Part 70Ibra tersadar setelah dioperasi. Ia menatap gips yang membingkai kedua kakinya.“Kenapa aku seperti ini?” tanya Ibra pada sang istri.“Karena kamu omongannya tidak pernah dipikir dulu kalau mau keluar, jadi kamu terkena azab,” jawab istrinya santai.“Kamu kenapa bilang seperti itu? Kamu suka ya melihat aku seperti ini?” tanya Ibra lagi. Sebenarnya ia masih pusing dan masih merasakan sakit yang sangat berat.“Setidaknya dengan ini aku berharap, kamu bisa membedakan mana hal yang baik dan mana yang buruk. Kamu membela temanmu yang salah mati-matian. Ini ;kan akibatnya? Apakah mereka bisa membantumu? Tidak, ‘kan? Makanya, setelah ini, berubahlah. Berteman sih boleh saja. Asalkan jangan begitu amat! Orang salah, kamu membela dan ikut membantu mereka. Kalau sudah seperti ini, mau gimana? Aku bersyukur, kamu yang terkena azabnya. Bukan keluarga kita. Karena rumah kita sudah sering digunakan oleh orang itu untuk berbuat mesum. Aku yang punya rumah sampai malu, tapi mereka benar-benar
Part 71Ambar kembali ke ruang kantor karena merasa kedinginan di dalam kamar mandi. Mata yang sembab menjadikan beberapa orang saling pandang. Namun, mereka sudah tahu apa penyebabnya. Sari memanggil Ambar ke ruang kerjanya. "Duduklah!" perintahnya. Wanita itu duduk dan menundukkan kepala. "BPK sudah mengaudit sekolah kita dan hasilnya sudah disampaikan melalui surat yang dikirmkan labgsung oleh Kadin pada saya." Sari berhenti sebentar u tuk mengatur kata-kata. "Bu Ambar diminta mengembalikan uang salah sejumlah lima puluh dua juta tiga ratus sembilan puluh ribu," katanya lagi. "Selain itu, Bu Ambar, saya berharap Bu Ambar bisa mengambil hikmah dari semua kejadian ini. Berpikir ulang untuk melakukan sebuah tindakan yang bisa membuat kegaduhan. Apalagi harus melibatkan sekolah seperti ini. Saya harap Bu Ambar setelah ini mau mengikuti semua proses tanpa harus pergi-pergi lagi. Karena saya yang pusing, Bu, harus ditanya ini dan itu. Padahal saya bukan pelakunya. Saya juga mendapatka
Part 72POV AmbarHancur, jatuh dan ah, aku tidak bisa menggambarkan segala rasa yang ada dalam dada tatkala mobil patroli polisi menjemputku di sekolah. Dimana lagi wajahku hendak kusembunyikan?Bahkan beberapa orang yang tidak sengaja lewat atau juga beberapa pedagang yang mangkal di depan sekolah juga melihat saat aku harus dibawa bak penjahat besar. Semua pasang mata tidak ada yang tidak menatapku. Padahal aku hanya melakukan sekelumit kesalahan, tetapi mereka semua melihat diri ini seperti orang yang paling hina di dunia.Sebuah mobil berhenti. Aku melihat Diah, rival yang telah ikut andil membuat aku berada di titik terendah dalam hidup ini. Sesaat kami saling bersitatap. Ada pandangan penuh kemenangan terpancar dari sorot matanya. Ia mengenakan seragam korpri untuk menjemput nasibnya yang baru. Ah, dunia terkadang tidak seadil itu. Diah yang tidak punya etika harus mendapatkan keberuntungan yang bertubi-tubi. Sementara aku, aku dirundung duka dan nestapa.Aku menatap tanpa kedi
Part 73Aku mengerjapkan mata dalam keadaan tubuh sudah berbaring di atas bed pemeriksaan. Ternyata selama berjam-jam lamanya pingsan. Beruntung mereka tidak membuangku ke tempat sampah atau ke kali.“Sudah sadar?” Seorang wanita berpakaian serba putih bertanya padaku.Aku memegang kepala karena pusing.‘Selamat ya, atas kehamilannya,” kata wanita cantik itu.“Apa, aku hamil? Jangan ngaco!” kataku sambil bangun. “Aku sudah memakai IUD. Mana mungkin aku hamil?”Wanita itu malah tersenyum. “Maaf, Ibu, yang namanya alat kontrasepsi itu sifatnya hanya mencegah. Tetapi, Allah yang memberikan karunia itu. Hati-hati ya, Bu, kandungannya baru menginjak dua bulan. Sedang dalam masa yang harus dijaga. Ini saya berikan vitamin. Nanti sebentar lagi akan ada polisi yang menjemput Ibu kemari.”Aku diberikan sebuah plastik berisi obat dan wanita cantik itu meninggalkanku.“Aku hamil?” tanyaku lirih sambil mengusap perut yang masih rata. “Mas Sela, ini anakmu, Mas. Kamu sedang apa di sana? Bapak, di
Part 74POV INDAHKamu terjatuh, Mas. Namun sayangnya, kejatuhan kamu itu memberikan efek yang luar biasa untuk kedua anak kita. Terlebih Jihan yang teman-temannya sudah agak paham apa itu perselingkuhan. Dia menangis setiap kali pulang sekolah. Ada saja yang diolok-olokkan oleh kawan sekelasnya. Sampai akhirnya, aku memilih untuk memindahkan sekolah Jihan ke tempat lain.Bukan hal yang mudah untuknya beradaptasi dengan lingkungan baru. Akan tetapi. Itu adalah cara terbaik untuk dapat menyelamatkan mental yang terlanjur jatuh.“Kamu akan terbiasa, Kak. Semua hanya masalah waktu. Lambat laun, kamu akan memiliki banyak teman. Daripada terus disana, itu pasti akan membuat kamu semakin tersiksa,” kataku saat mengutarakan niat memindahkan sekolahnya.“Mama, kenapa Ayah sejahat itu? Mama, kenapa Ayah memiliki orang lain selain Mama? Mama, aku sangat membenci Ayah,” kata Jihan sambil menangis.Aku mencoba mengurai sesak yang hadir dalam dada ini. Dulu, aku pernah mengorbankan Diah untuk harg
Part 75Indah melenggang cantik menuju ruang tahanan Ambar. Untuk pertama kalinya ia akan menemui selingkuhan suaminya itu. Apa yang perempuan itu lakukan harus diberikan pelajaran. Cukup lama memendam rasa kesal dan sakit hati, Indah merasa saat inilah saatnya untuk membalas semuanya.Ambar lemas tidak berdaya. Di dalam tahanan tentu saja tidak ada yang peduli dengan kondisi kesehatannya.“Ada yang membesuk aku lagi?” tanya Ambar kaget. Tak ada bayangan siapa yang datang. Dengan menyeret langkah malas ia berjalan. Seketika berhenti saat melihat seorang wanita yang fotonya sudah sering dia lihat, duduk santai dan memandang ke arahnya.Indah memasang wajah datar dengan melipat kedua tangan di depan dada. Ia kenal dengan salah satu petugas yang ada di sel tahanan perempuan. Polwan adik dari rekan kerjanya di bank dan ia sudah meminta agar Ambar dipastikan mau menemui dia.“Apa kabar?” tanya Indah saat Ambar sudah duduk di hadapannya. “Katanya lagi hamil ya?”Ambar kaget karena Indah tah
Part 76Hukuman kurungan selama enam bulan telah Ambar terima. Hingga detik dimana ia keluar dari ruang sidang untuk menerima sanksi atas perbuatannya itu. keluarganya tidak ada satupun yang datang. Bahkan, ia sama sekali tidak tahu tentang keberadaan ketiga adiknya. Lelaki yang dipanggilnya Om, yang dulu sangat menyayanginya, kini tidak lagi peduli dengan keadaannya.Sepanjang sidang tadi, Ambar sering menoleh ke belakang, mencari-cari barangkali ada orang yang dia kenal yang ikut hadir untuk memberikan penguatan terhadapnya. Namun, hanya kursi-kursi kosong yang ia dapati.Sampai saat itu pun ia tidak tahu bagaimana kabar Sela, lelaki yang sangat dicintainya hingga mengantarkan pada nasib buruk seperti saat ini.Sementara itu, Sela masih berharap jika Indah akan tetap menolongnya. Dua hari menjelang sidang, Indah datang kembali menjenguknya di sel tahanan. Sela langsung mengurai senyum senang.“Apa kabar kamu?” tanya Sela. “Anak-anak apa kabar?”“Baik,” jawab Indah sambil membalas se
Part 77POV CaturMencintaimu bukanlah kesalahan dalam hidupku. Sebab, ada Gendis yang kumiliki sebagai buah dari hasil cinta kita.Ambar, satu nama yang selalu kusebut dalam doa. Bahkan saat ia sudah memilih jalan lain untuk meminta berpisah denganku, mulut ini masih menyebut namanya. Selalu memohon pada Sang Pemilik Hati agar berkenan untuk mengubah kembali perasaannya.Bodoh? Tidak menurutku. Semua demi Gendis. Gadis kecil yang sepanjang perjalanan pulang saat itu, hanya diam saja. Ia memandang pemandangan di luar kereta yang tampak seperti berjalan melewati kami.“Kamu mau beli apa nanti kalau sampai Jogja?” tanyaku pada Gendis sambil mengusap kepalanya.Ia menggeleng pelan.“Ada toko mainan baru dekat taman pintar. Ndis suka kesana, ‘kan? Nanti kita ke taman pintar lalu kita beli mainan di sana, ya?” tanyaku lagi.Gendis menatapku lekat. Ada cairan bening yang menggenang di kelopak mata indahnya. “Aku mau kesana sama Ayah dan Bunda. Aku akan menunggu Bunda pulang, lalu aku akan