Share

Bab 19

Penulis: KARTIKA DEKA
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-30 10:15:14

Mas Mondi terlihat senang aku membelikan motor sesuai dengan yang dia idamkan selama ini. Sore ini, dia mengajakku keliling kampung. Walau baru pertama ke kampung ini. Mas Mondi terlihat cukup percaya diri dan tak takut kalau kami akan tersesat.

Aku menyapa setiap orang, meski banyak orang yang jadi bingung karena sama sekali belum mengenalku. Sekarang memang belum, tapi nanti mereka pasti akan kenal sama aku. Ada baiknya aku beramah tamah sejak sekarang. Lagipula aku memang terbiasa ramah, sejak dulu.

Aku melihat Yoga yang sedang menggembala lembunya. Sepertinya dia akan pulang.

"Mas, Mas, berhenti dulu di situ. Itu teman aku," kataku pada Mas Mondi seraya menunjuk Yoga.

"Teman bagaimana?"

"Dia teman masa kecilku. Kemarin waktu pergi sama Zain. Zain yang mengenalkan aku lagi sama dia. Istrinya juga teman aku," jelasku.

Mas Mondi mau juga berhenti di dekat Yoga. Yoga juga berhenti memperhatikan kami. Tatapannya masih saja sama kayak kemarin, saat aku pertama bertemu dengannya, di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • RUMAH EYANG   Bab 20

    "Non sebaiknya balik ke rumah Bu Sandra. Sudah mulai petang. Tak baik wanita hamil hari gini di luar rumah," kata Pak Sugeng. Dia mengusirku secara halus. Kenapa ya, Pak Sugeng seperti tak senang melihatku? Ah, barangkali saja memang dia seperti itu orangnya. "Saya permisi, Pak," kataku."Uhhh." Bu Parsiah terlihat keberatan aku pergi. Dia tak mau melepas lenganku dari pelukannya. "Bu, lepasin. Non Rachel nggak boleh sampai Maghrib di sini," kata Pak Sugeng pada Bu Parsiah. "Besok, kita jumpa lagi, ya Bu. Ibu boleh datang ke rumah Eyang," kataku.Dia melihatku, kepalanya manggut-manggut seolah bertanya, apa benar hal yang baru saja aku katakan. Aku menangkapnya seperti itu sih. "Iya. Ibu boleh main ke rumah Eyang. Saya tunggu ya," kataku, baru dia mau melepas lenganku.Aku jalan terus meninggalkan rumah Pak Sugeng yang terasa nyaman. Sesekali aku melihat ke belakang. Setiap aku menoleh, Bu Parsiah akan melambaikan tangannya dengan hati gembira.Setelah sampai di jalan yang menghu

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-30
  • RUMAH EYANG   Bab 21

    Bertepatan dengan itu, Zain masuk. Zain sangat terkejut melihat rambutku yang ditarik paksa oleh Mas Mondi. Zain cepat memukul tangan Mas Mondi, hingga Mas Mondi mundur beberapa langkah. "Arggghhh!" Dia mengerang. Aku cepat beringsut mundur. Aku sangat takut melihat suamiku sendiri. Ternyata seperti itu orang yang kerasukan. Hingga dia tak bisa mengenali aku, istrinya sendiri. "Keluar dari tubuh orang ini!" perintah Zain, mungkin pada sosok yang merasuki raga Mas Mondi. Mas Mondi menatap wajah Zain dengan berang. Mulutnya menyeringai. Dia tampak seperti zombi. Begitulah yang bisa kugambarkan tentang Mas Mondi saat ini.Mulut Zain terlihat berkomat-kamit. Tangannya terus direngtangkan ke arah Mas Mondi yang ada di hadapannya itu."Allahu Akbar." Dengan gerakan yang sangat cepat. Zain menepuk dahi Mas Mondi, dan tangannya terus menempel di dahi Mas Mondi dengan satu tangan lainnya mengunci tubuh Mas Mondi dari belakang. Ini seperti gerakan silat. "Arrrghh arrghh arghh." Mas Mondi t

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31
  • RUMAH EYANG   Bab 22

    Tak terasa, sudah seratus hari Eyang meninggal. Anehnya, aku tak lagi mengalami gangguan apapun. Semua tampak normal dan biasa saja. Kehamilanku juga semakin besar, dan sudah mulai memasuki usia sembilan bulan. Tak lama lagi, akan ada tangis bayi di rumah ini. Semakin hari, aku semakin betah di rumah Eyang. Orang-orang yang ramah, lingkungan yang masih segar dan asri bikin aku merasa sangat menyukai tempat ini. Beberapa lukisan kembali kupajang. Agar rumah tampak lebih berwarna. Sebenarnya Zain melarangku, memajang lukisan itu, karena terlalu sempurna dan sangat mirip dengan aslinya. Menurut Zain, setan sangat suka bersemayam di balik lukisan yang sempurna seperti itu. Lain halnya kalau lukisan itu berbentuk karikatur, atau hanya sebagian. Namun, aku terlanjur suka. Sayang, lukisan bagus hanya disimpan di gudang. Aku mendengar suara motor masuk ke halaman rumah. Aku segera keluar, ingin melihat siapa yang datang. "Ayah!" Aku sangat senang, Ayah yang datang. Aku langsung menghampi

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31
  • RUMAH EYANG   Bab 23

    Malam ini, saat tinggal aku dan Ayah yang mengobrol. Aku coba tanya soal pernyataan Ayah tadi. Tadi tak sempat kutanyakan, karena ada Zain. Mas Mondi sudah lebih dulu tidur, capek katanya. Kami ngobrol berdua di teras rumah. "Ayah tau, kalau Ibu dulu suka sama Ayah Zain?" selidikku. "Tau. Ibumu tak bisa menyembunyikannya dari Ayah. Sikapnya itu tak bisa bohong. Ayah tau, si Togar itu sikapnya menyenangkan. Persis anaknya tadi. Ayah juga sudah baca di buku harian ibumu." Alisku menaut mendengarnya. Ayah bicara seolah-olah tanpa ada beban. Flat aja gitu. Apa Ayah tak merasa cemburu?"Ayah nggak cemburu?" tanyaku. Ayah malah tersenyum melihatku. "Awalnya, iya, Ayah cemburu. Tapi nggak lama-lama. Karena Ayah tau, si Togar itu hanya cinta masa lalu ibu kamu. Cinta monyet. Orangnya memang baik. Dia juga tak tau, kalau ibumu dulu sempat suka sama dia. Makanya dia biasa saja saat bersama ibumu. Jadi, buat apa Ayah cemburu? Malah bikin Togar tau tentang perasaan ibumu.""Salut lah sama Ay

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31
  • RUMAH EYANG   Bab 24

    Mataku melihat langit-langit kamarku. Aku tak lagi ada di halaman luar. Ternyata tadi hanya mimpi, namun terasa sangat nyata. Tubuhku juga terasa sangat letih, seolah benar, aku baru melewati kejadian yang membuat fisikku lelah. Kejadian dalam mimpi tadi, saat aku tenggelam di kolam renang. Azan Subuh sudah berakhir sejak tadi. Iqomah sudah mulai pula dikumandangkan. Aku harus bangkit, untuk menunaikan kewajibanku. "Mas, sholat Subuh." Kubangunkan Mas Mondi dengan lembut."Hem." Begitu saja dia menyahut, tanpa membuka matanya, hanya sekedar menggeser badannya yang semakin berisi sekarang. Nafsu makan Mas Mondi memang sangat besar sekarang. Dia kerap memuji masakan Bi Lasmi yang selalu membuatnya selera makan. "Sholat dulu, Mas. Nanti tidur lagi." Kucoba sekali lagi membangunkan, kali ini dia malah sama sekali tak bergeming. Aku lebih baik duluan aja sholat. Aku juga udah sesak mau buang hajat. Nanti coba lagi dibangunkan. Mas Mondi memang agak susah kalau disuruh sholat. Paling sh

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31
  • RUMAH EYANG   Bab 25

    "Kenapa Hartati?" tanyaku dengan alis menaut. Seandainya saja, aku tak tau soal Hartati anak Bi Lasmi. Mungkin reaksiku akan berbeda dari sekarang."Hartati itu, artinya gadis yang manis. Identik dengan nama gadis Jawa. Tak terlalu kolot juga kan," alasannya."Mas tau nggak, kalau nama anak Bi Lasmi yang meninggal, namanya Hartati?" Aku menyelidik.CiiiitttTiba-tiba dia mengerem mendadak."Aduh." Sampai kepalaku terjedot dasbor. "Sayang, kamu nggak papa?" tanyanya, langsung melihat wajahku. "Nggak papa. Mas kok ngerem mendadak sih? Untung nih perut nggak papa." Aku lebih khawatir dengan kondisi anakku. Syukurlah aku tak merasakan keluhan apapun.Anakku ini sangat kuat, padahal beberapa kali aku terjatuh, tapi alhamdulilah dia baik-baik saja. Semoga saat dia nanti terlahir ke dunia, dia juga memiliki fisik yang kuat. "Maaf. Mas kaget aja. Soalnya baru tau kalau nama anak Bi Lasmi Hartati," katanya. Dahiku melipat. Apa benar, Mas Mondi nggak tau? Apa aku nggak pernah cerita ya?"O

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31
  • RUMAH EYANG   Bab 26

    Malam ini aku tak bisa memejamkan mataku. Penglihatan tadi siang benar-benar mengganggu pikiran. Aku masih tak percaya kalau ayahku adalah orang yang sangat jahat. Bahkan mendengar ayahku bersuara keras saja aku tak pernah.Rasanya ada yang salah dengan apa yang kulihat? Kalau Ayah seorang yang suka berselingkuh, kenapa harus Eyang? Lama kami tinggal di Jakarta. Tak pernah sekalipun Ayah dekat dengan perempuan.Aku bangkit dari tempat tidurku. Membiarkan Mas Mondi nyenyak dalam tidurnya. Rasanya sangat gerah di dalam kamar. Padahal ada kipas angin besar yang berputar di langit-langit kamar.Saat aku keluar dari kamar, aku mendengar suara tangisan dari dalam kamar Ayah. Aku jalan pelan mendekati kamar Ayah, lalu menempelkan telinga di pintu kamar Ayah. Benar, itu seperti suara orang yang sedang menangis. Aku yakin sekali, itu suara Ayah. Suaranya, suara laki-laki, siapa lagi kalau bukan Ayah?Tok tok tokKuketuk pintu kamar itu pelan, agar tak mengganggu tidur Mas Mondi. "Ayah!" pang

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-03
  • RUMAH EYANG   Bab 27

    "Sayang, sebaiknya kita pulang," ajak Mas Mondi. Aku masih menangis di pusara Ayah. Aku masih tak menyangka, Ayah akan pergi secepat ini. Apalagi, Ayah belum mengakui semua perbuatan yang dirinya dan Eyang lakukan. Kenapa Ayah dan Eyang lebih rela membawa dosa itu sampai mati, daripada harus berkata yang sebenarnya. "Ayah tak akan tenang, kalau kamu seperti ini, Sayang." Mas Mondi juga berusaha membujukku. "Maaf, biar nanti saya yang antar pulang Rachel." Walau aku tak melihatnya, tapi aku bisa mendengar, kalau itu adalah suara Zain.Aku tak tau, seperti apa reaksi Mas Mondi mendengar perkataan Zain itu? Aku masih larut dalam kesedihanku sekarang. Mas Mondi mungkin masih berpikir untuk mau membiarkan aku bersama Zain. Tak lama, Mas Mondi pergi meninggalkan kami. Aku memang sedang butuh waktu. Apa yang akan aku lakukan setelah ini? Apa aku harus menceritakan semua pada Bi Lasmi dan Pak Manto? Bahwasanya Eyang dan Ayah yang menyebabkan kematian anak mereka. Beberapa saat, aku meras

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-03

Bab terbaru

  • RUMAH EYANG   Tamat

    Mataku mendelik besar, kala Pak Manto mengarahkan senjata tajam itu ke wajahku. Perih, ujung belati itu menggores wajahku. Apalagi Pak Manto terus menggeser belati itu. Aku meringis, air mata tak mau berhenti keluar dari sudut mataku. Dadaku bergerak turun naik dengan cepat. Seringai di wajahnya membuatku ngeri. Bibirnya tersenyum miring, mengejek ketidak berdayaanku.Dadaku terus bergemuruh dengan cepat, mataku tak mau berkedip kala senjata tajam itu didekatkan ke pipiku. Hanya berjarak satu inci lagi, maka benda itu akan menyayat kulitku. Pak Manto terus menggeser benda itu, sangat perlahan. Dia seolah-olah sengaja membuatku ketakutan. Memancing rasa cemas yang berlebihan. Dia mengangkat benda itu ke atas. Aku hanya bisa pasrah. Kupejamkan mata sangat kuat. Ya Allah, aku pasrah. Terdengar suara benda jatuh dan suara gaduh. “Astaghfirullah hal adzim.” Mataku langsung kubuka saat mendengar suara seseorang yang beristighfar dan suara derap kaki yang saling berkejaran.Terima kasih y

  • RUMAH EYANG   Karena dendam

    “Kamu pasti bohong!” teriakku. Tanganku kuhentak-hentakkan, berharap ikatan akan terlepas.“Kamu tau, bertahun-tahun aku sudah bersabar menghadapi keserakahan Sandra. Aku terima saja, saat dia menguasai seluruh harta warisan dari bapakku. Hanya karena aku anak dari istri kedua, dia tak menganggap aku sama sekali.”Sumpah, aku sangat terkejut. Ternyata benar, Pak Manto adalah anak dari Buyut juga. Sangat banyak rahasia di rumah Eyang yang tidak aku ketahui. Semuanya membuatku bingung juga takut. Kenapa aku baru tau sekarang? Ayah, kenapa Ayah tidak menceritakan semua padaku sebelumnya? Apa Ayah tidak berpikir, kalau aku yang pada akhirnya akan menjadi korban?“Saat dia hanya menjadikan aku dan istriku pesuruhnya pun, aku tak menolak.” Pak Manto bicara sambil mengelilingi meja tempat tubuh ini dibaringkan. Di tangannya ada sebuah pisau daging. Entah untuk apa pisau itu. Apa mereka akan menghabisi aku sekarang? Ya Allah, tolong aku. Tolong anakku. “Sejak kecil, dia tak pernah mau meng

  • RUMAH EYANG   Bab 38

    “Aduuhh.” Aku meringis sambil memegangi kepalaku yang terasa sangat sakit dan pusing sekali.Ya Allah kenapa jadi sakit semua. Kepala sakit, perut sakit. Mas, cepatlah datang. Aku rasanya sudah tak kuat lagi. Ajakku di dalam perut juga terus bergerak dengan sangat aktif. Rasanya sakit sekali. Apa mungkin aku mau melahirkan, tapi belum masuk harinya. Tubuhku sampai berkeringat dingin merasakan sakitnya. Tidur salah, jalan juga salah. Rasanya seluruh tulang yang ada di tubuhku rontok semua. Luar biasa sakit. Ya Allah, tolong. Aku dengar suara gaduh. Suara langkah kaki yang tergesa. Mas Mondi yang datang, bersama dengan Bi Lasmi. Mereka langsung masuk ke kamarku. “Coba baring, Non,” kata Bi Lasmi. Aku segera berbaring, dibantu oleh Mas Mondi. Bi Lasmi langsung memeriksa perutku. “Ini udah mau lahiran. Kayaknya kita nggak sempat ke rumah sakit, anaknya udah mau keluar,” kata Bi Lasmi. Suaranya terdengar panik. Membuat aku juga jadi panik. “Mas, ambilkan air hangat, pake baskom. Air

  • RUMAH EYANG   Bab 37

    "Kamu nggak lagi bercanda kan?" tanya Mas Mondy seolah-olah tak percaya apa yang kukatakan. "Nggak Mas. Ayo." Aku menarik tangan Mas Mondi untuk masuk ke dalam kamar Eyang."Mas geser lemarinya. Ada ruang bawah tanah, Mas," kataku. Aku masih merasa takut dan tegang kalau teringat kejadian yang tadi. Mas Mondi mengintip sedikit dari celah yang ada di belakang lemari, lalu menggeser lemari itu. "Biar Mas aja," cegah Mas Mondi ketika aku ingin membantunya. Sekuat tenaga Mas Mondi menggeser lemari itu, akhirnya bisa juga. Setelah dirasa bisa dilewati satu badan manusia dewasa, Mas Mondi tak lagi menggesernya."Tuh, kan ada pintunya Mas," kataku. Mas Mondi meletakkan telapak tangannya di pintu itu. Membuka kunci yang hanya mengait begitu saja, lalu mendorong pintu itu pelan.Aku memegangi tangan Mas mondy. Aku masih teringat akan kejadian tadi. "Jangan masuk Mas, bahaya," kataku melarangnya untuk masuk."Kamu tunggu di sini aja," katanya. Mas Mondi jalan perlahan menuruni anak tangg

  • RUMAH EYANG   Ruangan bawah tanah

    "Yoga!" Reflek aku menjerit dan berlari ke arah Yoga. Yoga tampak kesakitan memegang punggungnya yang sepertinya sakit sekali. Tak ada siapapun selain Nunik yang terbaring lemah. Siapa yang menyerang Yoga tadi?Aku berjalan mendekati Nunik, untuk melepas ikatan di tubuhnya. Kami harus segera keluar dari ruangan ini. Aku bisa merasakan kalau aura di ruangan ini sangat menyeramkan. Bulu kudukku terus meremang sejak kamu mulai memasuki ruangan ini. "Chel, jangan!" Yoga meneriakiku agar jangan mendekati Nunik. Kami tak mungkin keluar dari ruangan ini tanpa membawa Nunik keluar. Aku abaikan larangan Yoga. Aku menarik dalam nafasku, jantungku berdetak tiga kali lebih cepat dari biasanya. Aku tau, ini bahaya. Kalau kami tak melakukan apapun, juga akan berbahaya untuk Nunik. Perlahan aku jalan, seraya memegangi perutku. Kita kuat Nak. Jangan takut. Bunda nggak akan biarkan apapun terjadi sama kamu.Aku semakin dekat dengan Nunik. Tak ada apapun yang terjadi, membuatku semakin berani. Ti

  • RUMAH EYANG   Mencari Nunik

    ''Bukannya Nunik sudah pulang?" tanyaku."Iya, tadi sudah pulang. Selesai sholat tadi, dia izin mau ke rumah Eyang lagi. Katanya kasihan kau sendirian di rumah," jelas Yoga. "Loh, katanya ada hajatan di rumah saudara kalian?" tanyaku heran. "Memang ada hajatan, tapi kami nggak pergi. Hanya titip amplop saja. Kamu khawatir sama kau, makanya Nunik ke sini. Zain sudah pesan untuk jaga kau."Jelas aku jadi khawatir mendengarnya. Berarti tadi benar Nunik yang datang. Kenapa Bi Lasmi bilang dia tak melihat Nunik? Apa memang dia tak nampak Nunik lewat? Apa tadi suara Nunik?"Bu, Rachel pulang ya," kataku. "Iyah." Dia mengangguk cepat, dengan senyuman yang lebar. "Kita ke rumah Ga." Aku langsung mengajak Yoga ke rumah. "Hati-hati." Aku langsung berbalik mendengar Bu Parsiah bilang hati-hati. Tetapi, dia terlihat sedang bermain dengan bebek. Aku melihat Pak Sugeng yang terus memperhatikan kami. Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Aku cepat menyusul Yoga yang jalan lebih dulu, sambil memeg

  • RUMAH EYANG   Bab 34

    "Rachel! Rachel!" Aku cepat membuka mataku ketika merasakan ada yang mengguncang bahuku.Ternyata Nunik. Nafasku tersengal, seolah baru saja melepaskan beban yang sangat berat. "Kamu kenapa?" tanya Nunik. "Dia datang lagi, Nik," jawabku. Nunik membantuku untuk duduk. "Hartati?" tanyanya, aku mengangguk."Kamu sudah cerita sama Bi Lasmi?" "Belum. Aku nggak enak. Takutnya Bi Lasmi malah jadi sedih." "Iya juga. Kamu udah sholat? Ini sudah lewat Zuhur.""Belum." "Ya udah, sholat dulu sana. Aku tungguin." Aku bangkit, jalan ke kamar mandi untuk berwudhu. Usai berwudhu, aku segera ke kamar, untuk sholat Zuhur. Gubrak. "Oohh arrghhh. To–"Setelah rakaat terakhir aku mendengar suara gaduh dari luar kamar. Suara siapa, apa suara Nunik? Aku jadi tak khusyuk sholat. Rasa khawatir menyergap dalam hati, takut ada apa-apa sama Nunik. Usai salam, aku langsung bangkit tanpa memanjatkan doa. Dengan tubuh masih dibalut mukena aku melihat keluar. Pintu masih tertutup. Nunik kemana?"Nik!" Aku

  • RUMAH EYANG   Bab 33

    "Nanti Rachel kesini lagi sama Hartati," kataku untuk membujuknya, sambil melepaskan pelukannya dari pinggangku. Dia masih enggan, melepas pinggangku. Malah semakin erat memelukku."Buk, lepaskan Non Rachel!" kata Pak Sugeng yang datang lagi. Mungkin dia melihat Bu Parsiah yang terus memelukku. Bu Parsiah menggeleng. "Takut.""Takut apa Bu? Nggak papa kok. Rachel aman sama Mas Mondi." Aku dengan sabar memberinya pengertian. Orang seperti Bu Parsiah tidak bisa diajak bicara kasar. Dia akan berontak nanti. Lebih baik agak sedikit bersabar. "Kasihan bayinya, Bu. Sesak." Aku mencari alasan agar Bu Parsiah mau melepas pelukannya.Benar saja, perlahan, dia merenggangkan pelukannya. Aku jadi terharu. Hati ini bisa merasakan, kalau dia sayang sama anakku. "Biarkan Non Rachel pulang," kata Pak Sugeng, sambil membimbing bahu istrinya.Wajah Bu Parsiah terus menunduk, tampak takut. Entah sama siapa. "Yuk ah. Mas udah lapar." Mas Mondi mengulurkan tangannya padaku. Aku langsung menyambutnya

  • RUMAH EYANG   Bab 32

    "Chel, aku yakin sekali, pasti waktu itu kamu kerasukan arwah Hartati," kata Nunik, memastikan kalau dugaan kami tak salah. Aku masih diam, mencoba menarik benang merah dari setiap peristiwa yang kualami di rumah ini. "Aku rasa, untuk memutus semua ini, kita harus mencari tau penyebab kematian Hartati yang sebenarnya. Bang Yoga curiga, kalau Hartati bukan murni kecelakaan dulu." Aku menelan ludah, haruskah aku menceritakan apa sebenarnya yang kulihat di mimpiku pada Nunik? Terus terang, aku malu menceritakan kalau ayahku dulu berselingkuh dengan Eyang. Apalagi keduanya sudah tiada. Rasanya tak baik menceritakan aib yang memang sengaja disembunyikan itu. Apalagi, dalam mimpiku itu, aku melihat mereka membu nuh Hartati dengan keji. Malu sekali rasanya menceritakan ini. Bi Lasmi, tau tidak ya, cerita yang sebenarnya? Astaghfirullah, itu kan hanya mimpi. Bagaimana aku berpikir kalau itu adalah cerita yang benar? Kalau tak benar, untuk apa aku mimpi seperti itu? Kepalaku rasanya pusing

DMCA.com Protection Status