Ken tidak memiliki alasan untuk membiarkan Kiana tinggal lebih lama lagi di rumah sakit jiwa ini. Setelah dia mengetahui niat busuk Rafael, Ken berencana membuat Kiana pergi. Bagaimana pun caranya. Meski itu artinya, dia mengkhianati Rafael sebagai teman. Mungkin saja, konsekuensi akan Ken terima saat Rafael tahu bisa menyengsarakannya. Namun, dia tidak memiliki pilihan lain.
Entah keberuntungan atau apa, saat ini Rafael tengah terlibat masalah dengan keluarganya. Hingga laki-laki itu tidak masuk kerja. Ken mendengar kalau temannya itu dijodohkan dengan seorang wanita. Berita pertunangan mereka pun sudah menyebar. Namun Rafael yang keras kepala terus menolak. Apalagi saat Guzman berniat mewariskan hampir seluruh hartanya pada Rafael, termasuk perusahaan. Ken sedikitnya tahu kalau ada pertentangan di antara keluarga itu, saat paman Rafael melakukan protes. Menyebabkan keluarga besar yang dipimpin Guzman cukup berguncang. Mungkin itu jug"Kakek sangat senang akhirnya kau mau bertunangan," ucap Guzman pada Rafael yang hanya diam tanpa ekspresi. Dia sama sekali tidak menanggapi perkataan kakek tua di depannya dan hanya menatap ke arah meja. Tidak peduli ada Mili yang duduk di sebelahnya dengan orang tua dari wanita itu duduk tepat di depannya. Pertunangan yang sama sekali tidak dia inginkan harus terjadi. Waktu telah ditetapkan. Membuat Rafael benar-benar marah sampai tidak bisa berkutik. Sialan! Kakek tua itu mengancam akan mencabut jabatannya sebagai penanggung jawab di rumah sakit jiwa, kalau Rafael menolak keinginannya untuk bertunangan dengan Mili. Hingga mau tak mau, Rafael menurutinya. Walaupun dia memberikan syarat, kalau Rafael tidak ingin media menyorot pertunangannya. Dia ingin hanya keluarga dekat saja yang datang. Permintaannya tentu tidak langsung disetujui. Menuai pro-kontra antara kakek dan keluarga tunangannya. Namun Rafael tidak peduli. Hingga mau tak m
Andrew sudah bangun lebih awal dari Kiana. Laki-laki juga yang menyiapkan sarapan saat wanitanya yang masih tertidur pulas karena kegiatan panas semalam. Meski hubungan mereka tidak lebih dari sekadar teman. Mungkin untuk sekarang seperti itu, tapi suatu saat Andrew berharap Kiana bisa menjadi miliknya dan mereka membangun sebuah keluarga kecil bahagia. Senyum manis tersungging di bibirnya. Andrew sangat berharap kalau Kiana hamil. Dia hanya ingin anaknya lahir dari rahim Kiana, bukan wanita lain. Setelah selesai menyiapkan makan dan bersiap-siap berangkat kerja, Andrew menyempatkan diri untuk membangunkan Kiana yang masih tertidur lelap dengan selimut hitam yang membungkus separuh tubuhnya. Kulit yang biasanya terlihat putih itu memerlihatkan bekas kecupan dan cumbuannya semalam. Andrew benar-benar tidak bisa menahan perasaannya untuk memiliki Kiana. Dia sangat amat mencintai wanita itu. "Kiana? Ah, maksudku Ana. Bang
Rutinitas yang sekarang biasa Kiana lakukan adalah merawat tanaman, membersihkan rumah dan menyiapkan makan untuk Andrew pulang. Dia berusaha melupakan semua masalahnya di masa lalu dan pelan-pelan bangkit dengan identitas baru. Kiana yang tinggal berdua bersama Andrew, tidak mau menjadi beban untuk laki-laki itu. Dia sadar kalau dia sudah cukup menjadi beban bagi Andrew. Tidak ada banyak hal yang bisa Kiana lakukan. Dia ingin ikut bekerja sebenarnya dan mengumpulkan uang bersama Andrew, namun Kiana takut pergi ke luar rumah. Apalagi ke pusat kota. Meski identitasnya sekarang bukan lagi Kiana, tapi jika dia terlibat masalah dengan polisi, maka tamatlah riwayatnya. Rumah yang ditinggalinya pun cukup kecil dan berada di tempat terpencil, tapi bukan berarti itu adalah hal buruk baginya. Dia cukup senang dan ternyata di balik semua itu, masih ada hal yang menyenangkan. Sebuah halaman yang begitu luas karena jarangnya rumah-rumah di sekitar
"Tadi, Kak Arkan telepon. Dia memintamu untuk datang malam ini," ucap Kiana pada Andrew yang tertidur dengan pahanya yang menjadi sandaran. Andrew yang lelah setelah bekerja, langsung mencari Kiana dan tidur di pangkuan wanita itu. Dia bahkan belum sempat makan atau ganti pakaian. Sementara Kiana sendiri membiarkannya. Dia dengan lembut mengusap kening Andrew yang berkeringat. Perasaan hatinya menjadi sedikit lebih tenang setelah Andrew datang. "Kamu mengangkatnya?" Mata Andrew yang tadinya terpejam, mulai terbuka dan menatap wajah cantik Kiana dengan bingung. Dia lupa, kalau dia memang meninggalkan ponselnya begitu saja di rumah. "I-iya, Kak Arkan terlihat khawatir. Katanya, Tante Nina dan Om Vino ingin bertemu denganmu, sekalian mereka akan mengadakan syukuran anak-anak Kak Arkan." Lidah Kiana terasa sulit untuk bicara. Dia sama sekali tidak nyaman mengatakan ini. Apalagi kenya
"Akhh, Andrewhh ...." Kiana mengerang dengan mata terpejam, menatap langit-langit kamar. Tubuhnya memanas saat merasakan tangan-tangan kekar Andrew menyentuh dan meremas dadanya. Mencumbu tengkuknya yang terbuka. Lidahnya yang lihai mampu membuat Kiana mabuk kepayang. Bercinta dengan Andrew adalah hal terbaik yang dia lakukan. Debaran dadanya terdengar keras saat tangan-tangan itu mulai menyentuh dan memukul bokong indahnya yang ada tepat di depan mata Andrew. Apalagi saat Andrew bergerak di dalam sana. Kiana merasa penuh. Tubuh terdalamnya begitu hangat. Membuatnya hanya bisa mengeluarkan erangan kenikmatan. Hingga saat Kiana tidak sanggup menahannya lagi, dia jatuh di atas ranjang. Andrew tertawa melihat kekalahan Kiana. Wanita yang dicintainya itu berhasil dibuat mabuk olehnya. Membuat Andrew dengan gemas menggigit cuping telinga Kiana hingga terdengar rengekan disusul oleh desahan keras saat Andrew menghujam titik
Rafael terbangun saat cahaya matahari menerpa wajahnya. Dia terganggu hingga lantas membuka mata. Menyesuaikan penglihatannya sampai sesaat kemudian, Rafael merasakan ada seseorang di sebelahnya. Benar saja, setelah dicek ada Mili yang tertidur sambil memeluk lengannya. Wanita tampak pulas dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Melihat kehadiran wanita asing tersebut, Rafael spontan terduduk dan melotot. Dia mendesis seraya mengacak-acak rambutnya. Apa yang telah dilakukannya semalam? Kenapa Mili sampai ada di atas ranjangnya? Tidak mungkin dia meniduri wanita itu. Rafael berusaha mengingat kejadian sebelumnya. Hingga dia harus mengumpat ketika menyadari kalau semalam, dia hampir saja tergoda rayuan Mili. Sialan. Rafael hampir saja melakukan kesalahan fatal yang akan disesalinya seumur hidup. Beruntung, dia tidak jadi memasuki wanita itu saat bayang-bayang Kiana muncul dan meredam gairahnya. &
"Kau?" Tubuh Kiana membeku. Refleks, tangannya berpegangan erat di lengan Andrew. Menelan ludahnya gugup, bahkan detak jantungnya terdengar sangat cepat. Kenapa? Kenapa orang itu bisa ada di sini? Apakah dia akan ditangkap lagi? Tidak. Kiana tidak mau. Gigi Kiana saling bergemeletuk. Mencoba menghindari tatapan orang itu. Meski kegugupan dan rasa panik, membuatnya sesak napas. Syndrome panic attack, tiba-tiba muncul begitu saja tanpa diduga dan Kiana hanya bisa menjadikan lengan Andrew sebagai pegangan. Hingga entah Andrew menyadarinya atau tidak, laki-laki itu mengelus lengannya seolah berusaha menenangkan Kiana. Andrew berniat menghiraukan panggilan itu dan masuk ke dalam restoran, namun suara laki-laki itu justru kembali menahan langkahnya. "Tunggu, kau Andrew, 'kan? Teman Kiana?" ucapnya sembari menahan tangan Andrew yang akan membawa Kiana pergi menjauh dari sana. Seketika, Andrew
Ken berjalan pelan ke ruangan Rafael. Sesuai ucapannya, dia perlu memastikan tentang kebenaran kata-kata temannya itu. Benarkah kalau Rafael sudah bertindak dan mengetahui keberadaan Kiana atau semua itu hanyalah omong kosong? Diketuknya pintu ruang Rafael, "Rafael? Kau di dalam?" Tak ada sahutan, membuat Ken menghela napas berat. Tidak sama sekali tidak suka perasaan canggung seperti ini. Bahkan mereka terasa asing untuk kali ini. Hanya gara-gara dia menyelamatkan seorang wanita, Rafael langsung menjauhinya dan menganggap dia pengkhianat, tetapi Ken sama sekali tidak menyesali keputusannya untuk membantu Kiana. Sekali lagi, Ken mengetuk pintu dan menyeru nama Rafael. Namun sama sekali tidak ada jawaban dari sana. Pintunya pun dikunci, membuat tidak bisa sembarang orang bebas masuk. Mungkin Rafael takut kalau Ken akan kembali mengacak-acak ruangannya. Tentu saja, siapa orang yang berniat melakukan hal bodoh untuk kedua