Home / Romansa / Rahasia Masa Lalu / 2. Tidak Peka

Share

2. Tidak Peka

Author: cloverqua
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah mendapat arahan dari Tika, sekaligus berkenalan dengan rekan kerja lainnya, Reva melakukan tugas pertamanya sebagai office girl.

Sambil membawa cangkir teh dengan nampan, Reva berjalan menuju lift. Dia memandangi sekeliling dan menyadari suasana kantor masih sepi. Belum banyak karyawan yang datang mengingat jam kantor baru dimulai pukul delapan. Mereka yang bekerja sebagai office boy maupun office girl harus datang lebih awal dari karyawan lainnya.

Beberapa menit yang lalu, Tika memberikan tugas pertama kepada Reva yang sukses membuatnya tercengang. Belum apa-apa Reva sudah diminta mengantarkan minuman untuk pimpinan tertinggi perusahaan ini. Sebagai karyawan baru, sudah pasti Reva tidak bisa menutupi rasa gugupnya. Terlebih dia sendiri belum begitu mengenal perusahaan tempatnya bekerja ini, termasuk pimpinannya.

Untung saja Tika bukan tipe karyawan yang mengutamakan senioritas. Dengan penuh kesabaran, dia memberikan pemahaman dan pengertian kepada Reva agar tidak gugup dalam bekerja.

Reva bersyukur Tika merupakan rekan kerja yang baik. Dia bersedia menolong dan membantunya apabila mendapatkan kesulitan saat bekerja nanti.

“Reva?”

Lamunan Reva buyar setelah mendengar suara familiar itu. Dia buru-buru membungkuk sopan ketika melihat Naufal sudah berdiri di hadapannya.

“Selamat pagi, Pak Naufal.”

“Selamat pagi. Kamu sudah mulai bekerja?” tanya Naufal ramah.

Reva mengangguk. “Iya, Pak. Terima kasih Bapak sudah menawarkan pekerjaan pada saya.”

“Saya hanya menjalankan tugas dari atasan saya.” Naufal terheran mendapati perubahan ekspresi wajah Reva. “Saya bekerja sebagai sekretaris CEO perusahaan ini. Beliau yang memberikan pekerjaan itu untukmu.”

“Apa?!” Reva menyadari kesalahan yang baru saja dia lakukan. “Maaf, Pak. Saya sudah berteriak terlalu keras. Saya hanya—”

“Terkejut? Tidak apa-apa.” Naufal terkekeh geli dengan sikap Reva. Terakhir kali saat dia mendatangi rumah Reva untuk menawarkan pekerjaan itu, Naufal tahu bahwa Reva memiliki kepribadian yang unik. Reva sangat ekspresif dan bersikap apa adanya dalam berinteraksi dengan orang lain.

Perhatian Naufal tertuju pada cangkir teh yang dibawa Reva. “Teh untuk Pak Azka?”

Reva mengangguk. Meski belum tahu wajahnya, Reva sudah diberitahu identitas pimpinan mereka.

“Maaf, Pak. Saya belum tahu ruangannya Pak Azka.” Reva menunduk malu. “Tadi rekan saya hanya memberitahu kalau saya harus naik ke lantai 25.”

“Lantai 25 adalah lantai tertinggi di kantor ini dan hanya ada satu ruangan saja, yaitu ruangan CEO Adinata Group, Pak Azka.”

Reva menatap takjub. “Hanya satu ruangan?”

Naufal sebenarnya ingin tertawa melihat bagaimana mata Reva mengerjap polos. Namun, dia berusaha menahan diri karena harus menjaga image di depan gadis ini.

TING!

Suara pintu lift yang terbuka menghentikan obrolan singkat mereka. Keduanya bergegas masuk ke dalam lift dan segera menuju lantai 25. Selama berada di dalam lift, tiba-tiba Reva merasa kakinya berubah seperti jelly. Dia menjadi gugup luar biasa karena sebentar lagi akan bertemu dengan pimpinan perusahaan.”

“Kamu tidak perlu gugup. Pak Azka belum tiba di kantor,” kata Naufal setelah berhasil membaca ekspresi Reva.

Reva buru-buru mengalihkan perhatiannya kepada Naufal. ‘Pak Naufal seperti bisa membaca pikiranku. Apa dia peramal?’

“Saya bukan peramal. Saya hanya membaca ekspresimu yang terlihat sangat gugup,” sahut Naufal dan sukses membuat Reva menatapnya horor.

Tawa Naufal nyaris meledak melihat ekspresi Reva yang ketakutan seperti anak kecil. Benar-benar polos dan lugu.

“Oh iya, kamu tidak perlu bersikap terlalu formal. Kamu bisa memanggil saya Kak Naufal,” ujar Naufal.

Reva terdiam sebentar, lalu menggeleng pelan. “Maaf, Pak. Saya rasa itu kurang pantas. Saya lebih nyaman memanggil Anda dengan Pak Naufal seperti sebelumnya.”

Naufal sudah menduga jawaban Reva. “Ya sudah. Semoga kamu betah bekerja di sini.”

Reva ikut tersenyum dan mengangguk penuh semangat. “Mohon bimbingannya, Pak.”

Seulas senyum mengembang di bibir Naufal. Dia senang bisa mengobrol dengan Reva.

Diam-diam Reva memperhatikan raut wajah Naufal. Kali ini, ibunya berkata benar. Jika terbiasa menanamkan pikiran positif, perasaan buruk atau curiga terhadap seseorang akan menghilang dengan sendirinya. Reva merasa nyaman saat berinteraksi dengan Tika dan Naufal. Hanya dengan Lina dan beberapa rekan sesama office girl saja yang masih kaku dengannya.

Meski begitu, Reva tidak mau ambil pusing. Dia sudah memutuskan untuk mengikuti nasihat ibunya.

***

Sebuah mobil BMW seri 7 warna hitam baru saja berhenti di depan gedung kantor Adinata Group. Sosok pria dengan perawakan tinggi dan tubuh layaknya model tampak keluar dari dalam mobil tersebut. Dia melangkah tegap memasuki gedung kantor. Kedatangannya langsung disambut hormat oleh beberapa karyawan di bagian resepsionis maupun karyawan yang tidak sengaja berpapasan dengannya di lobi.

“Selamat pagi, Pak Azka.”

Salah satunya kepala bagian perencanaan—Feby. Perempuan yang sedang berdiri di depan lift itu segera membungkuk sopan kepadanya.

“Selamat pagi, Pak.”

Tak banyak kata yang keluar dari Azka Rahardian Adinata. CEO dari Adinata Group ini hanya mengangguk singkat tanpa mengatakan apapun. Beberapa karyawan yang ikut mengantri di belakang mereka saling melirik satu sama lain. Mereka sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini di kantor. Feby selalu bersikap manis di hadapan atasan mereka yang terkenal dingin seperti Azka.

Semua orang jelas sudah tahu jika Feby tidak hanya mengagumi sosok CEO muda ini, melainkan juga menaruh hati padanya.

Tepat saat pintu lift terbuka, semua orang segera memberi jalan kepada Azka untuk memasuki lift terlebih dahulu. Namun, mereka justru dikejutkan dengan kemunculan gadis yang mengenakan seragam office girl yang baru keluar dari lift.

Yang membuat mereka terkejut adalah sikap gadis itu yang begitu cuek terhadap sekitar dan langsung pergi melewati semua orang, tak terkecuali Azka.

Suasana hening seketika menyergap sekeliling. Gadis yang belum menyadari kesalahannya itu terus saja berjalan tanpa menoleh sedikit pun.

“BERHENTI!”

Barulah ketika terdengar teriakan keras Feby, gadis itu berbalik dan menatapnya dengan mata berkedip-kedip.

“DI MANA RASA HORMAT KAMU?!”

“Maaf, Bu?” Ada raut kebingungan yang tercetak jelas di wajah gadis bermata bulat itu.

Feby memandangi gadis di depannya dengan penuh selidik. Dia mengamati dari atas kepala hingga ujung sepatu, lalu wajahnya sedikit mendekat. “Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Kamu karyawan baru di sini?”

Anggukan gadis itu membuat Feby menghela napas pendek.

“Kamu—”

“Revalia Putri.”

Semua orang menoleh ke arah Azka, termasuk gadis berseragam office girl tersebut. Feby semakin kesal ketika Azka memotong kalimatnya. Tapi yang sebenarnya, dia lebih kesal lagi karena Azka tampak seperti sudah mengenal karyawan baru ini. Ada percikan api dalam hatinya.

“Bapak mengenal saya?”

Pertanyaan yang dilontarkan Reva membuat semua orang melotot. Bagaimana bisa gadis ini balik bertanya pada atasan mereka?

Semua orang hanya bisa berdoa dalam hati untuk keselamatan karyawan baru ini. Reva tidak mungkin lolos dari amukan Azka.

TO BE CONTINUED

Related chapters

  • Rahasia Masa Lalu   3. Teguran

    Semua orang masih menunggu respon Azka. Mereka penasaran bagaimana reaksi Azka pada karyawan baru yang tidak mengenalinya.“Tentu saja.” Sudut bibir Azka terangkat. “Aku mengenal semua karyawan yang bekerja di perusahaanku.”Ada yang berbeda dari cara Azka menjawab. Sifat arogansi seorang pemimpin tetap ada, tetapi untuk pertama kalinya Azka tersenyum. Semua orang dibuat terkesima dengan senyuman Azka yang jarang mereka lihat selama berada di kantor.Darah Feby serasa mendidih melihat Azka begitu mudah tersenyum pada office girl.“Beliau ini CEO dari Adinata Group, Azka Rahardian Adinata.” Feby menatap tajam ke arah Reva. “Kamu seharusnya mengenali atasan kamu!”Mendengar perkataan Feby, mata Reva membelalak lebar. Reva menyadari kesalahan yang baru saja dia lakukan.“Maafkan saya, Pak. Maafkan saya.” Reva membungkuk beberapa kali. “Saya sudah bersikap tidak sopan pada B

  • Rahasia Masa Lalu   4. Gosip Hangat

    Lina mengalihkan perhatian pada karyawan yang lain. “Kalian boleh kembali bekerja. Jangan lupa untuk mengawasi dan mengajari junior kalian ini. Kesalahan sepele yang dilakukan salah satu karyawan bisa mencoreng semuanya. Mengerti?”“Mengerti, Bu!”Begitu Lina meninggalkan pantri, Tika dan karyawan lainnya menghela napas lega. Tak terkecuali Reva yang langsung terduduk lemas di kursinya.“Kamu baik-baik saja?” tanya Tika sedikit khawatir ketika mendapati wajah Reva sedikit pucat.Reva mengangguk. Dia menerima segelas air minum yang diberikan karyawan lainnya.“Terima kasih,” ucap Reva tulus. Dia merasa bersyukur. Rekan kerjanya selain Tika tidak seperti yang dia bayangkan. Sebagai junior, dia mendapat sambutan yang cukup baik. Awalnya, mereka sedikit heran dengan bergabungnya Reva sebagai office girl yang baru. Namun, secara perlahan interaksi mereka mulai mencair. Mereka tidak lagi kaku seperti pagi t

  • Rahasia Masa Lalu   5. Kecerobohan Reva

    “Pak ... Pak Azka?”Mata Reva membulat sempurna. Bibirnya bergetar saat memanggil sosok pria yang duduk di depannya. Yang menjadi pusat perhatian Reva adalah wajah Azka yang basah karena terkena semburan air minumnya.Tak ada respon yang keluar dari Azka. Dia masih mematung di tempat dengan mata berkedip-kedip. Sepertinya cukup kaget dengan hadiah air gratis yang baru saja diberikan Reva padanya.Sret!Reva berdiri dari kursi lalu berulang kali membungkukkan badan kepada Azka sambil merapalkan kata-kata maaf.“Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja,” ucap Reva penuh penyesalan. Dia menggigit bibir bawahnya karena tak mendapatkan tanggapan apapun dari Azka. Tanpa menengok ke belakang, tangan Reva menyambar kain yang ada di atas meja pantri, lalu berinisiatif mengusap wajah basah Azka dengan kain tersebut.“YA AMPUN!” Reva memekik histeris ketika menyadari kain yang dia ambil untuk mengusap wajah

  • Rahasia Masa Lalu   6. Kecelakaan Kecil

    Melihat wajah syok Reva, bibir Azka berkedut menahan tawa.“Tenang saja. Ini bukan hukuman yang berat.” Azka melangkah maju mendekati Reva. Gadis itu justru melangkah mundur sampai tubuhnya terhimpit pada meja dapur.Reva bisa merasakan hawa panas di sekitarnya saat wajah Azka sangat dekat dengan wajahnya.“Terserah waktunya kapan. Tapi—” Bibir Azka melengkung sempurna, “—aku ingin mencicipi bekal makan siang buatanmu.”“Maaf?”“Itu hukumanmu.” Azka terkekeh pelan melihat wajah kebingungan Reva. “Aku ingin kamu membuat bekal makan siang untukku.”Belum sempat Reva bertanya, Azka sudah berjalan ke arah pintu. Pria itu bersiap keluar meninggalkan pantri.“Tidak harus besok. Kamu bebas menyerahkan bekal makan siang itu kapan saja,” lanjut Azka sebelum menghilang dari balik pintu pantri.Reva masih berdiri mematung di tempatnya, dengan t

  • Rahasia Masa Lalu   7. Azka Marah Besar

    Feby tidak menjawab panggilan Naufal. Dia justru menggeram tertahan dan menatap kesal pada Azka yang begitu memperhatikan Reva. Pikiran Feby terlalu dipenuhi kemarahan terhadap Reva, sampai tidak menyadari Azka sudah berjalan menghampirinya.“Di mana sopan santun kamu, Feby?!”Feby terkesiap kaget mendengar bentakan Azka.“Kamu seharusnya mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk ke ruangan saya!”Tubuh Feby membeku. Dia terkejut melihat ekspresi marah Azka sedikit berbeda dari biasanya. Jauh lebih menyeramkan.“Sa-Saya minta maaf, Pak.”Azka berdecak kesal. “Minta maaf sama Reva. Kamu sudah membuat keningnya terluka.”“Apa?!” Nada bicara Feby meninggi. Dia tidak terima disuruh minta maaf pada Reva. Spontan saja, Feby melempar tatapan tajam menusuknya kepada Reva.Rupanya Reva menyadari tatapan mata Feby. Dia langsung menunduk ketakutan.“Pak Azka, ini salah

  • Rahasia Masa Lalu   8. Makan Siang Di Rooftop

    “Lina, kamu tidak penasaran?”Lina menoleh dan sedikit bingung dengan pertanyaan Naufal. “Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti.”“Hubungan antara Pak Azka sama Reva. Asal kamu tahu, sebelumnya Pak Azka yang menyuruhku datang ke rumah Reva dan menawarkan pekerjaan sebagai office girl padanya,” ungkap Naufal. “Sejak saat itu, aku benar-benar penasaran dengan hubungan mereka.”Lina terkejut atas pengakuan Naufal. “Sejujurnya, aku juga penasaran. Tapi, aku tidak mau ikut campur. Itu urusan Pak Azka,” sahutnya. Lina terdiam sejenak, lalu tertawa.“Daripada memikirkan hubungan Pak Azka dan Reva, aku lebih penasaran bagaimana ekspresi Feby saat meminta maaf pada Reva.” Tawa Lina semakin keras. “Pasti lucu sekali.”Naufal tidak habis pikir interaksi Lina dan Feby seperti kucing dan anjing. Setiap kali bertemu pasti ada saja pertengkaran yang melibatkan mereka.

  • Rahasia Masa Lalu   9. Panggil Aku Mas Azka

    Terlalu larut dalam pekerjaannya, Azka tidak sadar bahwa sekarang sudah waktunya jam pulang kantor. Dia sempat melirik sekilas jam digital di atas meja, kemudian mematikan layar komputer. Azka berdiri sambil mengambil jas formalnya yang tersampir di kursi.Ketika Azka sedang memakai jas, pintu ruangannya terbuka.“Anda mau pulang sekarang, Pak?”Azka hanya menjawab dengan anggukan pelan. Melihat wajah lelahnya, Naufal enggan bertanya lebih lanjut. Dia langsung memberi jalan pada Azka dan mengikutinya dari belakang.Suasana kantor sudah mulai sepi. Hanya tersisa petugas keamanan yang masih berkeliling, juga beberapa karyawan yang terpaksa lembur karena pekerjaan mereka.TING!Tepat saat pintu lift terbuka, Azka dikejutkan dengan keberadaan Reva yang masih mengenakan seragam office girl. Gadis itu terlihat membawa nampan dengan beberapa cup mie instan di atasnya.Reva spontan membungkuk begitu melihat Azka d

  • Rahasia Masa Lalu   10. Janji Masa Kecil

    Begitu Azka memberitahu Aris, dia sudah memperkirakan reaksi adiknya tersebut. Mata Aris membelalak, disusul mulutnya yang menganga lebar.“Kamu ... sudah menemukannya?” tanya Aris tak percaya.Azka mengangguk. “Sudah beberapa hari dia bekerja di perusahaan kita sebagai office girl,” lanjutnya.“Benarkah?” Aris berteriak kaget. “Kakak, kenapa kamu tidak memberitahu kalau sudah menemukan keberadaan Kak Reva?”Azka hanya menanggapi dengan cengiran khasnya.“Kamu curang, Kak! Aku juga sangat merindukan Kak Reva,” protes Aris kecewa.Menanggapi reaksi adiknya, Azka hanya tersenyum tipis. Sorot matanya perlahan berubah sendu. “Meski kamu bertemu dengannya, dia tidak akan mengenalimu.”“Apa maksudmu?” Aris bertanya karena tidak mengerti ucapan Azka.Kepala Azka tertunduk. “Dia ... tidak mengenaliku. Ris.”Dahi Aris mengernyit heran.

Latest chapter

  • Rahasia Masa Lalu   22. Pengakuan Yuni

    Mata Reva perlahan terbuka setelah dia merasakan sesuatu yang lembut menyentuh kepalanya. Dia memperhatikan sekeliling, menyadari suasana kamar dalam keadaan temaram. Untuk sesaat, Reva meringis begitu rasa sakit kembali datang. Tangannya refleks memegangi pelipis karena kepalanya berdenyut“Reva?”Suara familiar itu menyapa gendang telinga Reva. Dia menoleh. Matanya nyaris tak berkedip saat mendapati Yuni duduk di sampingnya. “Mama?”Raut wajah Yuni terlihat cemas. “Kepalamu masih sakit?”“Sedikit.” Reva terdiam sejenak, lalu menyadari keberadaan Yuni secara mengejutkan. “Kenapa Mama bisa di sini?”Yuni tersenyum tipis. Dia sudah menebak pertanyaan itu dan tidak langsung menjawabnya. Yuni justru memilih memijat lembut pelipis Reva terlebih dahulu.“Mama?” Reva semakin penasaran melihat sorot mata Yuni begitu tajam.“Mulai hari ini,” Yuni mengambil jed

  • Rahasia Masa Lalu   21. Dilema

    Jeritan Reva dari kamar terdengar sampai kamar Azka. Dia bergegas keluar menuruni tangga menuju kamar Reva. Tanpa basa-basi, Azka membuka pintu kamar Reva dengan dorongan kasar.“Re—” Bibir Azka terkatup rapat seiring dengan matanya yang melotot. Bukan hanya pemandangan Reva yang masih memakai bathrobe, tetapi keberadaan Aris yang duduk di tepi tempat tidur. Darah Azka serasa mendidih melihat pandangan Aris terus tertuju pada penampilan Reva.“Akh!” Aris berteriak kesakitan begitu mendapat jeweran penuh kasih sayang dari Azka. “Kakak, sakit!”“Apa yang kamu lakukan di sini bocah tengik?!” semprot Azka tak melepaskan tangannya sedikit pun dari telinga Aris.“Aduh, aduh!” Aris memegangi tangan Azka. “Lepaskan tanganmu, Kak! Telingaku sakit!”“Sedang apa kamu di sini? Kamu mengintip Vava mandi, hah?!”Reva yang berdiri menghadap pintu kamar

  • Rahasia Masa Lalu   20. Tetap Sama

    “Pak, kita sudah sampai.”Suara dari sopir membuyarkan lamunan Azka. Dia mendekati kaca jendela mobil dan baru menyadari bahwa mobil sudah berhenti di halaman depan rumahnya. Azka melihat sopir keluar dan bergegas membukakan pintu untuknya.Kepulangan Azka disambut ramah oleh Heri. “Selamat datang, Pak.”Azka mengangguk. “Di mana Reva?”“Non Reva ada di taman belakang.” Heri terdiam sebentar sambil mengamati ekspresi wajah Azka. “Untuk makan siangnya mau disiapkan sekarang, Pak?”“Tidak usah. Aku sudah makan di luar.” Azka hendak melangkah ke taman belakang, tetapi berbalik kembali pada Heri dan menanyakan sesuatu. “Tadi saat jam makan siang, apa Reva menungguku?”“Iya, Pak.”Heri tersenyum tipis. Masih membekas dalam ingatannya wajah murung Reva ketika menikmati makan siang hanya bersama Aris. Candaan konyol yang dilempar Aris tetap tidak

  • Rahasia Masa Lalu   19. Kekecewaan Azka

    Lina sedang mencuci tangannya pada wastafel yang tersedia di toilet. Beberapa menit kemudian, dia mendengar suara ketukan hak sepatu dari luar. Menyadari ada orang lain yang hendak masuk, Lina menoleh ke arah pintu. Ekspresinya berubah malas begitu melihat kemunculan Feby.Alis Feby bertautan setelah merasakan aura suram yang terpancar dari Lina. Namun, Feby memilih mengabaikannya dan berjalan memasuki salah satu bilik toilet. Dia enggan mengajak Lina bicara mengingat mereka adalah musuh bebuyutan di kantor. Mustahil untuk bertegur sapa di luar urusan pekerjaan.Setelah Feby memasuki salah satu bilik toilet, Lina kembali menoleh ke arah pintu. Kali ini, dia melihat Tika dan Sekar yang datang sambil membawa satu ember. Lina tersenyum menyeringai setelah memastikan isi ember tersebut.Air kotor sisa pel lantai.“Kalian siap?” tanya Lina dengan gerakan bibirnya yang tidak mengeluarkan suara. Kedua gadis itu mengangguk kompak.Lina memberi

  • Rahasia Masa Lalu   18. Tekad Aris

    "Terima kasih."Yuni tersenyum pada pelanggan yang baru saja menyelesaikan makan siang mereka. Setelahnya, dia bergegas membersihkan meja yang sebelumnya digunakan pelanggan itu. Sesaat, dia memperhatikan sekeliling. Suasana restoran tempatnya bekerja terbilang ramai mengingat sekarang adalah jam makan siang. Yuni yang notabene bekerja sebagai pelayan harus bergerak lebih gesit untuk pelanggan restoran.Kling!Lonceng berbunyi ketika pintu dibuka seseorang. Yuni yang hendak kembali ke dapur refleks berbalik dan berlari menghampiri pintu untuk menyapa pelanggan yang baru saja masuk ke restoran."Selamat datang!" Yuni membungkuk sopan sambil tersenyum ramah. Dia mendongak dan baru mengetahui bahwa pelanggan itu adalah seorang pria. Namun, setelah melihat dengan jelas wajah pria itu, senyuman seketika memudar.Tubuh Yuni membeku. Meski sudah lama tidak bertemu, dia masih bisa mengenali sosoknya. Yuni masih ingat pertemuan terakhir mereka saat

  • Rahasia Masa Lalu   17. Identitas Asli Yuni

    Pelayan sudah menyarankan Reva untuk beristirahat. Namun karena bosan, dia meyakinkan pada mereka bahwa kondisinya sudah baik dan ingin melihat-lihat suasana rumah Azka dan Aris.Rumah dengan gaya klasik khas Eropa itu memiliki halaman depan yang sangat luas, berhiaskan sejumlah tanaman yang membuat suasana rumah terasa asri. Pilar-pilar pada beberapa bagian rumah semakin memperkuat kesan megah dan klasik.Reva tidak dapat menyembunyikan kekagumannya saat menelusuri setiap sudut rumah Azka dan Aris, terutama pada halaman belakang rumah. Ada kolam renang berbentuk persegi panjang dan dikelilingi area rerumputan yang luas.Tangan Reva terentang ke atas saat angin sepoi-sepoi berembus hingga menerbangkan helaian rambutnya."Sejuk sekali!" Reva berseru gembira. Setelah puas menikmati suasana halaman belakang, dia kembali masuk ke rumah.Reva tersenyum canggung membalas sapaan beberapa pelayan yang berpapasan dengannya. Dia berhenti di dekat ruang tamu

  • Rahasia Masa Lalu   16. Perintah Dari Atasan

    Keesokan paginya, Azka dan Aris terlihat sudah menikmati sarapan bersama. Reva tidak bergabung lantaran masih tidur. Azka sengaja tidak membangunkannya agar Reva bisa beristirahat secara maksimal demi pemulihan. “Kak Azka?” Perhatian Azka beralih pada Aris. Dia baru saja meletakkan cangkir kopinya, lalu menatap ngeri pada menu sarapan sang adik yang melebihi porsinya. Azka geleng-geleng kepala melihat kegemaran Aris dalam urusan makanan. “Ada apa?” Azka fokus kembali pada iPad-nya. “Ini soal Kak Reva.” Aris melirik kamar Reva sejenak. Raut wajahnya tampak serius. “Apa kamu akan tetap mempekerjakan dia sebagai office girl?” Alis Azka bertautan. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” “Bukan apa-apa.” Aris tersenyum tipis. “Aku hanya khawatir kejadian kemarin terulang dan kembali menimpa Kak Reva. Lebih baik dia berhenti bekerja di perusahaan, Kak.” Melihat ekspresi Aris, Azka tahu bahwa adiknya mengkhawatirkan keselamatan Reva.

  • Rahasia Masa Lalu   15. Kecurigaan Reva

    “Kamu harus berhati-hati dengan Feby.”Peringatan yang dilontarkan Azka membuat Reva mengerutkan dahi. “Memangnya kenapa, Mas?” tanyanya bingung sekaligus penasaran.“Demi kebaikan dan keselamatanmu,” jawab Azka. Dia mencoba memberi pemahaman tentang Feby. “Apa Feby mengatakan sesuatu ketika kalian bertemu?”Reva ragu apakah harus memberitahu Azka soal ancaman Feby. Setelah lama berpikir, dia memutuskan untuk tetap merahasiakannya.“Tidak, Mas.”Azka menaikkan sebelah alisnya. “Kamu yakin?”Reva mengangguk. Dia refleks menunduk sambil memainkan jemari tangan karena terus dipandangi Azka penuh selidik.Azka tahu bahwa Reva menyembunyikan sesuatu tentang Feby. Dia hanya bisa menunggu Reva menceritakannya sendiri dengan jujur padanya.Azka sadar, Feby memiliki perasaan khusus padanya. Namun, dia hanya menganggap Feby sebagai karyawannya, tidak lebih. Sayangnya

  • Rahasia Masa Lalu   14. Berkenalan Dengan Aris

    Azka sudah mengganti pakaiannya dengan setelan santai. Dia mengenakan kaos warna abu-abu berlengan panjang yang dengan bawahan celana panjang warna hitam.Untuk kesekian kali, Azka memasuki kamar Reva. Gadis itu belum memperlihatkan tanda-tanda akan bangun. Azka mulai frustrasi dan semakin mengkhawatirkan kondisinya.Dengan telaten, Azka mengganti kompres di kening Reva. Sesekali dia memeriksa suhu tubuhnya. Panas Reva berangsur turun meskipun tubuhnya masih terasa hangat.Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel dan membuat Azka terkesiap. Dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Wajah Azka tampak serius begitu membaca nama kontak Naufal di layar.“Halo?”“Maaf, Mas. Aku mengganggu waktumu sebentar.”Azka melirik Reva sekilas. “Tidak apa-apa. Kamu sudah berhasil mendapatkan rekaman CCTVnya?”Azka tersenyum mendengar laporan yang disampaikan Naufal.“Bagus. Tolong kamu simp

DMCA.com Protection Status