Tiba-tiba, pikirannya melayang pada Savanah. Wajah istrinya yang tenang, senyumnya yang samar, dan caranya menangani segala sesuatu tanpa banyak bicara. Tidak ada tuntutan, tidak ada drama—hanya kehadiran yang diam-diam membuat Damian merasa damai.Tubuhnya yang lembut dan rintihannya yang membuat Damian merasa sempurna sebagai seorang pria.Kenapa aku merindukan Savanah? pikir Damian. Ia menggelengkan kepalanya, mencoba menyangkal perasaan itu.Damian kembali mengecek data-data perusahaan yang akan melakukan kerjasama dengan mengalihkan fokusnya ke layar komputer di hadapannya.Namun semakiin ia melawan, semakin kuat keinginannya untuk bertemu dengan wanita itu.Damian akhirnya mengambil ponselnya kembali, menghidupkannya. Pesan berutun masuk, tentu saja dari Sarah, tetapi pria itu memilih mengabaikan pesan dari Sarah, dan menghubungi Savanah.Setelah beberapa dering, suara lembut istrinya ter
Namun, Keisha tidak menyerah. Ia terus mengendarai mobilnya, menyusuri jalanan sambil menebak arah Damian. Hingga akhirnya, ia melihat sebuah rumah sakit di mana Sarah berada."Arah yang sama!" seru Keisha dengan wajah yang mulai memanas.Nalurinya mengatakan untuk berhenti di sana.“Dia pasti di sini,” gumam Keisha sambil memarkirkan mobilnya.Beberapa saat kemudian, dengan langkah cepat, Keisha masuk ke dalam rumah sakit. Ia menyapu pandangannya ke lobi yang ramai, mencoba mencari sosok Damian. Tidak ada. Tetapi di sudut pikirannya, ia yakin Damian ada di sini, mungkin sedang bersama Sarah.Ia berjalan ke arah resepsionis, tetapi sebelum sempat bertanya, ia melihat seorang wanita berambut cokelat panjang di dekat lift. Dari kejauhan, wanita itu memang memiliki kemiripan dengan Sarah.Ketahuan! pikir Keisha, dengan perasaan yang bercampur antara marah dan lega. Ia berjalan
"Uhm, aku belum makan siang dan bau makanan yang kamu makan itu," ucap Keisha sambil melirik mangkuk sisa bubur dengan ayam."Ayam, bubur ayam bukan? Aku membenci baunya," lanjut Keisha agar Sarah tidak mencurigai apa pun."Kamu pernah bermalam dengan Damian?" tanya Sarah mulai panik.Keisha mengerutkan dahinya, mencerna dengan baik apa yang sedang disampaikan oleh wanita itu. Dia tidak ingin terjebak sama sekali karena dia tahu, Sarah juga menginginkan Damian."Tentu saja, apa kamu belum pernah tidur dengannya?" balas Keisha sembari menutup hidungnya lalu berjalan menuju ke kaca jendela kemudian membuka jendela, menganti sirkulasi udara di dalam kamar itu.Entah kenapa dia merasa mual.Sarah menundukkan kepalanya dan berkata dengan suara kecil, "aku ingin sekali berada di ranjangnya."Keisha kembali menatap wanita itu dengan sinis. Tiba-tiba dia merasa ada sesuatu yang seharusnya menjadi foku
Keisha menarik tangannya dengan sedikit jijik, karena status wanita yang berbaring di ranjang itu tentu saja lebih rendah daripadanya yang hidup dalam kemewahan.Sarah tersenyum, dalam hatinya dia menyakinkan bahwa setelah 20 miliar di tangannya, mungkin dia bisa memanfaatkan uang yang nilainya fantastis itu untuk membuat Keisha bertekuk lutut suatu hari."Dan bantu aku ke ranjang Damian, setidaknya aku ingin tubuh pria itu walau sekali saja."Mendengar permintaan Sarah, Keisha segera menutup mulut dengan sebelah tangannya karena tiba-tiba ingin muntah lagi."A-aku benar-benar butuh obat maag," ucap Keisha dengan wajah yang mulai pucat.""Baiklah, silakan pergi. Saya mengantuk." Sarah segera memundurkan pantatnya dan menarik selimut. Dia tidak ingin berbicara lebih lanjut dengan Keisha lagi.Keisha keluar dari rumah sakit dengan perasaan kacau. Ia tidak menemukan Damian, t
Sebuah desiran halus merambat dalam hati Sarah, "lumayan, Dokter.""Saya akan memeriksa Anda sebentar ya."Angeli dan Robert mundur beberapa langkah untuk memberi ruang bagi Dokter tampan itu agar bisa memeriksa dan mencatat laporan."Bagaimana keadaannya, Dokter?""Tidak masalah, kesehatannya sudah pulih dengan baik, punggungnya hanya membutuhkan beberapa bulan fisioterapi, tetapi sejauh ini, semua sudah berjalan dengan baik," sahut sang dokter lalu menoleh ke arah Sarah."Saya akan meresepkan vitamin untukmu besok. Kamu sudah boleh beristirahat di rumah dan kembali dua hari lagi untuk melakukan fisioterapi," lanjutnya."M-maksud Dokter, saya sudah boleh pulang?" Sarah merasa mulai gelisah, dia tidak ingin pulang. Dengan berada di Rumah Sakit, dia memiliki alasan untuk merengek kepada Damian."Ya, bukankah hal itu yang ditunggu semua pasien? Anda sudah terlihat sehat dan boleh pulang." Dokter itu mengernyitkan alisnya karena merasa a
Sarah segera menjawab, "sayang. Tentu sayang sekali. Tapi aku sedikit panik karena Damian, kalian masih ingat pria tampan yang menolongku saat itu, ahhh... Dia begitu tampan dan aku begitu mencintainya...""Apakah dia mencintaimu?" tanya salah sebuah komentar yang masuk ke layar ponsel Sarah."Seharusnya dia mencintaiku, tetapi belakangan ini, dia berubah."Sarah mengusap pipinya dengan lembut. Kedua kelopak matanya terasa sangat perih saat ini. Sehingga air matanya semakin terlihat deras.Karena itu juga, simpati dari para penonton yang menyaksikan acara siaran langsung itu semakin bersimpati dan jumlah tayang yang mengikuti aku Sarah menjadi semakin banyak.“Aku tidak tahu kenapa Damian bisa memilih seseorang seperti dia,” ujarnya, suaranya bergetar penuh emosi. “Aku yang mencintainya dengan tulus, malah diabaikan. Sedangkan Savanah…,” Sarah menarik napas panjang, memanfaatkan jeda untuk menambah drama
Dia tahu, apa pun yang dia katakan, akan diputarbalikkan oleh Sarah. Tapi dia juga tahu, dia tidak bisa tinggal diam.Dia menegaskan dirinya, menunggu dan membalas nanti sesudah semua selesai."F-fokus, Ibu... I-bu a-akan keluar. D-dua hari lagi," ucap Savanah dengan suara yang bergetar dan terputus-putus karena kemarahan yang sebegitu banyaknya.Di tempat lain, dalam kantornya yang sudah mulai sepi, Damian sedang memeriksa laporan pekerjaan ketika ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari Roni masuk:"Damian, kamu sudah lihat siaran langsung Sarah? Dia bicara buruk tentang Savanah. Harusnya kamu periksa."Damian mengernyitkan alis, lalu membuka aplikasinya dan langsung melihat potongan siaran langsung Sarah yang sudah viral.Pria itu terkejut lalu wajahnya berubah dingin seketika.Kata-kata Sarah memenuhi layar: “Savanah tidak pernah pantas untuk Damian. Bahkan, aku mendengar dia hanya menikahinya karena
"Ya, Savanah. Saya juga baru saja menyaksikan acara siaran langsung dan sangat terkejut, Sarah sudah berubah seperti itu dan memberikan fitnahan. Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Mila. Mereka sudah berteman sejak sekolah dan Mila tahu, semua yang diceritakan Sarah adalah tidak sesuai dengan kondisi.Savanah gadis polos serta murid baik yang penuh prestasi, bukan seorang yang sering melayani pria tua, seperti yang diberitakan oleh Sarah."Coba kirim rekaman siaran langsung tadi. Aku sedang menganalisanya," ucap Mila dengan tegas."Baik."Savanah segera mengetik di ponselnya untuk mengirimkan beberapa file.Mila mendengarkan rekaman siaran langsung yang telah Savanah kirimkan. “Dia bermain kotor, dan ini bisa kita jadikan kasus. Tapi aku butuh bukti kuat, lebih dari sekadar video ini. Kita harus menunjukkan motifnya dan dampaknya pada reputasimu.”“Baik,” jawab Savanah dengan tegas. &ldquo
Bab 238Saat bulan-bulan berlalu, Damian dan Savanah semakin mantap menghadapi masa depan bersama. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan cinta dan komitmen yang telah mereka bangun, mereka merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang.Pada akhirnya, cinta mereka yang diuji oleh waktu dan rintangan akhirnya menemukan jalannya kembali. Mereka tidak hanya menjadi pasangan suami istri, tetapi juga menjadi keluarga yang utuh, siap menyambut anggota baru yang akan membawa kebahagiaan lebih besar dalam hidup mereka.Malam itu, mereka berdua tertidur dalam pelukan yang tenang tetapi penuh dengan emosi yang belum sepenuhnya terselesaikan.Damian merasa lebih yakin bahwa ia harus melindungi keluarga kecilnya, sementara Savanah berusaha menguatkan dirinya untuk menghadapi masa depan bersama pria yang ia cintai, meskipun penuh dengan tantangan dan keraguan.Dalam keheningan malam, hanya s
"Dia mengandung anakku, dia istriku dan tidak ada bagian darimu di sana! Kau paham?!" Damian mengatakan semua gundahan hatinya dengan suara keras dan tegas.Roni menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Damian, aku tidak ingin membuat masalah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan menjauh. Tapi bukan karena aku takut padamu. Aku melakukannya karena aku peduli pada Savanah, dan aku ingin yang terbaik untuknya.”Cuih!Damian membuang salivanya ke samping dengan rasa jijik. "Akhirnya kau paham!""Ingat ucapanmu! Jangan pernah dekat dengannya lagi!"Roni mengangguk perlahan dengan perasaan terpuruk.“Bagus!" lanjut Damian. "Tapi ingat, jika aku melihatmu mendekati istriku lagi, kau tidak akan mendapatkan peringatan kedua.”Dengan itu, Damian berbalik dan meninggalkan gym, meninggalkan Roni dengan wajah penuh kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam. Ke
Damian tidak terpengaruh. “Kau bebas mencoba, Keisha. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan keluargaku lagi.”Keisha meninggalkan lokasi pertemuan dengan wajah penuh amarah, tetapi Damian merasa lega. Untuk pertama kalinya, ia merasa telah mengambil kendali penuh atas hidupnya.***Setelah mengetahui kebenaran tentang malam di Salvastone, Damian masih merasakan amarah yang tertahan di dalam dirinya. Ia tidak hanya marah kepada Keisha yang mencoba memanipulasi kenyataan, tetapi juga kepada Roni, pria yang berani mendekati istrinya dan bahkan mengklaim hubungan yang tidak pernah ada.Damian memutuskan untuk menghadapi Roni secara langsung. Ia tahu di mana pria itu biasanya berada—gym kecil di pinggiran kota tempat Roni melatih tubuhnya.Dengan langkah cepat, Damian melajukan motornya ke sana, wajahnya mencerminkan ketegasan dan kemarahan yang ia rasakan.Ketika
Savanah tersenyum kecil, meskipun wajahnya masih memerah. “Ya, Damian. Kau tidak melepaskanku bahkan sesudah berulang kali kamu mendapatkan pelepasan, dan aku… aku tidak bisa mengatakan tidak. Aku tanpa sadar sudah mencintaimu, bahkan saat itu.”Damian menarik napas panjang, rasa bersalah yang selama ini menghantui dirinya perlahan menghilang, digantikan oleh kelegaan dan kebahagiaan yang tak terkira.“Aku bodoh,” katanya dengan suara rendah. “Aku membiarkan Keisha memanipulasiku dengan kebohongannya, sementara wanita yang aku cari selama ini adalah kamu, istriku sendiri.”Savanah menggeleng. “Semua sudah berlalu, Damian. Yang penting sekarang adalah kita tahu kebenarannya.”Damian kembali memeluk Savanah, membiarkan air mata kecil jatuh di pipinya. “Aku mencintaimu, Savanah. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita lagi. Kamu ad
Damian menyebut tanggalnya, dan Savanah membekap mulutnya sendiri. Hatinya berdebar keras."Damian… itu aku. Aku juga berada di sana malam itu. Aku… aku merasa semuanya begitu aneh, tapi aku ingat. Aku mengalami pelecehan. Lalu Roni mengaku bahwa dia yang melakukannya. Tanggal dan harinya sama! Itu aku.""Kau?""Keisha tidak hadir di malam itu, dia mengambil shift pagi!" pekik Savanah tak percaya.Damian menatapnya dengan penuh kebingungan. "Apa? Savanah, maksudmu…""Ya," potong Savanah dengan tegas. "Wanita itu adalah aku. Aku bahkan memiliki bukti. Petugas sekuriti yang berjaga malam itu melihat kita. Dia mencatat bahwa aku masuk ke ruang ganti untuk mengambil sesuatu. Selain itu, aku menemukan cincin di kantung kemeja kerjaku. Lalu Keisha merampasnya dan saat itu kamu datang lalu...""Astaga!" Savanah menutup bibirnya dengan tangan, dia baru mengerti bahwa Damian mengira Keisha adalah wanit
Savanah mencoba melawan, tetapi kekuatan Damian terlalu besar. Bibir pria itu sudah mencium lehernya dengan rakus, kembali lagi meninggalkan jejak merah yang tidak mungkin disembunyikan.Gigitannya yang intens terasa seperti tanda kepemilikan yang ingin ia tunjukkan kepada dunia. Tangannya memeras bagian depan Savanah dengan kuat sehingga Savanah merasa kesakitan.“Damian, berhenti!” Savanah memohon, suaranya gemetar. “Ini terlalu banyak. Cukup!”Namun, Damian tidak mendengarkan. Tubuhnya terus menekan tubuh Savanah, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa wanita itu tidak pernah lupa siapa yang memiliki dirinya sepenuhnya."Damian, ini menyakitkanku!" teriak Savanah, berusaha melepaskan diri dari tangan Damian yang menyakiti beberapa bagian sensitif miliknya.Dengan cepat, Damian membuka kemeja tidurnya sehingga bagian depannya terekspos dengan indah dan Damian segera melahapnya denga
Tanpa tujuan yang jelas, Roni berjalan hingga sampai di sebuah taman kecil yang sepi. Ia duduk di bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar, menundukkan kepala sambil memandangi tanah.Seorang ibu dengan anak kecil lewat di depannya, suara tawa anak itu membuat hati Roni terasa semakin hancur. Ia membayangkan seperti apa rasanya jika ia yang berada di tempat Damian—memiliki Savanah dan seorang anak bersama, membangun keluarga kecil yang bahagia.Namun, bayangan itu hanya membuatnya semakin sadar bahwa semua itu adalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan."Itu bukan anakku juga, Roni... kamu hanya terlalu berharap," gumamnya sambil tertawa lepas.Roni meraih sebotol air yang ia bawa, meneguknya dengan cepat. Tangannya bergetar, dan tanpa sadar, ia memukul bangku kayu di sebelahnya dengan keras.“Bodoh,” gumamnya."Sungguh bodoh!"“Bodoh karena berpikir aku punya kesempatan.”Roni menunduk, kedua tangannya menutupi wajahnya. Air mata yang selama ini ia tahan mulai mengalir,
Roni mengepalkan tangannya, tetapi ia tetap diam, meskipun tubuhnya jelas menunjukkan ketegangan yang luar biasa.“Savanah masih sehebat dulu,” lanjut Damian dengan nada yang dibuat seolah-olah ia hanya sedang bercakap-cakap santai. “Kami bahkan mengulangnya beberapa kali sampai dia minta ampun. Tubuhnya semakin montok sekarang, mungkin karena dia sedang hamil anakku. Tapi kau tahu? Itu justru membuatnya semakin nikmat.”Roni terdiam dan mengetatkan rahangnya.Kata-kata Damian menghantam Roni seperti pukulan bertubi-tubi. Ia menatap Savanah dengan mata yang penuh luka, tetapi wanita itu hanya bisa menunduk, tidak mampu menghadapi tatapannya.“Kau tahu tentang kehamilannya?” tanya Roni akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan rasa kecewa.Damian tersenyum kecil. “Tentu saja. Anak ini milikku, dan aku akan memastikan bahwa dia tumbuh dengan kedua orang tuanya yang lengkap. Jadi, apa yang tersisa untukmu, Roni?”Roni terdiam. Pertanyaan itu menusuk hatinya lebih dalam daripada yang
Damian menatap tubuh Savanah dengan tatapan penuh kekaguman. “Kamu semakin padat, Savanah,” bisiknya dengan suara rendah yang menggoda. “Itu membuatku semakin ingin menempel terus padamu.”Savanah mencoba menghindar, tetapi Damian sudah mendekapnya erat, membuatnya tidak memiliki ruang untuk bergerak. Ia mencium leher Savanah perlahan, meninggalkan jejak kecil yang membuat wanita itu merasa tubuhnya memanas lagi.“Damian, sudahlah,” rengek Savanah dengan suara bergetar. “Kita sudah melakukannya berkali-kali. Aku lapar…”Namun, Damian tidak berhenti. Bibirnya terus menjelajahi tubuh Savanah, memberikan tanda-tanda percintaan yang ia tahu tidak akan mudah hilang. Setiap jejak yang ia tinggalkan terasa seperti pernyataan kepemilikan, seolah-olah ia ingin dunia tahu bahwa Savanah adalah miliknya, tidak ada yang lain.“Damian,” desah Savanah, mencoba menarik diri, tetapi tubuhnya sendiri mulai menyerah pada kehangatan yang diberikan pria itu.“Aku hanya ingin memastikan,” bisik Damian samb