Part 73Aku mengerjapkan mata dalam keadaan tubuh sudah berbaring di atas bed pemeriksaan. Ternyata selama berjam-jam lamanya pingsan. Beruntung mereka tidak membuangku ke tempat sampah atau ke kali.“Sudah sadar?” Seorang wanita berpakaian serba putih bertanya padaku.Aku memegang kepala karena pusing.‘Selamat ya, atas kehamilannya,” kata wanita cantik itu.“Apa, aku hamil? Jangan ngaco!” kataku sambil bangun. “Aku sudah memakai IUD. Mana mungkin aku hamil?”Wanita itu malah tersenyum. “Maaf, Ibu, yang namanya alat kontrasepsi itu sifatnya hanya mencegah. Tetapi, Allah yang memberikan karunia itu. Hati-hati ya, Bu, kandungannya baru menginjak dua bulan. Sedang dalam masa yang harus dijaga. Ini saya berikan vitamin. Nanti sebentar lagi akan ada polisi yang menjemput Ibu kemari.”Aku diberikan sebuah plastik berisi obat dan wanita cantik itu meninggalkanku.“Aku hamil?” tanyaku lirih sambil mengusap perut yang masih rata. “Mas Sela, ini anakmu, Mas. Kamu sedang apa di sana? Bapak, di
Part 74POV INDAHKamu terjatuh, Mas. Namun sayangnya, kejatuhan kamu itu memberikan efek yang luar biasa untuk kedua anak kita. Terlebih Jihan yang teman-temannya sudah agak paham apa itu perselingkuhan. Dia menangis setiap kali pulang sekolah. Ada saja yang diolok-olokkan oleh kawan sekelasnya. Sampai akhirnya, aku memilih untuk memindahkan sekolah Jihan ke tempat lain.Bukan hal yang mudah untuknya beradaptasi dengan lingkungan baru. Akan tetapi. Itu adalah cara terbaik untuk dapat menyelamatkan mental yang terlanjur jatuh.“Kamu akan terbiasa, Kak. Semua hanya masalah waktu. Lambat laun, kamu akan memiliki banyak teman. Daripada terus disana, itu pasti akan membuat kamu semakin tersiksa,” kataku saat mengutarakan niat memindahkan sekolahnya.“Mama, kenapa Ayah sejahat itu? Mama, kenapa Ayah memiliki orang lain selain Mama? Mama, aku sangat membenci Ayah,” kata Jihan sambil menangis.Aku mencoba mengurai sesak yang hadir dalam dada ini. Dulu, aku pernah mengorbankan Diah untuk harg
Part 75Indah melenggang cantik menuju ruang tahanan Ambar. Untuk pertama kalinya ia akan menemui selingkuhan suaminya itu. Apa yang perempuan itu lakukan harus diberikan pelajaran. Cukup lama memendam rasa kesal dan sakit hati, Indah merasa saat inilah saatnya untuk membalas semuanya.Ambar lemas tidak berdaya. Di dalam tahanan tentu saja tidak ada yang peduli dengan kondisi kesehatannya.“Ada yang membesuk aku lagi?” tanya Ambar kaget. Tak ada bayangan siapa yang datang. Dengan menyeret langkah malas ia berjalan. Seketika berhenti saat melihat seorang wanita yang fotonya sudah sering dia lihat, duduk santai dan memandang ke arahnya.Indah memasang wajah datar dengan melipat kedua tangan di depan dada. Ia kenal dengan salah satu petugas yang ada di sel tahanan perempuan. Polwan adik dari rekan kerjanya di bank dan ia sudah meminta agar Ambar dipastikan mau menemui dia.“Apa kabar?” tanya Indah saat Ambar sudah duduk di hadapannya. “Katanya lagi hamil ya?”Ambar kaget karena Indah tah
Part 76Hukuman kurungan selama enam bulan telah Ambar terima. Hingga detik dimana ia keluar dari ruang sidang untuk menerima sanksi atas perbuatannya itu. keluarganya tidak ada satupun yang datang. Bahkan, ia sama sekali tidak tahu tentang keberadaan ketiga adiknya. Lelaki yang dipanggilnya Om, yang dulu sangat menyayanginya, kini tidak lagi peduli dengan keadaannya.Sepanjang sidang tadi, Ambar sering menoleh ke belakang, mencari-cari barangkali ada orang yang dia kenal yang ikut hadir untuk memberikan penguatan terhadapnya. Namun, hanya kursi-kursi kosong yang ia dapati.Sampai saat itu pun ia tidak tahu bagaimana kabar Sela, lelaki yang sangat dicintainya hingga mengantarkan pada nasib buruk seperti saat ini.Sementara itu, Sela masih berharap jika Indah akan tetap menolongnya. Dua hari menjelang sidang, Indah datang kembali menjenguknya di sel tahanan. Sela langsung mengurai senyum senang.“Apa kabar kamu?” tanya Sela. “Anak-anak apa kabar?”“Baik,” jawab Indah sambil membalas se
Part 77POV CaturMencintaimu bukanlah kesalahan dalam hidupku. Sebab, ada Gendis yang kumiliki sebagai buah dari hasil cinta kita.Ambar, satu nama yang selalu kusebut dalam doa. Bahkan saat ia sudah memilih jalan lain untuk meminta berpisah denganku, mulut ini masih menyebut namanya. Selalu memohon pada Sang Pemilik Hati agar berkenan untuk mengubah kembali perasaannya.Bodoh? Tidak menurutku. Semua demi Gendis. Gadis kecil yang sepanjang perjalanan pulang saat itu, hanya diam saja. Ia memandang pemandangan di luar kereta yang tampak seperti berjalan melewati kami.“Kamu mau beli apa nanti kalau sampai Jogja?” tanyaku pada Gendis sambil mengusap kepalanya.Ia menggeleng pelan.“Ada toko mainan baru dekat taman pintar. Ndis suka kesana, ‘kan? Nanti kita ke taman pintar lalu kita beli mainan di sana, ya?” tanyaku lagi.Gendis menatapku lekat. Ada cairan bening yang menggenang di kelopak mata indahnya. “Aku mau kesana sama Ayah dan Bunda. Aku akan menunggu Bunda pulang, lalu aku akan
Part 78 Aku duduk diantara mereka. Namun, tidak berhadapan dengan anak Bu Lik Wati yang belum ku ketahui namanya itu. “Mas Catur, ini anak Bu Lik, namanya Sekar. Dia masih kuliah semester akhir mengambil jurusan akuntansi,” kata Bu Lik Wati memperkenalkan. Bibir tertarik membuat sebuah lengkungan kecil. Mengangguk pada pemilik nama Sekar. Ia pun menarik bibirnya sedikit. Seperti terpaksa. Mata ini lalu melirik Ibu. Apa-apaan, Ibu menjodohkanku dengan anak kuliahan? Bukannya Ibu sendiri yang mengatakan kalau aku tidak boleh menikah dengan perempuan yang berpendidikan tinggi? Ah, tidak, waktu itu Ibu hanya bilang perempuan yang berseragam. Namun, Sekar anak kuliahan. Pasti tidak akan mau menikah denganku. Suara Pak Dhe Bagyo yang mengucapkan salam pembuka membuatku kaget dan menoleh. “Terima kasih atas kedatangan keluarga Pak Mujiono dan Ibu Wati. Kami merasa sangat tersanjung dengan niat dan keinginan Bapak dan Ibu untuk menjodohkan putra putri kita,” sambung Pak Dhe Bagyo. Meski
Part 79Motor kulajukan dengan kecepatan tinggi. Ingin rasanya cepat sampai ke rumah untuk bertanya pada Ibu. Ah tidak. Lebih tepatnya aku akan melakukan protes.Sampai di rumah hampir senja. Gegas aku sholat lebih dulu agar hati tenang dan tidak terpancing amarah karena merasa Ibu sudah mempermalukanku.Wanita yang sangat kukasihi itu sedang menata piring di lemari. Aku segera menghampiri.“Buk ....”Beliau menoleh dan tersenyum.“Sudah diantar pulang Sekar-nya?” tanya Ibu.“Sudah. Bu, Ibu apa-apaan sih menjodohkanku dengan Sekar? Ibu pernah bilang ‘kan kalau tidak mau aku menikah dengan perempuan yang tidak sepadan? Ini kenapa mencarikan gadis yang masih kuliah? Dia juga umurnya jauh dibawahku pastinya,” kataku tidak tahan langsung memprotes.“Siapa yang menjodohkan kamu dengan Sekar? Ibunya sendiri yang minta kok. Ibu tidak berani lah, catur cari-cari jodoh buat kamu. Lagian, kenapa sih, kamu belum menceraikan Ambar? Masih berharap dia kembali?” Ibu malah balik menyalahkanku. “Catu
Part 80Semua makanan yang akan ku kirim ke tempat Sekar mengadakan camping sudah siap. Dengan dibantu karyawan, makanan itu juga sudah ada di mobil pick up dan aku sendiri yang akan mengantarkan ke tempat itu. menahan rasa kecewa karena sebelumnya sudah berencana akan menemui Ambar.Sekar sudah menelpon dan akan menunggu di pinggir jalan saja, katanya. Agar aku tidak kerepotan mengantarkan sampai tempat parkir. Dari kejauhan sudah kulihat Sekar berdiri di pinggir jalan. Ia memakai setelan olahraga dan menungguku dengan seorang teman. Teman yang kemarin juga bersamanya saat bertemu di sekitar daerah kampus.“Mas Catur,” sapa Sekar sambil mendekatiku yang baru saja turun dari mobil.“Sudah lama menunggu, ya?” tanyaku.“Belum. Baru saja aku sampai di sini. Oh, iya, turunkan saja semuanya. Nanti aku yang bawa kesana,” kata Sekar lagi.“Ini ada titipan cemilan dari Ibu,” kataku sambil memberikan sebungkus kotak makanan ringan. Ibu memang menitipkan untuk Sekar.“Oh, iya, terima kasih,” ka