Ketika Xander berjalan di dalam ruangan dengan lantai batu-batu dingin, ia mengikuti suara ribut yang semakin keras terdengar.Setiap langkahnya terdengar tenang, tetapi jam tangan pintarnya bergetar semakin intens. Lampu merah pada jam tersebut berkedip-kedip, mengeluarkan sinyal peringatan yang mendesak.Dengan nada tegas, Xander memperingatkan kawan-kawannya.“Sebaiknya kalian berhati-hati. Pastikan pelindung Hazmat kalian tidak bolong, dan kenakan helm pelindung. Alat pendetektorku menunjukkan ada radiasi tinggi di dalam sana. Jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan!”Mendengar penjelasan Xander yang serius, Clara dan Shen langsung berhenti melangkah. Tanpa perlu diperintah, mereka saling melakukan pengecekan silang atas pakaian pelindung yang mereka kenakan.“Aman!” kata Clara dengan suara yang terdengar lega.“Aman!” balas Shen, diiringi napasnya yang samar.Dengan meredanya sedikit ketegangan, saat itulah Xander memberi izin untuk melanjutkan perjalanan. “Ayo teruskan p
Setelah berhasil mengalahkan dua pria bertubuh tinggi besar hanya dengan jarum perak, Xander berbicara dengan santai, tak peduli pada tatapan kekaguman yang terpancar dari dua kawannya, Clara dan Shen.“Mari kita lanjutkan perjalanan ini,” bisik Xander percaya diri. “Aku yakin, di balik pintu ini, semua misteri Gunung Kunlun akan terkuak!” tambahnya dengan nada tegas.Saat mendengar itu, semangat Clara dan Shen kembali menyala. Sebelumnya, mereka merasa putus asa menghadapi para penjaga yang memiliki ilmu bela diri tinggi dan keahlian dalam mengoperasikan senjata mesin. Rasa tidak berdaya itu semakin mengganggu mereka, hingga mereka merasa tidak mampu memberikan bantuan yang berarti bagi Xander.Kini, rasa percaya diri mulai tumbuh dalam hati mereka. Clara, yang tak dapat menahan rasa kagumnya, segera memuji Xander.“Xander... tak kusangka kamu sungguh lihai dalam seni bela diri. Bahkan sangat istimewa, memanfaatkan jarum akupunktur untuk bertarung!” Pancaran sinar mata Clara tidak da
Suara derap langkah kaki menggema seperti gelombang di laut, mendekat dari sebuah lorong dan menciptakan rasa waspada di dalam diri mereka.“Hati-hati... sepertinya orang-orang di balkon sudah turun. Mereka pasti akan menyerang kita. Apakah kalian berdua siap bertempur?” tanya Xander, nada suaranya tegas dan serius.“Kami siap,” jawab Clara dan Shen bersamaan, ketegangan terpancar di wajah mereka.Melihat tindakan heroik Xander yang berhasil mengalahkan semua kawanan jahat membuat Clara dan Shen merasa lebih berani.“Mereka ini jahat, kan? Mereka mengeksploitasi penduduk Desa Pengasin, membuat mereka tampak sebagai orang sakit dan dijauhi oleh seluruh kampung!” kata Shen dengan kemarahan yang tidak tersembunyi.“Aku juga harus membela hak orang-orang malang itu,” tambah Clara, semangatnya ikut bergelora.Dengan cepat, mereka berdua bersembunyi di sisi kanan dan kiri lorong, siap melakukan serangan mendadak pada sosok pertama yang muncul dari sana. Napas mereka tercekat, dan jantung be
Kita fokus pada Xander, setelah adegan laga Clara dan Shen selesai.Saat itu, Xander sudah dikerubungi oleh tiga orang berbaju hitam futuristik, senapan mesin otomatis terhunus dengan sigap di tangan mereka. Suasana di sekelilingnya terasa tegang, seolah setiap detak jantungnya bergema dalam keheningan yang mencekam.Di belakang ketiga pria itu, Nathan Wijaya berdiri dengan busana futuristik berwarna putih yang mencolok, mudah dikenali dari jarak jauh.Dia tampak menakutkan dan berbahaya, memberi instruksi kepada para bawahannya dengan nada perkasa. Suara Nathan, yang menggema seperti petir di tengah kesunyian, memecah ketegangan.“Perjalananmu akan berakhir sampai di sini, manusia dungu,” teriaknya sambil menunjuk Xander dengan jari telunjuk yang tegas.“Keberuntungan demi keberuntungan selalu bersamamu, membawamu melewati semua rintangan hingga ke tempat ini!” ia melanjutkan, tatapannya tajam dan penuh penekanan. “Namun, semua itu akan berakhir di bawah senapan mesin ini!” Suara Nat
Dalam adegan perebutan senjata yang menegangkan antara Xander dan Nathan Wijaya, situasi berujung pada kemenangan Nathan.Dengan tubuh yang lebih tinggi dan langkah yang lebih cepat, Nathan lebih dekat ke senapan otomatis yang tergeletak di lantai. Dengan refleks tajam, dia menggenggam senjata itu lebih dulu.Nathan melakukan aksi akrobatik, berguling dan segera menstabilkan posisinya. Senapan otomatis di tangannya bergetar, seolah penuh energi, lalu ia mengarahkan larasnya tepat ke Xander, yang kini tertegun, tak percaya dengan apa yang terjadi.Nathan mendengus dingin, senyum sinis terukir di wajahnya. Sementara jari telunjuknya sudah siap menekan pelatuk, kapan saja akan melepaskan peluru yang bisa merobek perut Xander.“Haha... aku sudah pernah melihatmu, manusia bodoh! Kamu si orang kaya baru, yang terlalu penuh rasa ingin tahu!” ejek Nathan, suaranya sarat dengan nada menghina. “Bukankah kamu yang menguping semua percakapanku dengan Felicia Tjiang di bawah Super Yacht di Dermaga
Setelah kejadian menegangkan di kedalaman perut bumi di Gunung Kunlun, pihak pemerintah segera mengambil alih tambang Aetherium yang kaya dan sangat menguntungkan.Keputusan ini diambil setelah mereka menyadari potensi besar sumber daya alam tersebut, yang tidak hanya bermanfaat bagi perekonomian nasional, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat setempat.Nathan Wijaya ditahan oleh pihak berwajib atas tindakan eksploitasi tenaga kerja di Desa Pengasin. Praktik jahat yang dilakukannya telah menyebabkan banyak penduduk desa mengalami penurunan kesehatan yang serius akibat paparan radiasi dari kegiatan pertambangan yang sembarangan.Berita tentang Nathan dan tindakan kejamnya, termasuk penghabisan gadis model Anna, telah menyebar luas, dan banyak masyarakat di Pengasin yang menderita kini berhasil ditolong setelah mereka dikirim ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis yang layak.Sejak saat itu, teror hantu yang selama ini menghantui Desa Pengasin pun lenyap. Hantu fiktif yan
Sejak kepulangannya dari Gunung Kunlun, saldo Xander terus bertambah. Hal ini seperti kita ketahui, adalah akibat hadiah jackpot dari sistem, membuat Kekayaannya kini terasa tak berbatas."Satu kuadriliun, ini jumlah yang sangat banyak, hampir tak masuk akal untuk sosok seorang barista sepertiku..." Batin Xander sambil kesulitan memejam mata.Namun setelah ia memutar musik terapi tidur di kamar mewahnya, Xander langsung terlelap. Aromaterapi Lavender kental tercium, membuatnya relaks.Keesokan harinya, Xander masih bermalas-malasan di kamar mewah apartemennya. Pandangannya menerawang, pikirannya sibuk mencari ide untuk lini bisnis baru. Berkutat dengan bisnis keuangan, mall dan gerai kopi, membuat Xander ingin merambah bisnis baru."Apa lagi yang harus kucoba?" gumamnya. "Kekayaanku terus bertambah. Haruskah aku membuka maskapai penerbangan baru? Atau mungkin..."Sebuah ide lama tiba-tiba melintas di benaknya."Pesawat pribadi! Kenapa tidak? Aku sudah punya lisensi penerbangan. Tingg
Pagi hari awal Bulan Desember terlihat cerah, menjanjikan suasana yang sempurna untuk berlibur menjelang Natal. Bagi orang-orang kaya, Singapura sudah menjadi pilihan yang populer, apalagi jaraknya yang dekat dari Jatavia.Sejak tanggal 1 Desember, pesawat-pesawat selalu penuh dengan penumpang yang bersemangat memulai liburan mereka. Di terminal pribadi untuk jet-jet mewah, suasana juga tak kalah ramai.Di ruang tunggu yang mewah, banyak wanita berpenampilan glamor duduk dengan tas-tas mahal, menunjukkan gaya yang penuh pesona. Mereka bercanda sambil melakukan swafoto di latar belakang yang stylish, mempercantik unggahan media sosial mereka dengan senyuman menawan.Foto-foto tersebut menghiasi feed di media sosial, memperlihatkan kehidupan glamor yang hanya bisa diimpikan orang banyak. Dengan pencahayaan yang pas, setiap unggahan terasa memikat, seolah dunia mewah ini hanya milik mereka.Namun, di sisi lain, kesibukan di bandara ini mencerminkan kesenjangan sosial yang nyata. Tawa cer