Tak lama kemudian, kesibukan orang-orang berpakaian serba hitam, yang tampak seperti tim satuan khusus, menghilang dari datarandi lereng Gunung Kunlun.Bersepuluh mereka, bersama Nathan Wijaya—pria dengan setelan serba putih yang menjadi pusat perhatian — seketika lenyap dari pandangan, seolah ditelan bumi. Padahal, Xander tak pernah berkedip sedikitpun menonton aksi mereka.“Pasti ada rahasia, mereka menghilang seperti itu,” kata Xander pelan.ROAAR! Suara helikopter yang mengudara.Tak lama kemudian, suara deru helikopter perlahan memudar, menyisakan keheningan yang membingungkan.Kini, hanya suara desiran angin yang terdengar di lereng Gunung Kunlun, membawa hawa dingin yang menggigit. Tak ada jejak yang tersisa dari kedatangan dramatis mereka. Bagi ketiga anak muda itu, kejadian yang terjadi barusan, itu seperti sebuah ilusi belaka.“Kemana mereka pergi? Orang-orang tadi… hilang begitu saja?” Clara berbisik, suaranya mengandung rasa penasaran.Xander menoleh, mengawasi keadaan sek
Setelah menerima peringatan tentang aktivitas zat radioaktif dari jam tangan pintarnya, Xander cepat-cepat menunduk, berpura-pura mencari sesuatu di dalam ranselnya. Padahal, kalian bisa menebak sendiri, ia sebenarnya tengah mengeluarkan benda dari ruang inventaris di sistemnya.“Apa lagi yang akan Anda lakukan? Bukankah seharusnya kita mulai menjelajah isi gua ini?” tanya Clara dengan nada suara yang sudah mulai kehilangan kesabaran, meski ada getaran takut yang tak bisa disembunyikannya.Di balik ketakutan yang menggelayuti hati gadis itu, satu hal tak bisa dielakkan: rasa tantangan menggelorakan semangat dalam jiwanya.Dia merasakan semangat membara setiap kali menatap aktivitas misterius para orang aneh yang turun dari helikopter, seperti hantu yang muncul dari kegelapan malam.“Ini!” seru Xander sambil tersenyum lebar, seolah menemukan harta karun tak terduga. Ia mengangkat tiga lembar pakaian tipis yang mengkilap seperti perak—semacam hazmat, pakaian pelindung yang tampak futuri
Di dalam gua yang dalam dan misterius di Gunung Kunlun, di perut bumi yang gelap, Xander, Clara, dan Shen meluncur di troli yang tidak terkendali dengan cepat...SREEET – bunyi keras bergema, disertai rasa ngilu yang menembus jantung mereka.Tiba-tiba, gerbong kereta pengangkut barang itu melakukan pengereman mendadak. Meskipun tidak langsung berhenti, percikan api berkilau di kegelapan, menciptakan suasana yang semakin menakutkan bagi ketiga anak muda itu. “TOLONG!” teriak mereka dalam hati.Hingga akhirnya....WUSH!ARGH!Troli itu benar-benar berhenti secara dramatis, dan gaya dorong yang dihasilkan akibat kecepatan troli menambah ketegangan di antara mereka. Dalam sekejap penuh gejolak, mereka bertiga terjun ke dalam tumpukan busa tebal yang terasa asing. Sesuatu yang sama sekali tidak terduga dalam situasi mencekam seperti ini.Sejurus kemudian, rasa panik yang menguasai mereka mulai pudar, digantikan oleh kelegaan.“Kita selamat!” teriak Clara, suaranya menggema di ruang gua yan
Namun, dalam Kitab Sembilan Matahari yang dipelajari Xander dari manual saat liburan di Shanghai, terdapat banyak hal menarik. Kitab ini bukan sekadar kumpulan pengetahuan; isinya adalah seni bela diri tingkat tinggi yang berasal dari zaman kuno—sebuah warisan budaya yang sarat dengan misteri.Selain itu, di dalamnya juga terkandung banyak teknik alkimia dan seni penyembuhan, termasuk teknik tusuk jarum yang digunakan oleh para tabib.Dalam momen yang penuh ketegangan ini, tanpa menimbulkan kecurigaan sedikit pun, tangan Xander tiba-tiba muncul dengan tiga jarum perak yang berkilau. Ketiga jarum ini disembunyikannya dalam tinjunya yang terkatup, mengarah ke tanah, seolah-olah tak ada yang mencurigakan.“Lihat jarum perak!” teriak Xander dengan suara yang menggema, mengejutkan Tuan Liang dan dua pengawal di sampingnya.“Apa itu?” seru Tuan Liang, matanya melebar saat tiga garis cahaya putih berkelap-kelip meluncur sangat cepat dari tangan Xander.Dalam seni pengobatan tusuk jarum yang
Ketika Xander berjalan di dalam ruangan dengan lantai batu-batu dingin, ia mengikuti suara ribut yang semakin keras terdengar.Setiap langkahnya terdengar tenang, tetapi jam tangan pintarnya bergetar semakin intens. Lampu merah pada jam tersebut berkedip-kedip, mengeluarkan sinyal peringatan yang mendesak.Dengan nada tegas, Xander memperingatkan kawan-kawannya.“Sebaiknya kalian berhati-hati. Pastikan pelindung Hazmat kalian tidak bolong, dan kenakan helm pelindung. Alat pendetektorku menunjukkan ada radiasi tinggi di dalam sana. Jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan!”Mendengar penjelasan Xander yang serius, Clara dan Shen langsung berhenti melangkah. Tanpa perlu diperintah, mereka saling melakukan pengecekan silang atas pakaian pelindung yang mereka kenakan.“Aman!” kata Clara dengan suara yang terdengar lega.“Aman!” balas Shen, diiringi napasnya yang samar.Dengan meredanya sedikit ketegangan, saat itulah Xander memberi izin untuk melanjutkan perjalanan. “Ayo teruskan p
Setelah berhasil mengalahkan dua pria bertubuh tinggi besar hanya dengan jarum perak, Xander berbicara dengan santai, tak peduli pada tatapan kekaguman yang terpancar dari dua kawannya, Clara dan Shen.“Mari kita lanjutkan perjalanan ini,” bisik Xander percaya diri. “Aku yakin, di balik pintu ini, semua misteri Gunung Kunlun akan terkuak!” tambahnya dengan nada tegas.Saat mendengar itu, semangat Clara dan Shen kembali menyala. Sebelumnya, mereka merasa putus asa menghadapi para penjaga yang memiliki ilmu bela diri tinggi dan keahlian dalam mengoperasikan senjata mesin. Rasa tidak berdaya itu semakin mengganggu mereka, hingga mereka merasa tidak mampu memberikan bantuan yang berarti bagi Xander.Kini, rasa percaya diri mulai tumbuh dalam hati mereka. Clara, yang tak dapat menahan rasa kagumnya, segera memuji Xander.“Xander... tak kusangka kamu sungguh lihai dalam seni bela diri. Bahkan sangat istimewa, memanfaatkan jarum akupunktur untuk bertarung!” Pancaran sinar mata Clara tidak da
Suara derap langkah kaki menggema seperti gelombang di laut, mendekat dari sebuah lorong dan menciptakan rasa waspada di dalam diri mereka.“Hati-hati... sepertinya orang-orang di balkon sudah turun. Mereka pasti akan menyerang kita. Apakah kalian berdua siap bertempur?” tanya Xander, nada suaranya tegas dan serius.“Kami siap,” jawab Clara dan Shen bersamaan, ketegangan terpancar di wajah mereka.Melihat tindakan heroik Xander yang berhasil mengalahkan semua kawanan jahat membuat Clara dan Shen merasa lebih berani.“Mereka ini jahat, kan? Mereka mengeksploitasi penduduk Desa Pengasin, membuat mereka tampak sebagai orang sakit dan dijauhi oleh seluruh kampung!” kata Shen dengan kemarahan yang tidak tersembunyi.“Aku juga harus membela hak orang-orang malang itu,” tambah Clara, semangatnya ikut bergelora.Dengan cepat, mereka berdua bersembunyi di sisi kanan dan kiri lorong, siap melakukan serangan mendadak pada sosok pertama yang muncul dari sana. Napas mereka tercekat, dan jantung be
Kita fokus pada Xander, setelah adegan laga Clara dan Shen selesai.Saat itu, Xander sudah dikerubungi oleh tiga orang berbaju hitam futuristik, senapan mesin otomatis terhunus dengan sigap di tangan mereka. Suasana di sekelilingnya terasa tegang, seolah setiap detak jantungnya bergema dalam keheningan yang mencekam.Di belakang ketiga pria itu, Nathan Wijaya berdiri dengan busana futuristik berwarna putih yang mencolok, mudah dikenali dari jarak jauh.Dia tampak menakutkan dan berbahaya, memberi instruksi kepada para bawahannya dengan nada perkasa. Suara Nathan, yang menggema seperti petir di tengah kesunyian, memecah ketegangan.“Perjalananmu akan berakhir sampai di sini, manusia dungu,” teriaknya sambil menunjuk Xander dengan jari telunjuk yang tegas.“Keberuntungan demi keberuntungan selalu bersamamu, membawamu melewati semua rintangan hingga ke tempat ini!” ia melanjutkan, tatapannya tajam dan penuh penekanan. “Namun, semua itu akan berakhir di bawah senapan mesin ini!” Suara Nat