Ada pesan singkat dari pelayan butik yang masuk ke ponsel Damian dan memberitahukan bahwa Savanah baru saja terjatuh.
Jantung Damian berdetak cepat. Tanpa berpikir panjang, Damian meraih helm yang tergantung di samping meja dan bergegas menuju sepeda motornya yang terparkir di luar. Kantornya tidak jauh dari butik tersebut, jadi dia bisa sampai ke sana dengan cepat.
Hanya lima menit dan pria itu sudah berada di hadapan Savanah yang terpaku melihat pria tinggi dengan jaket kulit sedang berdiri di hadapannya.
"Kamu ceroboh!" ucapnya dengan ketus lalu berjongkok di depan Savanah. Dengan tegas, Damian mengambil alih tindakan medis dengan memberikan obat urut ke mata kaki Savanah yang terlihat memerah dan siku tangannya yang lecet.
Savanah merasa heran dengan keberadaan
Sementara Damian menatap Savanah di balik helmet yang susah dibuka oleh wanita itu seperti semalam."Kemari," ucapnya lalu membantu Savanah melepaskan helmetnya."Terima kasih." Savanah tidak berani berkata banyak, wanita itu hanya membungkukkan tubuhnya lalu memutar tubuh dan hendak masuk ke dalam bar. Sementara Damian mencari tempat untuk parkir motornya, dia hendak mencari Keisha.Tak lama kemudian, kata-kata dari pelayan yang bergosip sampai ke telinga Keisha yang sedang duduk di sudut bar bersama beberapa kolega.Wajahnya seketika memerah karena marah saat mendengar kabar bahwa Savanah datang dengan Damian. Ia merasa dipermalukan di depan banyak orang, dan tatapan mereka yang penuh penasaran semakin membuatnya panas hati.
Damian mendengus dan menyodorkan helmet kepada Keisha, "alasan saya tidak pernah memiliki kekasih adalah karena sifat wanita yang sangat ingin mendominasi dengan tuntutan membingungkan.""Karena saya sudah terlibat denganmu, maka saya katakan akan bertanggungjawab. Namun, bukan berarti saya akan berada di bawah kendalimu," lanjut Damian dengan wajah datar.Kata-kata itu terasa tajam, dan Keisha kehilangan kata-kata balasan yang setimpal. Dengan patuh, ia menerima helmet dari tangan Damian, lalu duduk di belakangnya di atas motor.Suasana canggung menyelimuti mereka, dan tak satu pun dari keduanya berbicara lebih jauh."Saya akan mengantarmu pulang," Damian berkata datar, memasang helmnya. "Dan saya berharap kejadian ini tidak terulang lagi."Keheningan menyertai perjalanan mereka, hanya suara deru mesin motor yang terdengar di antara mereka. Keisha duduk dengan tenang di belakang Damian, memegang erat bagian belakang kursi motor, tapi pikirannya be
"Bella, aku mempunyai pekerjaan untukmu," ucap Keisha dengan suara datar kepada rekan kerjanya di bar Salvastone."Kamu tahu Savanah, dia sudah membuat beberapa hal yang menyinggungku dengan gosip yang beredar tadi."Bella tersenyum dengan wajah culas yang sama, "tentu saja, sahabat baik sedang mengalami masalah, kita pasti akan memberikan sedikit bantuan. Jangan lupa untuk memberikan bingkisan untukku saat kamu berhasil naik ke ranjang pria top spending itu.""Tentu saja, jangan khawatir, Sayang!"Keisha menutup panggilannya dengan senyum penuh kemenangan. "Aku mau lihat, apakah wanita yang rusak masih bisa mendapatkan ruang untuk mencari perhatian Damian."Dengan senyum culas yang terpampang di wajahnya yang cantik, Bella mulai merencanakan langkah berikutnya. Wanita itu sudah lama menjadi salah satu penghibur di bar itu dan memahami sifat pelanggan adalah keahliannya.Ia berdiri di pojok bar, memperhatikan suasana sekitarnya dengan penuh
Savanah merasa ada yang aneh, tapi dia tetap melangkah maju dengan membawa nampan minuman dengan menjaga keseimbangan supaya botol-botol itu tidak terjatuh dan menambah masalah baru baginya.Kecantikan ditambah dengan kepolosan yang dimiliki Savanah, tentu saja membuat mereka percaya bahwa dia adalah penghibur yang melakukan peran menjadi pelayan dalam acara spesial yang disampaikan Bella tadi."Tuan-tuan, ini pesanan minuman kalian," katanya dengan sopan sambil meletakkan gelas-gelas berkaki di atas meja.Namun, salah satu tamu VIP, pria yang sebelumnya paling antusias dengan "penghibur berpakaian pelayan," menyengir sambil menggerakkan tangannya, memberi isyarat agar Savanah mendekat. "Ayo, jangan malu-malu, kau bisa lebih dekat, tuangkan segelas untukku," katanya dengan nada licik.Savanah merasa tidak nyaman, tapi tetap mendekat untuk menyelesaikan tugasnya. Pelanggan itu menyesapnya secara perlahan seolah-olah menikmati sajian yang disajikan dan mema
Ting!Sebuah pesan masuk dari Keisha, "Perfect!"Kedua wanita itu saling tersenyum di tempatnya masing-masing, sementara Savanah segera naik ke dalam bus untuk mengejar waktu.***Malam itu, di ruang makan yang luas dan elegan, kehangatan dari makanan dan cahaya yang lembut tidak mampu mengusir ketegangan yang merambat di antara Savanah dan Ibunya, Suzie Brown yang duduk dengan canggung di salah satu ujung meja, jari-jarinya menggenggam sendok dengan gemetar yang hampir tak terlihat.Di depannya, Jason Pangestu, pria yang kini dia tahu sebagai calon mertua putrinya, menatapnya dengan tatapan tajam. Pria itu masih gagah meski usianya telah menua. Setiap gerakannya menunjukkan kekuasaan dan otoritas yang membuat siapa pun merasa kecil di hadapannya.Sesekali Savanah berusaha menahan kebingungannya. Mengapa ibunya terlihat begitu terkejut saat melihat calon mertuanya? Di mana Damian dan mengapa hanya ada Ayah mertuanya.Jason
Jason menatapnya tajam ke arah mereka. "Kau menyelamatkan hidup istriku, tapi sekarang, bagaimana jika ada harga yang harus kau bayar?"Seketika, ruangan terasa semakin sempit. Semua orang menahan napas."Ibu?"Suzie Brown menarik napas panjang lalu menjawab, "aku menerima uang dari mereka, namun karena donor darah yang terlambat sehingga nyawa putra mereka selamat tetapi tidak dengan calon mertuamu.""Pria muda tadi, adalah calon suamimu?" tanya Suzie Brown kepada Savanah dengan rasa putus asa yang besar dalam hatinya.Savanah mengangguk, menyadari sebuah kesalahan yang cukup fatal karena pernikahan ini akan menjadi buruk dan semakin buruk dalam bayangannya."Apakah Damian tahu mengenai hal ini?" tanya Savanah dengan suara bergetar.Jason Pangestu menyesap minumannya dengan santai. Beberapa saat kemudian, "dia tidak perlu tahu apa pun. Kamu hanya perlu menjadi istrinya dan melahirkan keturunan untuk keluarga Pangestu. Itu janji saya
Savanah tercekik dengan perkataan Damian lalu hanya bisa ikut masuk ke dalam bar yang sudah penuh hiruk pikuk dan suara musik yang besar serta lampu warna warni yang meyilaukan matanya."Savanah? Damian?" Bella memicingkan matanya karena melihat keberadaan kedua orang itu sekali lagi. Dia segera bergegas mengikuti langkah mereka.Damian menarik Savanah masuk ke dalam kamar VIP dan menghempaskannya ke atas sofa panjang yang ada di sana."Panggil penghibur dan sajikan semua minuman yang terbaik di bar ini! Saya mau lima penghibur paling top!" seru Damian sambil duduk di samping Savanah yang masih memegang tangannya yang kesakitan karena ditarik-tarik sedari tadi.Bella tersenyum lalu masuk sebagai penghibur pertama. Dengan gaya manja, Bella duduk di pangkuan Damian dan membelai otot perut pria itu, "kenapa lama sekali, kami sudah menunggumu seharian, Damian."Savanah memalingkan wajahnya saat Bella mengecup mesra leher Damian dan menyesapnya sambil m
Damian mematung sepersekian detik karena merasa pernah mendengar jeritan yang hampir sama, namun dia tidak bisa mengingat dengan jelas.Damian melanjutkan memotret. Usai mengambil beberapa foto, Damian melepaskan Savanah sehingga wanita itu buru-buru meringkuk di lantai, di samping sofa. Menutup dirinya dengan kemeja yang sudah koyak."Kamu pasti berpikir aku ingin menyentuhmu?" Damian mendekati Savanah lalu menunjukkan hasil jepretannya."Tua bangka itu pasti akan membatalkan pernikahan ini bila menyaksikan sendiri bagaimana buruknya dirimu!"Savanah ingin merebut ponsel itu dengan panik namun Damian segera berdiri. "Jangan merusak hubunganku dengan Keisha, karena dia adalah wanita yang lebih layak menjadi Nyonya Muda Pangestu dibanding dirimu!"Usai mengatakan semuanya, Damian keluar dari kamar VIP itu dengan senyuman penuh kemenangan.Savanah meringkuk di lantai dengan tubuh gemetar dan perasaan yang kacau balau saat Bella masuk ke
Savanah terkejut, tapi ia menahan diri untuk tidak bersuara lebih lanjut dengan menutup mulutnya sendiri. Pelukan Damian terasa kuat, seperti ada magnet yang membuatnya tak bisa melepaskan diri.“Jangan pergi,” gumam Damian dalam tidurnya. Suaranya berat tapi lembut, seperti seseorang yang berbicara dari dalam mimpi. Savanah bisa merasakan napas hangat pria itu di lehernya, membuat tubuhnya kaku.Savanah ingin menanyakan siapa yang dimaksud Damian, apakah Keisha, atau Sarah? Atau wanita lain? Damian selalu berganti pasangan, jadi Savanah tidak bisa menebak siapa yang sedang berada dalam mimpi pria itu saat ini.“Damian,” bisiknya, mencoba membangunkan pria itu dengan pelan. Namun Damian hanya merapatkan pelukannya, membuat Savanah semakin sulit untuk bergerak.Hati Savanah mulai berpacu kencang karena sepertinya pria itu tidak benar-benar sedang bermimpi."Damian,
Damian menghirup aroma rambut Savanah, aroma lembut dan segar yang terasa menenangkan. Ia memejamkan matanya, membiarkan semua beban hari itu memudar. Pelukan itu tidak berisi gairah, melainkan sebuah permintaan diam-diam untuk kedamaian.“Aku hanya ingin seperti ini sebentar,” bisik Damian, suaranya serak.Savanah tetap diam, membiarkan Damian memeluknya lebih erat. Ia merasakan dada pria itu naik turun dengan napas yang berat, dan hatinya tergerak sedikit. Namun, tidak boleh ada simpati, pikirnya. Ia tidak boleh melupakan rencana yang sudah ia susun sejak awal.Savanah menatap sekilas wajah Damian yang tertunduk di bahunya. Betapa lemahnya pria ini, pikirnya. Damian mungkin kuat di mata orang lain, tapi di balik itu, ia adalah seseorang yang tersesat dalam kekacauan hidupnya sendiri. Malam ini, Damian hanya mencari ketenangan—dan sayangnya, ia menemukannya di tempat yang salah.Ti
“Di ruang baca, Tuan Damian,” jawab pelayan itu. Damian mengangguk dan berjalan pelan ke arah yang ditunjukkan.Savanah duduk di sofa ruang baca dan memegang sebuah buku, malam itu dia mengenakan piyama satin berwarna krem dengan rambut yang dibiarkan tergerai, terlihat sangat menawan di mata Damian.Ia menatap Damian yang masuk tanpa berkata-kata, hanya mengangkat alisnya seolah bertanya mengapa pria itu datang."Mengapa kamu belum tidur, apakah sedang menungguku?" Damian sengaja menganggu Savanah dengan pertanyaan tersebut.Savanah tersenyum kecil lalu menjawab dengan enteng, "Kamu tidak biasanya pulang malam-malam begini, hmm, lebih tepatnya dini hari seperti ini, jadi bagaimana kamu mengatakan bahwa aku sedang menunggumu?” balasnya dengan santai sembari meletakkan buku yang tadi ia baca.Damian tidak menjawab langsung. Ia duduk di sofa di hadapan Savanah, menghela napas p
“Keisha, aku tidak akan meninggalkanmu. Tapi aku tidak bisa mengabaikan Sarah. Dia membutuhkan bantuan, dan aku merasa itu adalah tanggung jawabku," lanjut Damian.Keisha mengangguk kecil, menahan air matanya. “Aku tidak pernah melarangmu membantu. Tapi aku tidak ingin rasa bersalah itu menghancurkan hubungan kita.”"Aku cemburu, Damian." Kedua mata Keisha berkaca-kaca.Sarah hanya bisa memandang Damian dengan tatapan terluka. “Ternyata... Kamu tidak akan pernah benar-benar memahamiku, Damian,” katanya lirih. “Dan kamu tidak pernah benar-benar peduli.”Keisha merasa kesal mendengar perkataan Sarah. Dia lalu menggenggam tangan Damian erat-erat. “Ayo pulang. Sarah butuh dokter, bukan kamu.”Keisha menoleh ke arah Sarah dengan tatapan tajam lalu melanjutkan kalimatnya, "bila perlu, dokter penyakit mental!"Da
Damian tidak sanggup memberi penjelasan dan hanya bisa menepis tangan Sarah yang masih memeluknya dengan lembut."Lepaskan sebentar, aku akan menceritakannya kepadamu nanti," ucap Damian dengan lembut."Damian," panggil Sarah, masih merasa tidak tega dan berusaha merenggek dengan manja.Keisha memperhatikan adegan itu dengan perasaan bercampur aduk. Emosinya sudah naik sampai ke keningnya. Tentu saja dia cemburu!Nalurinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.Damian berdiri, tapi Sarah masih mencengkeram lengannya. Sarah segera menoleh ke arah Keisha dan bertanya, "Keisha? Siapa kamu bagi Damian? Jangan kamu merebutnya dariku lagi.Damian segera melepaskan tangan Sarah lalu memegang lengan Keisha, "Ini... ini bukan seperti yang kamu pikirkan," katanya buru-buru.Keisha menyilangkan tangan di dadanya, ekspresinya penuh kecurigaan. “Bukan seper
“Dari mana kamu mendapatkan ini?” tanya Keisha tajam, berusaha menutupi emosinya.Savanah mengangkat bahu. “Seorang teman yang bekerja di rumah sakit mengirimkannya padaku. Katanya, Damian berlari ke sana seperti pahlawan di film, mencoba menyelamatkan Sarah yang ingin melompat dari gedung. Oh, sangat dramatis, bukan?”"Aah, sepertinya saya harus memberitahumu bahwa kamu juga bisa melihatnya di internet. Hari ini cukup viral si Damian dan Sarah," lanjut Savanah lalu terkekeh pelan. Dia merasa sangat menikmati reaksi Keisha yang terkejut secara terus menerus.Keisha mengalihkan pandangannya dari layar, tapi gambar itu sudah terukir di pikirannya. Hatinya berkecamuk, antara percaya pada Damian atau membiarkan keraguan merasuki pikirannya. Ia bisa menyimpulkan bahwa Sarah menyukai Damian, bahkan mungkin lebih dari sekadar menyukai. Tapi Damian... apakah ia benar-benar akan mengkhianati cinta mereka?
"Nak, Damian. Tolonglah, jaga putri kami satu-satunya. Kalau pun kamu tidak mencintainya, tetaplah di sisinya sementara waktu. Bila kamu pergi, aku takut... dia akan berulah lagi seperti itu lagi dan anakku... hiks, sungguh malang nasibmu karena mencintai pria yang hanya memandang ke arah sepupuku."Damian hanya bisa mengangguk dan menatap Sarah yang sedang tidur dengan wajah datar. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan selain membiarkan semua suasana menjadi tenang kembali.Sementara di kantor Damian. Keisha duduk gelisah di sofa, menunggu kedatangan Damian dengan ponsel di tangan. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Damian, tapi pria itu tidak menjawab. Ini bukan kebiasaan Damian. Biasanya, ia akan selalu mengabari atau bahkan datang menjemputnya pulang kerja, meski hujan sekalipun. Tapi malam ini, tidak ada pesan, tidak ada panggilan, hanya kesunyian yang membuat hati Keisha semakin kalut."Apaka
Beberapa orang yang menyaksikan ikut merasakan apa penderitaan Sarah dan menilai Damian hanya memandangnya rendahan lalu melukai wanita itu dengan pemberian uang yang cukup banyak.Damian menggeleng perlahan. “Sarah, aku tidak bisa memperbaiki semuanya dengan cara itu. Aku tahu aku telah salah. Aku tahu kecelakaan itu mengubah hidupmu, dan aku menyesal. Tapi aku tidak bisa memaksakan cinta.”"Kamu benar-benar mencintai sepupuku? Bahkan dengan masa lalunya yang buruk itu? Apa kurangnya diriku, Damian?""K-kamu, salah paham, aku..." Damian tidak sanggup meneruskan kata-katanya, dia melirik beberapa ponsel yang mengarah kepadanya. Jika dia menyebutkan nama Keisha saat ini, maka wanita yang tidak punya hubungan apa-apa itu akan kembali terlibat.“Kalau begitu, apa gunanya aku hidup?” tanya Sarah, matanya berkaca-kaca.“Aku bahkan tidak bisa berjalan seperti dulu. Aku
"Maaf, ini dari Rumah Sakit Sentosa. Kami ingin menyampaikan bahwa baru saja pasien atas nama Sarah Brown memberikan ancaman bahwa dia akan melompat dari gedung paling atas di rumah sakit kami, dan semua itu hanya bisa dicegah dengan adanya keberadaan Anda. Apakah Anda bisa kembali ke Rumah Sakit untuk memberikan pertolongan kepada saudari Sarah?""A-apa?!"Damian terkejut mendengar apa yang disampaikan karena wanita itu benar-benar sudah nekad dan bahkan tidak menghargai nyawa miliknya."Baik, saya segera kembali ke Rumah Sakit."Usai menutup ponselnya, Damian segera melajukan motornya dengan panik kembali ke Rumah Sakit. Dia bahkan tidak sanggup menanggapi hujan yang mulai turun.Tidak lama kemudian, Damian berdiri di atap gedung dengan tubuh basah kuyup oleh hujan. Di hadapannya, Sarah Brown berdiri di tepi gedung, tampak seperti bayangan masa lalu yang tidak pernah berhenti menghantuinya. Matanya merah, entah karena hujan atau tangis. Tubuhnya