Home / Lain / Racun Mulut Tetangga / Gosip di tukang sayur

Share

Gosip di tukang sayur

Author: Handira Rezza
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bu Lastri menggaruk kepalanya saat bu Sri memberinya sebuah pertanyaan apa lagi yang bisa di gosipkan oleh bu Endang di kampung ini. aduh mereka sudah tidak bisa menebaknya lagi karena hampir semua orang digosipkan oleh bu Endang.

“Bukan gosip kali bu, tapi bu Endang juga akan membeli kulkas juga,” sahut bu Lastri.

“Benar juga, selain jago gosip bu Endang  ini suka ngiri ama tetangganya,” balas bu Sri.

***

Tepat satu bulan aku bekerja menjadi admin, saatnya gajian untuk yang pertama kali bagiku. Aku teringat kalau dirumahku televisi masih televisi tabung jaman dulu dan itu juga sering rusak. Aku berniat sore ini pergi ke toko elektronik membeli televisi.

Dalam perjalanan pulang aku bertemu bu Endang. Bukan bu Endang namanya jika tidak kepo dengan apa yang aku bawa. Bu Endang kepo dengan kotak kardus tipis panjang bergambar televisi yang aku bawa.

“Eh Dara baru pulang kerja ya, emm itu bawa apa?” tanya bu Endang basa-basi.

“iya bu baru pulang kerja, ini saya sengaja beli televisi buat ibu dari gaji pertama saya, lumayan mumpung ada diskon,” jawabku sambil tersenyum.

Alih-alih memberi selamat karena sudah gajian pertama. Bu Endang membuka suara yang tidak enak aku dengar, membuatku sakit hati. Memang mulut bu Endang itu lemes sekali, “Nggak ditabung aja uangnya, besok kalau kamu nikah biar nggak ngebebanin orang tua,”

Aku hanya tersenyum menanggapi kalimat bu Endang yang setengah menyindir itu. Rasanya hari ini sangat apes bagiku kenapa pulang kerja bisa ketemu biang gosip desa seperti bu Endang ini. aku mempunyai firasat kalau besok pasti akan ada gosip yang menyebar di desa Sukma Jaya ini.

"Assalamualaikum, ibu Dara pulang bu.”ucapku.

"Walaikumsalam, kok tumben pulang telat nak?” tanya ibuku.

"Sengaja kok karena Dara membelikan televisi baru buat ibu dari gaji pertama Dara, semoga ibu suka ya bu,”jawabku sambil memberikan televisi ke ibuku.

Ibu memelukku dan mengucapkan terima kasih karena sudah membelikan televisi saat petama menerima gaji. Untuk kedepannya ibu mengingatkanku agar menabung untuk mewujudkan apa yang aku impikan. Hari sudah mulai malam keluargaku pun istirahat semua.

Keesokan harinya seperti biasa di warung sayuran milik ibu Sri sudah berkumpul-ibu-ibu yang akan membeli sayuran disana. Termasuk iang gosip desa ini Ibu Endang. Aku sangat malas jika bertemu dengan ibu yang satu ini.

“Ibu-ibu emang ya warga di desa Jati asih ini pada kaya-kaya, siang ada yang membei kulkas, malamnya ada yang membali televisi,” ucap bu Endang sambil memilih sayuran.

"Ya biarin aja, orang beli pakai duit sendiri, nggak nyolong apalagi minta sama tetangga, kalau utang juga dibayar sendiri," sahut bu sri.

Bu Endang tak kehabisan akal ia memuat suasana yang tenang menjadi gaduh lantaran mengucapkan kalimat yang seharusnya tidak terucapkan olehnya. Emang jago bu Endang menggoreng sebuah berita menjadi menarik untuk di dengarkan.

"Duh gajian bukanya ditabung kalau seandainya nanti nikahan nggak ngebebanin orang tua, malah boros beli ini itu," kata Bu Endang lagi.

"Bu Endang yang penting kan nggak ngrepotin ibu, ngapain ibu sibuk ngurusin hidup orang sih," kata bu Sri.

Sibuk menggunjing tetangga yang baru saja membeli televisi, sampai bu Endang tidak sadar jika orang yang digunjing tiba di warung untuk berbelanja sayuran. Keperluan penting para-ibu-ibu memasak untuk keluarga di rumah.

"Eh ada Bu Siti, sekarang nonton tv nya layar lebar dong Bu, nggak tv tabung lagi, semalam saya lihat loh Dara pulang kerja bawa televisi baru," ucap Bu Endang lagi.

"Alhamdulillah, Dara anak yang berbakti, dia lihat tv di rumah sudah beberapa kali di benerin, gajian pertama dia belikan tv," jawab ibuku sambil memilih sayuran.

Tak tahan cukup dijawab santai oleh ibuku. Bu Enang memberikan wejangan agar aku nabung karena pasti seorang anak gadis akan menikah. Apalagi aku hanya lulus sekolah langsung kerja tidak kuliah seperti Ratna ya pasti setahun lagi pasti minta nikah, celetuk bu Endang. Yang lebih menyakitkan lagi ia mengucapkan kata menyinggung uang yang aku terima akan habis sebelum gajian lagi.

"Disuruh nabung Bu, Jangan boros-boros nanti duitnya nggak cukup lagi sampai akhir bulan, minta uang lagi kan ujung ujungnya sama orang tua," ucap bu Endang.

"Minta uang nya saja sama saya Bu, bukan sama ibu, kok Bu Endang yang repot. Jeng Sri ini saya bayar belanjaan saya," sahut ibuku sewot.

Bu Endang masih saja tak cukup membuat tetangganya sewot masih saja melirik belanjaan ibuku dan mengomentarinya. Padahal sudah gajian kok tidak makan enak. Saat bu Sri selesai menghitung belanjaan ibu Siti ia segera memberikan kepadanya.

"Loh kok anak gajian masih belanja tempe, ya beli ayam dong bu, sekali-kali makan enak bu Siti," ucap bu Endang.

"Bu Endang yang gajian itu anak saya, bukannya tadi Bu Endang bilang suruh jangan boros ya, nanti saya beli ayam masih diomong lagi!" seru ibuku sambil menatap ibu Tejo dengan penuh emosi.

Melihat wajah ibuku yang sudah emosi siap menerkam bu Endang kapan saja. Biang gosip desa Sukma Jaya itu ketakukan dan langsung mengambil sayuran lalu menyerahkan kepada bu Sri untuk dibayar.

“Jeng sri, tolong bungkus kangkung sama tahu ini,” pinta bu Endang.

“Loh bu Endang nggak beli ayam atau daging ini kan tanggal muda, masa suaminya pegawai negeri tanggal muda beli kangkung sama tahu saja!" seru bu Sri yang mewakili bu Siti membalikkan kalimat bu Tejo.

Kesal karena ada yang mencemoohnya bu Endang menyembunyikan dengan sikap yang santai lalu membayar uang belanjaan sesuai dengan hitungan bu Sri kemudian ia segera pergi dari warung. Sebenarnya ia juga takut ditampar oleh bu Siti yang masih marah karena ulahnya.

"Masih ada stok ayam maupun daging di kulkas bu, ini kan untuk tambahan saja, suami saya bosen makan, daging, ikan, ayam melulu," sahut bu Endang.

"Oalah bu Endang itu bagaimana sih. Bisa ngatain orang nggak beli ayam padahal anaknya sudah gajian. Dia sendiri cuma beli kangkung sama tahu," ucap bu Lastri sambil tertawa.

Pelanggan yang ada di warung bu Sri tertawa melihat tingkah laku bu Endang. Sekarang mungkin dia malu oleh omonganya sendiri. Keesokan paginya gosip di warung sayuran bu Sri kembali terdengar dari mulut bu Endang. Dia menggosipkan aku lagi, semalam bu Endang melihatku pulang diantar mobil bagus. Tentu saja ini menjadi gosip menarik untuk ibu-ibu yang sedang berbelanja sambil bergosip ria.

"Selamat pagi ibu-ibu semua tahu nggak sih, semalam saya lihat anaknya bu Siti, itu si Dara pulang malam diantar pakai mobil, emm sepertinya pergaulannya sudah mulai nggak beres nih," kata bu Endang ketika sampai di warung bu Sri.

"Mungkin sama teman kantor nya bu, jangan berpikir negatve dulu," balas bu Sri.

“Pulangnya jam sepuluh malam loh bu, biasanya ‘kan Dara pulang sekitar habis magrib sudah ketemu saya pulang, jangan-jangan dia sudah terjerumus pergaulan bebas bu,” ucap bu Endang lagi.

Bu Sri mengingatkan bu Endang kalau ngomong jangan sembarangan. Dia juga memiliki anak gadis jangan sampai apa yang dia bicarakan tentang anak orang bisa berbalik ke dirinya sendiri. Bu Endang beralih kalau anaknya tidak mungkin seperti itu karena didikan darinya sangatlah baik.

Aku berangkat kerja melewati ibu-ibu yang berkerumun di warung bu Sri, Bu Endang mengikutiku dan memberikan beberapa pertanyaan untukku.

"Eh ada Dara, mau berangkat kerja ya, sebenarnya kamu itu kerja bagian apa toh?" tanya Bu Endang.

"Iya bu Tejo saya mau berangkat kerja, saya kerja bagian Admin biasa bu," jawabku yang sebenarnya malas banget meladeni bu Endang.

"Kok bisa sih, lulusan SMK doang bisa jadi admin?" tanya Bu Endang.

"Alhamdulillah rejeki saya bu," jawabku singkat lalu segera mempercepat langkah agar tidak mendapatkan pertanyaan lagi dari bu Endang.

Bu Endang tetap mengikuti langkahku yang akan naik angkot. Di perjalanan aku berpapasan dengan seseorang yang mungkin pernah aku temui sebelumnya tapi aku tak mengingatnya.

"Eh kamu yang kemarin daftar kuliah di universitas nusantara ya?" tanya seseorang itu.

"Maaf kamu siapa ya? Benar aku kemarin mendaftar kuliah disana!" Tegasku sambil melihat sekeliling ternyata bu Endang masih ada didekatku.

Bu Endang asyik menguping percakapanku dengan seseorang yang baru saja aku temui. Menurut felingku bu Endang akan mendapatkan gosip baru tentangku. Selesai mengobrol bu Endang langsung memberikan pertanyaan kepadaku.

"Hah Dara kamu daftar kuliah, emang gaji kamu cukup untuk kuliah, kuliah itu mahal loh Dara?" tanya bu Endang.

Related chapters

  • Racun Mulut Tetangga   Di Gosipkan Hamil

    Aku tidak menggubris pertanyaan bu Endang. Karena sudah ada angkot yang datang aku segera naik ke angkot. Aku bisa gila jika meladeni bu Endang yang gemar bergosip ria itu. Aku menggerutu kesal di dalam angkot. “Sepertinya sudah aman, walau dia teriak-teriak seperti orang gila begitu aku tidak peduli,” gumam ku setelah angkot melaju. “Dasar tidak sopan ditanya orang tua tidak menjawab, awas saja berita heboh Dara mau kuliah akan segera aku sebar di desa ini. Semalam ia pulang di antar mobil sekarang mau kuliah, pasti dia sekarang menjadi simpanan om-om,” gerutu bu Endang sambil jalan. Bu Endang kembali ke warung sayuran milik bu Sri dan kembali bergosip di sana. Masih banayk ibu-bu yang silih berganti ke tukang sayuran itu. Dengan nada tinggi biar semua ibu-ibu mendengarkan bu Endang memulai gosipnya. "Dara itu kerja apa to, sebenarnya?" tanya bu Endang yang pura-pura memilih sayuran. "Admin kan bu, di kantoran," Jawab bu Sri. "Aku kok mulai curiga lo sama anaknya bu Siti itu, b

  • Racun Mulut Tetangga   Tetangga Yang Membesuk

    Jadi certianya bu Lastri menghubungi ponsel ibuku. Tapi berhubung ibuku itu sedang ke kamar mandi aku yang angkat telepon itu. Beliau juga minta ijin karena ingin menjenguk aku yang sedang di rawat di rumah sakit. Kebiasan di desa Sukma Jaya ini memang masih memiliki rasa tenggang rasa walupun banyak tukang gosipnya. Mereka akan datang membesuk tetangganya yang sakit atau menolong tetangga yang kesusahan itulah sisi baiknya hidup di desa ini."Bu siti, apa benar anak ibu di rawat di rumah sakit, boleh kan kami menjenguk?” tanya bu Lastri lewat sambungan telepon.“Betul bu Lastri saya memang di rawat di rumah sakit, maaf ya saya yang angkat telepon ibu sedang berada di toilet,” jawabku.“Eh nak Dara, kata Doktter kamu sakit apa?” tanya bu Latri lagi.“Oh hanya kecapekan saja bu, saya ada telat makan, jadi lambung saya kena,” jawabku atas pertanyaan bu Lastri.Aku juga menegaskan kepada bu Lasti

  • Racun Mulut Tetangga   Gantian yang Berkunjung

    Aku yang menjawab pertanyaan bu Endang itu. Tentu saja bu Endang belum pernah melihat teman-teman kerjaku sebelumnya karena semuanya bukan penduduk asli desa Sukma Jaya tempat tinggalku.“Mereka adalah teman-teman kerjaku bu Endang,” jawabku singkat.“Ayo-ayo silahkan masuk,” ajak Bu Endang.Aku memperhatikan gerak-gerik bu Endang yang mungkin mulutnya sudah gatal ingin bertanya banyak kepada teman-temanku. Beruntung bu Lastri berinisiatif mengajaknya pulang sebelum mengorek informasi lebih kepada teman kerjaku.“Bu Endang ayo kita pulang, gantian yang berkunjung. Kita kan sudah lama mengobrolnya,” ajak bu Lastri.“Loh kok buru-buru ngapain sih bu Lastri, saya belum selesai mengobrol dengan anak-anak uda ini. dandanan necis mirip sales panci ini pada kerja dimana. Bener to bu mereka ini berpakaian mirip sales panci yang suka keliling desa?!” ucap bu Endang asal saja.Aku ingin marah mendengar u

  • Racun Mulut Tetangga   Rasaain Bu Endang

    Menurut informasi yang aku dengar dari tetangga Bu Endang membawa anaknya untuk periksa ke Dokter. Keluhan yang dia rasakan adalah mual muntah, kepala pusing seperti penyakit lambung yang aku alami beberapa hari lalu karena kecapekan kerja dan telat makan.“Dokter kok antrenya ngalahin antre sembako ya ma,” ucap Fitri sambil menahan mual.“Namanya juga Dokternya terkenal bukan Dokter abal-abal ya ngantri lah Fit, kamu ini gimana,” balas bu Endang.Fitri ke toilet karena tidak tahan dengan mualnya. Dia lemas di dalam toilet dan mengingat apa yang ia lakukan. Ia sampai ketakukan sendiri tidak berani segera keluar toilet. Sampai bu Endang menggedor pintunya karena sebentar lagi gilirannya periksa.“Fitri kamu tidak pingsan di toilet ‘kan, jangan buat mama khawatir sebentar lagi giliranmu periksa loh,” ucap bu Endang dari luar toilet.“Enggak kok ma Fitri baik-baik saja, tunggu sebentar ya,” jawab F

  • Racun Mulut Tetangga   Gosip grup Chat Arisan RT

    Aku sudah sampai rumah segera mandi dan ganti baju. Dari balik kamarku terdengar gosip kalau bu Endang sedang bertengkar dengan suaminya. Ia protes karena tak tega mendengar Fitri menangis dan tidak betah berada di pondok pesantren. Waktu telepon dengan keluarga juga terbatas. Bu Endang dan pak Nurdin beradu debat masalah ini.“Ibu nggak mau tahu pak, pindahkan Fitri ke sekolah agama dekat sini saja, nggak perlu di pesantren segala. Bapak nggak kasihan sama anak?!” seru bu Endang.“Ibu sendiri toh yang bilang ke tetangga kalau anak kita sedang memperdalam ilmu agama, kenapa sekarang berubah pikiran,” jawab pak Nurdin.“Memperdalam ilmu agama nggak harus ke pesantren ‘kan pak, sekarang banyak berdiri sekolah agama terpadu kok,” balas bu Endang.“Ibu kalau terus-terusan membela Fitri yang berbuat salah. Bapak masukkan ibu ke pesantren saja sekalian biar enggak ngegosip saja kerjaannnya sama tetangga, kalau sud

  • Racun Mulut Tetangga   Kepanasan lihat tetangga pasang AC

    Aku menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tanpa ditambah atau dikurangai. Aku memang menunggu Rendi anaknya bu Lastri di depan gang. Kenapa tidak di rumah karena Rendi dari arah tempat kerjanya jika harus pulang masuk gang menjemputku masuk gang itu akan sangat merepotkan bukan?“Begitu ceritanya pak RT dan warga sekalian, lagipula kami sudah menjelaskan kepada bu Endang kenapa bertemu di depan gang,” ucapku.“Dara betul pak kami memang janjian berangkat ke kampus bersama. Hari ini kami pertama masuk itu juga bu Endang sudah tahu. Beliau kan suka kepo sama urusan orang. Kenapa jadi malah bertengkar dengan ibu saya?” tanya Rendi.Warga yang mendengar klarifikasiku dan Rendi langsung langsung menyoraki bu Endang yang emang pembawa malapetaka alias tukang fitnah yang tidak jelas sehingga menyebabkan keributan di rukun tetangga sini. Untung pak RT di sini bisa menjadi penengah dan tidak membela salah satu pihak.“Tenang bapak-b

  • Racun Mulut Tetangga   Gara-Gara Mangga

    Aku tertawa mendengar pertanyaan pak Nurdin ke istrinya. Ya sudah pastilah pak istrinya kepanasan kalau enggak kenapa julid terus minta pasang dirumah. Eit tunggu biasanya kalau sedang bertengkar dengan suami atau permintaanya tidak keturutan bu Endang tetanggaku itu akan membuat ulah. Kira-kira akan membuat ulah apa ya?“Dara ini mangga dari kampung, saya bagi sedikit ya daripada nggak kemakan,” ucap bu Sri.“Wah terima kasih ya bu Sri, semoga rejekinya semakin berkah,” jawabku.“Amin sama-sama Dara, saya kan sering ngerepotin ibumu, jadi ya ada sedikit rejeki saya bagi,” balas bu Sri lagi.Bu Sri sudah berjalan meninggalkan rumahku. Aku lihat bu Sri berjalan ke rumah bu Arum dan bu Lastri. Namanya bertetangga kan emang rumahnya berdekatan. Waduh sepertinya mangga yang bu Sri tadi bawa sudah habis.“Loh bu Sri kok nggak ke rumah bu Endang?” gumamku.“Kenapa toh Dar?” tanya ibuku ya

  • Racun Mulut Tetangga   Gerak dikit jadi bahan ghosip

    Ibuku menghela nafas panjang lalu mengucapkan kata yang membuatku tidak habis pikir. Ibuku berkata jika sampai bu Endang menggosipkanku akan mendoakan balik supaya terjadi pada anaknya sendiri. Ibuku ingin lihat bagaimana bu Endang mengatasi masalah jika anaknya sendiri yang hamil di luar nikah.“Sudah biarkan saja Dara, nanti juga kena karma sendiri. Kalau misal omongannya balik ke anaknya sendiri apakah juga akan bu Endang akan menggosipkannya juga,” jawab ibuku yang terlihat kesal.“Yah tapi ‘kan ya tidak enak bu menjadi bahan gosip sedangkan kita sendiri tidak dalam posisi itu gitu loh bu,” balas ku.Yah ibuku memang benar tidak perlu menanggapi bu Endang yang suka menggosip itu. Cukup doakan saja supaya lekas tobat dan tidak lagi menggosipkan tetangga yang belum tentu benar adanya. Takutnya suatu hari mendapatkan karma akan gila sendiri. Aku pamit ke rumah bu Lastri karena ada yang akan aku diskusikan dengan Rendi.&ldqu

Latest chapter

  • Racun Mulut Tetangga   Hamil- Season satu tamat

    Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara

  • Racun Mulut Tetangga   Nggak jadi belanja

    Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja

  • Racun Mulut Tetangga   Sindiran bu Sri

    "Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."

  • Racun Mulut Tetangga   Saingan yang mencolok

    Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D

  • Racun Mulut Tetangga   Pagi-pagi Gosip

    Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda

  • Racun Mulut Tetangga   Selesai Hajatan

    Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di

  • Racun Mulut Tetangga   Ribut

    Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua

  • Racun Mulut Tetangga   Sudah Siap bergosip

    Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I

  • Racun Mulut Tetangga   Teman Ratna

    Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal

DMCA.com Protection Status