Tidak terasa, sudah 2 bulan berlalu sejak pertemuan Arsen pertama kali dengan Yusuf Ahmed. Selama itu pulalah, dirinya semakin mantap untuk masuk ke dalam ajaran agama itu. Sejak menerapkan apa yang diajarkan agama itu ke dalam usahanya dan kehidupan sehari-harinya, ia merasakan perubahan yang cukup besar. Ia tidak lagi menggebu-gebu ingin segera mempersunting Claire seperti dulu. Yusuf bilang, jika memang Claire adalah jodohnya, sudah pasti mereka akan bersatu dalam ikatan pernikahan dengan jalan yang mudah. Pria itu menyarankan untuk terus memperbaiki diri agar kelak bisa menjadi imam yang baik untuk pasangannya. Tidak jauh berbeda dengan Claire, gadis itu juga mulai berubah sikapnya. Hubungan Claire dan Aisha semakin baik, bahkan ia terkadang mengajak Tania untuk menemui wanita itu. Kalau dulu hubungan Claire dan Emily William benar-benar buruk, maka hubungannya dengan Tania sangatlah baik. Tania tidak henti-hentinya meminta maaf pada gadis itu atas semua yang sudah dilakukannya
Andreo menghela nafas panjang. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Kepalanya terasa berdenyut, tapi sebisa mungkin ia tahan dan tidak ingin memperlihatkannya pada mereka yang hadir di ruang tamu. Sudah cukup ia menjadi beban bagi kedua putrinya."Sebenarnya memang Claire tidak perlu lagi bekerja, karena dia adalah penerus perusahaan milikku di Russia yang kini dikelola oleh sepupuku. Tapi aku hanya tidak ingin membuatnya mengorbankan cita-citanya karena terlanjur menikah," ucapnya sambil menunduk.Sepasang tangan lembut menggenggam tangan Andreo yang sudah dihiasi oleh keriput. Tidak ada lagi jejak muda di sana."Ayah," panggil Claire sambil tersenyum hangat. "Aku mengerti dengan kekhawatiran ayah. Tapi aku tahu apa yang aku mau. Sebenarnya aku lebih berminat dalam bidang kuliner. Tapi karena Rose sudah terlanjur memilihkan jurusan ini ketika aku tidak sadar, maka mau tidak mau aku harus menyelesaikannya. Cita-citaku sebenarnya sangat sederhana. Membuka sebuah cafe atau res
Arsen baru saja keluar dari kamar mandi dan berhenti di tempatnya berdiri ketika melihat pemandangan di hadapannya. Claire yang dulu begitu kalem dan lembut, apalagi setelah mengenakan pakaian tertutup begitu mereka resmi menjadi Muslim, kini bersandar di dinding dengan pakaian yang hanya sebagai pelengkap saja.Pose gadis itu layaknya model pakaian dalam Victoria's secret yang sedang mempromosikan lingerie seksi yang memanjakan mata. Arsen meneguk ludahnya ketika Claire berjalan mendekatinya dengan langkah pelan dan menantang. Ia bahkan bisa melihat seluruh bagian dari tubuh istrinya itu tanpa halangan yang berarti, karena lingerie itu hanya seperti garis-garis dengan kain tembus pandang.Selama ini ia belum pernah melakukan apapun pada gadis di hadapannya. Meskipun ia pernah melihat Rose dengan pakaian minim, namun melihat Claire yang sekarang membuat darahnya berdesir hebat dan jantungnya berdegup kencang tak karuan. Ia seperti melihat perpaduan antara Claire dan Rose."Kau suka?"
Leo baru saja selesai meeting dengan para manajer ketika ponselnya berdering menampilkan nama Helen di layarnya. Jika Helen meneleponnya, berarti ada hal yang sangat penting yang tidak bisa ditunda."Ya, Bibi Helen. Ada masalah apa?" tanyanya tanpa basa-basi lagi.Mendadak otaknya dipenuhi dengan pikiran buruk. Apakah terjadi apa-apa dengan Andreo? ["Sudah satu jam lebih Laura tidak kunjung kembali dari minimarket. Aku khawatir terjadi apa-apa dengannya mengingat hari perkiraan lahirannya sudah dekat. Dia tadi ngotot ingin berbelanja sendiri tanpa mau menungguku yang masih bersiap-siap. Ya Tuhan, aku benar-benar khawatir. Aku tidak bisa meninggalkan Tuan Andreo sendirian."]Leo hampir saja mengumpat, namun buru-buru memohon ampun pada Tuhan. Di saat-saat seperti ini, ia sedikit kesal pada sepupunya itu karena keras kepala."Bibi tenang saja. Aku akan mencarinya setelah ini. Apa bibi sudah berusaha untuk menghubunginya?"["Sudah berkali-kali, tapi tidak kunjung diangkat. Perasaanku be
"Menikah diam-diam? Bagaimana bisa aku menikahi istri orang?" tanya Sergei bingung.Mereka saling berpandangan dengan wajah kebingungan."Sebentar, maksudmu Laura itu istrinya siapa?" tanya Leo memastikan."Dia itu istrimu, kan? Bagaimana bisa kau menuduh istrimu berselingkuh dan menikah diam-diam dengan pria lain? Kau ini suami macam apa?" jawab Sergei yang kini sudah mulai emosi.Bukannya menanggapi dengan serius, pria di hadapan Sergei justru menyemburkan tawa, diikuti dengan kekehan dari Andreo. "Kenapa kalian malah tertawa? Apa kalian pikir Laura serendah itu?"Pria itu menepuk Sergei dengan gestur seperti sahabat lama. "Kenalkan, aku adalah Leo, adik sepupu Laura. Dan ini adalah Paman Andreo, ayah Laura. Ayah tiri lebih tepatnya," jawab pria itu dengan pandangan penuh arti.Sergei mengerjap, sempat linglung selama beberapa saat. "Eh? Apa?""Terima kasih sudah menjaga Laura selama dia melahirkan. Kau pasti sangat spesial baginya sampai-sampai boleh menemaninya di dalam tadi," u
"Kau tidak apa-apa, bro?" tanya Arsen sambil mengulurkan tangannya pada pria asing itu yang akhirnya terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan."Yeah. Wanita tadi...""Dia istriku. Dia memang... kadang terlalu bersemangat," lanjut Arsen sambil menarik pria asing itu berdiri."Dia kuat sekali. Baru kali ini aku melihat ada wanita sekuat itu," kata pria itu sambil meringis. "Aku Sergei, keponakan Paman Andreo. Maksudku, Paman Andreo dan ayahku ada saudara sepupu.""Ah, itu menjelaskan kenapa aksenmu terdengar seperti...Sergio."Sergei menaikkan alisnya, terlihat tidak mengerti. Arsen mengibaskan tangannya."Tidak usah dipikirkan. Ngomong-ngomong, bisakah kau membantuku mengangkat barang-barang kami? Istriku terlalu bersemangat untuk memberikan oleh-oleh dari Paris pada ayah dan adiknya."Sergei melihat barang-barang yang tergeletak di sebelah koper. "Yeah, aku bisa melihatnya. Perempuan memang sangat senang berbelanja. Ibuku juga selalu pulang dengan banyak sekali barang setelah b
Sore hari yang cerah di musim semi, seharusnya bisa dinikmati sambil meminum kopi atau teh hangat bersama beberapa keping cookies di atas piring. Namun tidak untuk Sergei. Sudah sejak setengah jam yang lalu, dia hanya diam di hadapan kakak perempuan mantan kekasihnya yang jujur saja masih memberinya getaran hingga detik ini. Ia bahkan tidak berani menyentuh sepiring omelette sayur yang seharusnya lebih cocok dijadikan sebagai sarapan alih-alih camilan sore hari."Kenapa omelette-nya tidak dimakan? Kau tidak suka dengan masakanku?" tanya Claire sambil melorotkan kaca mata baca dengan sebelah alis terangkat.Sergei langsung tergagap dan buru-buru mengambil garpu. "Eh, ti-tidak. Maksudku, aku hanya merasa tidak enak jika makan omelette ini sendirian."Dengan sedikit terburu-buru, Sergei menyuapkan omelette yang sudah dingin itu sampai-sampai ia tersedak karena gugup. Claire menyodorkan segelas air dingin tanpa mengalihkan pandangannya, membuat Sergei semakin gemetaran.Sebelum menemui k
Beberapa hari berlalu setelah Claire menemui Sergei, pria itu akhirnya memberanikan diri untuk lebih mendekatkan dirinya pada Laura dan anaknya. Claire sendiri sudah pindah ke kediaman Arsen dan membuat ibu mertuanya tidak kesepian lagi, karena akhirnya Tania jadi mau tinggal di sana juga.Hal yang lucu, ketika melihat masa lalu mereka yang gelap dulu, tidak seorangpun akan berpikir bahwa Claire dan Tania bisa hidup di bawah atap yang sama. Arsen pun tidak keberatan. Pria itu merekrut seorang pria muda yang sedang mencari pekerjaan paruh waktu untuk membiayai kuliahnya sebagai teman ayahnya di kedai kopi yang semakin ramai."Aku ada beberapa ide untuk bisnis kalian," ucap Tania ketika mereka sedang sarapan bersama."Ide apa?" tanya Arsen penasaran.Tania memang lebih muda setahun dari Claire dan sekarang sedang mengerjakan skripsi. Karena Claire dulu harus cuti selama satu semester, maka mereka sebentar lagi akan lulus secara bersamaan. Tania yang mengambil jurusan bisnis dan sering m