Sekilas tentang latar belakang cerita
Gunung Kemukus sendiri berada di wilayah sabuk hijau Waduk Kedungombo. Gunung tersebut masuk ke wilayah Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Sragen—Jawa Tengah.Ritual seks bebas untuk mencari kekayaan di Gunung Kemukus sudah menjadi rahasia umum.Kabarnya, setiap pengunjung harus berziarah ke makam Pangeran Samudra sebanyak tujuh kali pada Kamis Pahing atau Kamis Wage atau pada hari-hari, dan bulan yang diyakini baik.Para peziarah pencari pesugihan melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang bukan suami atau istrinya. Kemudian pasangan pelaku ritual bertukar kontak nomor telepon dan info pribadi.Mereka melakukan perjanjian bertemu kembali di tempat lain untuk berhubungan seks setiap tiga puluh lima hari. Hal tersebut mereka lakukan selama tujuh kali berturut-turut untuk menyelesaikan ritual.Jika sudah berhasil lalu melakukan selamatan dan syukuran di Gunung Kemukus. Namun, ritual ini tak bisa dilakukan oleh orang yang mempunyai weton ganjil.Cerita ditulis berdasar kisah nyata yang difiksikan agar indah untuk dibaca. Semoga bisa jadi pembelajaran bersama. Ritual pesugihan jenis apa pun adalah salah satu bentuk kemusyrikan karena memohon kepada Jin selain kepada Tuhan Yang Maha Esa."Kekayaan, umur, dan popularitas itu seperti minum dari air lautan yang asin. Makin kau minum, makin haus yang kamu dapatkan."-Shaykh Ahmad Musa Jibril-•••¤•°•¤•°••••"Eh, Ibu-Ibu! Tuh liatin si Saimah mau ke mari. Pasti pada diborong dagangan Yu Tun ama dia.”“Perasaan dia ndak pernah kerja, suaminya pun sama-sama nguli kayak suamiku. Kadang rame kadang sepi.Heran, ya! Hampir tiap bulan beli perhiasan. Uang dari mana coba?”“Jangan suudzon Ibu-ibu. Bisa jadi Mbak Saimah habis dapat warisan dari orang tuanya,” jawab Yu Tun untuk meredam ghibah para ibu-ibu pelanggan sayur di gerobaknya.Ia tak ingin sayur dagangannya jadi korban gara-gara ada pelanggan bertengkar sampai aksi jambak-jambakan karena ghibah. Saimah semakin mendekat ke arah gerobak Yu Tun dengan ditingkahi bisik-bisik usil ibu-ibu yang memang ahli menggosip.“Sst ...! Dia udah dekat. Liat dompetnya tebel dan kalungnya udah ganti lagi.”“Iya, lo. Kakinya sekarang dikasih gelang juga. Makin kaya dia.”“Ssst! Udah Ibu-ibu! Bukan urusan kita, uang dia sendiri buat beli,” ucap Yu Tun berusaha meredakan sifat sok tahu para pelanggannya.Saimah akhirnya sudah di dekat dengan ibu-ibu yang lain. Ia tersenyum dan menyapa Yu Tun dan juga yang lain. Wanita berkulit bersih ini mulai memilah-milah sayur dan ikan di atas gerobak.“Mau masak apa, Im? Tumben beli bumbu lengkap?” tanya Bu Sobir yang kebetulan tetangga sebelah rumah Saimah.Kebetulan pula suami mereka adalah sesama tukang bangunan di sebuah proyek yang sama. Namun, sekitar setahun terakhir ini kehidupan keluarga Saimah telah melejit mengalahkan keluarga Bu Sobir.Oleh sebab itu wanita berperawakan gemuk ini sedikit banyak menaruh rasa iri. Secara memang, suami mereka sama hal soal jumlah gaji dan juga tak ada usaha sampingan. “Eh, Bu Sobir. Ini, Mas Parman ingin dimasakin rendang," jawab Saimah yang membawa bumbu rendang di tangan kanannya."Wah, perasaan gajian masih seminggu lagi. Kamu sudah bisa beli daging? Kita-kita aja pada ngirit bener, beli tempe dan kerupuk biar bisa sampe gajian," cerocos Bu Sobir.Saimah hanya menanggapinya dengan senyum lalu wanita berdaster bunga-bunga ini segera membayar semua total barang belanjaan dan segera berlalu meninggalkan ibu-ibu tukang ghibah."Eh, jangan-jangan, si Saimah dan suaminya itu ngepet. Masa tiap hari makan enak mulu. Banyak duit mereka. Parman itu diajakin suamiku, mana mungkin gajinya lebih gede?”Bu Sobir memulai gosip lagi dan langsung dibumbui ibu-ibu yang lain. Sedangkan Yu Tun banyak mampu menggeleng dan segera berpamitan akan keliling ke gang lain.“Ibu-ibu maaf, saya lanjut keliling dulu. Permisi!”Yu Tun berpamitan yang ditanggapi senyuman oleh para ibu kang ghibah. Mereka lebih asik menggosip daripada berbelanja.“Loh, Yu Tuun! Wah udah jauh dia. Belanjaanku belum lengkap, udah pergi.”“Makanya kalo mau ngobrol tenang, lengkapi dulu belanjaan, Bu,” sahut Bu Sobir yang sudah bersiap memberi sekilas info gosip lagi."Bener, bisa jadi si Parman itu mencuri bahan material di proyek. Nggak mungkin, kan, hasil dari kerja. Masa gaji suami aku yang lebih gede hanya mampu beli daging sebulan sekali. Ini cincin aja mas kawin dulu, gelang pun dapat dari arisan dua tahun lalu, gak ganti-ganti, " ucap Bu Sobir semakin bersemangat.Kemudian bahasan baru itu mendengung menjadi topik utama pagi itu. Dari balik pintu rumah di depan para penghibah, Kesi mendengar semua obrolan ibu-ibu itu.Kesi adalah janda tanpa anak, yang tinggal sendiri di lingkungan tersebut dan sukses menjadi sasaran empuk biang gosip. Sama halnya dengan Saimah, janda hitam manis ini dalam waktu setahun telah berhasil merenovasi rumah peninggalan orang tuanya menjadi rumah mewah di kampung tersebut.***"Mau ke mana, Mas?" tanya Saimah saat melihat Parman mengenakan jaketnya."Ada orang boyongan di kampung sebelah. Lumayan upah borongan," jawab Parman dengan senyum mengembang."Pulangnya jam berapa? Kok, berangkatnya dadakan begini?"Saimah melihat jam dinding yang sudah menunjuk angka delapan malam."Barusan dapat WA, butuh tambahan tukang bongkar. Banyak muatan. Gak sampai Subuh, udah pulang," jawab Parman sambil berpamitan.Setelah sang suami pergi, Saimah segera menelepon seseorang. Sebuah nomor kontak diberi nama Parmiati berhasil dihubungi.“Ya, Sayang! Gimana?”Terdengar sahutan seorang pria dari seberang telepon. Tampak keduanya sudah saling mengenal sangat akrab.“Mas, bisa malam ini. Gak usah nunggu minggu depan. Ritual terakhir, kan?”“Iya, Sayang! Entar Mas ajak kamu saat pasang sajen.”“Emang’e gak ngajak istri?”“Enggak perlu amat. Kan, Mas yang lakuin ritual dengan kamu.”“Aku cuma bantuin doang, Mas. Coba wetonku genap, udah kaya dari kemarin.”“Jangan bilang gitu, Sayang. Bukannya tiap aku ada duit, pasti kirim ke kamu. Habis pasang sajen, Mas beliin kamu rumah.”“Beneran? Makasih, Mas. Semakin cinta sama kamu. Tapi istrimu gak tau, kan?”“Ya, taulah! Dia yang suruh ke Kemukus. Cuma dia gak bisa ikutan karena sakit rematik. Akhirnya, aku sendirian tuntaskan ritual.”“Yodah, jemput aku di tempat biasa. Aku barusan pesan taksi online turun di sana.”“Okey, Sayang. Muach!”Saimah segera mematikan ponsel lalu bersiap-siap ganti baju. Malam ini ia akan membantu salah seorang pelanggan menyelesaikan ritual terakhir syarat dari pesugihan Gunung Kemukus.Profesi pasangan ritual ini telah ia jalani selama 14 bulan dengan empat pelanggan. Sekarang tinggal satu pelanggan barusan yang harus ia bantu tuntaskan ritual. Ya, ia bersama pelanggan ini akan melakukan hubungan intim sebanyak tujuh kali di setiap tiga puluh lima hari.Akhirnya, karena mereka sering berhubungan secara fisik hati pun ikut bicara. Itu kata semua pelanggan yang telah memakai jasa Saimah dan berhasil kaya karena ritual dituntaskan dengan baik.Namun, Saimah hanya mencintai pria barusan dengan hati, sedangkan yang lain hanya pemanis bibir semata agar hubungan langgeng dan duit semakin lancar terkirim ke nomor rekening wanita bersuami ini.Parman yang lugu tak pernah tahu perbuatan Saimah ini karena sang wanita begitu lihai mengatur waktu. Kalau pun sekarang, Saimah selalu pegang duit banyak, wanita ini selalu berkilah kalau itu adalah hasil berjualan skin care yang lagi ngetren saat ini.Bisnis lancar, selingkuhan dengan pria idaman semakin mesra, dan duit mengalir dari empat pelanggan yang satu persatu semakin sukses menjadi orang kaya.Drrrtt! Drrrrtt!“Ngapain Kesi telepon?” tanya Saimah sambil ngedumel sambil mengusap layar ponsel untuk menerima panggilan.“Ya, halo?”“Im, besok ikut aku, ya?”“Ikut ke mana?”“Diajakin ketemuan dengan istri Mas Win.”“Bukannya dia udah tau kalo kalian pasangan ritual udah lama?”“Iya. Aku mau dinikahin Mas Win, jadi istri kedua.”“Kamu mau?”“Enggaklah! Bisa tutup buku rekening kalo aku nikah dengan dia.”“Kalo dicukupi sama dia. Udah kaya tuh! Warung bakso dia udah banyak cabang.”“Enggak enak, Im. Cuma dapat duit dari dia.”Akhirnya, Saimah terpaksa mengakhiri pembicaraan karena harus segera pergi.•••¤•°•¤•••¤•°•¤•••"Istrinya, kan, udah tau kalo kalian pasangan ritual hampir setaon ini?”“Iya. Aku mau dinikahin Mas Win, jadi istri kedua.”“Kamu mau?”“Enggaklah! Bisa tutup buku rekening kalo aku nikah dengan dia.”“Kalo dicukupi sama dia. Udah kaya tuh! Warung bakso dia udah banyak cabang.”“Enggak enak, Im. Cuma dapat duit dari dia.”Akhirnya, Saimah terpaksa mengakhiri pembicaraan karena harus segera pergi. Kesi adalah teman Saimah semasa SMP, sejak menikah ia pindah ke lain kota. Akhirnya setelah bercerai, wanita hitam manis ini kembali ke tempat asal dan bertemu dengan Saimah, sahabat masa kecilnya.Saimah segera mengganti dasternya dengan celana jeans dipadukan tank top berwarna merah maron dan ditutup dengan jaket kulit warna cokelat. Penampilan wanita berusia tiga puluh lima tahun ini tak kalah seksi dengan gadis umur dua puluhan.Wajah ayu khas wanita Jawa dengan kulit kuning langsat hasil perawatan klinik kecantikan ternama, tak dipungkiri merupakan saya pikat paling manjur untuk menjerat
“Enggaklah! Gak apa-apa. Yang perlu, kan, aku. Kamu jadi mempermudahnya. Lagian diajak enak sama kamu, masak gak mau?”Saimah yang mendengarnya jadi tersipu malu. Memang diakui dalam hati, pelanggannya ini adalah pria idaman dari bentuk fisik dan tutur kata daripada pelang yang lain. Namun, tiap kali dirinya akan terhanyut cinta, perasaan itu buru-buru ia tepiskan.Dalam otak Saimah hanya tersimpan harta. Seperti rencana awal dirinya, mencari pesugihan di Gunung Kemukus tak kesampaian karena tak berweton genap. Ia kelahiran Jumat Pon yang berjumlah weton 13, tak bisa mengikuti ritual.Akhirnya secara kebetulan mendapat tawaran dari seorang pria untuk menjadi pasangan ritualnya. Dari pelanggan pertama ini, Saimah mendapat cipratan hasil pesugihan dan menjadi candu baginya.Ia semakin lihai memainkan peran sebagai pasangan ritual para pria pelaku pesugihan. Hingga mendapat empat pelanggan, yang harus ia ikuti ritual mereka sampai tuntas. Tentu saja ada imbalan sejumlah harta untuknya.“
l"Sejam lagi sampe, Mas.”“B-bisa pulih, gak? Kayaknya udah tak utuh lagi ini. Aauch ... hati-hati.”“Tenang, Mas. Bisa. Aku udah kasih tau soal ini kemarin.”Mobil menembus gelap malam di jalan yang semakin sunyi menuju Gunung Kemukus. Kini, mereka telah sampai di jalan utama menuju tempat pesugihan. Kabut hitam menyelimuti sepanjang perjalanan hingga akhirnya mobil telah sampai di tempat parkir.Saimah segera turun dari mobil lalu membantu sang pria turun dan memapahnya menuju tangga, jalan menuju puncak Gunung Kemukus. Sang pria dengan langkah tertatih-tatih dan mulut meringis menapaki tangga dipapah Saimah.Beruntung anak tangga menuju puncak telah terpasang lampu penerangan berjarak setiap meter. Jadi mempermudah bagi peziarah maupun pelaku ritual pesugihan melaluinya saat malam hari seperti ini.“Mas, berhenti sebentar, ya. Nafasku habis. Ada air nih, Mas mau minum juga?”“Airnya berisi obat anti nyeri?”“Aish ... apaan? Buat tambah tenaga. Obat Mas ada di atas. Bentar juga samp
"Mas, ini kunci mobilnya. Aku izin pulang dulu, kebetulan ada kenalan mengajak barengan.”“Kenalan pria?”“Wanita Mas. Pelaku ritual juga. Udah selesai dan akan pulang. Aku harus buru-buru pulang, takut suamiku sudah sampe rumah. Maaf, Mas.”“Iya, gak papa. Makasih, ya. Entar siang, aku hubungi.”“Baik, Mas.”Saimah pun melangkah pergi diiringi tatapan pria pelanggan. Wanita berkulit bersih ini terpaksa berpura-pura menuruni anak tangga untuk mengelabui pria barusan. Ia harus menunggu dulu sampai sang pria melaksanakan ritual persembahan dulu. Oleh karena Saimah tak kunjung datang calon pelanggan baru mencarinya ke bawah kembali.“Mbak! Ngapain di situ?”“Maaf, barusan liat teman. Saya kehilangan jejak, Pak.”Akhirnya, mereka menapaki anak tangga menuju atas kembali. Saimah merasa bersyukur sang pria pelanggan telah khusyuk melakukan persembahan bersama kuncen. Wanita ini bersama pria berkepala plontos langsung menuju sendang untuk memulai ritual awal permohonan pada Sang Ratu.Berunt
“Oh, ya, Pak. Jadi kapan saya kerjain borongannya?” tanya Parman kepada Pak Brahim.“Harusnya pagi ini, Mas Parman mulai mengukur tembok. Tapi saya masih ada keperluan. Gimana kalo sore saja?”“Boleh! Kebetulan semalam saya habis lembur. Ini barusan pulang, mampir toko buat beliin istri.”“Yaudah. Mas Parman istirahat dulu. Nanti jam 5 sore, saya tunggu di rumah baru," ucap Pak Brahim sambil mengamati barang belanjaan Parman.“Baik, Pak. Saya permisi duluan," balas Parman sambil mengangguk.“Silakan!”Parman menyalami Pak Brahim lalu berjalan menuju tempat motor terparkir. Pria berkulit gelap tersebut mengendarai kendaraan roda duanya ke arah rumah. Sepeninggal tukang bangunan tersebut, pria berkepala plontos segera masuk toko.Saimah yang berada dalam mobil mengawasi kepergian suaminya. Ia membuka tas untuk mengambil ponsel lalu menghidupkannya. Dugaan wanita ini tepat dan sesaat kemudian ponsel berbunyi.“Assalammu'alaikum, Mas,” jawab Saimah sembari tersenyum.Untung aku segera sad
“Bukan, Mas Parman. Rumah baru saya beli.”“Oh, pantas saja. Saya sudah di depan rumah lama, kok sepi. Gerbang tergembok.”“Saya sedang diluar, Mas. Maaf, tadi lupa gak kasih alamat. Segera saya kirim alamat via pesan. Oh ya. Hampir lupa. Hari ini saya kasih Dp dulu. Segera saya transfer. Mohon ditunggu.”“Baik, Pak.Terima kasih sebelumnya. Assalammu'alaikum.”“Wa'alaikumussalam.”Pak Brahim terdiam sejenak. Ia tadi tak salah ucap pada tukang barusan saat bertemu di depan minimarket. Ia telah mengatakan sore hari, tetapi kenapa pria tersebut datang saat ini? Sedangkan jam masih menunjukkan pukul 10 pagi.Akhirnya tanpa sadar Pak Brahim yang kecapekan ikut tertidur di samping Saimah. Keduanya tertidur pulas hingga memasuki alam mimpi. Di alam ini, semua terlihat indah dan menyenangkan.Alam perbukitan nan asri dengan berbagai macam tumbuhan buah yang ranum dan bunga-bunga bermekaran beraroma wangi. Ada tiga sungai mengalirkan cairan berbeda. Sebuah sungai cukup besar mengalirkan susu s
“Dek, tadi Mas jemput kamu ke pasar. Dicari sampe dalam, gak ada. Ponsel mati. Akhirnya iseng-iseng ke rumah juragan. Maunya tanya kerjaan buat nanti sore. Gak taunya dibayar lunas. Heran.”Cerita Parman sesaat setelah taksi telah pergi. Saimah yang mendengar omongan suaminya seketika kaget dan buru-buru bersikap normal agar tak ketahuan.“Juragan siapa, Mas?”“Pak Brahim yang dulu kasih borongan proyek besar. Mau minta pasang keramik di dapur. Sore ini rencananya, Mas ke rumah baru dia. Katanya mau kirim alamat lewat pesan. Belum ada pesan masuk.”“Mas, udah telepon dia?”“Gak. Bisa jadi makasih rehat. Pagi tadi baru perjalanan jauh. Mungkin kecapekan.”Dalam hati, Saimah menjerit, orangnya udah mati, Mas. Gimana mau kirim pesan? Dia pelanggan baruku, yang meninggalkan tanda tanya.“Mas, udah coba hubungi, ponsel gak aktif. Kayaknya, Benar-benar kecapekan. Gimana mau ngukur borongannya? Alamat gak tau? Janjian jam lima, sekarang udah jam empat.”“Kurang sejam lagi, Mas. Tunggu aja.”
“Saimah! Datanglah, temui aku di punden!”Saimah tak adajadwal ke Gunung Kemukus sampai minggu depan karena tak ada hari pasaran untuk ritual. Otomatis, tempat tersebut sepi. Tak bisa mencari pelanggan. Namun, suara barusan telah dua kali menghampirinya. Ada sesuatu yang harus ia tahu soal ini.Saimah pun harus cari alasan ke suaminya agar malam ini bisa pergi ke Gunung Kemukus lagi. Selagi ia sibuk berpikir, taksi telah sampai di depan sebuah swalayan yang dituju. Wanita berpenampilan menarik tak kalah dengan artis di televisi ini segera turun dari taksi.Entah karena wajah dan tubuhnya yang menarik mata para pria terpana atau memang daya seksual telah menyatu di dirinya. Semua pria yang ia lewati seakan-akan enggan berkedip. Bahkan, satpam swalayan sempat mencolok dagunya saat wanita berambut hitam arang ini melewati pintu akan masuk.Saimah berbisik lembut di telinga satpam tersebut.“Kamu mau mati jam berapa, Bang?”Seketika wajah satpam tersebut pucat pasi begitu mendengar suara