Damian hanya menatapnya, seolah ingin mengungkapkan segalanya tetapi takut akan reaksi yang akan ia terima. Ia tahu bahwa jika ia mengatakan tentang Keisha dan janji yang telah ia buat, hubungan mereka mungkin akan benar-benar berakhir, bahkan sebelum esok hari. Namun, ia juga tahu bahwa terus berbohong hanya akan membuat luka itu semakin dalam.
Damian ingin memiliki Savanah walau tersisa sehari lagi!
“Aku hanya ingin kita… bisa kembali seperti dulu,” jawab Damian akhirnya, menghindari pertanyaan Savanah. Ia menariknya lebih dekat, memeluknya seolah takut kehilangan.
Savanah tidak menjawab. Dalam pelukan Damian, ia merasakan kehangatan dan keamanan yang tidak pernah terjadi selama pernikahan mereka.
Damian menatap Savanah yang masih terdiam dalam pelukannya. Wajah wanita itu masih menunjukkan tanda-tanda bingung, tetapi Damian tidak ingin memberinya kesempatan untuk pergi lagi. Den
Damian terdiam, menyadari kesalahan besar yang baru saja ia ucapkan. “Savanah, maaf. Aku tidak bermaksud begitu—”“Tidak bermaksud?!” Savanah memotong dengan suara meninggi. Ia duduk di tepi ranjang, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang kini terasa terpapar bukan hanya oleh dinginnya udara, tetapi juga penghinaan dari pria yang seharusnya menghargaiya. “Kau berani-beraninya mengatakan hal seperti itu setelah semua yang terjadi?! Kamu baru saja...”Damian mencoba mendekat, tetapi Savanah mengangkat tangannya, menghentikannya. Tatapannya penuh luka. “Selama ini aku bertahan, Damian. Aku bertahan meskipun aku tahu hubungan kita tidak sempurna. Tapi ucapanmu barusan? Itu membuktikan apa yang sebenarnya kau pikirkan tentangku.”“Tidak, bukan itu maksudku,” jawab Damian dengan nada penuh penyesalan. “Aku hanya—aku hanya tergelincir dengan per
Damian memanggilnya tetapi Savanah membalas dengan wajah dingin dan ketus. Ia mengenakan pakaian seadanya dengan cepat, mengambil tasnya, dan berjalan keluar tanpa sepatah kata pun."Savanah, kamu mau ke mana?"Damian hanya menatap punggungnya dengan ekspresi penuh penyesalan, tetapi ia tahu bahwa apapun yang ia katakan saat itu tidak akan bisa menghentikan Savanah.Savanah melangkah dengan cepat keluar dari rumah, dan masuk ke dalam bus yang mengarah menuju penjara tempat ibunya ditahan.Damian mengejarnya dari belakang dengan motor, tetapi Savanah tidak menghiraukannya.Savanah malah memerintahkan sang supir bus untuk tidak berhenti."Pak, jangan pernah berhenti atau saya akan diganggu oleh suami yang tidak layak itu lagi!""Baik, Nyonya."Sang supir yang tidak mengerti permasalahan namun dia juga tidak tertarik untuk bertanya lebih lanjut, hanya bisa tetap fokus menjalankan busnya.
Savanah terkejut. Ia berbalik dengan cepat, menemukan Damian berdiri di sana, basah oleh keringat dan napasnya tersengal, seolah-olah ia berlari untuk mengejar Savanah. Tatapan matanya penuh dengan tekad yang jarang ia tunjukkan.“Damian?” ujar Savanah, suaranya tercekat antara keterkejutan dan kebingungan. “Apa yang kau lakukan di sini?”"Bagaimana petugas itu masih juga membiarkan kau masuk?" Savanah bertanya dengan kesal, lebih kepada dirinya sendiri karena tidak ada yang bisa menjawabnya.Damian melangkah mendekat, mengabaikan tatapan heran para petugas penjara di sekitar mereka. “Aku mengikuti hatiku,” katanya sambil memandang Savanah lurus ke mata. “Dan hatiku membawaku ke sini, untuk menghentikanmu sebelum kau mengambil keputusan yang akan menghancurkan kita.”"Cuih!"Savanah menggeleng, mencoba menahan emosi yang kembali bergolak di dalam dirinya. &ldq
Damian ragu sejenak, namun setelah menarik napas dalam-dalam, dia menekan nomor Keisha, hatinya sedikit berdegup lebih cepat. Situasi dengan Keisha lebih rumit, tetapi ia tahu bahwa ini adalah langkah yang harus ia ambil jika ingin menyelamatkan pernikahannya.Panggilan tersambung, dan suara Keisha yang lembut namun licik segera terdengar.“Damian, kau akhirnya menghubungiku. Apa kau sudah membuat keputusan? Aku tahu kau akan memilih aku dan bayi kita.”"Jadi kapan kamu akan membawaku menemui Jason?"Damian menutup matanya sesaat, merasa sakit kepala mendengar nada manipulatif itu. Ia berbicara dengan nada tegas. “Keisha, aku ingin ini jelas. Aku tidak akan menikahimu. Hubungan kita sudah berakhir sejak awal, dan aku tidak akan membiarkanmu menggunakan kebohongan ini untuk menghancurkan pernikahanku.”Nada suara Keisha berubah dingin. “Kebohongan? Damian, kau tahu ini bukan kebohongan. Anak ini adalah anakmu.”“Aku akan memastikan semua ini jelas dengan tes DNA begitu bayi lahir,” jaw
Setelah beberapa helaan napas dengan berat hati, Damian akhirnya memutuskan pergi meninggalkan Savanah bersama ibunya.Sementara di tempat kediaman Keisha, wanita itu melempar ponselnya ke lantai sehingga ponsel itu hancur seketika. Bagian-bagiannya tercerai berai."Kau tidak menginginkan anak ini? Aarghh!" jerit Keisha dengan marah lalu mulai membanting berbagai barang yang ada di sekitarnya dengan emosi yang sangat tinggi.Tangannya meraih vas bunga di dekat meja, lalu membantingnya ke lantai. Suara kaca pecah semakin memenuhi ruangan, seolah mencerminkan hancurnya perasaannya. Tidak puas, Keisha mulai membanting barang-barang lain—kursi, bingkai foto, bahkan lampu di sudut ruangan.Ibu Keisha, yang sedang berada di dapur, tersentak mendengar keributan itu. Dengan langkah cepat, ia berlari ke ruang tamu, menemukan putrinya yang sedang berdiri di tengah ruangan yang berantakan, napasnya memburu dan wajahnya merah karena amarah.“Keisha!” teriak ibunya. “Apa-apaan ini? Apa yang kau la
Keisha mengangguk pelan, pikirannya mulai memutar rencana. Ia tahu perkataan ibunya adalah benar, bahwa Jason adalah kunci dari segalanya.“Baik, Bu,” katanya akhirnya, suaranya lebih tenang tetapi tetap dipenuhi determinasi. “Aku tahu dia sering pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan. Aku akan mencari tahu jadwalnya dan memastikan kita bertemu di sana.”Keesokkan harinya, rumah sakit tampak lebih sibuk dari biasanya. Lorong-lorong dipenuhi oleh pasien dan staf medis yang bergerak cepat. Keisha melangkah dengan langkah terukur menuju meja resepsionis untuk mengambil laporan laboratorium kehamilannya. Ia mengenakan gaun berwarna pastel yang sederhana, wajahnya sengaja dibuat pucat dengan riasan minimal sehingga bibirnya terlihat sedikit pucat.Air mata buatan masih membekas di pipinya, sengaja dibuatnya agar memberi kesan bahwa ia adalah wanita yang berada di ambang keputusasaan.Dia sudah membayar informasi untuk mencari tahu keberadaan Jason dan pada saat yang tepat, hari i
Keisha segera menghapus air mata yang mengalir karena kedua kelopak matanya sudah dilumuri air cabe sebelum melakonkan dramanya.Jason mengambil napas dalam, mencoba menenangkan dirinya meskipun dadanya terasa sesak. “Keisha, apa Damian tahu kau hamil?”"Damian tahu soal ini, tapi dia… dia tidak mau bertanggung jawab. Dia bilang dia tidak bisa meninggalkan istrinya.”Jason menatap wanita yang berdiri dengan gugup itu tanpa berkedip, seolah sedang mencari titik kesungguhan dan titik kebohongan yang tipis di sana.“Saya sudah memberitahunya,” jawab Keisha sambil terisak. “Tapi dia bilang saya harus mengurus semuanya sendiri. Saya tidak sanggup, Pak. Saya benar-benar tidak sanggup!”"Apa maksudmu?" tanya Jason.Keisha segera berlutut di hadapan pria tua itu, tangannya memegang perutnya seolah-olah ia ingin melindungi bayinya.Jason terkejut, meskipun merasa bingung dan marah, segera berlutut di sampingnya untuk membantu.“Tenang, Keisha,” katanya dengan nada tegas namun penuh perhatian.
Sopir membukakan pintu, dan Keisha masuk dengan gerakan halus, menyandarkan tubuhnya di jok kulit yang empuk. Setelah memastikan dirinya nyaman, ia berkata dengan nada penuh percaya diri, “Bawa aku ke kantor Damian sekarang. Aku ingin berbicara langsung dengannya.”“Baik, Nyonya,” jawab sopir itu tanpa banyak bertanya.Mobil meluncur dengan mulus di jalanan, menarik perhatian setiap orang yang melihatnya. Keisha tersenyum kecil, merasa puas dengan drama yang ia ciptakan di rumah sakit tadi. Dalam benaknya, ia membayangkan ekspresi Damian ketika ia muncul di kantornya. Damian mungkin mencoba menghindar, tetapi dengan Jason yang sekarang di pihaknya, Keisha tahu bahwa posisinya lebih kuat dari sebelumnya.Satu jam kemudian, ,obil berhenti di depan gedung perkantoran mewah tempat Damian bekerja. Keisha turun dari mobil dengan percaya diri, tumit tingginya beradu dengan lantai marmer di pintu masuk. Tatapan pegawai yang melihatnya bercampur antara kekaguman dan rasa penasaran.Seorang rese
"Aku bahkan sudah membayar seorang peneliti yang handal, tetapi tetap salah! Wanita malam itu adalah Keisha. Lucu'kan?" Damian tertawa kecil lalu menuang minuman untuk Roni."Minum... mari mabuk bersama," kekeh Damian."Maksudmu? Kau melecehkan seseorang di malam itu?"Damian mengangguk lalu melanjutkan kalimatnya, "ya... aku mencintai wanita itu, aku tidak tahu siapa, tapi aku menginginkan dirinya. Aroma tubuhnya sungguh nikmat dan membuatku merindukannya!"Roni tidak menunjukkan reaksi besar, tetapi dalam hatinya ia tahu bahwa ada sesuatu yang harus ia gali lebih dalam. Ia memutuskan untuk menyelidiki, dan satu-satunya cara adalah melalui Savanah sendiri.Keesokan harinya, Roni menemui Savanah di apartemennya. Mereka akan berangkat ke pengadialan negeri hari ini dan Roni ingin menjamin semua baik-baik saja.Dengan hati-hati, ia mulai membuka percakapan. “Savanah, aku tahu ini bukan waktu yang tepat, tapi aku ingin tahu
Robert mengangguk perlahan, tampak merasa bersalah untuk pertama kalinya. “Baiklah, aku akan keluar dalam empat hari, bagaimana?""Dua hari. Dua hari, Paman! Aku hanya sanggup membayar sampai di sana karena Ibuku juga sedang berada di Rumah Sakit dan membutuhkan biaya."Robert Brown mengerutkan keningnya, "Ibumu juga berada di Rumah Sakit ini? Apa yang terjadi?""Tidak apa-apa, Paman. Hanya kelelahan."Robert mengangguk kecil, setelah mempertimbangkan sejenak. "Baiklah, dua hari lagi saya akan keluar sendiri. Terima kasih sudah membantuku selama ini.”Savanah segera meninggalkan kamar inap Pamannya setelah selesai bernegosiasi.Malam itu, Savanah kembali ke kamarnya di lantai atas Salvastone Bar. Ia merasa lelah, bukan hanya secara fisik tetapi juga emosional. Kekecewaannya pada Robert meninggalkan luka dalam hatinya. Utang sebesar lima milyar yang sudah pasti akan sangat jauh dari pelunasan. Kemampuannya tidak ada. Cuma Damian y
Namun, Robert tetap tidak tergerak. “Kau bisa memikirkannya seperti amal, Savanah. Aku keluargamu. Bukankah kau seharusnya membantu keluarga?”"Tapi, Paman. Bukankah kalian memiliki asuransi? Dan juga, bukankah semua harta mendiang Papa sudah kalian kuasai?" Savanah merasa wajahnya memerah dan hangat karena luapan amarah dalam dirinya melihat orang tua yang tidak tahu diri itu."Haha, Ohh, Savanah-ku, jangan katakan kau sudah mulai perhitungan dengan Pamanmu yang sudah tua ini. Aku baru saja menghabiskan uang yang cukup banyak untuk masalah viralnya kasus kalian itu!""Darimana lagi uangku?" geram Robert lalu membuang mukanya ke arah lain.Savanah menggigit bibirnya, ingin rasanya dia membela diri, tapi dia merasa hanya akan membuang tenaganya saja."Ahh, sudahlah," sahut Savanah sambil lalu.Setelah perdebatan yang tampaknya tidak membawa hasil, Savanah memutuskan untuk meninggalkan kamar Robert sebelum emosinya meledak. Di luar
Ia menatap Sarah untuk terakhir kalinya sebelum pergi. “Kau punya waktu untuk memikirkan ini. Tapi kalau aku jadi kau, aku akan segera mencari cara untuk membayar.”Setelah pertemuan itu, Damian merasa lega karena akhirnya mengambil tindakan tegas terhadap Sarah. Namun, masalah yang ditimbulkan oleh video itu masih jauh dari selesai.Di kantornya, Damian menerima laporan terbaru dari Arman. Saham perusahaan mulai stabil kembali setelah mereka mengeluarkan pernyataan resmi yang menyangkal semua tuduhan dalam video Sarah. Namun, kepercayaan mitra bisnis masih perlu waktu untuk pulih.Damian memandang keluar jendela kantornya, pikirannya melayang pada Savanah. Ia tahu bahwa video itu bukan hanya merusak perusahaannya, tetapi juga menghancurkan nama baik wanita itu.Untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, Damian merasa bersalah. Ia mungkin tidak mencintai Savanah atau mulai memiliki kerin
Sore harinya, Damian memutuskan untuk menghadapi Sarah secara langsung. Ia mengatur pertemuan di salah satu restoran mewah di pusat kota, tempat yang cukup terbuka untuk mencegah Sarah mencoba sesuatu yang berlebihan, tetapi cukup pribadi untuk berbicara serius.Ketika Damian tiba, Sarah sudah duduk di meja, mengenakan gaun merah yang mencolok. Ia terlihat santai, bahkan tersenyum lebar seolah-olah tidak ada masalah besar yang sedang mereka hadapi.“Damian,” katanya sambil melambaikan tangan. “Aku tahu kau akan menghubungiku. Kau pasti ingin membicarakan sesuatu yang penting.”Damian duduk di kursi di seberangnya, matanya dingin. “Sarah, kau tahu kenapa aku ingin bertemu.”Sarah mengangkat bahu dengan santai. “Kalau ini tentang video itu, aku hanya mengatakan kebenaran. Kau seharusnya lebih marah pada istrimu yang tidak tahu malu daripada padaku.”
“Nyonya Savanah,” kata dokter itu dengan suara tenang tetapi penuh kewibawaan. “Kami telah melakukan beberapa tes awal pada ibu Anda. Ada tanda-tanda gangguan pada jantungnya.”Savanah merasa tubuhnya lemas mendengar kata-kata itu. “Gangguan jantung?” ulangnya, hampir tidak percaya walau dia sudah pernah menerima informasi ada masalah jantung dalam pemeriksaan sebelumnya, namun sang dokter tidak menganjurkan tindakan lanjut yang mendadak, hanya bertahap untuk menjalani pengobatan dan beberapa latihan untuk menguatkan jantung.Dokter mengangguk. “Ya, ini bukan sesuatu yang baru. Dari riwayat medisnya, tampaknya beliau sudah pernah mengalami gejala serupa sebelumnya. Hanya saja, kali ini kondisinya lebih serius.”“Seberapa serius?” tanya Savanah, suaranya bergetar.“Kami perlu menjalankan lebih banyak tes untuk memastikan, tetapi saya me
Tapi kenangan itu terasa seperti ilusi sekarang, sesuatu yang tidak pernah benar-benar nyata.“Damian,” Savanah mengelus perutnya sambil menangis tanpa suara, air matanya membasahi bantal.“Kalau saja kau tahu… aku hanya ingin kau ada di sini untukku. Untuk bayi ini. Tapi kau selalu memilih untuk menjauh.”Savanah meremas selimutnya, tubuhnya bergetar karena emosi yang membanjiri dirinya. Ia merasa seperti terperangkap di antara dua dunia.Di satu sisi, ada Roni, pria yang memberinya rasa perlindungan yang belum pernah ia rasakan. Di sisi lain, ada Damian, cinta sejatinya, meskipun cinta itu kini terasa dingin dan jauh.Tangan Savanah kembali menyentuh bibirnya, mengingat ciuman Roni yang penuh gairah. Tapi hatinya menolak untuk menerima kehangatan itu.“Aku mencintai Damian,” bisiknya lagi, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.“Aku
Suzie menghela napas panjang, lalu menatap Roni. “Kau pria yang baik, Roni. Tapi ini bukan waktunya untuk hal seperti ini. Tolong jaga jarak sampai semuanya jelas.”Roni mengangguk patuh. “Saya mengerti, Nyonya. Maafkan saya.”"Baik, kamu boleh pergi," usir Suzie tanpa basa basi."Tapi, dia tidak memiliki pakaian." Savanah berusaha menjelaskan.Suzie mengernyitkan alisnya seolah-olah sedang mengukur tubuh Roni, lalu berkata, "tunggu sebentar."Tidak lama kemudian, Suzie keluar dengan satu stel pakaian. Kaus dan celana pendek karet."Ini milik mendiang Ayahmu, mungkin bisa masuk. Beliau suka memakai pakaian yang ukurannya besar." Suzie menyodorkan pakaian itu kepada Roni seraya mendorongnya agar segera menuju ke kamar mandi untuk memakainya.Tidak lama kemudian, Roni keluar dengan pakaian yang muat di tubuhnya tetapi membuat dia tampak tua.Savanah terkekeh, namun Suzie tidak mengizinkan percakapan lebih lanjut, di
Savanah menggeleng, menatap Roni dengan mata penuh kecemasan. “Kenapa semua ini harus terjadi, Roni? Aku hanya ingin menjalani hidupku dengan tenang. Kenapa mereka tidak bisa membiarkan aku sendiri?”Roni tidak menjawab seketika. Ia menatap wanita yang tampak begitu rapuh di depannya, lalu berkata dengan nada tegas, “Karena mereka tidak tahu siapa Anda sebenarnya. Mereka hanya percaya pada kebohongan yang dijual oleh orang-orang seperti Sarah.”Savanah menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, ia tahu bahwa ini hanyalah awal dari badai yang lebih besar."Aku akan membantumu membersihkan bar ini," kata Roni sambil lalu.Malam itu, setelah semua kekacauan di Salvastone, Savanah duduk di kursi bar sambil menatap Roni yang membersihkan dinding kaca dari noda telur busuk. Tubuh pria itu basah oleh cairan telur yang dilemparkan massa, dan aroma menyengat membuat Savanah merasa bersalah.