Part 14 POV IndahMas sela akhir-akhir ini sungguh aneh. Dia kerap membawakanku sepatu, tas, juga baju dengan kualitas bawah. Aku selalu memprotes dia.“Untuk apa semua barang ini, Mas?” tanyaku pada Mas Sela.“Ya buat kamu. Aku ingin membelikan barang-barang itu buat kamu. Aku lihat postingan teman dan aku rasa itu cocok untuk kamu,” jawab Mas Sela sambil berlalu.Aku memandang barang-barang yang menurut kacamataku memiliki kualitas buruk itu. Apa-apaan suamiku itu? Bukankah dia sudah tahu selera fashionku seperti apa?Namaku Indah Mariana. Aku seorang pegawai bank ternama di kota kecil ini. Pekerjaan menuntutku untuk selalu tampil menarik di hadapan customer. Semua itu mempengaruhi gaya berpakaian dan juga seleraku pada sebuah barang.Aku sudah terbiasa membeli dan memakai barang bermerek. Mas Sela tahu itu. Akan tetapi, akhir-akhir ini dia sangat aneh. Membelikanku barang-barang yang bukan seleraku. Ah, bahkan melirik barang-barang itu jika lewat di beranda media sosial pun aku tid
Part 15 POV DiahSetelah berbalas pesan dengan Sela, akhirnya aku tahu darimana akar permasalahan Ambar berbuat hal yang sejahat itu pada Meida. Otak ini lalu merangkai kejadian yang telah berlalu beberapa bulan silam.Indah, istri Sela berkirim pesan dan menanyakan hubungan mereka. Namun, aku tidak memberitahu yang terjadi sebenarnya. Bahkan melakukan kebohongan dengan menutupi semuanya karena tidak mau terlibat dalam urusan mereka. Hingga saat ini, Indah masih mengirim pesan terhadapku. Bertanya tentang hubungan Ambar dan suaminya.Ternyata wanita itu mengadukan chatting kami pada sang suami. Dengan bahasa singkat, menjelaskan pada Sela bahwa aku tidak pernah memberitahu istrinya. Namun, Sela tetap bersikukuh bahwa aku telah membongkar semuanya.Sela: Kenapa kamu menyuruh istriku untuk datang ke sekolah Ambar? Aku bisa mengatasi masalah rumah tanggaku tanpa campur tangan dari kamu. Jadi, jangan pernah lagi ikut campur tentang kehidupanku!Hati diliputi rasa yang, ah tidak bisa diungk
Part 16Wajahku sudah menunjukkan kalau saat ini sedang marah sama Indah. Wanita yang terlihat cantik dengan riasan minimalis dan rambut gaya french twist itu berkali-kali menggigit bibirnya.“Kenapa Bu Indah mencari tahu tentang apa yang terjadi, tetapi malah melaporkan aku sama Pak Sela?” Aku mengulang pertanyaan.“Aku, aku tidak sengaja, Bu Diah. Suamiku memeriksa ponselku dan menemukan chat kita. Aku sedang berusaha mempertahankan keluargaku agar utuh. Aku tidak mau kalau sampai kami berpisah karena masalah ini. Bagaimanapun, aku akan mempertahankan suamiku agar tetap hidup bersama anak-anakku,” kata Indah salah tingkah. Wajahnya terlihat sedih setelah berkata demikian.“Aku tidak peduli bagaimana keadaan rumah tangga Bu Indah. Bu Indah mau mempertahankan atau apa, itu hak Bu Indah. Tapi seharusnya jangan libatkan aku dalam hal ini. Jangan mengkambing hitamkan aku. Karena dengan Pak Sela tahu kita saling berhubungan, anakku sudah menjadi korban kezaliman Ambar di dalam kelas. Buka
Part 17Status Ambar membuat perasaan ini sakit sekali. Apakah memang sudah sedekat itu ia dengan Pak Sela? Sehingga setiap detik mereka harus melaporkan kejadian yang dialami masing-masing.Aku duduk di kursi sambil memandang puluhan siswa yang sibuk mengerjakan soal. Mereka yang setiap hari menungguku untuk diberi ilmu, mereka yang menganggapku tinggi tanpa tahu kerendahan apa yang kurasa. Di hadapan mereka aku terhormat, tetapi di hadapan orang yang punya kuasa, diri ini begitu rendah.Kalau boleh memutar waktu, aku tidak ingin dan tidak mau tahu perselingkuhan mereka.Ponsel berkali-kali berkedip menampilkan panggilan dari Indah. Kesal, langsung saja ku pencet tombol menolak.Aku membenci diri sendiri yang tidak bisa melawan gejolak dan rasa ingin tahu terhadap status Ambar. Padahal, apa yang dia unggah nyatanya banyak menyakiti hati. Namun, tetap saja penasaran.Berhari-hari setelah kejadian itu, Sela belum juga memberikan uang yang seharusnya ku dapat.“Belum dapat juga?” tanya
Part 18Aku tersenyum senang tatkala melihat status Ambar. Akhirnya, guru honor yang selalu dihina ini bisa membuat yang mulia dan yang terhormat Ambar meradang.Rezeki malam ini ditutup dengan pesan dari Bu Yuli yang mengatakan ingin ikut menjual baju-baju.“Kamu masih marah?” tanya Mas Rizal.“Tidak, Mas. Aku hanya merasa minder dan rendah diri. Aku malu, sebagai istri tidak bisa dibanggakan. Bisanya hanya bikin aib saja,” jawabku sambil menutup tubuh dengan selimut.***Sela masih saja diam kala melihatku. Dia belum menunjukkan tanda-tanda akan memberikan hak yang masih ditahannya. Apalagi sekarang Ambar pasti sudah memberitahu tentang bisnis yang disaingi.“Belum dikasih juga?” tanya Mbak Asih saat kami berdua di kantor.“Belum.”“Kamu tunjukkan saja rekaman yang waktu ketemu sama istrinya. Biar tidak salah paham terus,” saran Mbak Asih.“Biarkan saja, Mbak. Aku akan menunggu sampai dia berniat memberikan hakku. Kalau aku menunjukkan rekaman itu sekarang, aku tidak mau dikira mend
Part 19 POV AUTHOR "Jadi bendahara sekarang kok berat sekali ya? Banyak laporan ini itu yang harus dikerjakan," gerutu Ambar sambil meletakkan bolpoin dengan kasar di atas meja. Ia sedang menulis nota untuk pembuatan laporan. "Ya memang berat. Kalau gak sanggup, kamu main HP saja. Biar aku yang kerjakan semua," jawab Sela sambil tersenyum. "Mas, kamu jujur dengan guru-guru masalah keuangan sekolah?" tanya Ambar. "Iya. Aku selalu membuat laporan keuangan yang kotor buat mereka." "Kalau ada uang sisa atau kembalian apa gitu, gimana?" "Ya aku kasih ke Asih. Dia yang pegang uang tabungan." "Semua dikasih? Terus kamu dapat apa?" "Dapat honor bendahara tiap bulan, kan ada. Terus dapat cashback dari belanja barang-barang yang besar. Biasanya itu aku gunakan buat transport sama ganti pulsa." "Alah, kamu kok mau sih, Mas, diperbudak gitu? Enakan mereka dong, dapat uang, dapat THR seenaknya," sahut Ambar. "Aku sudah dapat bayaran." "Bayarannya tidak setimpal dengan pusingnya, Mas. Ke
Part 20Ambar berjualan aneka kerupuk pedas. Diah akan memproduksi lebih dulu. Itu yang dia pikirkan. Sudah terlanjur basah, maka harus mandi sekalian. Tekad Diah dalam hati.“Kakak, kamu ajak Nazmi ke rumah Mbah Putri ya?” kata Diah setelah puas menyindir Ambar lewat status.“Ibu mau kemana?” tanya Meida.“Ibu mau belanja. Ada bisnis baru biar Ibu cepat jadi orang kaya,” jawab Diah sambil tersenyum.Meida bergeming. Alih-alih menuruti perintah ibunya, Meida malah memperhatikan Diah yang lalu lalang memakai jilbab, mengambil tas dan memasukkan dompet ke dalamnya.“Kenapa, Kak? Kok belum ajak Nazmi? Oh baiklah, nanti Ibu antar sekalian pergi,” tanya Diah yang dijawab oleh dirinya sendiri.“Ibu, apa Ibu mau berdagang biar cepat kaya biar tidak dihina Bu Ambar terus?” tanya Meida.Diah berhenti dan mendekati Meida. “Tidak. Ibu berdagang supaya Kakak bisa jajan banyak,” jawab Diah. Tangannya mengusap kepala Meida.Ia sangat sedih karena hinaan terhadap dirinya ternyata membekas pula di ha
Part 21“Kita harus menyiapkan cara lain kalau sampai teman-teman sekolahku tahu tentang penyelewengan dana ini,” kata Sela. “Mereka sudah mulai curiga,” lanjutnya lagi.“Alah, bisa apa sih mereka, Mas? Satu kecamatan bahkan di tingkat kabupaten sudah tahu, kamu adalah bendahara terbaik. Laporan yang kamu buat selalu menjadi percontohan untuk teman-teman yang lain. Satu kecamatan cuma kamu yang bisa mengerjakan laporan dengan begitu baik. Lalu, mau pilih siapa coba? Coba guru-guru sana, adakah yang sekiranya bisa membuat laporan? Tidak ada sepertinya, Mas. Pak Darma sudah tua. Pak Ali, katanya sudah punya tugas lain. Bu Santi gaptek. Mbak Asih juga gaptek. Lagipula dia hanya guru honorer yang tidak memenuhi syarat sebagai bendahara. Diah juga bukan PNS. Siapa lagi guru lainnya yang bisa? Tidak ada.”“Hanya ada satu orang yang berpotensi bisa. Dia adalah Diah. Diah itu cerdas. Dia bisa menguasai sesuatu hal hanya dalam waktu yang sebentar. Semoga saja Diah tidak sampai menjadi PNS di s
ekar tak mau kalah, ia menatap tajam wanita yang ada di hadapannya. “Sekarang aku istri sah Mas Catur dan ibu dari Gendis. Mbak Ambar mau menggoda Mas Catur? Aku punya Ibu yang akan membela.”“Ibu mertua maksudnya?” Ambar tersenyum sinis. “Dia sedang terbaring lemah tidak berdaya, Sekar. Bisa apa coba?” Ia berlalu lebih dulu dan menuju kamar rawat pasien.Sekar berusaha mengejar, tetapi sadar berada di ruangan yang tidak boleh membuat gaduh, ia memelankan langkah memilih mengalah.“Mas, Ibu kenapa?” Ambar berkata lirih pada Catur yang duduk di samping bed pasien. Ia memasang wajah sedih dan mata yang berair.“Ambar, dari mana kamu tahu kalau Ibu sakit?” Catur kaget dan balik bertanya.“Aku gak sengaja lewat warung kamu, Mas. Tadinya ingin bertemu dengan Gendis, sudah lama aku tidak melihat dia, Mas. Tapi karyawan kamu bilang kalau Ibu sedang kritis di rumah sakit. Aku turut prihatin, Mas. Semoga Ibu cepat sembuh ya, Mas,” kata Ambar sambil mengusap pundak Catur.Sekar terbakar cemburu
SEASON 3 PART 2“Iya, Sela sudah kembali lagi hidup dengan Indah dan anak-anaknya. Aku mohon, Ambar, jangan hancurkan kehidupan Sela untuk yang kedua kalinya.”Ambar tak bergeming, menatap wanita yang duduk di hadapannya. “Enak sekali ya, Bu, jadi Mas Sela. Hidupku hancur, dan dia masih kembali bersama keluarganya,” desisnya.“Tidak ada yang enak. Sela juga kehilangan pekerjaannya. Indah juga tidak sebahagia yang kamu kira. Dia harus menerima Sela yang mantan narapidana dan pengangguran.”“Ok, Bu. hari ini cukup. Kalau Mas Sela datang, tolong sampaikan jika anak yang kukandung dulu kini sudah besar dan mencari ayahnya.” Ambar meninggalkan ruang tamu orang tua Sela. “Zafin, ayo pulang,” ucapnya saat sudah di halaman rumah.“Bunda, kita gak jadi ketemu sama Ayah?”“Zafin, ayo kita ketemu Ayah sebentar saja.” Tiba-tiba ibu Sela keluar.“Apa maksudnya, Bu?” tanya Ambar.“Aku akan mengajak Zafin ketemu Sela, tetapi dengan syarat kamu tidak boleh ikut. kamu tunggu di sini saja.”Ambar berpi
Dengan bantuan saudara jauh Ambar, akhirnya dia melahirkan anak keduanya yang berjenis kelamin laki-laki. Ia menjalani hari-hari yang sangat sulit. Berbulan-bulan melewati hidup hanya berdua dengan anak laki-laki yang diberi nama Zafin tanpa ada kabar dari Sela yang masih mendekam di penjara.Bulan telah berganti tahun, anak Ambar semakin beranjak besar dan mulai bisa berbicara. Ambar tidak berani lagi mendatangi Catur karena mantan ibu mertuanya itu terlihat memusuhi. Yang ia tahu, Catur juga sudah hidup bahagia bersama Sekar yang telah dikaruniai anak juga.Suatu ketika, saat Zafin berusia empat tahun ....“Bunda, sebenarnya siapa sih ayahnya Zafin?”“Bunda belum bisa memberitahu siapa ayah Zafin. Tapi suatu hari nanti, kita akan bertemu dengan Ayah,” jawab Ambar sambil mengusap kepala Zafin.“Aku ingin punya ayah, Bunda. Aku malu di sekolah selalu ditanya ayahku siapa. Kata teman-teman aku anak yang tidak punya ayah. Aku cuma punya Bunda saja.”“Iya, kita akan menemui Ayah. Bunda ak
RIVALSEASON 3Hai! Jumpa kembali dengan cerita ini. Maaf, sebenarnya sudah tamat, tetapi kenapa banyak komentar minta lanjut? Ok, saya lanjutkan ya. Saya menghilang lama dari dunia menulis karena banyak hal yang harus diurus di kehidupan nyata.Ok,terakhir ekstra part ketika Sekar sudah punya anak dengan Catur berusia dua tahun ya. Sekarang kita mundur ke alurnya Ambar karena banyak yang penasaran dengan kisah Ambar.Bismillahirrahmanirrahim ....Season 3 Part 1“Selamat menghirup udara bebas, Mbak Ambar. Semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang. Semoga bisa berkumpul dan bahagia bersama keluarga,” ucap seorang sipir sambil membuka pintu besi yang menghubungkan dengan dunia luar dari gedung lapas.“Terima kasih,” jawab Ambar sambil tersenyum.Kaki wanita itu melangkah dari pembatas pintu. Ia segera menghirup udara sebanyak-banyaknya merasakan kebebasan dari gedung yang mengurung selama beberapa bulan.Dengan langkah pelan ia berjalan membawa tas jinjing yang berisi p
EKSTRA PARTPuntung rokok berserakan. Aroma kamar tentu saja tidak sedap. Ditambah lagi beberapa botol minuman yang masih ada isinya dan berhari-hari tidak dibuang.Micella menyesap rokok dalam keadaan terbatuk-batuk. Semenjak Sekar menjauh dari hidupnya hingga akhirnya menikah dengan Catur, hidupnya sudah tidak terarah lagi. Ia keluar dari kampus, kembali ke kotanya dan setiap hari hanya mabuk-mabukan saja.Orang tua Micella sudah kehabisan akal untuk bisa menyembuhkan putri kesayangan dari perbuatan menyimpang. Mereka hanya bisa pasrah dan merawat Micella dengan sebaik-baiknya.Suatu pagi, Micella yang merasa suntuk jalan-jalan keliling komplek. Duduk sendiri di sebuah kursi panjang di trotoar membuat ingatannya berlari pada masa dimana ia dan Andrew masih sekolah. Dengan tatapan kosong memandang rumah yang ada di depan sana. Tempat tinggal sang mantan kekasih, sosok yang sudah tidak akan pernah ia miliki.“Kamu sedang melihat apa di sana, Micel?” Sebuah suara membuat Micella kaget
Part 94 “Maaf, Bu, saya tidak tahu apa-apa. Saya seorang muslim dan saya tidak akan berpindah agama. Cella, kamu keterlaluan melakukan ini semua. Aku tidak suka dengan cara kamu ini,” ucap Sekar marah. “Cella, memilih sebuah agama atau berpindah keyakinan, itu adalah keinginan dari setiap orang. Kamu memaksa orang seperti ini? Maaf, Cella, kami tidak akan pernah menerima siapapun. kamu sudah sangat salah melakukan ini,” kata suster kecewa. Sekar menangis sejadi-jadinya. “Bu, tolong pesankan saya taksi untuk pulang. Saya takut dengan dia, Bu, dia sudah membawa saya ke rumah yang di sana ada pesta s e x sesama jenis. Saya sangat takut dan saya ingin pulang,” kata Sekar yang tiba-tiba memiliki keberanian untuk mengadu. Suster yang sudah berusia di atas lima puluh tahun itu menatap marah pada Boy. “Benar kamu melakukan ini?” “Saya pamit pulang. Saya akan mengantar dia,” kata Cella menarik lengan Sekar secara paksa. “Tidak! Aku akan pulang sendiri,” kata Sekar sambil mengusap air mata
Part 93Sekar ketakutan setengah mati. Terlebih saat merasakan pintu seperti ada yang menggedor. Ia menangis sejadi-jadinya.“Bapak, Ibu, maafkan aku ...,” lirihnya sambil berurai air mata.“Sekar, buka pintunya! Sekar, ini aku, Boy. Buka pintunya!” teriak seseorang dari luar.Antara takut dan ingin mendapat pertolongan, Sekar ragu untuk membuka. Sempat terlintas keinginan untuk kabur, tetapi jendela rupanya memiliki teralis besi yang sangat kuat.“Sekar, buka pintunya!” teriak Sekar dari luar.Sekar bangkit perlahan dan mulai memutar kunci. Membuka sedikit dan berjaga-jaga. Rupanya di luar sudah sepi dan lampu sudah menyala terang, tidak seperti tadi yang menggunakan lampu remang-remang.“Boy, kamu dari mana?” pekik Sekar bernapas lega.“Maaf, aku tadi lama ya keluarnya? Kamu menangis? Buka yang lebar pintunya,” kata Cella yang memahami jika Sekar ketakutan.“Siapa mereka, Boy? Siapa mereka?” tanya Sekar.“Siapa? Tidak ada siapa-siapa,” jawab Cella.“Tidak, Boy, aku tadi melihat bebe
Selama beberapa hari di rumah, Sekar sama sekali tidak berani bermain media sosial. Ia takut berhubungan dengan Boy meskipun rindu dalam hatinya sudah menggunung.Hardi sering menasehati Sri untuk tidak terlalu keras. “Anak kita sedang butuh pertolongan, beri kasih sayang pada dia agar tidak merasa butuh kasih sayang dari orang lain.” Begitulah kalimat yang selalu diucapkan pada sang istri.Perlahan hati Sri mulai melunak. Pagi hari ia akan membangunkan Sekar untuk sholat Subuh, lalu mengajak Sekar berbelanja dan memasak. Wanita itu berusaha mendekatkan diri dengan putrinya.Sekar mulai mau beribadah lima waktu, meski terkadang ia melakukan itu karena merasa terpaksa.“Tuhan itu ada dalam hati kita. Kalau kita beriman pada Tuhan, cukuplah setiap waktu mengingatNya, cukuplah setiap saat menjadi waktu untuk beroda. Tak perlu kamu beribadah lima waktu sehari yang itu justru membebani kamu. Agama itu jangan dijadikan beban. Kalau kamu terus menerus mengingat ibadah, kamu tidak akan punya
Part 91Sekar berlari menghampiri Boy yang hendak masuk.“Kenapa?” Boy bertanya saat paham dirinya seperti ditahan masuk.“Jangan masuk dulu, Boy! Ibu sedang sensitif sekali,” jawab Sekar dengan menahan rasa tidak enak.“Ok, aku bawa kabar bahagia untuk kamu. Aku sudah beli rumah untuk kita tinggali, jadi, kamu tidak akan kubawa hidup di tempat kontrakan lagi,” ucap Boy dengan posisi terhalang pintu pagar setinggi satu meter.“Iya, tapi aku tidak bisa pergi sekarang. Ibu masih membutuhkanku,” sahut Sekar.Meski kecewa, Boy berusaha tersenyum. “Tak apa, kamu akan kujemput kapanpun kamu sudah siap.”Sekar dilema. Wajahnya terlihat bimbang. “Bisakah kamu belajar melupakanku? Aku juga akan belajar melupakan kamu. Bagaimanapun apa yang kita lakukan ini salah,” katanya dengan wajah yang berubah sedih.“Aku tidak akan melarang kamu untuk merawat ayah kamu kok. Kita akan hidup bersama, suatu hari nanti. Aku akan setia menunggu sampai kamu selesai dengan tugasmu di rumah ini,” ucap Boy.Sekar