Share

Bab 13

Author: KARTIKA DEKA
last update Last Updated: 2023-10-28 10:45:38

Tiba-tiba saja seekor lembu lari dari kerumunannya dan seperti hendak menyerang kami. Bukan hanya panik yang aku rasakan, takut itu sudah jelas. Sebelah tanganku memegang kursi roda, sebelah lagi memegang perutku. Reflek saja. Mungkin naluriku untuk melindungku Eyang dan anakku.

Lelaki itu langsung berlari, menghalau lembunya sebelum sempat menyerang kami.

"Hussssyeeeehh huuusssyeeehhhh!"

Setelah lembunya berbalik, pemuda itu mengucapkan permintaan maaf pada Eyang.

"Eyang. Maaf ya, kalau lembu saya tadi hampir nyerang Eyang."

Eyang menggeleng, aku yakin Eyang juga sama takutnya seperti aku.

"Nggak papa Yoga. Hati-hati, jangan sampai menyerang orang yang lewat lagi. Bagaimana kalau tadi yang diserang orang yang mengendarai motor?"

"Iya. Sekali lagi maaf, Eyang." Pemuda itu terlihat sungkan.

Aku hanya diam memperhatikan, tapi bukan aku tak tau, kalau dia juga sesekali melihatku dengan ekor matanya, meski hanya sekilas-sekilas saja.

"Eyang balik dulu ya," kata Eyang.

"Iya, Eyan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • RUMAH EYANG   Bab 14

    POV Sandra (Eyang)Sudah lama aku hanya bisa duduk di atas ranjang atau sesekali di kursi goyang yang sekarang menghiasi kamarku. Bersama dengan kesunyian yang selalu menemani. Semalam cucuku satu-satunya akhirnya datang lagi ke rumah ini. Sejak dia datang, rasanya aku jadi sangat bersemangat lagi.Sejak anakku Sulis meninggal belasan tahun silam, Wahid suami Sulis pergi membawa Rachel. Aku tau alasannya pergi dari rumah ini apa. Bukan karena dia merasa sungkan karena anakku sudah tiada seperti yang digembor-gemborkan selama ini. Hanya aku, dia dan Tuhan yang tau alasan itu? Sejak Sulis meninggal, dan Wahid pergi dari rumah. Aku selalu dihantui. Hal itu hampir membuatku hampir menjadi gila. Syukurlah, ada Togar yang bisa membantuku dulu terlepas dari perasaan dihantui itu. Sejak Togar meninggal karena kecelakaan, Zain anaknya lah yang menggantikannya. Aku menyayangi Zain, seperti cucuku sendiri. Sejak kecil, dia memang selalu bermain di rumahku, menjaga Rachel atas keinginannya send

    Last Updated : 2023-10-28
  • RUMAH EYANG   Bab 15

    "Non jangan nakuti Bibi?" katanya. "Nggak nakuti Bi. Makanya saya tanya," jawabku."Saya mau ke gudang, Bi. Ada yang mau saya lihat."Aku bangkit dari duduk dan langsung melangkah ke arah belakang. Aku mau melihat-lihat isi gudang. Barangkali aku menemukan sesuatu yang menarik yang bisa dijadikan hiasan di kamarku atau rumah ini. Bi Lasmi tak mencegah, dia membiarkanku pergi. Kulangkahkan kali ke arah gudang yang tadi. Sesampainya di depan gudang. Kurogoh kantong celanaku untuk mengambil kuncinya, lalu membukanya. Saat pintu sudah terbuka, debu yang beterbangan tak seperti pertama kali aku buka tadi. Aku langsung saja jalan ke arah lukisan-lukisan yang teronggok di sini, dan belum sempat kututup lagi pakai kain penutupnya. Bibirku tersenyum, kala melihat wajah Ibu di dalam lukisan yang paling depan. Sangat manis. Aku melihat rak buku, barangkali ada yang bisa dijadikan referensi bacaanku selain buku tentang perawatan kehamilan dan pasca melahirkan yang tadi kutemukan. Tanganku mu

    Last Updated : 2023-10-28
  • RUMAH EYANG   Bab 16

    "Nggak," jawabnya. "Ya udah makan. Nanti masuk angin," ujarnya. Kami menikmati makan siang kami dalam hening. Lama-lama aku bosan juga diem-dieman kayak gini. "Mas, nanti habis Zuhur aku mau beli motor sama Zain ya." Aku permisi sama Mas Mondi. Dia menatapku. Rasanya jengah sekali ditatap seperti itu. Kayaknya dia bakal melarang. Mungkin lebih baik Mas Mondi ikut aja. Kan kamu bsmisa pakai mobil. Mas Mondi bisa kok bawa mobil. "Ya udah. Jangan terlalu sore pulangnya. Mau beli motor apa rupanya?" Aku jadi bingung mendengar dia memberi izin tanpa terlihat keberatan. Padahal semalam, kayaknya dia nggak begitu suka dengan Zain. Ini sungguh di luar ekspektasiku, tapi aku berusaha menetralisir perasaan. Baguslah kalau dia kasih izin. Berarti kan aku nggak merasa ada ganjalan kalau jalan sama Zain. Mungkin karena aku sedang hamil, jadi Mas Mondi tak ada rasa cemburu. Cemburu? Ah, terlalu jauh pikiranku. Masak sih, aku berharap Mas Mondi cemburu pada Zain. "Matic aja, ya Mas. Mas suka

    Last Updated : 2023-10-30
  • RUMAH EYANG   Bab 17

    "Astaghfirullah hal adzim."Isi bungkusan itu bebek yang sudah disembelih hingga kepalanya putus. Mengerikan. Siapa orang yang melempar bebek ini? Apa ada orang yang sedang melakukan teror terhadap kami?PLETAKTerdengar suara keras dari belakang. Aku cepat bangkit untuk melihatnya. Suara itu berasal dari dapur. Aku cepat keluar membuka pintu dapur. Kulihat Bi Lasmi lari dengan tergopoh ke arahku. Namun aku tak terlalu menghiraukan Bi Lasmi, karena mataku tertumbuk pada sebuah benda berbentuk bulat yang dibungkus kertas, tepat di pintu dapur. Apa ini? "Ada apa, Non? Waktu Bibi tadi jalan, dengar suara keras. Makanya Bibik jadi lari-lari," kata Bi Lasmi dengan nafas tersengal.Aku tak menanggapi, karena fokus pada benda bulat yang kini ada di genggaman tanganku. Meski takut, dan sedikit gemetar, aku membuka kertas yang membungkus benda yang ternyata batu itu. Aku melihat ke segala arah di luar rumah, tak ada siapapun, hanya ada Bi Lasmi yang berdiri di hadapanku.PERGI DARI SINI!K

    Last Updated : 2023-10-30
  • RUMAH EYANG   Bab 18

    Sesaat aku terdiam. Tanganku yang hendak membalik halaman lain dari diary Ibu juga membeku di atas buku itu.SROGH SROGHAku seperti mendengar suara suatu benda yang digosok. Kututup buku diary Ibu dan kuletakkan di atas bantal. Aku turun perlahan dari atas tempat tidur. SROGH SROGHSuara itu terdengar lagi. Dari arah luar jendela. Aku membuka jendela kamarku perlahan. Tak ada apa-apa. Kuluaskan pandanganku, tetap mataku tak melihat apapun. "Rachel." Aku langsung menoleh mendengar suara yang memanggil namaku. Aku mematung di depan jendela kamarku. Mataku melihat sosok wanita cantik yang melihatku dengan tatapan hampa. Wanita itu … ibuku. Aku tak tau, apakah harus emang atau takut? Akhirnya aku bisa melihat sosoknya meski aku tau, itu hanya semu. Meski begitu, aku tak beranjak dari depan jendela. Aku ingin menatapnya lebih lama. Rindu, rindu yang tak pernah berbalas, kini sedikit terobati. Kami hanya saling menatap, tanpa ekspresi dan bersuara. Seandainya dia tepat di depanku, aku

    Last Updated : 2023-10-30
  • RUMAH EYANG   Bab 19

    Mas Mondi terlihat senang aku membelikan motor sesuai dengan yang dia idamkan selama ini. Sore ini, dia mengajakku keliling kampung. Walau baru pertama ke kampung ini. Mas Mondi terlihat cukup percaya diri dan tak takut kalau kami akan tersesat. Aku menyapa setiap orang, meski banyak orang yang jadi bingung karena sama sekali belum mengenalku. Sekarang memang belum, tapi nanti mereka pasti akan kenal sama aku. Ada baiknya aku beramah tamah sejak sekarang. Lagipula aku memang terbiasa ramah, sejak dulu.Aku melihat Yoga yang sedang menggembala lembunya. Sepertinya dia akan pulang. "Mas, Mas, berhenti dulu di situ. Itu teman aku," kataku pada Mas Mondi seraya menunjuk Yoga. "Teman bagaimana?" "Dia teman masa kecilku. Kemarin waktu pergi sama Zain. Zain yang mengenalkan aku lagi sama dia. Istrinya juga teman aku," jelasku. Mas Mondi mau juga berhenti di dekat Yoga. Yoga juga berhenti memperhatikan kami. Tatapannya masih saja sama kayak kemarin, saat aku pertama bertemu dengannya, di

    Last Updated : 2023-10-30
  • RUMAH EYANG   Bab 20

    "Non sebaiknya balik ke rumah Bu Sandra. Sudah mulai petang. Tak baik wanita hamil hari gini di luar rumah," kata Pak Sugeng. Dia mengusirku secara halus. Kenapa ya, Pak Sugeng seperti tak senang melihatku? Ah, barangkali saja memang dia seperti itu orangnya. "Saya permisi, Pak," kataku."Uhhh." Bu Parsiah terlihat keberatan aku pergi. Dia tak mau melepas lenganku dari pelukannya. "Bu, lepasin. Non Rachel nggak boleh sampai Maghrib di sini," kata Pak Sugeng pada Bu Parsiah. "Besok, kita jumpa lagi, ya Bu. Ibu boleh datang ke rumah Eyang," kataku.Dia melihatku, kepalanya manggut-manggut seolah bertanya, apa benar hal yang baru saja aku katakan. Aku menangkapnya seperti itu sih. "Iya. Ibu boleh main ke rumah Eyang. Saya tunggu ya," kataku, baru dia mau melepas lenganku.Aku jalan terus meninggalkan rumah Pak Sugeng yang terasa nyaman. Sesekali aku melihat ke belakang. Setiap aku menoleh, Bu Parsiah akan melambaikan tangannya dengan hati gembira.Setelah sampai di jalan yang menghu

    Last Updated : 2023-10-30
  • RUMAH EYANG   Bab 21

    Bertepatan dengan itu, Zain masuk. Zain sangat terkejut melihat rambutku yang ditarik paksa oleh Mas Mondi. Zain cepat memukul tangan Mas Mondi, hingga Mas Mondi mundur beberapa langkah. "Arggghhh!" Dia mengerang. Aku cepat beringsut mundur. Aku sangat takut melihat suamiku sendiri. Ternyata seperti itu orang yang kerasukan. Hingga dia tak bisa mengenali aku, istrinya sendiri. "Keluar dari tubuh orang ini!" perintah Zain, mungkin pada sosok yang merasuki raga Mas Mondi. Mas Mondi menatap wajah Zain dengan berang. Mulutnya menyeringai. Dia tampak seperti zombi. Begitulah yang bisa kugambarkan tentang Mas Mondi saat ini.Mulut Zain terlihat berkomat-kamit. Tangannya terus direngtangkan ke arah Mas Mondi yang ada di hadapannya itu."Allahu Akbar." Dengan gerakan yang sangat cepat. Zain menepuk dahi Mas Mondi, dan tangannya terus menempel di dahi Mas Mondi dengan satu tangan lainnya mengunci tubuh Mas Mondi dari belakang. Ini seperti gerakan silat. "Arrrghh arrghh arghh." Mas Mondi t

    Last Updated : 2023-10-31

Latest chapter

  • RUMAH EYANG   Tamat

    Mataku mendelik besar, kala Pak Manto mengarahkan senjata tajam itu ke wajahku. Perih, ujung belati itu menggores wajahku. Apalagi Pak Manto terus menggeser belati itu. Aku meringis, air mata tak mau berhenti keluar dari sudut mataku. Dadaku bergerak turun naik dengan cepat. Seringai di wajahnya membuatku ngeri. Bibirnya tersenyum miring, mengejek ketidak berdayaanku.Dadaku terus bergemuruh dengan cepat, mataku tak mau berkedip kala senjata tajam itu didekatkan ke pipiku. Hanya berjarak satu inci lagi, maka benda itu akan menyayat kulitku. Pak Manto terus menggeser benda itu, sangat perlahan. Dia seolah-olah sengaja membuatku ketakutan. Memancing rasa cemas yang berlebihan. Dia mengangkat benda itu ke atas. Aku hanya bisa pasrah. Kupejamkan mata sangat kuat. Ya Allah, aku pasrah. Terdengar suara benda jatuh dan suara gaduh. “Astaghfirullah hal adzim.” Mataku langsung kubuka saat mendengar suara seseorang yang beristighfar dan suara derap kaki yang saling berkejaran.Terima kasih y

  • RUMAH EYANG   Karena dendam

    “Kamu pasti bohong!” teriakku. Tanganku kuhentak-hentakkan, berharap ikatan akan terlepas.“Kamu tau, bertahun-tahun aku sudah bersabar menghadapi keserakahan Sandra. Aku terima saja, saat dia menguasai seluruh harta warisan dari bapakku. Hanya karena aku anak dari istri kedua, dia tak menganggap aku sama sekali.”Sumpah, aku sangat terkejut. Ternyata benar, Pak Manto adalah anak dari Buyut juga. Sangat banyak rahasia di rumah Eyang yang tidak aku ketahui. Semuanya membuatku bingung juga takut. Kenapa aku baru tau sekarang? Ayah, kenapa Ayah tidak menceritakan semua padaku sebelumnya? Apa Ayah tidak berpikir, kalau aku yang pada akhirnya akan menjadi korban?“Saat dia hanya menjadikan aku dan istriku pesuruhnya pun, aku tak menolak.” Pak Manto bicara sambil mengelilingi meja tempat tubuh ini dibaringkan. Di tangannya ada sebuah pisau daging. Entah untuk apa pisau itu. Apa mereka akan menghabisi aku sekarang? Ya Allah, tolong aku. Tolong anakku. “Sejak kecil, dia tak pernah mau meng

  • RUMAH EYANG   Bab 38

    “Aduuhh.” Aku meringis sambil memegangi kepalaku yang terasa sangat sakit dan pusing sekali.Ya Allah kenapa jadi sakit semua. Kepala sakit, perut sakit. Mas, cepatlah datang. Aku rasanya sudah tak kuat lagi. Ajakku di dalam perut juga terus bergerak dengan sangat aktif. Rasanya sakit sekali. Apa mungkin aku mau melahirkan, tapi belum masuk harinya. Tubuhku sampai berkeringat dingin merasakan sakitnya. Tidur salah, jalan juga salah. Rasanya seluruh tulang yang ada di tubuhku rontok semua. Luar biasa sakit. Ya Allah, tolong. Aku dengar suara gaduh. Suara langkah kaki yang tergesa. Mas Mondi yang datang, bersama dengan Bi Lasmi. Mereka langsung masuk ke kamarku. “Coba baring, Non,” kata Bi Lasmi. Aku segera berbaring, dibantu oleh Mas Mondi. Bi Lasmi langsung memeriksa perutku. “Ini udah mau lahiran. Kayaknya kita nggak sempat ke rumah sakit, anaknya udah mau keluar,” kata Bi Lasmi. Suaranya terdengar panik. Membuat aku juga jadi panik. “Mas, ambilkan air hangat, pake baskom. Air

  • RUMAH EYANG   Bab 37

    "Kamu nggak lagi bercanda kan?" tanya Mas Mondy seolah-olah tak percaya apa yang kukatakan. "Nggak Mas. Ayo." Aku menarik tangan Mas Mondi untuk masuk ke dalam kamar Eyang."Mas geser lemarinya. Ada ruang bawah tanah, Mas," kataku. Aku masih merasa takut dan tegang kalau teringat kejadian yang tadi. Mas Mondi mengintip sedikit dari celah yang ada di belakang lemari, lalu menggeser lemari itu. "Biar Mas aja," cegah Mas Mondi ketika aku ingin membantunya. Sekuat tenaga Mas Mondi menggeser lemari itu, akhirnya bisa juga. Setelah dirasa bisa dilewati satu badan manusia dewasa, Mas Mondi tak lagi menggesernya."Tuh, kan ada pintunya Mas," kataku. Mas Mondi meletakkan telapak tangannya di pintu itu. Membuka kunci yang hanya mengait begitu saja, lalu mendorong pintu itu pelan.Aku memegangi tangan Mas mondy. Aku masih teringat akan kejadian tadi. "Jangan masuk Mas, bahaya," kataku melarangnya untuk masuk."Kamu tunggu di sini aja," katanya. Mas Mondi jalan perlahan menuruni anak tangg

  • RUMAH EYANG   Ruangan bawah tanah

    "Yoga!" Reflek aku menjerit dan berlari ke arah Yoga. Yoga tampak kesakitan memegang punggungnya yang sepertinya sakit sekali. Tak ada siapapun selain Nunik yang terbaring lemah. Siapa yang menyerang Yoga tadi?Aku berjalan mendekati Nunik, untuk melepas ikatan di tubuhnya. Kami harus segera keluar dari ruangan ini. Aku bisa merasakan kalau aura di ruangan ini sangat menyeramkan. Bulu kudukku terus meremang sejak kamu mulai memasuki ruangan ini. "Chel, jangan!" Yoga meneriakiku agar jangan mendekati Nunik. Kami tak mungkin keluar dari ruangan ini tanpa membawa Nunik keluar. Aku abaikan larangan Yoga. Aku menarik dalam nafasku, jantungku berdetak tiga kali lebih cepat dari biasanya. Aku tau, ini bahaya. Kalau kami tak melakukan apapun, juga akan berbahaya untuk Nunik. Perlahan aku jalan, seraya memegangi perutku. Kita kuat Nak. Jangan takut. Bunda nggak akan biarkan apapun terjadi sama kamu.Aku semakin dekat dengan Nunik. Tak ada apapun yang terjadi, membuatku semakin berani. Ti

  • RUMAH EYANG   Mencari Nunik

    ''Bukannya Nunik sudah pulang?" tanyaku."Iya, tadi sudah pulang. Selesai sholat tadi, dia izin mau ke rumah Eyang lagi. Katanya kasihan kau sendirian di rumah," jelas Yoga. "Loh, katanya ada hajatan di rumah saudara kalian?" tanyaku heran. "Memang ada hajatan, tapi kami nggak pergi. Hanya titip amplop saja. Kamu khawatir sama kau, makanya Nunik ke sini. Zain sudah pesan untuk jaga kau."Jelas aku jadi khawatir mendengarnya. Berarti tadi benar Nunik yang datang. Kenapa Bi Lasmi bilang dia tak melihat Nunik? Apa memang dia tak nampak Nunik lewat? Apa tadi suara Nunik?"Bu, Rachel pulang ya," kataku. "Iyah." Dia mengangguk cepat, dengan senyuman yang lebar. "Kita ke rumah Ga." Aku langsung mengajak Yoga ke rumah. "Hati-hati." Aku langsung berbalik mendengar Bu Parsiah bilang hati-hati. Tetapi, dia terlihat sedang bermain dengan bebek. Aku melihat Pak Sugeng yang terus memperhatikan kami. Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Aku cepat menyusul Yoga yang jalan lebih dulu, sambil memeg

  • RUMAH EYANG   Bab 34

    "Rachel! Rachel!" Aku cepat membuka mataku ketika merasakan ada yang mengguncang bahuku.Ternyata Nunik. Nafasku tersengal, seolah baru saja melepaskan beban yang sangat berat. "Kamu kenapa?" tanya Nunik. "Dia datang lagi, Nik," jawabku. Nunik membantuku untuk duduk. "Hartati?" tanyanya, aku mengangguk."Kamu sudah cerita sama Bi Lasmi?" "Belum. Aku nggak enak. Takutnya Bi Lasmi malah jadi sedih." "Iya juga. Kamu udah sholat? Ini sudah lewat Zuhur.""Belum." "Ya udah, sholat dulu sana. Aku tungguin." Aku bangkit, jalan ke kamar mandi untuk berwudhu. Usai berwudhu, aku segera ke kamar, untuk sholat Zuhur. Gubrak. "Oohh arrghhh. To–"Setelah rakaat terakhir aku mendengar suara gaduh dari luar kamar. Suara siapa, apa suara Nunik? Aku jadi tak khusyuk sholat. Rasa khawatir menyergap dalam hati, takut ada apa-apa sama Nunik. Usai salam, aku langsung bangkit tanpa memanjatkan doa. Dengan tubuh masih dibalut mukena aku melihat keluar. Pintu masih tertutup. Nunik kemana?"Nik!" Aku

  • RUMAH EYANG   Bab 33

    "Nanti Rachel kesini lagi sama Hartati," kataku untuk membujuknya, sambil melepaskan pelukannya dari pinggangku. Dia masih enggan, melepas pinggangku. Malah semakin erat memelukku."Buk, lepaskan Non Rachel!" kata Pak Sugeng yang datang lagi. Mungkin dia melihat Bu Parsiah yang terus memelukku. Bu Parsiah menggeleng. "Takut.""Takut apa Bu? Nggak papa kok. Rachel aman sama Mas Mondi." Aku dengan sabar memberinya pengertian. Orang seperti Bu Parsiah tidak bisa diajak bicara kasar. Dia akan berontak nanti. Lebih baik agak sedikit bersabar. "Kasihan bayinya, Bu. Sesak." Aku mencari alasan agar Bu Parsiah mau melepas pelukannya.Benar saja, perlahan, dia merenggangkan pelukannya. Aku jadi terharu. Hati ini bisa merasakan, kalau dia sayang sama anakku. "Biarkan Non Rachel pulang," kata Pak Sugeng, sambil membimbing bahu istrinya.Wajah Bu Parsiah terus menunduk, tampak takut. Entah sama siapa. "Yuk ah. Mas udah lapar." Mas Mondi mengulurkan tangannya padaku. Aku langsung menyambutnya

  • RUMAH EYANG   Bab 32

    "Chel, aku yakin sekali, pasti waktu itu kamu kerasukan arwah Hartati," kata Nunik, memastikan kalau dugaan kami tak salah. Aku masih diam, mencoba menarik benang merah dari setiap peristiwa yang kualami di rumah ini. "Aku rasa, untuk memutus semua ini, kita harus mencari tau penyebab kematian Hartati yang sebenarnya. Bang Yoga curiga, kalau Hartati bukan murni kecelakaan dulu." Aku menelan ludah, haruskah aku menceritakan apa sebenarnya yang kulihat di mimpiku pada Nunik? Terus terang, aku malu menceritakan kalau ayahku dulu berselingkuh dengan Eyang. Apalagi keduanya sudah tiada. Rasanya tak baik menceritakan aib yang memang sengaja disembunyikan itu. Apalagi, dalam mimpiku itu, aku melihat mereka membu nuh Hartati dengan keji. Malu sekali rasanya menceritakan ini. Bi Lasmi, tau tidak ya, cerita yang sebenarnya? Astaghfirullah, itu kan hanya mimpi. Bagaimana aku berpikir kalau itu adalah cerita yang benar? Kalau tak benar, untuk apa aku mimpi seperti itu? Kepalaku rasanya pusing

DMCA.com Protection Status