Part 60
"Kejadiannya jam berapa emangnya, Mei? Maksudnya Pak Harjo cerita sama kamu kapan?" tanyaku.
"Tadi siang di sekolah," jawab Mei.
"Berarti bukan karena status aku dong, Mei."
"Iya, tapi mendingan kamu hapus. Daripada kamu dilaporkan ke dinas."
"Emang Pak Harjo bilang apa?"
"Pak Harjo bilang, Diah itu memang tidak tahu diri ya. Memaksa kepala sekolah untuk minta bendahara diganti, tapi setelah itu malah tidak bertanggung jawab dengan melempar pekerjaan ke orang lain. Ini pelakunya, kalau sampai dinas tahu, bisa kasus ini. Gitu bilangnya. Aku sih sudah coba bela kamu. Lha mungkin saja Diah minta diajari Nila apa salah, Pak? Jangan seenaknya lho kalau bicara. Sampai menyebar foto segala."
Setelah mengakhiri telepon dengan Mei, aku segera menghapus status yang kutulis. Namun, mengganti yang baru.
Part 61Hening. Pak Kadin menatap mereka satu per satu. "Ataukah ada sesuatu yang lain yang kalian ikut tutupi? Kenapa yang diganti bendahara sekolah A, yang ikut marah orang satu kecamatan?" hardik beliau. "Benar-benar memalukan institusi pendidikan. Saya sangat kecewa pada kalian yang katanya bertitel sebagai seorang guru.""Pak kok saya dibawa-bawa?" tanya Ibra."Jelaskan Bu Diah!" perintah Pak Kadin.Aku mengangkat kepala merasa memiliki sebuah dukungan dari orang nomor satu di dunia pendidikan yang ada di kabupaten. "Pak Ibra dan Bu Ambar orang yang sedari awal saya masuk grup bendahara yang selalu membully dengan berbagai macam hal. Saya berusaha dijatuhkan mentalnya dan saya tahu, Bu Ambar bercerita masalah yang terjadi di grup dengan seseorang. Bu Ambar mengatakan kalau saya sedang dijatuhkan mentalnya sekaligus juga mengharapkan dengan usaha kalian itu saya akan mundur dan
"Pak Sela, minta maaf sama Bu Nila!"Sela berdiri dan mendekati Nila. Nila sama sepertiku hanya menyentuh ujung tangan Sela."Baik, sudah selesai untuk beberapa hal. Saya minta selain Bu Diah, Pak Sela dan Bu Ambar silakan keluar," kata Pak Kadin.Kali ini aku kaget. Kami bertiga tetap tinggal di sini? Namun, aku mengikuti saja apa yang Pak Kadin titahkan."Say, aku keluar dulu ya? Kutunggu di luar," kata Nila sambil berbisik."Ingat! Jangan suka ikut campur urusan orang!" kata Pak Kadin mengingatkan untuk yang terakhir kali."Iya, Pak, terima kasih," kata Harjo.Tinggallah kami bertiga. Pak Kadin bangkit dan mengambil ponsel. Lalu menekan layarnya beberapa saat."Bu Diah, ceritakan semua dari awal dan harus jujur. Anda saya anggap sebagai wakil masyarakat," kata Pak Kadin.
Part 62POV AmbarAku kalah? Tidak! Itu tidak ada dalam kamus hidup seorang Ambar. Apalagi yang harus mengalahkan adalah Diah. Sosok rival yang pernah kalah dulu.Dari segi apapun juga, aku menang. Yang pertama, wajahku jauh lebih cantik. Masa iya, orang cantik sepertiku harus kalah dengan Diah?Yang kedua, aku sudah PNS. Yang ketiga, aku punya banyak teman di paguyuban. Yang keempat, Mas Sela adalah sosok yang terhormat. Oh, tidak bisa aku kalah. Enak saja. Yang kelima, Diah itu anak kampung, berbeda denganku yang datang dari kota besar, jadi aku lebih berpengalaman tentang banyak hal dibandingkan dia. Maka aku membuat sebuah rencana dengan Ibra, teman setia kami berdua--untuk membuat mental Diah terjatuh.Dimulai dari membully-nya di grup. Aku dan Ibra sudah sepakat untuk membully dia dengan harapan Diah akan mundur dari posisinya saat ini. Dan cara itu gagal. Heran aku sama orang yang tidak tahu malu seperti Diah. sudah dijatuhkan masih saja tetap bandel. Sebenarnya otak dia itu
Semua orang simpati pada Mas Sela yang bak habis manis sepah dibuang.“Diah itu benci juga sama aku, Pak, karena dia tidak lolos dan posisinya diisi aku. Jadi, saat sudah diangkat, dia ingin bersaing denganku jadi bendahara,” sambungku.“Ya intinya, Diah sudah sejak lama ingin merebut posisiku lah,” kata Mas Sela.“Gini saja sekarang, jangan ada yang mau membantu Diah untuk urusan membuat laporan! Jangan ada yang mengajari dia biar laporannya tidak jadi! Yang jelas bagaimanapun, kita harus bisa membuatnya mundur,” sambung Ibra.“Dia itu licik, iri hati dan dengki. Aku heran sekali dengan orang seperti Diah,” kataku.“Ya dia intinya benar-benar mau merebut posisiku menjadi bendahara lah. Dikiranya dia bisa melakukan itu. Dia pikir ‘kan laporan bisa dibuat dengan meminta bantuan orang lain.” Mas Sela kembali bicara.“Ih, Diah kok seperti itu sih?” kata Mbak Risna.Berhasil. Mbak Risna padahal sahabat Diah, tapi dia sekarang sudah membenci Diah dan artinya, Diah tidak bisa meminta bantua
Part 63POV Author“Bahagia itu sederhana ternyata ya, Nil,” kata Diah pada Nila yang sedang memandang lautan luas untuk melepaskan beban pikiran kami. Nila meminta bayaran atas apa yang dilakukannya hari ini. Nila menolak Diah yang mau membelikan bakso, katanya apa yang terjadi tidak cukup dibayar dengan semangkuk bakso saja. Oleh sebab itu, mereka duduk di sini, di balkon sebuah rumah makan yang ada di tepi pantai.“Apa?” tanya Nila.“Melihat Ambar terjatuh. Itu bahagiaku,” ucap Diah sambil menikmati angin yang menyapu wajah.“Hemh, apa kamu sangat membencinya?” tanya Nila lagi.“Aku sakit hati dengan semua yang dia lakukan terhadapku. Kamu tahu? Aku sempat berpikir, kenapa hidup terasa tidak adil? Kenapa Ambar seolah mendapatkan banyak hal padahal dia telah menyakiti banyak orang. Namun kini, aku sadar, setiap hal ada waktu dan masanya. Ada waktunya berjaya dan asa waktunya terjatuh juga. Mengajari padaku banyak hal.”“Apa?”Diah menoleh pada Nila yang masih memandang lautan lepas
Part 64Sela masuk rumah orang tuanya dan berbaring di kamar, memandang langit-langit dengan perasaan yang sudah hancur lebur. Mau pulang malu pada Indah. Mau bercerita pada ibunya, sudah pasti ia kena marah habis-habisan. Bapaknya beberapa kali terdengar batuk di ruang tengah. Kondisi kesehatan yang sudah memburuk pasca operasi membuat orang tua itu sudah tidak bisa leluasa bergerak. Selama itu pula Sela belum pernah memberi mereka uang. Ia bangkit dan duduk di ruang tamu yang bersebelahan dengan ruangan dimana bapaknya berada. "Kita sudah tidak punya uang, Pak," kata ibu Sela. Sela jelas mendengar percakapan kedua orang itu. "Ya kota terpaksa jual tanah satu-satunya yang sebelah jalan itu," ucap bapaknya. "Itu tanah katanya mau buat rumah Sela. Kalau kita jual, nanti mau buat rumah dimana?""Kenapa harus mikirin dia? Sementara hidup kita terlunta-lunta. Biarkan saja dia tidak dapat warisan. Daripada kita mati kelaparan. Lihat orang tua sakit tidak berpikir sama sekali." Bapak
Seketika grup ramai. Semua marah dan mempertanyakan hal itu. Kecuali Tri, kepala sekolah yang sangat lambat, tidak tegas, bertele-tele dalam menangani sebuah kasus. Juga satu lagi. Sebenarnya ia menyayangi Sela karena selalu menjadi guru untuk seluruh bendahara di kecamatan. Sehingga dia tidak akan pernah berani menegur. Keberanian Sela dalam melakukan penyelewengan dana juga tidak lepas dari sikap Tri yang selalu masa bodoh dengan urusan keuangan. Pria itu selalu berpikir, asalkan dia tidak menggunakan uang itu, asalkan urusan laporan menjadi percontohan dan disanjung banyak orang, maka, tidak masalah meskipun uang dipakai Sela. Sela: Grup ramai. Mereka tidak terima. Ambar: Biarkan saja. Jangan diurusi! Tutup Hp. Aku sudah bawa baju banyak tadi. Aku ngojek dan sudah merencanakan kita akan terbang ke Bali. Uang segitu cukup buat terbang kita berdua kesana, lalu bersenang-senang dalam beberapa hari sampai uang mau habis. Lalu nanti kita pulang lagi naik pesawat. Selama membina hubu
Part 65Beberapa guru maju secara bergantian untuk dimintai keterangan. Semua yang ada di sana memberikan keterangan yang sama. Hanya satu orang yang masih seolah melindunginya, tri. Kepala sekolah yang selalu memperlakukan Sela seperti anak emas. Yang berbeda dengan guru lain.Meskipun sudah terlibat kasus penggelapan uang, Tri masih saja terlihat melindungi Sela.“Kalau sama saya terbuka, tetapi ya kalau guru-guru tidak,” katanya. “Pak Sela ini menjadi andalan semua orang dalam mengerjakan laporan BOS, jadi beliau sangat lihai dalam hal ini.”“Keterangan yang membagongkan. Ditanya kemana jawabnya kemana,” ujar Diah pada teman-temannya yang mendengarkan dari ruang dalam.“Anak laki-laki kok,”“Anak emas.”Ponsel kini telah ada di tangan BPK. Acara audit itu berlangsung sampai sore.Anggota guru lain tertawa bahagia di atas penderitaan Sela. Meski mereka harus mengorbankan waktu pulang lebih lama, tetapi hati mereka puas."Kemarin itu, Ambar buat status lagi di Bali," kata Diah."Ber