“Lo janjian sama penjualnya jam berapa? Kita udah nunggu hampir sejam loh di sini,” ucap Raina jenuh.Raina menemani Luna pergi ke kafe untuk menemui penjual sepatu yang dipesan Luna secara online.“Jam 4. Tadi gue udah sempat hubungin dia, tapi nomornya gak aktif. Mana duitnya udah gue transfer. Kalau sampai gue ditipu bisa mati gue dari nyokap.”“Coba lo telfon lagi. Siapa tahu kali ini diangkat,” suruh Raina.Luna kembali menghubungi sang penjual, namun tetap sama. Tidak ada jawaban. Luna semakin gelisah. Jangan sampai ia ditipu.“Rain, kalau gue ditipu gimana? Harusnya gue curiga apalagi harganya murah.”“Tenang dulu. Kita tunggu aja lagi.” Sebenarnya Raina sudah malas menunggu, tapi melihat Luna yang gelisah membuatnya berusaha untuk membuat Luna tenang.“Mbak Luna, ya?” Keduanya menoleh pada seorang cowok yang berdiri di hadapan mereka.“Iya, saya Luna.”“Saya Alex penjual sepatu yang Mbak hubungin. Maaf ya, Mbak, nunggu lama soalnya saya kena macet. Saya mau telfon Mbak, tapi h
“Rian! Gue mau ngomong sama lo.” Luna menghampiri Rian yang baru saja tiba di parkiran sekolah.Rian mengerutkan keningnya karena raut wajah Luna yang tampak kesal.“Mau ngomong apa?” Rian sudah melepas helmnya. Kemudian merapikan rambutnya sembari menatap kaca spion motornya.“Cewek kemarin siapa? Cewek baru lo? Lo gimana sih katanya mau perjuangin Raina kenapa malah jalan sama cewek lain? Lo tahu Raina kemarin keliatan sedih gara-gara lo. Gue juga ngerasa bersalah sama dia. Kalau gue tahu lo sama cewek lain gue gak akan manggil lo,” cerocos Luna.Rian mengembuskan napasnya mencoba untuk tenang sebelum menjelaskan pada Luna.“Dengarin gue lo salah paham. Cewek kemarin bukan cewek baru gue, tapi teman SMP gue. Gue ketemu sama dia karena ada urusan.”“Lo gak lagi nipu gue, kan? Jangan sampai gue salah dukung orang, kayak Arka.”“Arka? Emang dia kenapa? Apa lo gak suka sama Arka karena ada hubungannya sama Raina?” tanya Rian.“Pokoknya gue belum sepenuhnya percaya sama lo. Sampai lo bis
“Raina!” Raina menoleh ke sumber suara.Arka yang antusias menunggu jawaban Raina mendadak langsung berubah datar ketika melihat Andi berlari menghampiri mereka.“Rain, gawat!” Andi terlihat panik dengan napas ngos-ngosan.Raina mengerutkan kening. “Gawat kenapa?”“Rian dikeroyok sama anak kelas 12.”Raina terkejut. “Kok bisa? Lo udah panggil guru?” “Belum. Gue diancam sama mereka. Tapi kayaknya Liam udah lapor ke Bu Wina.”“Terus Rian di mana?”“Di halaman belakang.”Tanpa menunggu lama, Raina langsung berlari ke arah halaman belakang diikuti Andi. Arka pun segera menyusul."Berhenti!" teriak Raina.Raina segera mendekati mereka yang sedang memukul Rian.“Kalian semua apa-apaan sih? Ini masih di sekolah ngapain berantem kayak gini? Jadi senior bukannya jadi contoh yang baik buat junior malah berantem.”Raina marah. Tidak terima Rian dikeroyok seperti itu.“Lo ceweknya Rian? Eh, salah maksudnya mantan. Bukannya udah gak ada urusan sama dia, ya?” Salah satu senior bertanya sembari te
Raina berjalan menuju kamarnya sembari merutuki dirinya sendiri ketika mengingat kejadian bersama Rian tadi.“Bodoh banget sih lo, Raina. Kenapa lo mikir dia bakal nyium lo?”Raina menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak habis pikir dengan jalan pikirannya. Raina yakin pasti saat ini Rian sedang menertawakannya. Bagaimana kalau nanti Rian menceritakan pada Andi dan Liam? Mungkin Liam tidak akan mengganggunya, tapi Andi? Cowok itu pasti akan terus mengganggunya. Dan mungkin saja cowok itu akan memberitahu satu sekolah.Raina tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi. Mau ditaruh di mana mukanya?“Raina.” Raina terkesiap. Ia langsung menoleh pada mamanya.“Kok baru pulang?”“Iya, soalnya masih antarin Rian pulang.”“Antarin Rian?”“Rian sakit mungkin karena tadi dipukulin kakak kelas. Dia gak mau pulang sendiri jadi aku temenin.” Raina menjelaskan.“Kok bisa Rian dipukulin? Terus gimana keadaan Rian? Dia baik-baik aja, kan? Kasihan banget Rian.”“Dia baik-baik aja kok. Lagian dia udah
“Lo bisa berhenti ngikutin gue gak?” Raina cukup kesal karena Rian mengikutinya dari depan sekolah hingga koridor. Rian tersenyum. “Gue kan udah bilang gue gak akan berhenti sebelum lo maafin gue.”“Maafin lo? Lo pikir gue mau maafin lo setelah lo ngerjain gue kayak kemarin?” Tentu saja Raina makin kesal pada Rian karena kejadian foto kue kemarin.“Gue gak ada niat buat ngerjain lo. Gue cuma suruh lo ngulang biar hasilnya lebih bagus, tapi hasil foto lo gak ada yang bagus.”Raina menatap Rian sinis. Tidak terima karena Rian menjelekkannya seperti itu.“Hasil foto gue emang gak bagus. Tapi lo pikir hasil foto lo juga bagus? Enggak! Bagusan punya Arka daripada lo.”“Kalau bagusan punya Arka gak mungkin nyokap lo suruh gue ke rumah lo lagi. Udahlah lo ngaku aja kalau hasil foto gue yang paling bagus.”“Arka!”Arka menghampiri Raina.“Pagi Ka.”“Pagi Rain.” Arka membalas sapaan Raina sembari tersenyum.Raut wajah Rian berubah ketika Arka datang.“Temenin gue ke kelas, ya? Soalnya ada ora
Luna dan Risa menatap malas Arka ketika cowok itu berada di depan kelas. “Raina di mana?” tanya Arka karena tidak melihat sosok Raina.“Ngapain lo nanya-nanya Raina?” ketus Luna. Seperti biasa Luna memberikan reaksi yang tidak begitu ramah. “Gue mau pulang bareng Raina.”“Lo udah lupa omongan gue beberapa hari yang lalu?”“Sorry, Lun, tapi gue bakal tetap dekatin Raina. Karena gue beneran sayang sama Raina.”“Cih! Gak usah sok-sokan ngomong sayang kalau suka selingkuh.”“Kalian lagi ngomongin apa sih? Kok serius banget?” Raina menghampiri mereka. Seketika mereka langsung diam.“Kok malah diam? Jangan-jangan lagi ngomongin gue, ya?” tebak Raina curiga.“Enggak, dia nanyain lo. Katanya mau pulang bareng,” kata Luna masih terlihat sinis.“Em, Rain, sebenarnya gue mau minta tolong lo temenin gue beli kado buat teman gue. Lo mau kan?”“Boleh.”“Rain, gue sama Risa balik duluan, ya. Bye.”“Bye.”Luna menarik Risa segera pergi. Raina tahu Luna masih tidak suka dengan Arka.*****Setelah s
“Raina! Raina, please dengarin gue dulu. Kemarin itu lo salah paham.” Arka terus mengikuti Raina. Bahkan cowok itu sudah mengikuti Raina dari rumahnya. Pagi-pagi sekali Arka sudah berada di rumah Raina untuk menjelaskan masalah kemarin sekaligus berangkat sekolah bersama Raina, tapi ditolak mentah-mentah oleh Raina.Raina sama sekali tidak mau mendengar penjelasan dari cowok itu. Dan tidak mau memberikan kesempatan.Raina sudah terlalu kecewa dengan Arka. Karena sudah membohonginya.Raina akhirnya berhenti ketika Arka berhasil meraih tangannya.Saat hendak melepas tangannya, tiba-tiba Luna datang dan langsung melepas tangan Raina dari Arka.“Berhenti gangguin Raina. Dia udah gak mau berhubungan sama lo,” tegas Luna.“Gue cuma mau jelasin biar Raina gak salah paham sama gue.”Luna tertawa sinis. “Setelah ketahuan kelakuan buruk lo, lo masih berani mau jelasin ke Raina?”“Raina cuma salah paham sama gue. Kejadian kemarin gak seperti yang lo pikir, Rain. Dia itu mantan gue. Gue udah put
Dian geleng-geleng kepala ketika masuk ke kamar Raina dan mendapati Raina masih tidur pulas sembari memeluk guling.“Raina, ayo bangun. Udah jam tujuh.” Dian menepuk pipi Raina membangunkan Raina.Raina menggeliat. “Masih ngantuk, Ma,” ujarnya masih dengan mata terpejam.Dian menarik kedua lengan Raina. Mau tak mau Raina mengubah posisinya menjadi duduk, tapi matanya masih tetap terpejam. Itu karena Raina masih mengantuk.Walaupun sudah tidur sekitar tiga jam, tapi entah kenapa ia masih mengantuk.“Cepetan bangun terus mandi. Habis itu bantuin mama siapin makan malam.”“Lima menit lagi, Ma.”“Gak ada. Buruan mandi.”Dian mendorong Raina menuju toilet. Karena tidak mau sampai terjatuh Raina pun membuka matanya.“Mandi jangan tidur di kamar mandi. Awas aja, kalau dalam tiga puluh menit kamu belum turun juga mama ke sini lagi.”“Iya, mama bawel.”*****Selesai mandi Raina langsung menghampiri mamanya yang berada di dapur. Raina mengernyitkan keningnya bingung ketika melihat cukup banyak
“Ngapain lo ke sini?” Rian bertanya dengan ekspresi tidak suka. Sama sekali tidak ada niatan untuk menyambut tamunya dengan ramah. Apalagi setelah tahu tamu yang datang adalah Sofhie.Setelah bertemu Raina tadi, “Gue ke sini mau ngomong sama lo. Sebentar aja.”“Lima menit. Habis itu lo udah harus pergi.”Sofhie mengangguk.“Mau ngomong apa?”Sofhie mengambil napas sejenak, lalu mulai berbicara, “Gue ke sini karena mau minta maaf sama lo. Gue nyesal udah ganggu hubungan lo sama Raina. Harusnya gue gak ngelakuin itu. Gue pikir dengan gue kembali lo bakal mau balik lagi sama gue. Ternyata gue salah.”“Soal preman-preman itu? Lo gak mau ngaku?” tanya Rian. Karena Rian masih curiga dengan Sofhie.Sofhie menggeleng. “Gue berterima kasih sama Raina karena dia udah mau nolongin gue. Tapi jujur gue sama sekali gak pernah nyuruh preman-preman itu. Kalau lo gak mau percaya silakan. Gue gak bakal maksa.”“Gue janji gak bakal ganggu hubungan lo sama Raina lagi. Gue bakal pergi jauh biar kalian gak
“Ya ampun, Raina! Itu kenapa jidat lo?” Luna mendekati Raina hendak menyentuh kening Raina, tapi Raina menghindar.“Jatuh kemarin.”“Kok bisa?”“Didorong sama preman.”“Preman? Maksudnya?” Risa ikut bertanya.Kedua sahabatnya bingung dan juga kaget. Raina bisa memaklumi, karena ia memang tidak sempat menceritakan kejadian kemarin pada keduanya. Raina tidak mau mengganggu waktu keduanya. Jadi Raina memilih untuk menceritakan langsung.“Kemarin gue nolongin Sofhie yang digangguin preman. Terus premannya dorong gue. Jadi kayak gini, deh.” Raina menjelaskan secara singkat.“What? Nolongin Sofhie? Serius lo?” Luna mengembuskan napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “Gini ya, dia itu musuh lo. Tapi bisa-bisanya lo nolongin dia?”“Ya, gue kasihan sama dia. Lagian kita harus saling tolong-menolong, kan?”“Iya emang tapi lo mikir-mikir juga kali. Bisa aja dia sengaja nyewa preman-preman itu biar keliatan kalau dia digangguin, tapi ternyata cuma mau narik perhatian lo buat nolongin di
Rian berdecak ketika ponselnya berdering. Ia kesal karena yang meneleponnya adalah Sofhie. Sudah lima kali Rian menolak panggilan cewek itu, tapi Sofhie tidak menyerah menghubunginya.Rian membiarkan ponselnya begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya.Tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Rian yang tadinya ingin mematikan ponselnya segera mengurungkan niatnya karena ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Andi.“Kenapa?”'Yan, gawat!'Rian mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Andi yang cukup panik.“Lo kenapa? Ada masalah?”'Raina.'Rian makin bingung.“Raina? Kenapa Raina?”'Barusan Sofhie telfon gue katanya Raina masuk rumah sakit.'Rian mendadak terdiam. Apa ia tidak salah dengar? “Gue gak salah dengar, kan?” Rian bertanya memastikan.'Iya, Yan. Mendingan lo buruan ke rumah sakit kenanga. Gue juga otw ke sana.'Panggilan pun diakhiri oleh Andi. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia tidak ada waktu untuk mencari semua jawaban itu. Karena yang
“Nyapu sendiri lagi?” Rian menghampiri Raina di kelas setelah pelajaran selesai. Kebetulan Raina sedang menyapu kelas. Tadinya ada beberapa temannya yang juga piket, tapi mereka sudah selesai lebih dulu. Mereka ingin menunggu Raina sampai selesai, tapi Raina menolak dan menyuruh mereka untuk pulang lebih dulu.Raina menoleh sejenak pada Rian, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Enggan menjawab Rian.“Gue bantuin, ya,” tawar Rian.“Gak usah.” Raina menolak.“Udah gak papa biar gue bantuin. Kasihan lo kecapekan.” Rian hendak mengambil alih sapu dari Raina, namun Raina sudah lebih dulu menjauhkannya.“Gak usah ganggu gue,” ucap Raina dingin.“Ya udah, kalau gitu gue nungguin lo sampai selesai, ya. Biar bisa pulang bareng.”Raina kembali menoleh pada Rian dengan satu alis terangkat. “Emang gue bilang mau pulang sama lo?”Rian mengangguk, “Tadi kan kita udah sepakat pulang bareng waktu istirahat.”“Gue gak pernah buat kesepakatan sama lo. Pergi!”“Rain, jangan kayak gini dong. Gue tahu l
Rian memainkan ponselnya sembari menunggu Raina yang kembali dari toilet.Saat sedang asyik dengan ponselnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Lalu, tanpa izin darinya cewek itu langsung memeluk Rian.Rian yang tiba-tiba dipeluk seperti itu langsung terkejut.“Sofhie?” Rian lebih terkejut ketika tahu siapa cewek itu.“Gue gak nyangka kita ketemu di sini. Kayaknya kita emang ditakdirkan buat balikan lagi, deh. Soalnya kita selalu ketemu padahal gak pernah janjian.”“Apaan sih lo. Gak usah ngaco, deh. Lepasin gue.” Rian hendak melepaskan pelukan Sofhie, namun cewek itu malah memeluknya lebih erat.“Sofhie lepasin.”“Rian.”“Ra-Raina.” “Hai Rain. Ketemu lagi kita.” Sofhie menyapa sembari tersenyum.Kesempatan itu Rian gunakan untuk melepas pelukan Sofhie.“Lo tahu gue sama Rian itu emang ditakdirkan buat bersama. Buktinya kita selalu ketemu tanpa diduga. Kayak sekarang ini.” Sofhie menoleh pada Rian. “Iya kan, Yan?”Raina tersenyum sinis. “Takdir? Gak usah sok-sokan ngomong takdir. Rian
Rian mencari Raina ke kelas cewek itu, tapi Raina tidak ada. Rian sudah bertanya pada Luna dan Risa, tapi mereka juga tidak tahu keberadaan Raina.Sejak pagi, Rian belum juga bertemu dengan Raina. Saat Rian pergi ke rumah Raina untuk menjemput cewek itu, Raina ternyata sudah berangkat sekolah lebih dulu.Rian tidak tahu ada apa dengan Raina. Tapi Rian merasa Raina sedang menghindarinya. Apa mungkin Raina menghindar karena takut Rian akan marah pada cewek itu perihal masalah kemarin?Mungkin Rian memang marah pada Raina karena sudah membohonginya, tapi itu kemarin. Sekarang Rian tidak ingin memarahi Raina, tapi ia hanya ingin berbicara dengan Raina. Rian ingin tahu alasan Raina berbohong padanya.“Akhirnya ketemu juga.” Raina menoleh pada Rian.Setelah mencari Raina di beberapa tempat, akhirnya Rian menemukan Raina di rooftop.Raina terkejut, tidak menyangka Rian akan menemukannya. Padahal, daritadi Raina mencoba menghindari Rian.“Lo kenapa hindarin gue? Gue kan udah bilang kemarin ma
“Gue gak akan biarin lo rebut Rian dari gue, Sofhie. Gak akan!” gumam Raina kesal.Ada rasa kesal karena ucapan Sofhie tadi, tapi di lain sisi Raina cukup puas karena bisa memberitahu langsung cewek itu kalau ia tidak akan merelakan Rian kembali bersama cewek itu. Raina harus melakukan itu agar Sofhie sadar kalau dia tidak akan bisa bersama Rian lagi. Karena Rian kini miliknya.“Raina?” Raina yang baru keluar dari cafe terkejut ketika bertemu dengan Liam.Raina seketika langsung tersenyum, “Eh, Liam. Kok sendiri? Gak sama Andi?”“Iya, mau ketemu teman. Lo sendiri ngapain di sini? Gak sama Rian?” Liam balik bertanya.“Em, sama. Ketemu teman juga. Kalau gitu gue duluan, ya.” Raina buru-buru pergi dari sana. Raina terpaksa berbohong pada Liam karena ia tidak mau Liam tahu kalau ia bertemu dengan Sofhie. Karena jika Liam tahu, maka dipastikan Rian juga akan tahu. Dan kalau sampai Rian tahu cowok itu pasti akan marah padanya.Liam merasa ada yang aneh dengan Raina, tapi cowok itu memilih
Andi berlari menghampiri Rian dan Liam yang sedang mengobrol di depan kelas.“Eh, ada berita bagus. Lo berdua mau dengar gak?”“Gak!” jawab keduanya kompak.“Oke, karena lo berdua penasaran banget jadi gue kasih tahu aja deh.”“Terserah lo deh.”Andi tersenyum lalu melanjutkan ucapannya, “Wanda udah pindah sekolah ke luar negeri.”“Serius lo?” Rian yang tadinya tidak peduli langsung merespons.“Serius lah. Masa gue bohong.”“Kapan pindahnya? Kok kita gak tahu?” Liam bertanya.“Jelas lo gak tahu lah. Lo kan gak pernah peduli sama orang lain. Apalagi cari tahu berita kayak gini.”“Bagus deh kalau dia udah pindah.” Rian tersenyum lega. Tentu ia merasa lega karena sudah tidak ada yang mengganggunya lagi.“Emang bagus sih Wanda udah pergi, tapi masalahnya Sofhie muncul lagi. Jadi lo belum bisa dinyatakan bebas.”Rian terdiam. Benar yang dikatakan Andi. Dirinya belum sepenuhnya bebas karena kehadiran Sofhie. Apalagi cewek itu memiliki sifat yang tidak mudah menyerah. Meskipun begitu, Rian t
Rian segera melepaskan tangan Sofhie ketika cewek itu menggenggam tangannya.“Apa yang mau lo jelasin? Gue kasih lo waktu lima menit.”“Bisa pesan minum dulu gak? Gue kangen banget bisa ke kafe ini lagi sama lo. Rasanya udah lama banget kita gak ke sini.”“Oke. Buruan pesan.”Sofhie tersenyum lalu memanggil waiters untuk memesan minuman.“Mbak, saya cappucino satu, ya.” Sofhie lalu beralih menatap Rian, “Lo mau minum apa?”Rian menggeleng.“Yakin? Gak haus?” Sofhie bertanya memastikan.“Hm.”“Ya udah, Mbak, pesanannya itu aja dulu, ya.”Setelah waiters tersebut pergi, Rian kembali berucap, “Buruan ngomong.”“Nunggu minumannya datang dulu, lah, Yan.”Rian menghela napas. “Kalau sampai minumannya datang dan lo gak mau jelasin juga gue pulang.”“Iya, lo gak usah marah-marah dong.”Tak lama kemudian minuman pesanan Sofhie datang.Rian menunggu Sofhie menyeruput minumannya sebelum cewek itu berbicara. Kalau saja Raina tidak menyuruhnya untuk mendengarkan penjelasan Sofhie, Rian tidak akan