Damian hendak menjelaskan lebih lanjut, namun sebelum sempat berkata apa-apa, Keisha langsung menuntut dengan nada penuh tekad, "Kalau begitu, aku juga mau bekerja di sini. Bukankah seharusnya aku punya kesempatan yang sama?"Savanah yang mendengar percakapan itu hanya tersenyum tipis, lalu tertawa kecil tanpa suara.Dia tampak benar-benar tidak peduli pada drama yang sedang terjadi. Dengan tenang, dia mengisi botol minumnya, mengabaikan sepenuhnya ketegangan yang melibatkan Keisha dan Damian, lalu melangkah santai kembali menuju kantor Damian untuk melanjutkan pekerjaannya.Namun, di luar dugaan, Keisha langsung mengikuti Savanah dari belakang, tidak rela untuk kalah begitu saja.Damian yang masih terdiam hanya bisa menatap bingung ketika Keisha dengan penuh semangat mengekori langkah Savanah. Dia merasa tak berdaya menghadapi situasi yang semakin rumit ini.Saat tiba di dalam ruang kerja Damian, Keisha tertegun. Kedua matanya membulat, menatap ruangan dengan kagum. Ruangan itu terlih
Setelah Savanah melangkah keluar dan menutup pintu dengan tenang, Damian duduk di kursi kerjanya, menarik napas dalam-dalam tanpa berkata-kata, berharap Keisha akan segera sadar dan pergi.Namun, Keisha justru mendekatinya dengan wajah penuh harap, lalu merengek manja, “Nah, apa yang harus kukerjakan?” Tanpa ragu, ia duduk di pangkuan Damian dan melingkarkan lengannya di pundak pria itu.Damian menahan kesal, merasa situasi ini sudah kelewat batas. Sebuah ide muncul di kepalanya. Ia menatap sudut ruangan yang masih berantakan dengan tumpukan dokumen yang belum sempat dibereskan Savanah sebelum ia keluar tadi."Lihat dokumen-dokumen itu?" Damian menunjuk tumpukan berkas dengan tatapan dingin.“Savanah sedang merapikannya, tapi karena kamu sangat ingin bekerja di sini, kamu bisa membantu membereskannya. Susun semuanya berdasarkan tanggal dan keperluannya. Dan jangan ganggu aku, karena aku akan pergi rapat dengan kolega bisnis.”Keisha tertegun mendengar perintah Damian yang dingin, namun
Setelah sejenak hening, Damian melanjutkan, "Ayo, aku antar kamu ke sana. Kamu tidak perlu naik bus."Savanah menghela napas, ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengangguk.Damian memberikan selembar uang berwarna merah kepada supir bus dan membuat supir itu hanya tersenyum lebar tanpa ada pertanyaan apa pun.Mereka berdua turun dari bus, dan tanpa banyak bicara, Savanah naik ke belakang motor Damian. Sesaat kemudian, motor itu kembali melaju, meninggalkan bus yang berhenti di pinggir jalan.Di sepanjang perjalanan, mereka tidak banyak bicara. Damian hanya fokus pada jalan, sementara Savanah terdiam di belakangnya, memikirkan semua yang baru saja terjadi. Keberanian Damian mengejarnya membuat hatinya tersentuh, meski ia masih sedikit bingung dengan perubahan sikap suaminya yang mendadak ini.Setelah beberapa waktu berkendara, Damian dan Savanah akhirnya tiba di depan gedung penjara yang suram. Damian mematikan mesin motornya, menoleh ke arah Savanah yang tampak tegang dan sedikit pucat
"Bu, aku akan segera kembali menjenguk. Tolong jaga kesehatan, ya," ucap Savanah dengan suara bergetar. Dia merasa tubuh ibunya semakin kurus dan Savanah tidak sabar menunggu seminggu lagi untuk membawa ibunya pergi bersama sejauh mungkin."Ibu akan baik-baik saja, Nak," balas ibunya, menggenggam tangan Savanah dengan penuh kasih. "Yang penting, kamu harus menjaga dirimu. Jangan sampai kamu terlalu lelah bekerja, dan... jika bisa, jangan terus menutup hati."Suzie mendekat ke telinga Savanah dan berbisik, "apakah yang kemarin itu sudah berbuah?""Ibu..." rengek Savanah dan wajahnya mulai merona merah dan terasa hangat.Suzie tersenyum kecil lalu melirik ke arah Damian, "lihatlah, suamimu begitu tampan dan baik. Dia akan menjadi sosok suami yang sempurna untukmu, Nak.""Sosok Ayah yang sempurna untuk anak-anakmu kelak," lanjutnya.Savanah terdiam mendengar kalimat terakhir itu, tatapannya beralih ke D
Angeli menepis tangan suaminya dengan kesal lalu melanjutkan kalimatnya, "bukannya kamu ada memberiku sedikit dari uang asuransi itu?""Ke mana semuanya? Jangan katakan kamu memiliki wanita simpanan?" Angeli selalu merasa penasaran karena suaminya memiliki uang asuransi dari Ayah Savanah, tetapi uang yang miliyaran itu tidak pernah dia ketahui arahnya."Aku sudah membayar hutang, bukankah kau sudah tahu bagaimana krisis yang menimpa perusahaan? Masih berani bertanya!" sahut Robert dengan kesal."Kembali ke intinya, apa yang harus kita lakukan? Keluarga Pangestu, mereka terlalu kuat untuk keluarga Brown yang tidak ada apa-apanya!"Robert kembali menapaki lantai di ruangannya, berjalan bolak-balik dengan gelisah sambil berkata-kata sendiri.“Ya, kita harus membuat situasi di pihak kita. Kalau tidak, semua kerja keras kita selama ini sia-sia,” jawab Angeli tegas."Caranya... caranya!" gumam Robert berulang-ulang dengan panik.
Robert dan Angeli mengigit bibirnya sendiri, mereka tahu bagaimana mereka berpesta pora setelah menerima biaya pengobatan dari Damian. Mereka bertamasya dengan kapal cruise dan karena penuh dengan permainan on-site di dalam kapal, mereka kalah dan akhirnya hanya membawa ongkos taksi pulang dari pelabuhan.Hal ini tentu saja tidak berani diceritakan oleh dua orang tua itu kepada Sarah."Sarah, kami sudah menggunakan semua uangnya untuk kuliahmu dan juga hutang Ayah juga sudah terlunasi sebagian," balas Angeli dengan perasaan tidak menentu karena dia juga ikut andil dalam menghabiskan uang kompensasi tersebut.Sarah mendesah, teringat bagaimana Damian sama sekali tidak meliriknya bahkan mendorongnya sehingga punggungnya menghantam lantai. Sampai saat ini, dia masih merasa sedikit kaku dengan bagian punggungnya.Ada sedikit perasaan benci sekaligus harapan di dalam dirinya, dan di saat yang sama, perasaan dendam yang ia simpan unt
Damian mengangguk, "ya. Pergilah bersamaku."Keisha yang mendengar hal itu segera ikut andil dalam bicaranya, "aku juga mau ikut.""Apakah kamu mengenalnya? Saya hanya akan membawa Savanah dengan motor dan yang sakit itu adalah sepupunya," sahut Damian dengan ketus. Pria itu sudah mulai merasa kesal karena keberadaan Keisha yang dianggapnya sering menganggu dengan tindakan di luar nalarnya."Sampai sekarang kamu belum juga menyelesaikan pekerjaanmu, kualitasmu dalam bekerja memang perlu dipertimbangkan!" seru Damian melanjutkan kalimatnya.Mendengar penolakan dari Damian dan perkataannya yang memang sesuai dengan kenyataan, Keisha cemberut dan melangkah pergi dengan langkah kasar."Mari ikut aku," ucap Damian lalu menarik tangan Savanah agar mengikutinya.Sepanjang perjalanan, Savanah yang duduk di belakang motor Damian hanya mendiamkan dirinya, tidak ada per
Namun, pada saat yang sama, di tengah pintu yang terbuka, Savanna berdiri dengan tatapan yang susah diartikan, matanya berkaca-kaca melihat kejadian tersebut.Ia tidak pernah menyangka bahwa mereka akan berciuman tepat pada saat dia tiba, dan tanpa berkata apa pun, Savanna berbalik pergi, meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat dan hati yang penuh kekecewaan, menyadari bahwa selama ini, Damian bukan hanya dekat dengan Keisha tetapi juga Sarah.Damian, yang menyadari kehadiran Savanna, segera berlari mengejarnya. “Savannah! Tunggu! Ini tidak seperti yang kamu lihat!” panggilnya putus asa, namun Savanna tidak peduli. Ia terus berjalan menjauh, tak memedulikan panggilan Damian.Di dalam kamar, Sarah tersenyum tipis, merasa puas melihat rencananya berhasil. Angeli dan Robert yang mengintip dari ujung koridor pun tersenyum lega, mengetahui bahwa Savannah mungkin akan mempertimbangkan untuk meninggalkan Damian. 
Savanah tidak tahu harus menjawab apa. Ingin sekali dia yang menanyakan hal yang sama kepada Damian, tetapi dia sama sekali tidak berani.Dia juga tidak berani menerima hubungan lebih lanjut dengan Damian karena dia sudah merencanakan semuanya.Dia tidak ingin gagal!Dia tidak mau, sebuah pertanyaan tanpa arah dari Damian itu membuat dia berubah pikiran dan kembali terjebak dalam pernikahan palsu yang bahkan mertuanya, Jason, sudah melepaskannya.Malam bergairah? Itu hanya kebutuhan sesaat karena mereka sama-sama sudah dewasa. Savanah menegaskan perkataan itu berulang kali dalam hatinya.“Terima kasih,” bisik Damian. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan tanpa kamu.”Kata-kata itu membuat dada Savanah terasa berat. Ironis sekali, pikirnya. 'Dia mungkin berpikir aku adalah tempat berlabuh, tapi aku hanya tinggal menunggu waktu untuk pergi.' Savana
Savanah terkejut, tapi ia menahan diri untuk tidak bersuara lebih lanjut dengan menutup mulutnya sendiri. Pelukan Damian terasa kuat, seperti ada magnet yang membuatnya tak bisa melepaskan diri.“Jangan pergi,” gumam Damian dalam tidurnya. Suaranya berat tapi lembut, seperti seseorang yang berbicara dari dalam mimpi. Savanah bisa merasakan napas hangat pria itu di lehernya, membuat tubuhnya kaku.Savanah ingin menanyakan siapa yang dimaksud Damian, apakah Keisha, atau Sarah? Atau wanita lain? Damian selalu berganti pasangan, jadi Savanah tidak bisa menebak siapa yang sedang berada dalam mimpi pria itu saat ini.“Damian,” bisiknya, mencoba membangunkan pria itu dengan pelan. Namun Damian hanya merapatkan pelukannya, membuat Savanah semakin sulit untuk bergerak.Hati Savanah mulai berpacu kencang karena sepertinya pria itu tidak benar-benar sedang bermimpi."Damian,
Damian menghirup aroma rambut Savanah, aroma lembut dan segar yang terasa menenangkan. Ia memejamkan matanya, membiarkan semua beban hari itu memudar. Pelukan itu tidak berisi gairah, melainkan sebuah permintaan diam-diam untuk kedamaian.“Aku hanya ingin seperti ini sebentar,” bisik Damian, suaranya serak.Savanah tetap diam, membiarkan Damian memeluknya lebih erat. Ia merasakan dada pria itu naik turun dengan napas yang berat, dan hatinya tergerak sedikit. Namun, tidak boleh ada simpati, pikirnya. Ia tidak boleh melupakan rencana yang sudah ia susun sejak awal.Savanah menatap sekilas wajah Damian yang tertunduk di bahunya. Betapa lemahnya pria ini, pikirnya. Damian mungkin kuat di mata orang lain, tapi di balik itu, ia adalah seseorang yang tersesat dalam kekacauan hidupnya sendiri. Malam ini, Damian hanya mencari ketenangan—dan sayangnya, ia menemukannya di tempat yang salah.Ti
“Di ruang baca, Tuan Damian,” jawab pelayan itu. Damian mengangguk dan berjalan pelan ke arah yang ditunjukkan.Savanah duduk di sofa ruang baca dan memegang sebuah buku, malam itu dia mengenakan piyama satin berwarna krem dengan rambut yang dibiarkan tergerai, terlihat sangat menawan di mata Damian.Ia menatap Damian yang masuk tanpa berkata-kata, hanya mengangkat alisnya seolah bertanya mengapa pria itu datang."Mengapa kamu belum tidur, apakah sedang menungguku?" Damian sengaja menganggu Savanah dengan pertanyaan tersebut.Savanah tersenyum kecil lalu menjawab dengan enteng, "Kamu tidak biasanya pulang malam-malam begini, hmm, lebih tepatnya dini hari seperti ini, jadi bagaimana kamu mengatakan bahwa aku sedang menunggumu?” balasnya dengan santai sembari meletakkan buku yang tadi ia baca.Damian tidak menjawab langsung. Ia duduk di sofa di hadapan Savanah, menghela napas p
“Keisha, aku tidak akan meninggalkanmu. Tapi aku tidak bisa mengabaikan Sarah. Dia membutuhkan bantuan, dan aku merasa itu adalah tanggung jawabku," lanjut Damian.Keisha mengangguk kecil, menahan air matanya. “Aku tidak pernah melarangmu membantu. Tapi aku tidak ingin rasa bersalah itu menghancurkan hubungan kita.”"Aku cemburu, Damian." Kedua mata Keisha berkaca-kaca.Sarah hanya bisa memandang Damian dengan tatapan terluka. “Ternyata... Kamu tidak akan pernah benar-benar memahamiku, Damian,” katanya lirih. “Dan kamu tidak pernah benar-benar peduli.”Keisha merasa kesal mendengar perkataan Sarah. Dia lalu menggenggam tangan Damian erat-erat. “Ayo pulang. Sarah butuh dokter, bukan kamu.”Keisha menoleh ke arah Sarah dengan tatapan tajam lalu melanjutkan kalimatnya, "bila perlu, dokter penyakit mental!"Da
Damian tidak sanggup memberi penjelasan dan hanya bisa menepis tangan Sarah yang masih memeluknya dengan lembut."Lepaskan sebentar, aku akan menceritakannya kepadamu nanti," ucap Damian dengan lembut."Damian," panggil Sarah, masih merasa tidak tega dan berusaha merenggek dengan manja.Keisha memperhatikan adegan itu dengan perasaan bercampur aduk. Emosinya sudah naik sampai ke keningnya. Tentu saja dia cemburu!Nalurinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.Damian berdiri, tapi Sarah masih mencengkeram lengannya. Sarah segera menoleh ke arah Keisha dan bertanya, "Keisha? Siapa kamu bagi Damian? Jangan kamu merebutnya dariku lagi.Damian segera melepaskan tangan Sarah lalu memegang lengan Keisha, "Ini... ini bukan seperti yang kamu pikirkan," katanya buru-buru.Keisha menyilangkan tangan di dadanya, ekspresinya penuh kecurigaan. “Bukan seper
“Dari mana kamu mendapatkan ini?” tanya Keisha tajam, berusaha menutupi emosinya.Savanah mengangkat bahu. “Seorang teman yang bekerja di rumah sakit mengirimkannya padaku. Katanya, Damian berlari ke sana seperti pahlawan di film, mencoba menyelamatkan Sarah yang ingin melompat dari gedung. Oh, sangat dramatis, bukan?”"Aah, sepertinya saya harus memberitahumu bahwa kamu juga bisa melihatnya di internet. Hari ini cukup viral si Damian dan Sarah," lanjut Savanah lalu terkekeh pelan. Dia merasa sangat menikmati reaksi Keisha yang terkejut secara terus menerus.Keisha mengalihkan pandangannya dari layar, tapi gambar itu sudah terukir di pikirannya. Hatinya berkecamuk, antara percaya pada Damian atau membiarkan keraguan merasuki pikirannya. Ia bisa menyimpulkan bahwa Sarah menyukai Damian, bahkan mungkin lebih dari sekadar menyukai. Tapi Damian... apakah ia benar-benar akan mengkhianati cinta mereka?
"Nak, Damian. Tolonglah, jaga putri kami satu-satunya. Kalau pun kamu tidak mencintainya, tetaplah di sisinya sementara waktu. Bila kamu pergi, aku takut... dia akan berulah lagi seperti itu lagi dan anakku... hiks, sungguh malang nasibmu karena mencintai pria yang hanya memandang ke arah sepupuku."Damian hanya bisa mengangguk dan menatap Sarah yang sedang tidur dengan wajah datar. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan selain membiarkan semua suasana menjadi tenang kembali.Sementara di kantor Damian. Keisha duduk gelisah di sofa, menunggu kedatangan Damian dengan ponsel di tangan. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Damian, tapi pria itu tidak menjawab. Ini bukan kebiasaan Damian. Biasanya, ia akan selalu mengabari atau bahkan datang menjemputnya pulang kerja, meski hujan sekalipun. Tapi malam ini, tidak ada pesan, tidak ada panggilan, hanya kesunyian yang membuat hati Keisha semakin kalut."Apaka
Beberapa orang yang menyaksikan ikut merasakan apa penderitaan Sarah dan menilai Damian hanya memandangnya rendahan lalu melukai wanita itu dengan pemberian uang yang cukup banyak.Damian menggeleng perlahan. “Sarah, aku tidak bisa memperbaiki semuanya dengan cara itu. Aku tahu aku telah salah. Aku tahu kecelakaan itu mengubah hidupmu, dan aku menyesal. Tapi aku tidak bisa memaksakan cinta.”"Kamu benar-benar mencintai sepupuku? Bahkan dengan masa lalunya yang buruk itu? Apa kurangnya diriku, Damian?""K-kamu, salah paham, aku..." Damian tidak sanggup meneruskan kata-katanya, dia melirik beberapa ponsel yang mengarah kepadanya. Jika dia menyebutkan nama Keisha saat ini, maka wanita yang tidak punya hubungan apa-apa itu akan kembali terlibat.“Kalau begitu, apa gunanya aku hidup?” tanya Sarah, matanya berkaca-kaca.“Aku bahkan tidak bisa berjalan seperti dulu. Aku