"Pertunangan Reyhan dan Bella bisa dibatalkan Pah," ucap Reyhan yang mana membuat papanya semakin marah.
"Batalkan kamu bilang? Semudah itu kamu membatalkan pertunangan? Ingat Reyhan pertunangan kamu dan Bella itu bukan pertunangan biasa, pertunangan kalian juga mencakup hubungan bisnis ke dua keluarga besar kita, mau di kemanakan muka Papah kalau kamu tiba-tiba membatalkan pertunangan begitu saja. Apalagi kamu tiba-tiba membawa wanita lain sebagai istri kamu. Dan apa tadi kamu bilang, Freya sedang hamil? Bisa-bisanya kamu menghamili anak orang sebelum menikah."
"Reyhan minta maaf Pah, tapi Reyhan tidak akan mengubah keputusan Reyhan, dalam waktu dekat Reyhan akan mengatakan semuanya pada Bella dan keluarganya."
"Keterlaluan kamu Reyhan, jika kamu terus seperti ini lebih baik kamu angkat kaki dari rumah ini!" usir Handoko.
Tanpa menjawab ucapan papanya Reyhan segera keluar dari ruangan tersebut, ketika dia baru saja membuka pintu tiba-tiba dia melihat Freya yang sedang berdiri di depan pintu tersebut, Reyhan yakin Freya sengaja menguping pembicaraannya dengan sang papa.
"Ayo kita pergi dari sini!" ajak Reyhan pada wanita yang saat ini menjadi istrinya tersebut.
"Tapi Mas," ucap Freya tertahan sebab Reyhan sudah menarik tangannya untuk pergi dari sana.
Setelah mengambil barang-barang mereka di kamar keduanya pun pergi meninggalkan rumah besar tersebut.
Sepanjang perjalanan keduanya tidak mengatakan apapun sama sekali, hanya terdengar suara isakan tangis Freya yang sesekali mengisi keheningan tersebut. Hingga tiba mereka di apartemen Reyhan keduanya masih belum berbicara sama sekali.
"Kamu tidur saja duluan, ada pekerjaan yang harus saya kerjakan malam ini," ucap Reyhan membuka suara.
Laki-laki itu pun masuk ke kamar utama miliknya sedangkan Freya masuk ke kamar sebelahnya yang merupakan kamar yang dia tempati selama tinggal di apartemen tersebut. Sepanjang malam Freya tidak bisa menahan air matanya, ada rasa bersalah di hatinya karena telah menjadi penyebab Reyhan terusir dari keluarganya, tidak seharusnya Reyhan menanggung semua beban itu, tidak seharusnya Reyhan mendapatkan masalah karena dirinya. Wanita itu terus menangis sepanjang malam hingga tanpa sadar sudah terbawa ke alam mimpi. Saat menjelang pagi Reyhan masuk ke dalam kamar yang Freya tempati dan duduk di tepi ranjang tempat wanita itu sedang terlelap, ditatapnya wajah yang tampak sayu tersebut, Reyhan yakin sepanjang malam wanita itu pasti menangis tiada henti.
Perlahan Reyhan mengusap sisa-sisa air mata di wajah Freya, dia juga menepuk nepuk kepala wanita itu agar terus tertidur lelap. Setelah beberapa saat dia pun pergi ke sisi sebelahnya untuk ikut merebahkan diri di kasur tersebut, tubuhnya merasa kelelahan karena banyaknya aktivitas yang harus dia kerjakan hari ini. Reyhan kemudian merengkuh tubuh Freya dan menariknya pelan hingga kini posisi Reyhan memeluk wanita itu dari belakang.
Keesokan harinya Freya terbangun cukup siang dan dia lagi-lagi terkejut dengan tangan kekar yang melilit tubuhnya, meskipun begitu dia segera sadar bahwa tangan itu adalah milih Reyhan karena ini bukan yang pertama kali.
Perlahan Freya melepaskan diri dari dekapan Reyhan dan berusaha sebisa mungkin agar laki-laki itu tidak terbangun, dia kemudian segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tiga puluh menit kemudian Freya keluar dari kamar mandi dan kini dia sudah dalam keadaan rapih, wanita itu pun pergi ke dapur untuk membuat sarapan yang hampir menuju makan siang tersebut. Freya membuat makanan dari sisa-sisa bahan makanan yang dia beli kemarin karena dia belum sempat untuk berbelanja lagi setelahnya.
Tepat pukul jam 12 siang Reyhan keluar dari kamar dengan keadaan rapih, sepertinya laki-laki itu hendak pergi hari ini karena sebuah urusan.
"Mas Reyhan mau pergi?" tanya Freya.
"Hmmm, saya harus ke kantor hari ini," jawab Reyhan sambil duduk di meja makan.
Tanpa mengatakan apapun lagi keduanya makan bersama dalam keheningan.
"Hari ini saya akan pulang malam, jika kamu memerlukan sesuatu kamu bisa menghubungi saya."
"Baik Mas," jawab Freya sebelum Reyhan pergi meninggalkan apartemen.
Selama seharian Freya hanya berdiam diri di kamar, sesekali dia pergi ke ruang santai untuk menonton televisi. Ingin rasanya dia pergi dari apartemen itu dan pulang ke rumahnya, dia juga tidak memiliki banyak barang di apartemen ini karena semua barangnya masih berada di rumah ayahnya tersebut.
Sore hari Freya memutuskan untuk pulang ke rumahnya untuk mengambil beberapa barangnya di sana, sebelumnya dia sempat mengirimkan pesan pada Reyhan bahwa dia akan pergi ke rumahnya sebentar.
Setibanya di rumah yang sudah di tempatinya selama belasan tahun itu Freya segera masuk, dia memandangi setiap sudut rumah tersebut, di dalamnya terdapat begitu banyak kenangan dengan ke dua orang tuanya.
Ayahnya Fredy Gunawan adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi sedangkan ibunya seorang guru SD dan sudah meninggal saat Freya berusia sepuluh tahun karena kanker payu dara. Freya sendiri saat ini adalah mahasiswa semester akhir kedokteran yang sebentar lagi akan diwisuda.
Selama hidupnya sang ayah mendedikasikan diri untuk dapat membiayai kuliahnya sebagai calon dokter yang tidaklah murah, Freya tahu ayahnya sangat menginginkan agar sang putri menjadi dokter spesialis onkologi. Sang ayah ingin Freya dapat menjadi penolong bagi orang-orang yang mengalami kanker seperti ibunya dan untuk itu Freya berusaha sangat keras dalam belajar.
"Ayah, Freya rindu ayah," ucap Freya lirih.
Tetesan air mata keluar dari pipinya, dia benar-benar sangat merindukan sang ayah. Selama ini baik sang ayah maupun dirinya selalu saling bergantung satu sama lain karena mereka tidak memiliki kerabat dekat lainnya. Ayah dan ibunya adalah anak tunggal begitupun dirinya, adapun keluarga lainnya tidak terlalu dekat dan mereka semua tinggal di luar kota hingga Freya tidak banyak mengenal keluarganya selama ini.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu dan Freya segera bergegas untuk memeriksanya, dilihatnya seorang laki-laki dengan tas selempang di bahunya sedang berdiri di depan pintu.
"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Freya pada laki-laki berambut rapi tersebut.
"Apa ini dengan Mbak Freya Kumala?" tanya laki-laki tersebut.
"Iya benar dengan saya sendiri," jawab Freya.
"Saya ingin menyampaikan surat ini pada Mbak Freya," ucap laki-laki itu sambil mengulurkan sebuah amplop di tangannya.
Freya segera mengambil amplop tersebut dan membuka isinya, tiba-tiba dia merasa dadanya sesak saat melihat isi dari amplop tersebut.
Itu adalah sebuah surat yang menyatakan bahwa rumahnya harus segera dikosongkan sebab rumah tersebut adalah fasilitas kampus untuk sang ayah sebagai tenaga pengajar dan karena sang ayah sudah meninggal maka rumah itu akan di alihkan pada tenaga pendidik lainnya.
"Jadi saya harus segera mengosongkan rumah ini dalam waktu tiga hari Pak?" tanya Freya.
"Berdasarkan informasi yang saya terima seperti itu Mbak."
"Baik Pak, terimakasih."
Laki-laki itu pun pergi berpamitan meninggalkan rumah tersebut sedangkan Freya terduduk lemas di kursi ruang tamu.
Dia tahu bahwa rumah tersebut adalah rumah dinas sang ayah, namun dia tidak menyangka bahwa kini adalah saatnya di mana dia harus pergi meninggalkan rumah tersebut dalam keadaan hidupnya yang porak poranda seperti ini.
Di tengah kesedihannya Freya mendengar dering handphone miliknya, Freya tidak mengenali nomor telepon tersebut namun dia memutusakan untuk mengangkatnya.
"Hallo," sapa Freya.
"Freya ini tante Fatmala," ucap wanita dari seberang sana.
"I-iya Tante."
"Freya apa benar yang tante dengar kemarin? Apa benar kamu telah menikah dengan Reyhan?"
"I-iya Tante, Freya minta maaf."
"Apa kamu sadar konsekuensi apa yang akan kalian terima, terutama Reyhan. Dengan pernikahan kalian akan merusak hubungan Reyhan dengan tunangannya. Menurutmu kenapa Reyhan bertunangan sejak usianya masih muda? Itu untuk menguatkan posisinya di perusahan Buana. Dengan pernikahan itu posisi Reyhan akan kuat dan dia akan menjadi pewaris utama mengalahkan sepupu sepunya yang siap kapan saja mengambil posisi itu. Setelah ini Reyhan pasti akan mengalami banyak sekali gunjangan, apa yang telah dia perjuangkan selama ini akan hancur begitu saja," ucap Fatmala.
"Maaf Tante, aku tidak berpikir hingga sejauh itu," ucap Freya lirih.
"Freya, tante mohon lepaskan Reyhan. Tante akan bertanggung jawab atas anak dalam kandungan kamu, tapi tante mohon biarkan Reyhan mencapai posisinya terlebih dahulu. Reyhan sudah banyak berkorban untuk mencapai posisi ini dan dia pasti akan terluka jika semuanya sia-sia."
"I-iya."
Hanya itu jawaban yang bisa Freya katakan hingga panggilan berakhir. Freya termenung sendirian meratapi kehidupanya. Kini dia tidak lagi memiliki rumah dan hanya menjadi beban untuk orang lain, sungguh Freya benci akan dirinya serta hidupnya saat ini.
Malam hari Reyhan datang menjemput Freya ke rumahnya, awalnya Freya menolak tapi Reyhan bersikeras menjemput hingga jadilah kini mereka sama sama pulang ke apartemen dan tiba saat waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Mas Reyhan, ada yang ingin aku bicarakan sama Mas Reyhan," ucap Freya setibanya mereka di apartemen.
"Apa?" tanya Reyhan.
"Mari kita bercerai," ucap Freya.
"Mari kita bercerai," ucap Freya mengulang perkataannya.Reyhan menatap ke arah wanita yang duduk di kursi sebelahnya, tidak ada tanggapan apa pun dari laki-laki itu atas ucapan yang di lontarkan sang istri terhadap dirinya. Sedangkan di sisi lain Freya masih mencoba memantapkan hatinya agar tidak goyah yang tetap pada pendiriannya untuk bercerai karena tidak ingin menjadi beban untuk Reyhan lebih lama lagi."Ayo keluar!" seru Reyhan setibanya mereka di parkiran apartemen.Freya mengikuti perintah Reyhan dan mereka keluar dari mobil hitam tersebut. Wanita yang rambut di kuncir kuda itu mengikuti langkah Reyhan menuju lift hingga keduanya sampai di unit apartemen milik Reyhan. Sepasang suami istri itu masih saling menutup mulut hingga masuk ke dalam unit apartemen tempat mereka kini tinggal tersebut."Mas Reyhan ayo kita bercerai," ajak Freya lagi setibanya mereka di dalam apartemen sebab Reyhan belum juga memberikan tanggapan apapun atas permintaannya."Lekas mandi dan berganti pakaia
Raihan mematikan panggilan telepon dan meletakkan kembali handphone miliknya ke dalam saku, laki-laki yang saat ini mengenakan setelan jas berwarna hitam itu kini mulai melajukan kendaraannya menuju kantornya sendiri. Butuh waktu perjalanan kurang lebih satu jam dari kantor utama keluarga Buana ke kantor yang sudah Reyhan rintis sejak masih duduk di bangku kuliah tersebut, setibanya di sana Reyhan langsung disambut oleh sekretarisnya sebab hari ini dia memiliki jadwal yang cukup padat."Apa kamu sudah siapkan semua berkas yang saya minta?" tanya Reyhan pada sekretarisnya."Sudah Pak, sebenar lagi saya akan kirimkan semua berkasnya ke meja Bapak," jawab sekretaris Reyhan."Bagus, hari ini jangan ganggu saya sampai jam makan siang dan saat makan siang nanti kita akan bertemu dengan salah satu investor dari Malaysia. Jangan lupa siapkan semua yang di butuhkan untuk rapat kita siang nanti!" seru Reyhan."Siap Pak."Setelah mengatakan itu Reyhan segera masuk ke dalam ruangannya, setibanya
"Saya akan tanggung jawab sama kamu," ucap Reyhan. "Tanggung jawab apa maksud Mas Reyhan?" tanya gadis yang saat ini sedang terbaring di ranjang rumah sakit. "Saya akan tanggung jawab atas anak yang ada di perut kamu Frey." Gadis bernama Freya itu pun terdiam, dia tidak pernah menyangka perkataan itu akan datang dari laki-laki yang kini duduk di sebelah ranjangnya, laki-laki yang selalu kaku dan jarang tersenyum. Bagaimana mungkin Reyhan mengatakan tentang tanggung jawab yang tidak seharusnya dia tanggung, "Nggak perlu Mas, aku bisa menghadapi semuanya sendiri," ucap Freya. Tidak, dia tidak ingin melibatkan orang yang tidak bersalah, dia tidak ingin menyeret orang lain ke dalam masalahnya, dan dia tidak ingin orang lain yang bertanggung jawab atas kesalahannya. "Apa kamu tega membiarkan anak itu lahir tanpa seorang ayah?" tanya Reyhan. "Aku akan mencari jalan keluarnya Mas." "Jalan keluar seperti apa yang kamu maksud? Atau kamu berniat untuk menggugurkan anak yang ada di dalam
Sepanjang malam Freya tidak bisa tidur, hatinya gelisah untuk menghadapi hari esok."Aku harus pergi dari sini," ucap Freya.Wanita dengan rambut hitam lebat itu keluar dari apartemen Reyhan dengan mengendap-endap, berharap tidak akan ada yang melihatnya. Setibanya di luar apartemen Freya langsung berlari, dia tidak membawa apapun selain pakaian yang melekat pada tubuhnya hingga dengan terpaksa dia harus berjalan kaki."Aku harus pergi dari sini, aku tidak mau menikah dengannya," ucap Freya sambil terus berjalan.Tiba-tiba langit mendung dan rintik hujan mulai turun membasahi bumi, Freya berlari mencari tempat berteduh, dia menemukan sebuah bangunan kosong yang sepertinya merupakan bekas warung makan.Freya memasuki bangunan tersebut dan berteduh sambil menunggu hujan reda, namun beberapa waktu kemudian dia mendengar suara langkah kaki mendekat dan dua sosok laki-laki muncul tak lama setelahnya.Dua laki-laki itu tampak terkejut di awal namun sedetik kemudian mereka menyeringai."Wah,
"Nggak apa-apa mas, tidak jadi."Reyhan menyatukan ke dua alisnya kebingungan, namun karena pekerjaan yang banyak membuatnya memutuskan untuk bertanya nanti dan melanjutkan pekerjaannya membaca laporan.Freya pun pamit masuk ke dalam kamarnya, setelah kegundahan sepanjang malam kemarin ditambah dengan makan banyak membuatnya mengantuk."Hoam."Tak butuh waktu lama Freya pun tertidur pulas dan terbangun dengan sebuah tangan yang melingkari tubuhnya."Mas, Mas Reyhan."Freya terkejut saat melihat siapa yang sedang terbaring di sebelahnya, tatapan matanya beralih pada tangan yang melingkari perutnya, tangan berotot yang membuatnya tidak bisa beranjak dari tempat tidur.Gadis dengan baju tidur berbahan satin itu sedikit menggeliat, entah bagaimana caranya Reyhan sudah tidur di sebelahnya sedangkan dia sangat yakin bahwa sore tadi dia tidur sendiri karena merasa kelelahan. Meskipun begitu Freya yang kini masih terbaring seolah terhipnotis oleh wajah teduh di hadapannya, wajah Reyhan yang s
Esok harinya Reyhan benar-benar membawa Freya ke rumah ke dua orang tuanya, hal itu tentu saja membuat Freya sangat gugup, dia bahkan tidak bisa memejamkan matanya semalaman hingga kini kantung mata terlihat jelas di ke dua matanya."Ayo!" ajak Reyhan setibanya mereka di depan rumah.Saat ini mereka masih duduk di mobil milik Reyhan setelah menempuh perjalanan selama satu jam dari apartemen."Mas Reyhan aku takut," ucap Freya lirih."Tidak perlu takut, saya akan menjaga kamu.""Tapi bagaimana jika keluarga Mas Reyhan tidak setuju dengan pernikahan kita?""Itu tidak akan berpengaruh pada apapun, kita sudah resmi menikah dan sudah terdaftar di catatan sipil.""Tapi Mas.""Tidak perlu banyak berpikir, cukup berada di samping saya maka semuanya akan baik-baik saja."Tak ada pilihan lain, kini keduanya pun berjalan masuk ke dalam rumah. Setibanya di sana mereka disambut oleh mbok Darmi, asisten rumah tangga yang sudah bekerja di rumah keluarga Reyhan selama puluhan tahun."Den Reyhan ayo m
Raihan mematikan panggilan telepon dan meletakkan kembali handphone miliknya ke dalam saku, laki-laki yang saat ini mengenakan setelan jas berwarna hitam itu kini mulai melajukan kendaraannya menuju kantornya sendiri. Butuh waktu perjalanan kurang lebih satu jam dari kantor utama keluarga Buana ke kantor yang sudah Reyhan rintis sejak masih duduk di bangku kuliah tersebut, setibanya di sana Reyhan langsung disambut oleh sekretarisnya sebab hari ini dia memiliki jadwal yang cukup padat."Apa kamu sudah siapkan semua berkas yang saya minta?" tanya Reyhan pada sekretarisnya."Sudah Pak, sebenar lagi saya akan kirimkan semua berkasnya ke meja Bapak," jawab sekretaris Reyhan."Bagus, hari ini jangan ganggu saya sampai jam makan siang dan saat makan siang nanti kita akan bertemu dengan salah satu investor dari Malaysia. Jangan lupa siapkan semua yang di butuhkan untuk rapat kita siang nanti!" seru Reyhan."Siap Pak."Setelah mengatakan itu Reyhan segera masuk ke dalam ruangannya, setibanya
"Mari kita bercerai," ucap Freya mengulang perkataannya.Reyhan menatap ke arah wanita yang duduk di kursi sebelahnya, tidak ada tanggapan apa pun dari laki-laki itu atas ucapan yang di lontarkan sang istri terhadap dirinya. Sedangkan di sisi lain Freya masih mencoba memantapkan hatinya agar tidak goyah yang tetap pada pendiriannya untuk bercerai karena tidak ingin menjadi beban untuk Reyhan lebih lama lagi."Ayo keluar!" seru Reyhan setibanya mereka di parkiran apartemen.Freya mengikuti perintah Reyhan dan mereka keluar dari mobil hitam tersebut. Wanita yang rambut di kuncir kuda itu mengikuti langkah Reyhan menuju lift hingga keduanya sampai di unit apartemen milik Reyhan. Sepasang suami istri itu masih saling menutup mulut hingga masuk ke dalam unit apartemen tempat mereka kini tinggal tersebut."Mas Reyhan ayo kita bercerai," ajak Freya lagi setibanya mereka di dalam apartemen sebab Reyhan belum juga memberikan tanggapan apapun atas permintaannya."Lekas mandi dan berganti pakaia
"Pertunangan Reyhan dan Bella bisa dibatalkan Pah," ucap Reyhan yang mana membuat papanya semakin marah."Batalkan kamu bilang? Semudah itu kamu membatalkan pertunangan? Ingat Reyhan pertunangan kamu dan Bella itu bukan pertunangan biasa, pertunangan kalian juga mencakup hubungan bisnis ke dua keluarga besar kita, mau di kemanakan muka Papah kalau kamu tiba-tiba membatalkan pertunangan begitu saja. Apalagi kamu tiba-tiba membawa wanita lain sebagai istri kamu. Dan apa tadi kamu bilang, Freya sedang hamil? Bisa-bisanya kamu menghamili anak orang sebelum menikah.""Reyhan minta maaf Pah, tapi Reyhan tidak akan mengubah keputusan Reyhan, dalam waktu dekat Reyhan akan mengatakan semuanya pada Bella dan keluarganya.""Keterlaluan kamu Reyhan, jika kamu terus seperti ini lebih baik kamu angkat kaki dari rumah ini!" usir Handoko.Tanpa menjawab ucapan papanya Reyhan segera keluar dari ruangan tersebut, ketika dia baru saja membuka pintu tiba-tiba dia melihat Freya yang sedang berdiri di depa
Esok harinya Reyhan benar-benar membawa Freya ke rumah ke dua orang tuanya, hal itu tentu saja membuat Freya sangat gugup, dia bahkan tidak bisa memejamkan matanya semalaman hingga kini kantung mata terlihat jelas di ke dua matanya."Ayo!" ajak Reyhan setibanya mereka di depan rumah.Saat ini mereka masih duduk di mobil milik Reyhan setelah menempuh perjalanan selama satu jam dari apartemen."Mas Reyhan aku takut," ucap Freya lirih."Tidak perlu takut, saya akan menjaga kamu.""Tapi bagaimana jika keluarga Mas Reyhan tidak setuju dengan pernikahan kita?""Itu tidak akan berpengaruh pada apapun, kita sudah resmi menikah dan sudah terdaftar di catatan sipil.""Tapi Mas.""Tidak perlu banyak berpikir, cukup berada di samping saya maka semuanya akan baik-baik saja."Tak ada pilihan lain, kini keduanya pun berjalan masuk ke dalam rumah. Setibanya di sana mereka disambut oleh mbok Darmi, asisten rumah tangga yang sudah bekerja di rumah keluarga Reyhan selama puluhan tahun."Den Reyhan ayo m
"Nggak apa-apa mas, tidak jadi."Reyhan menyatukan ke dua alisnya kebingungan, namun karena pekerjaan yang banyak membuatnya memutuskan untuk bertanya nanti dan melanjutkan pekerjaannya membaca laporan.Freya pun pamit masuk ke dalam kamarnya, setelah kegundahan sepanjang malam kemarin ditambah dengan makan banyak membuatnya mengantuk."Hoam."Tak butuh waktu lama Freya pun tertidur pulas dan terbangun dengan sebuah tangan yang melingkari tubuhnya."Mas, Mas Reyhan."Freya terkejut saat melihat siapa yang sedang terbaring di sebelahnya, tatapan matanya beralih pada tangan yang melingkari perutnya, tangan berotot yang membuatnya tidak bisa beranjak dari tempat tidur.Gadis dengan baju tidur berbahan satin itu sedikit menggeliat, entah bagaimana caranya Reyhan sudah tidur di sebelahnya sedangkan dia sangat yakin bahwa sore tadi dia tidur sendiri karena merasa kelelahan. Meskipun begitu Freya yang kini masih terbaring seolah terhipnotis oleh wajah teduh di hadapannya, wajah Reyhan yang s
Sepanjang malam Freya tidak bisa tidur, hatinya gelisah untuk menghadapi hari esok."Aku harus pergi dari sini," ucap Freya.Wanita dengan rambut hitam lebat itu keluar dari apartemen Reyhan dengan mengendap-endap, berharap tidak akan ada yang melihatnya. Setibanya di luar apartemen Freya langsung berlari, dia tidak membawa apapun selain pakaian yang melekat pada tubuhnya hingga dengan terpaksa dia harus berjalan kaki."Aku harus pergi dari sini, aku tidak mau menikah dengannya," ucap Freya sambil terus berjalan.Tiba-tiba langit mendung dan rintik hujan mulai turun membasahi bumi, Freya berlari mencari tempat berteduh, dia menemukan sebuah bangunan kosong yang sepertinya merupakan bekas warung makan.Freya memasuki bangunan tersebut dan berteduh sambil menunggu hujan reda, namun beberapa waktu kemudian dia mendengar suara langkah kaki mendekat dan dua sosok laki-laki muncul tak lama setelahnya.Dua laki-laki itu tampak terkejut di awal namun sedetik kemudian mereka menyeringai."Wah,
"Saya akan tanggung jawab sama kamu," ucap Reyhan. "Tanggung jawab apa maksud Mas Reyhan?" tanya gadis yang saat ini sedang terbaring di ranjang rumah sakit. "Saya akan tanggung jawab atas anak yang ada di perut kamu Frey." Gadis bernama Freya itu pun terdiam, dia tidak pernah menyangka perkataan itu akan datang dari laki-laki yang kini duduk di sebelah ranjangnya, laki-laki yang selalu kaku dan jarang tersenyum. Bagaimana mungkin Reyhan mengatakan tentang tanggung jawab yang tidak seharusnya dia tanggung, "Nggak perlu Mas, aku bisa menghadapi semuanya sendiri," ucap Freya. Tidak, dia tidak ingin melibatkan orang yang tidak bersalah, dia tidak ingin menyeret orang lain ke dalam masalahnya, dan dia tidak ingin orang lain yang bertanggung jawab atas kesalahannya. "Apa kamu tega membiarkan anak itu lahir tanpa seorang ayah?" tanya Reyhan. "Aku akan mencari jalan keluarnya Mas." "Jalan keluar seperti apa yang kamu maksud? Atau kamu berniat untuk menggugurkan anak yang ada di dalam