hidup lebih baik."Aisyah menggenggam tangan suaminya dengan lembut."Aku bangga sama kamu, Mas. Kita nggak perlu hidup mewah. Yang penting, kita saling mendukung dan bahagia bersama."Aditya tersenyum, merasa beruntung memiliki istri se
Wanita paruh baya itu melanjutkan ceritanya sambil sesekali menghela napas panjang, mengenang peristiwa masa lalu yang penuh lika-liku.Wanita paruh baya berkata,"Waktu aku mendengar kabar kalau rumah Rehan—rumah orang tuamu, Aisyah—sudah diambil alih oleh Dirgantara, aku sangat sedih. Rumah itu adalah satu-satunya peninggalan yang orang tuamu tinggalkan sebelum mereka pergi. Tapi karena kecelakaan, rumah dan perusahaan kecil milik orang tuamu itu akhirnya jatuh ke tangan orang lain."Aisyah mendengarkan dengan seksama. Ia merasa ada kepingan-kepingan masa lalu yang mulai tersambung dalam pikirannya.Wanita paruh baya berkata, "Aku mencari tahu tentang kamu, Aisyah. Saat aku dengar kabar kalau kamu menikah dan pindah ke kota, aku lega, berpikir hidupmu akan lebih baik. Tapi ternyata waktu aku mengunjungi keluarga Glazer untuk memastikan, mereka justru bilang bahwa kamu dan suamimu diusir. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang terjadi. Orang-orang itu sangat kejam. Padaha
Pagi itu, ketika adzan Subuh berkumandang, Aisyah sudah bangun lebih dulu. Dia bergegas menyiapkan air wudhu untuk dirinya dan suaminya. Namun, saat hendak membangunkan Aditya, ia mendapati suaminya masih tertidur pulas."Abi, bangun. Sudah Subuh, ayo sholat."Aditya menggeliat sebentar, lalu menarik selimut lebih menutupi badannya."Umi... lima menit lagi. Masih ngantuk banget."Aisyah menghela napas panjang. Dia tahu ini akan menjadi tantangan, tapi dia tidak akan menyerah. Tiba-tiba, ide cemerlang terlintas di benaknya."Abi, ayo bangun! Tadi aku dengar ada suara motor trail lewat depan rumah! Siapa tahu ada yang mau jual motor bekas murah!"Aditya, yang hobi berat dengan motor trail, langsung membuka matanya lebar-lebar."Hah? Motor trail? Mana, Umi? Siapa yang jual?"Melihat reaksi suaminya, Aisyah menahan tawa sambil menarik tangannya."Nggak ada yang jual, Abi. Tapi kita harus sholat dulu, biar rezekinya lancar. Siapa tahu nanti Allah kasih rezeki buat beli motor trail impian A
Pria di luar berteriak, "Tolong, Pak! Bu! Tolong saya, ini darurat!"Aditya langsung berdiri dengan raut wajah waspada. Ia meraih tongkat yang masih sering ia gunakan sebagai alat bantu untuk berjaga-jaga."Umi, tetap di sini. Jangan buka pintu sebelum Abi pastikan aman."Aisyah mengangguk, meskipun hatinya gelisah.Aditya berjalan perlahan menuju pintu, mengintip dari celah kecil di jendela. Ia melihat seorang pria muda dengan wajah panik, tubuhnya penuh peluh, dan tangan yang memegang sisi tubuhnya seperti kesakitan.Aditya berteriak dari dalam, dia tidak paham dengan pria tersebut."Siapa kamu? Ada apa malam-malam begini?"Pria tersebut bicara ngos-ngosan,"Saya dikejar orang, Pak! Saya nggak tahu mau ke mana lagi. Tolong, mereka mau bunuh saya!"Aditya ragu sejenak. Ia kembali ke arah Aisyah dan berbisik."Umi, Abi rasa ini bisa bahaya. Kalau ini jebakan, kita harus siap.""Tapi kalau dia benar-benar butuh bantuan, Abi? Kasihan..." balas Aisyah.Setelah berpikir sejenak, Aditya a
Keesokan harinya, tiba-tiba ada paket. Sebuah buket bunga mawar merah dengan kartu bertuliskan, "Untuk wanita paling indah yang pernah kulihat." Aisyah bingung dan merasa risih, tetapi ia mencoba mengabaikannya, menganggap mungkin pengirim salah alamat.Namun, hari berikutnya, sebuah kotak cokelat mahal tiba di pintu mereka dengan kartu serupa: "Semoga harimu seindah senyummu." Aditya mulai curiga dan memutuskan untuk memantau lebih dekat.Setiap hari, paket-paket romantis terus berdatangan, mulai dari parfum mewah hingga perhiasan kecil, semuanya tanpa nama pengirim."Umi, apa dekat dengan pria?" tanya Aditya. "Abi, apa kamu menuduhku?" Aisyah balik tanya, dia tidak suka dituduh."Abi, hanya bertanya." "Aku tidak suka dengan caramu bertanya." "Oke, maaf, mungkin ini tujuannya orang tersebut. Kita bertengkar dan tidak saling percaya.""Apa mungkin Delon, Shintya, Sera, ah, gak mungkin mereka. Kita sudah miskin, mengapa mereka mengusik dengan kehidupan kita yang sulit ini." "Ya, mu
Godaan Aditya tidak direspon istrinya. "Umi, katanya tadi mau nostalgia jadi pengantin baru lagi, kan? Gimana kalau kita mulai sekarang?" Aditya mengikuti istrinya dari belakang.Aisyah, yang sedang membereskan ruang tamu. "Halah, Abi ini ada-ada aja. Aku masih capek tahu!"Aditya mendekat dengan langkah pelan, tangannya terulur untuk mencubit kecil pinggang istrinya. "Oh, iya? Capek, tapi tadi semangat banget bohong sama Tante Rita, ya? Sini, Abi bantu hilangin capeknya."Aisyah terkejut dengan godaan itu dan spontan berlari kecil ke arah kamar sambil tertawa."Abi, jangan ganggu aku dulu! Nanti aja, aku mau istirahat!"Aditya mengejar dengan langkah santai, tapi matanya penuh semangat menggoda."Istirahat? Kalau gitu Abi juga ikut istirahat di kamar, ya. Bareng sama Umi."Sampai di kamar, Aisyah langsung duduk di atas ranjang sambil menahan senyum."Abi ini nggak bisa serius, ya? Untung aku udah biasa sama tingkah kamu Abi."Aditya hanya tersenyum, mendekat, dan duduk di sebelahny
Terdengar suara ketukan dari luar, Aisyah berkata, "Tidak usah direspon, dari kemaren paketannya aku biarkan. Setelah aku masuk lagi, beberapa menit kemudian aku keluar buang sampah sudah tidak ada. Mulai sekarang kita tidak usah urus orang yang tidak penting buat kita." "Hem, begitukah kita menyikapinya?" "Abi, ngomong-ngomong soal keluarga, Umi masih kepikiran soal orang tua kandung Abi. Apa Abi nggak ada niat buat mencari tahu lebih dalam? Siapa tahu ada hal yang penting buat Abi atau bahkan buat kita ke depan." Aisyah mengalihkan pembicaraannya, agar tidak terlalu mementingkan pria tidak jelas.Aditya tersenyum lembut sambil menggenggam tangan istrinya."Umi, Abi sudah memikirkan itu berkali-kali. Tapi setiap kali Abi ingin melangkah lebih jauh, rasanya hati Abi nggak tenang. Abi takut malah membuka luka lama atau bahkan memulai masalah baru yang nggak perlu."Aisyah memandang suaminya dengan penuh pengertian."Tapi kan, Abi... Mereka tetap orang tua kandung Abi. Kalau memang ad
Beberapa bulan kemudian, Aisyah bercerita tentang Aditya di keluarga Glazer kepada Arjuna dan dia juga bertanya tentang kakaknya Arjuna yang bernama Andre. Ternyata dulu memang ada konflik besar antara perusahaan Pak Daniel dan perusahaan Glazer. Arjuna menghela napas panjang sebelum mulai bercerita. "Andre... Dia memang kakakku, tapi sejak kecil aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Konflik antara keluarga kami dan keluarga Glazer sudah berlangsung lama. Sejujurnya, aku juga tidak tahu detailnya, tapi Ayah dan Pak Daniel dulu adalah rekan bisnis yang akhirnya menjadi musuh," jelasnya.Aisyah mendengarkan dengan seksama, mencoba menyusun potongan-potongan puzzle yang semakin membingungkan. "Jadi... kalau benar Aditya adalah Andre, mungkin dia korban dari konflik keluarga ini? Apa mungkin identitasnya sengaja diubah?" tanyanya, berusaha mencari kebenaran.Arjuna mengangguk pelan. "Itu bisa saja terjadi. Aku pernah mendengar cerita bahwa saat kecil, kakakku menghilang di tengah konf
Ketika Delon mendobrak pintu kontrakan dengan keras, Aisyah tersentak panik. Dengan tangan gemetar, ia segera meraih ponsel dan menelepon Arjuna. Suaranya terdengar gemetar ketika berbicara:"Arjuna... tolong aku... Delon... dia—"Belum selesai ia bicara, Delon dengan kasar merebut ponsel dari tangan Aisyah dan melemparkannya ke sudut ruangan."Berhenti mencari perlindungan dari pria lain, Aisyah! Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah. Kamu harus dengar aku!" kata Delon.Aisyah mundur perlahan, memeluk bayinya erat-erat sambil menahan air mata. "Apa yang kamu inginkan, Delon? Kenapa kamu tidak bisa meninggalkanku dan keluargaku sendiri?"Delon dengan nada marah, "Keluarga? Apa keluarga ini tanpa Aditya? Dia sudah mati, meninggalkanmu sendirian di sini! Aku datang untuk memberikan tawaran yang lebih baik, tapi kamu terus menolakku. Aku bosan dengan semua ini!"Sementara itu, di sisi lain, Arjuna yang mendengar panggilan terputus langsung mencurigai ada sesuatu yang tidak beres
Raina tersenyum kecil sambil menundukkan kepala agar tidak terlihat terlalu senang.Raina (dalam hati): Setidaknya aku punya sedikit waktu lagi bersamanya.Namun, semakin lama Aditya tinggal, semakin ia merasa ada sesuatu yang aneh. Suatu malam, ia memergoki Raina berjalan normal ke dapur untuk mengambil air. Ia langsung merasa ada yang tidak beres."Raina? Katanya kamu tidak bisa berjalan?" tanya Aditya.Raina terkejut, wajahnya memerah karena ketahuan. Ia mencoba mencari alasan. "A-aku... kakiku sudah mulai membaik. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir."Aditya tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi ia tahu ada sesuatu yang sengaja direncanakan oleh Raina.Keesokan paginya, Aditya berpamitan kepada pria tua itu tanpa memberitahu Raina. Ia meninggalkan syal pemberian Raina di meja sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan pergi dengan tekad yang lebih kuat untuk segera menemukan keluarganya."Maafkan aku, Raina. Tapi keluargaku adalah segalanya bagiku," kata Aditya dalam hati.Rai
Ketika suasana masih tegang, suara mobil mewah terdengar berhenti di depan rumah. Semua orang menoleh ke arah pintu, dan muncullah Pak Daniel, mengenakan setelan rapi, ditemani oleh asistennya. Wajahnya terlihat tenang, tapi penuh wibawa.Pak Daniel memberi sapaan, "Selamat pagi semuanya. Maaf kalau saya datang tanpa pemberitahuan."Kakek menyambut dengan sopan, sementara Aisyah merasa semakin bingung dengan semua yang terjadi. Pak Daniel langsung menuju Arjuna dan menepuk bahunya."Arjuna, aku mendengar dari asistennya bahwa kamu ingin Aisyah menjadi bagian dari keluarga kita. Itu kabar yang menggembirakan."Aisyah membelalak.Aisyah mendengar perkataan Pak Daniel. "Pak... maksud Bapak?"Pak Daniel menatap Aisyah dengan senyuman hangat sambil berkata, "Aisyah, saya tahu kamu masih berduka atas Aditya. Tapi dunia ini tidak berhenti, Nak. Kalau kamu mau, kami akan sangat bahagia jika kamu menjadi menantu keluarga kami. Arjuna adalah pria yang baik, dan dia benar-benar tulus mencintaimu
Aditya ternyata telah diculik oleh seseorang yang tidak dikenal, dan setelah beberapa hari ia menyadari bahwa dalang di balik semua ini adalah Delon. Dalam keadaan terkurung di sebuah ruangan kecil, Aditya mencoba tetap tenang sambil mencari celah untuk melarikan diri.Delon datang menemui Aditya dengan senyum penuh kemenangan."Lama tak berjumpa, Aditya. Kau pikir bisa hidup tenang setelah meninggalkan perusahaan Glazer? Lihat di mana kau sekarang. Ini balasan untuk semua penghinaan yang kau lakukan!"Aditya dengan tenang sambil menyeringainya, "Delon, kau tidak berubah. Kau selalu menyalahkan orang lain atas kegagalanmu. Kalau perusahaan Glazer di ambang kehancuran, itu karena ketidakmampuanmu, bukan karena aku."Delon marah menampar pipi Aditya, "Tutup mulutmu! Kau tahu apa yang sudah kulakukan untuk mempertahankan perusahaan? Aku hanya ingin kau kembali dan membantu memperbaiki keadaan. Tapi kau malah meremehkanku!"Aditya akhirnya memahami bahwa penculikan ini adalah hasil dari f
"Tolong... ada yang bisa membantu saya?" Aisyah berteriak minta tolong.Beberapa orang yang lewat mulai memperhatikan keadaannya. Seorang wanita muda dengan cepat menghampiri Aisyah.Wanita paruh baya menghampiri Aisyah sambil berkata, "Bu, ibu baik-baik saja? Ini sudah mau melahirkan, ya?"Aisyah hanya mengangguk lemah sambil menahan rasa sakitnya."Tolong... saya butuh bantuan... saya sendirian..."Tepat pukul setengah dua siang, Aisyah yang sudah tidak tahan lagi merasakan gelombang kontraksi yang semakin hebat. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, namun dia tetap mencoba bertahan. Kerumunan orang di sekitarnya mulai panik melihat kondisinya.Orang-orang sekitar, "Cepat, tolong bantu dia! Bawa ke rumah sakit!"Dengan sigap, beberapa pria membantu mengangkat Aisyah ke dalam mobil warga yang bersedia mengantarnya. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit terdekat, Aisyah terus menggenggam perutnya, menahan rasa sakit yang luar biasa.Aisyah dengan suara lemah, "Ya Allah... berikan aku ke
Hari-hari berlalu dengan penuh kesyukuran di kontrakan kecil mereka. Aditya dan Aisyah menjalani kehidupan sederhana dengan penuh cinta dan pengertian.Setiap pagi dimulai dengan sarapan bersama. Aditya sering kali membantu Aisyah menyiapkan makanan, sementara Aisyah selalu memastikan suaminya berangkat kerja dengan bekal dan doa.Malam harinya, mereka berbagi cerita tentang keseharian masing-masing. Aditya berbicara tentang pekerjaannya, rekan-rekan di kantor, dan bagaimana ia belajar lebih bersabar menghadapi berbagai tantangan. Sementara itu, Aisyah bercerita tentang tetangga-tetangga mereka, perkembangan kandungannya, dan mimpi-mimpinya untuk masa depan anak mereka."Abi, Umi bahagia banget. Meskipun kita nggak punya banyak, rasanya cukup karena kita saling mendukung."Aditya tersenyum, menggenggam tangan Aisyah saat duduk bersama, "Iya, Umi. Allah sudah kasih kita yang lebih berharga daripada harta. Keluarga kecil kita ini."Mereka saling terbuka tentang kekhawatiran dan harapan
Setelah Aisyah bebas dari penjara, hubungan mereka bertiga semakin sering terlihat akrab. Arjuna selalu hadir saat Aditya dan Aisyah membutuhkan bantuan. Namun, Aditya mulai merasakan sesuatu yang ganjil dari sikap Arjuna. Setiap kali Aisyah berbicara atau memuji Arjuna, Aditya merasakan cemburu yang tak dapat ia kendalikan.Suatu malam, saat hanya mereka berdua di rumah, Aditya mencoba mengungkapkan perasaannya kepada Aisyah."Umi, aku ingin bicara jujur. Aku nggak tahu apa aku yang terlalu sensitif atau bagaimana, tapi aku merasa nggak nyaman setiap kali kamu memuji Arjuna."Aisyah: tersenyum lembut mengerti apa yang dirasakan suaminya, "Abi, jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku memang berterima kasih pada Arjuna karena dia sudah membantu kita, tapi bagiku, Abi adalah yang terbaik. Aku cinta sama Abi, nggak ada yang bisa menggantikan kamu."Aditya tersenyum lega mendengar penjelasan istrinya.Namun, di sisi lain, Arjuna memiliki niat tersembunyi. Ia sebenarnya diam-diam ingin memilik
Aditya duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah Aisyah yang tertidur lelap. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Dia teringat betapa keras dan dinginnya dia terhadap Aisyah saat mereka pertama kali menikah. Salah paham yang membuat dirinya menilai Aisyah dengan buruk, padahal kenyataannya istrinya adalah wanita yang luar biasa.Air mata perlahan mengalir dari sudut matanya, bukan karena sedih, tetapi karena rasa syukur yang mendalam.Aditya (dalam hati): "Ya Allah, dulu aku begitu bodoh menilai dia dengan cara yang salah. Engkau menunjukkan kebenaran dengan cara yang unik, memperlihatkan siapa yang buruk dan siapa yang benar-benar tulus. Engkau gantikan hidupku yang penuh keburukan dengan Aisyah, wanita yang sabar dan baik hati. Aku sungguh beruntung."Dia menyeka air matanya dan tersenyum sambil menggenggam tangan Aisyah yang masih terlelap."Umi, kamu adalah jawaban dari doa-doa yang nggak pernah aku tahu aku butuhkan. Kamu membuat aku jadi orang yang lebih baik. Mulai sekarang,