Fiorella turun dari brangkar-nya, wanita itu menatap Liam dengan tatapan datarnya. "Kenapa tidak Christian yang menjemputku?""Tuan sedang ada urusan nona, anda akan aku antarkan.""Baiklah." Fiorella menduduki kursi roda yang sudah disiapkan, Liam perlahan mendorong kursi roda itu keluar dari ruangan Fiorella dan keluar dari lobby rumah sakit memasuki mobil putih gading milik Christian. Di dalam perjalanan, Fiorella hanya diam menatap jalanan Seattle yang tengah dibasahi hujan yang cukup deras. berkecamuk, apa yang dikatakan oleh Christian benar. Ia tak bisa berdiam melawan Christian, ia bisa melawan pria itu dengan sifatnya yang dahulu. Oleh karena itu ia harus kembali menjadi dirinya sendiri, menjadi Fiorella yang tak takut dengan apapun, Fiorella yang berani menegakkan harga dirinya tak diinjak-injak oleh siapapun. Liam memberhentikan mobilnya, ia menolehkan kepalanya menatap Fiorella. "Nona, kita sudah sampai." Fiorella mengalihkan atensinya pada Liam, ia mengangguk paham. Per
Christian tersenyum sinis melihat pergerakan Fiorella yang menjelaskan pada awak media mengenai rencana Julia. Manik pria itu terus menatap layar komputernya yang menunjukkan Fiorella tengah terduduk dengan memijit pelipisnya. "Tuan?" Christian menolehkan sedikit kepalanya menatap Liam yang sudah berdiri di sampingnya dengan menundukkan kepalanya."Ada apa Liam?""Apa anda tak berniat membalas Nona Julia?""Balasan?""Ya Tuan, atas apa yang telah ia lakukan terhadap kita.""Liam, ia sudah mendapatkan balasannya sekarang mungkin headline berita sudah terisi oleh wajah dan kasusnya, itu sudah lebih dari cukup.""Baik Tuan." Christian mendirikan tubuhnya, ia menatap Liam sekilas lalu pergi keluar dari ruangan pribadinya menuju ruang konferensi.Ceklek!Christian mendorong pintu itu dengan perlahan, namun yang di dalam seakan mengabaikan kehadirannya saat ini. Di depan sana, Fiorella tampak tenang dengan menajamkan matanya seraya melepaskan blazernya menyisakan crop top yang menutupi tubu
Fiorella membuka matanya perlahan, ia edarkan pandangannya yang masih sedikit mengabur. Setelah penglihatannya jelas, ia menatap tepat disampingnya dimana tubuh seorang pria berbaring dengan posisi menelungkup. Mata Fiorella membulat seketika, ia lantas mendudukkan tubuhnya namun ia hampir berteriak kala mandapati tubuhnya polos tak tertutupi secarik benangpun kecuali selimut yang ia bagi dengan si pria.Fiorella mengetatkan rahangnya, dengan tangan yang mengepal sempurna ia menuruni ranjang dan meraih kain bathrobe lalu mengikatnya tergesa seraya kakinya berjalan mendekati ranjang. "TIAN!!" teriak Fiorella menggelegar.Tak mendapat respon apapun dari Christian Fiorella pun menggeram tertahan. Ia mendudukkan tubuhnya ke tepi ranjang dan ia menggerakkan tangan Christian kasar. "TIAN BANGUN BRENGSEK!!""TIAN!!""Hm.""BANGUN KAU BASTARD!""Kenapa kau berteriak Fio?""Kau menjebakku ya?!" tanya Fiorella dengan sentakkan tajamnya."Menjebak?""Ya! Kau memanfaatkan waktu saat aku mabuk, iy
Christian menatap punggung Liam yang mulai tertelan pintu, pria itu bangkit dari duduknya dan meraih ponsel seraya menatap hamparan kota. "Bagaimana?""Kami sudah mendengarkan semua rencana Regnarok untuk melindungi The Devil dan De'Eagler. Menurutku, akan sangat sulit untukmu menembus pertahanan De'Eagler karena bukan hanya Leonardo yang melindunginya tapi Arthur sendiri yang turun tangan.""Bagaimana bisa si tua itu ikut campur?""Jelas, karena ternyata Jones adalah sahabat karib Arthur. Dan pria itu meminta bantuan Highest Table untuk melindungi De'Eagler, itulah alasan mengapa Arthur mempererat penjagaan dan bantuan dari Regnarok untuk Jones dan kelompoknya.""Ada celah?""Untuk saat ini tak ada Christian, kusarankan jangan bermain api dulu untuk saat ini. Bermainlah di zona nyamanmu jangan berurusan dulu dengan Regnarok. Karena saat ini Regnarok berada di puncak penjagaan dan kewaspadaan, lebih baik kau mengulur waktu.""Baiklah, terus cari tau dan kabari aku yang terjadi di High
Di dalam mobil hanya terisi keheningan, tak ada satupun diantara dua nyawa itu yang berusaha memecah keheningan. Christian yang masih merasa bara api di hatinya membara begitu besar, sementara Fiorella dengan ketakutan akan persepsinya tentang Christian. "Tian?" panggil Fiorella akhinya berusaha memecah keheningan."Apa kau marah?""Tapi kenapa?" Tak ada jawaban dari tiga pertanyaan itu dari Christian, pria itu hanya diam dan mencengkeram setir mobilnya kencang."Tian, bukankah kau tak mencintai aku seharusnya kau baik-baik saja saat melihatku dengan pria lain. Lagipula ia dan aku baru bertemu sekarang jadi_""Tetap saja tak memutus kemungkinan si brengsek itu menyukaimu!""Maksudmu?""Tak lihatkah kau tatapannya terhadapmu!""Tian aku benar-benar tak memperhatikan hal itu, aku hanya menganggapnya teman.""Teman?""Ya.""Teman di hidupmu? Begitu maksudmu kan?""Ya Tuhan, kalau aku berpikir seperti itu untuk apa aku menyembunyikan fakta ini pada Daddy? Kalau aku ingin lepas dari cengke
Two Weeks Later...Malam ini hujan dan petir seakan menyatu menjadi paduan yang cukup menjadi alasan Fiorella meringkuk diatas ranjangnya saat ini. Bahkan ia merasa sangat malas walau hanya sekedar mematikan lampu tempat tidurnya. Namun tiba-tiba lampu itu mati dengan sendirinya, Fiorella yang merasa ketakutan langsung keluar dari selimutnya dan menatap sekitar yang hanya diterangi cahaya rembulan yang meredup. "TIAN! KATE!" teriak Fiorella meminta bantuan namun sama sekali tak ada yang datang hanya untuk mengantarkan lilin untuknya.Fiorella meraih ponselnya dan segera mencari nomor Christian, ia langsung mendeal nomor suaminya itu. "Ada apa Fio?""Tian? Dimana kau?""Aku masih di kantor, kenapa?""Tian, aku takut.""Ada apa?""Lampu mati tiba-tiba, aku pun tak mengerti ada apa ini. Aku sudah berteriak memanggil Kate tapi ia tak kunjung kemari.""Tenanglah, sekarang keluar dan cari tau minta bodyguard untuk menyalakan generatornya.""Baiklah.""Aku akan pulang setelah masalahku seles
"Tian?" Fiorella melirih seraya mendirikan tubuhnya menatap Christian lekat. Christian menjalankan kakinya perlahan mendekati tempat Fiorella berada, manik pria itu menatap lantai dimana Julia sudah tak lagi bernyawa. "Kau membunuhnya?" ulang Christian dengan suara datarnya."Tian, ini semua tidak seperti yang kau lihat.""Memangnya apa yang aku lihat?""Tian, sungguh aku tak membunuh Julia," kilah Fiorella dengan menatap penuh keyakinan pada Christian namun pria itu justru mendekatkan tubuhnya dan mencengkram kelewat kencang bahu ringkih Fiorella."Sst, sakit Tian," adu Fiorella dengan air matanya yang sudah menetes."Katakan, apa alasanmu membunuhnya?""Tian demi Tuhan aku tak membunuhnya, terpikirkan saja tidak." Christian berdecih keras, ia menghentakkan kasar bahu Fiorella hingga membuat wanita itu mundur beberapa langkah."Kau benar-benar membuatku sadar.""Maksudmu?""Aku berusaha menyangkal bahwa kau tak mungkin melakukan hal yang sama seperti yang kakak dan Daddy mu lakukan!
Christian memijit pelipisnya yang mengetat saat ini, rasa emosi masih benar-benar tersimpan di dalam benak pria itu rasanya ia ingin membunuh siapapun yang berhadapan dengannya saat ini. Namun, saat mengingat wajah Fiorella dua minggu lalu perlahan kemarahan itu surut. Christian melirik tepat di jendela yang masih menampilkan hujan lebat di luar sana. Christian mendirikan tubuhnya, ia menatap butiran air yang perlahan berjatuhan dari langit perlahan pikirannya berkelana mengenai keadaan Fiorella, ia sudah menampar dan mencengkeram tak manusiawi bahu wanita itu, sudah dapat dipastikan lebam menghiasi bahu putih istrinya.Memikirkan hal tersebut akhinya Christian mendengus dan berbalik arah keluar dari kamarnya dan menuju kamar Fiorella namun di tengah lorong ia melihat jasad Julia yang masih tergeletak plus dengan darahnya yang masih menggenang mengotori lantai. Segera Christian meraih ponselnya dan menghubungi Liam. "Liam.""Ya Tuan?""Dimana kau?""Aku tengah di kantor Tuan, ada bebe