"Kamu uda nikah kan Bi?" Aku terdiam beberapa saat, sudah kuduga bahwanya kebohonganku lambat laun akan diketahui Melati. Hanya saja aku tak menyangka dengan cara seperti ini, padahal aku berencana memberi tahunya secara pelan-pelan. "Aku berharap kamu jawab ngak." "Ngak Mel, aku memang sudah menikah," sahutku cepat. Melati tak menjawab, pancaran kecewa terlihat jelas diraut wajahnya. Ia membuang muka kearah jendela seolah enggan bertatap muka denganku. "Jangan seperti ini Mel," kataku pelan. "Lebih baik aku mat*i Bi, di dunia ini ngak ada lagi yang sayang dan peduli perasaanku." "Walaupun aku sudah menikah kita tetap bisa sedekat ini Mel, walaupun..." "Hanya teman kan , aku ngak mau Bi. Aku lebih mau menjadi selingkuhan kamu," tukas Melati membuatku menggeleng kepala pelan. Meskipun awal kami bertemu berhasil kembali membuat perasaanku bergetar aneh. Namun tak sedikit pun untukku terfikir melakukan hal ji*jik seperti itu. Tekatku semakin kuat saat mengetahui masalalu
"Mel, kamu baik-baik aja kan?" tanyaku ketika berhasil menemui Melati. Sesuai alamat yang dikirimnya jalan Raya Anggrek terlihat Melati sedang duduk ditepi jalan sambil menyeret kopernya. "Aku ngak papa kok, hanya saja bingung mau kemana? Mau pergi cari hotel atau apertemen takut ketahuan Alex. Ini aja aku habis dikejar anak buahnya!" jawaban Melati berhasil membuatku menghembuskan nafas lega. "Tapi ngak ada yang lecet kan?" Melati menggeleng. "Tapi kenapa orang-orang Alex cari kamu?" "Katanya Papa punya hutang besar dengan perusahaan Alex. Sebagai tembusnya aku harus menyerahkan diri, tentu saja aku ngak mau," sahut Melati. Aku berfikir mencari tempat aman untuk Melati. Tapi satu- satunya tempat terlintas dalam benakku adalah rumahku sendiri. Tapi apakah Alinda memgizinkan? Lalu aku harus jawab apa ketika Alinda bertanya siapa Melati. Tapi sepertinya tak ada jalan lain lagi, aku akan berterus terang pada Alinda. Memang kenyataannya aku dan Melati hanya sebatas teman, ti
Ditinggal oleh kedua orang tua saat usiaku masih belia bagaikan neraka yang kurasakan. Hidup serba pas-pasan masih membuatku bertahan. Tapi ketika harga diri dan kehormatanku dihempas jatuh, saat itulah aku kehilangan semangat untuk hidup. Pamanku, sosok yang seharusnya melindungiku pengganti Ayah justru membuatku menderita. Kehormatanku dirampas secara paksa, tak cukup sampai disitu, baj*ingan itu mencari keuntungan dengan menjual diriku. Harga diriku memang sudah tidak ada apa- apanya lagi. Hampir 2 bulan aku mengalami siksaan itu, barulah terbebas ketika bertemu seorang Dokter. Dr. Indra namanya. Awalnya kusangka dunia memang sudah gila karena uang bisa mengatur semuanya. Akhirnya pandangkanku berubah tentang itu ketika bertemu Dr. Indra. Menjadi wanita kuat dan tegar ternyata tak semudah itu. Terlepas dari siksaan Paman Bram tidak juga membuatku bahagia. Bayangan-bayangan malam kelam yang sempat kulalui berhasil mengusik mental dan jiwaku. Aku mengalami trauma yang hampi
Aku, Melati AdistaBagiku, Biantara Narendra adalah lelaki rupawan berhasil memikat hatiku dari awal sekolah menengah atas, berlanjut kejenjang kuliah. Sayang, komunikasi kami terputus, hingga beberapa bulan lalu kami bertemu kembali. Rasa cinta yang semula ada kini bersemi kembali bak lagu yang pernah didendangkan. Namun rasa itu menjadi kecewa ketika aku mengetahui Bian telah menikah. Dan aku tak terima itu semua. Aku pantas bahagia bersama lelaki yang paling mengerti akan diriku. Tapi ternyata Bian tak selemah yang aku kira, ia bisa melewati godaan yang kuberikan. Bahkan Bian tanpak marah ketika aku berlaku argesif padanya. Namun, bukan Melati Adista namanya jika tidak memiliki sejuta cara untuk mengikat Bian kembali. Apa pun caranya akan kulakukan. Mengatakan bahwa rumah peninggalan Papa dan Mama disita karena terlilit hutang pada Alex. Tentu saja itu semua tidak benar, hanya berupa kebohongan agar aku lebih dekat dengan Bian. Seperti dugaanku, akhirnya Bian masuk ked
Terhitung seminggu semenjak perdebatan singatku dengan Melati. Jika dihitung lamanya Melati menginap bersama aku juga Alinda, mungkin sudah hampir satu bulan.Perlakuan dinginku pada Melati bukan semata-mata karena desakan Alinda seperti yang dituduhkan Melati. Murni semua itu keinginanku, karena aku sadar imanku tak sekuat itu jika berlama- lama di dekatnya.Satu satunya cara agar berjalan seperti semestinya aku harus menghindar.Satu hal yang belum bisa kulakukan yaitu menyuruh Melati untuk segera mengunsi kekosan atau kontrakan yang jauh dari jangkauan Alex.Tapi Melati mengatakan ia belum siapa menjalankan seperti itu, masih takut bertemu dengan Alex. Aku tak terlalu mempermasalahkan itu, meskipun benar apa yang dikatakan Alinda.Kami butuh privasi dari orang luar. Meskipun bagiku Melati bukan orang asing lagi tapi tidak dengan Alinda. Mungkin saja Alinda masih terasa asing pada Melati."Mas berangkat dulu ya sayang!" pamitku pada Alinda sambil mengecup keningnya lama.Alinda bala
#BismillahRahasia Dibalik Cadar Istriku 14Mataku mengerjab sambil memijit dahi pelan sebab terasa sakit apalagi saat mengingat apa yang terjadi beberapa jam yang lalu.Mengingat sikap Melati kali ini membuatku sungguh muak padanya. Murahan! Mungkin binatang har*am lebih mulia dibandingkan kelakuanya.Untung Alinda cepat datang, jika tidak entah apa yang terjadi? Mengingat istriku itu aku segera mencarinya. Memang setelah kejadian tadi aku tertidur karena kelelahan."Aman Bun, Allhamdulilah. Alin bisa mengatasinya." Saat melangkah kekamar mandi di dalam kamar ini aku mendengar suara Alinda berbicara sepertinya dengan Bunda."Terimakasih ya Bun! Untung dari awal Alin sudah memberi tahu Bunda tentang kedekatan Mas Bian sama temanya itu. Mungkin insting seorang istri ya Bun, karena dari awal Alin sudah mencium bau-bau tidak enak."Aku menatap punggung Alinda tak menyangka ternyata ia telah memberi tahu Bunda tentang kedatangan Melati kerumah ini.Padahal aku telah mengatakan padanya ag
#BismillahRahasia Dibalik Cadar Istriku 15Beberapa saat ruang tamu yang diisi empat orang manusia terasa tak berpenghuni pasalnya satu pun dari mereka tak ada yang mau membuka suara.Namun, selang menit kemudian terdengar suara isakan Melati. Bisa kulihat setengah merangkak ia mendekati kearahku, hingga kini posisinya tepat sejajar dengan lututku.Menepis kasar tangan Melati ketika ia ingin menyentuhku. Kali ini kesalahan Melati sudah tidak bisa diterima oleh kepala dingin."Bi! Tolong jangan seperti ini. Aku benar-benar khilaf!" Mendengus muak melihat Melati masih mencoba membela diri."Aku tahu. Karena dalam otakmu hanya berisi kesalahan demi kesalahan, kamu terus beralasan semua itu khilaf. Jadi, aku tahu kali ini kamu juga khilaf," kataku berang."Jadi kamu uda memaafkan kesalahan aku kan Bi?"Bunda dan Alinda langsung menoleh kearahku, seolah mereka juga penasaran menunggu jawaban dariku."Kata maaf tidak bisa merubah apa yang telah kamu lakukan, menjijikan sekali. Bahkan melih
#BismillahRahasia Dibalik Cadar Istriku 16Terhitung angka pernikahanku dengan Alinda sudah menginjak angka satu tahun. Pahit dan manisnya telah kami tempuh dan kami lalui bersama.Semenjak kepergian Melati dari rumah kala itu, aku tidak pernah lagi mendengar kabar dan bertemu denganya. Tentu saja aku bersyukur, tidak akan ada lagi pengusik rumah tangga kami.Satu hal yang belum terwujud yaitu seorang anak diantara aku dan Alinda. Mungkin jika sudah kami miliki, kebahagiaan kami akan sempurna.Pagi ini aku dan Alinda telah bersiap kerumah sakit untuk mengecek kesehatanku dan Alinda. Apakah aku atau Alinda terjadi sesuatu pada kesuburan kami. Atau bisa jadi keduanya.Bunda mengengam tangan Alinda erat seolah menguatkan. Memang akhir pekan Bunda sering menginap disini, tentu saja aku dan Alinda senang mendengarnya. Sebab dari awal kami telah mengajak Bunda untuk tinggal satu rumah, tapi beliau menolak karena tidak bisa meninggalkan rumah masa kecilku itu. Karena terlalu banyak kenanga