23 Maret 1997Dear Arsen,Semoga Rahmat Tuhan selalu bersamamuBagaimana kabarmu, Nak? Semoga masih baik-baik saja. Ibu pergi dari rumah bukan karena ingin menjemput Tania, melainkan karena Ibu sudah tidak bisa lagi hidup bersama Juan. Perlu kau ketahui, bahwa Juan bukanlah ayah kandungmu. Dia yang membuat ibu dan ayah kandungmu berpisah karena keegoisannya. Sebenarnya ibu ingin mengajakmu serta pergi dari rumah itu, tapi dia malah mengancam akan menyakitimu. Mengenai Tania, jangan khawatir. Adikmu berada di rumah ayah kandungmu. Berharap saja semoga istri ayah kandungmu tidak menyakitinya. Jika surat ini sampai di tanganmu, segeralah pergi dari rumah dan jangan sampai Juan mengetahuinya. Ibu tidak ingin kau terkena pengaruh buruk darinya, Nak. Ibu sudah menyiapkan semuanya, kau hanya tinggal pergi ke rumah Nenek Stephanie yang ada di Manhattan. Setelah kau sampai di sana, ibu akan menjemputmu bersama dengan ayah kandungmu. Oh iya, saat ini kami sedang berada di Portland. Sayang se
Selama dua jam, Claire dan Leo menceritakan apa yang mereka alami secara bergantian. Athena yang mendengar kisah itu tidak henti-hentinya meneteskan air mata, terkadang memeluk Daniel untuk mencari tempat bersandar. "Sekarang semuanya sudah selesai. Juan sudah dipenjara, begitu juga dengan Sergio. Tania tinggal bersama Josh karena Arsen masih belum memaafkan gadis itu," kata Leo. Claire menatap Athena sambil meringis merasa tak enak. "Maafkan aku. Gara-gara aku, Arsen menjadi enggan untuk memaafkan Tania.""Tidak, itu bukan salahmu, Claire. Justru aku yang minta maaf. Aku mewakili Tania meminta maaf yang sebesar-besarnya padamu," sahut Athena sambil melepaskan pelukannya pada Daniel. "Semua ini karena ulah Viviana dan Juan. Mereka benar-benar saudara keturunan iblis yang begitu kejam. Kalau bukan karena mereka, tentu anak-anak kita tidak akan menderita. Claire juga tidak akan memiliki alter ego," ujar Daniel. "Sayang, kenapa kau tidak menyiapkan makan siang dan mengajak tamu kita u
"Kalian telat sepuluh menit. Aku tidak bisa mentoleransi hal ini," kata Claire dengan wajah kesal sambil bersedekap. Arsen datang sendiri dengan mengendarai mobil pribadinya, sedangkan Josh datang bersama Tania dengan mobil milik Leo. "Maafkan kami. Aku masih harus menemui Leo untuk mengurusi masalah hotel dan Tania harus menyelesaikan shiftnya," jawab Josh dengan senyuman paksa di bibirnya. "Hmm? Kau kira aku percaya begitu saja? Leo bahkan sudah datang sejak satu jam yang lalu dan dia bilang kau tidak ada kesibukan sama sekali. Apalagi Tania, kau bahkan tidak ada jadwal bekerja hari ini," tukas gadis itu dengan sebelah alis terangkat, memberikan mereka tatapan intimidasi. Arsen bahkan langsung berhenti di tempatnya ketika melihat tatapan itu. Tatapan yang pernah dia lihat ketika James dulu mengambil alih kesadaran kekasihnya. Mereka bertiga saling pandang, entah kenapa mereka takut pada Claire saat ini. Tidak biasanya gadis itu mengeluarkan aura yang menyeramkan. Tania langsung
Seandainya Juan masih berkeliaran di sekitarnya, maka Arsen tidak akan segan-segan untuk memberikan pelajaran pada pria tua itu. Sungguh, mendengar cerita dari ibu dan ayah kandungnya di masa lalu membuatnya ingin sekali membunuh Juan saat ini juga. Jika dulu dia sangat membenci James, maka sekarang dia justru berharap James ada untuk memberikan pelajaran pada b*jingan itu. Manusia paling egois yang sudah memisahkan dia dari kedua orangtuanya hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri. Ia juga tidak pernah menyangka bahwa ternyata Tania pun mengalami hal yang serupa, bahkan leher gadis itu dulu pernah terluka sampai berdarah ketika Juan meletakkan pisau di lehernya untuk mengancam ibu mereka. Demi Tuhan, Tania bahkan masih balita saat itu dan tidak tahu apa-apa! "Dasar iblis!" pekiknya sambil memukul kemudi mobil dengan sekuat mungkin, hingga tanpa sengaja membunyikan bel panjang yang mengagetkan pengendara lain. Dia benar-benar ingin pergi ke Brooklyn saat ini juga dan menghajar
Pria seumuran Leo yang bernama Yusuf itu keluar masjid sebentar untuk menemui seseorang, lalu kembali masuk dan mengunci pintu. Nama aslinya sebenarnya adalah Nicholas Warren, namun diubah menjadi Yusuf Ahmed setelah masuk Islam. "Tidak akan ada yang mendengar pembicaraan kita, karena aku sudah menyuruh marbot untuk mengalihkan jemaah yang ingin menunaikan ibadah di sini. Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, saudaraku?" kata Yusuf setelah duduk bersila di hadapan Arsen. Untuk sesaat, Arsen kembali ragu. Apakah keputusannya sudah benar dengan menceritakan aibnya pada orang asing? Tapi, jika memendamnya lebih lama lagi, ia tidak yakin akan sanggup. Ia tidak mau berakhir memiliki alter ego seperti Claire hanya karena terus menyimpannya sendiri. "Maaf sebelumnya, apakah kau mau berjanji untuk tidak akan menceritakannya pada orang lain?" tanyanya dengan waswas. "Tuhan akan murka jika aku menyebarkan aib saudaraku sendiri. Dengan kau datang ke sini saja sudah merupakan jalan dari Tuhan u
"Apa kau sudah gila? Claire bahkan belum selesai kuliah. Jangan membuatnya terbebani dan menghambatnya meraih cita-citanya!"Leo adalah orang yang paling keras memarahi Arsen setelah kejadian lamaran dadakan beberapa waktu yang lalu di depan rumah Andreo. Pria itu langsung shock dan terpaksa harus dibawa ke dalam rumah, membuatnya meringis tak enak. "Yusuf bilang aku harus menyegerakan pernikahan kami untuk menghindari hal-hal yang dilarang," ucapnya membela diri. "Tapi tidak dengan mengatakannya secara langsung di depan Paman Andreo tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, kan? Kau tahu sendiri dia memiliki masalah dengan jantungnya sejak Sergio dipenjara," geram Leo. Arsen mendesah panjang. Dia mengetuk-ngetukkan pulpennya di atas meja kerjanya. "Bagaimana jika aku merindukannya?""Kau bisa menemuinya, asal harus ada yang mendampingi kalian. Kalau tidak ada aku, maka Josh atau Tania yang akan mendampingi kalian. Tidak boleh berduaan. Kau bilang ingin serius mendalami agama dengan Yu
Tidak terasa, sudah 2 bulan berlalu sejak pertemuan Arsen pertama kali dengan Yusuf Ahmed. Selama itu pulalah, dirinya semakin mantap untuk masuk ke dalam ajaran agama itu. Sejak menerapkan apa yang diajarkan agama itu ke dalam usahanya dan kehidupan sehari-harinya, ia merasakan perubahan yang cukup besar. Ia tidak lagi menggebu-gebu ingin segera mempersunting Claire seperti dulu. Yusuf bilang, jika memang Claire adalah jodohnya, sudah pasti mereka akan bersatu dalam ikatan pernikahan dengan jalan yang mudah. Pria itu menyarankan untuk terus memperbaiki diri agar kelak bisa menjadi imam yang baik untuk pasangannya. Tidak jauh berbeda dengan Claire, gadis itu juga mulai berubah sikapnya. Hubungan Claire dan Aisha semakin baik, bahkan ia terkadang mengajak Tania untuk menemui wanita itu. Kalau dulu hubungan Claire dan Emily William benar-benar buruk, maka hubungannya dengan Tania sangatlah baik. Tania tidak henti-hentinya meminta maaf pada gadis itu atas semua yang sudah dilakukannya
Andreo menghela nafas panjang. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Kepalanya terasa berdenyut, tapi sebisa mungkin ia tahan dan tidak ingin memperlihatkannya pada mereka yang hadir di ruang tamu. Sudah cukup ia menjadi beban bagi kedua putrinya."Sebenarnya memang Claire tidak perlu lagi bekerja, karena dia adalah penerus perusahaan milikku di Russia yang kini dikelola oleh sepupuku. Tapi aku hanya tidak ingin membuatnya mengorbankan cita-citanya karena terlanjur menikah," ucapnya sambil menunduk.Sepasang tangan lembut menggenggam tangan Andreo yang sudah dihiasi oleh keriput. Tidak ada lagi jejak muda di sana."Ayah," panggil Claire sambil tersenyum hangat. "Aku mengerti dengan kekhawatiran ayah. Tapi aku tahu apa yang aku mau. Sebenarnya aku lebih berminat dalam bidang kuliner. Tapi karena Rose sudah terlanjur memilihkan jurusan ini ketika aku tidak sadar, maka mau tidak mau aku harus menyelesaikannya. Cita-citaku sebenarnya sangat sederhana. Membuka sebuah cafe atau res