MIMPI YANG TERTUNDA
Mobil kami menbrak tiang pembatas jalan cukup keras. Aku terkulai lemas, kepalaku terasa sangat sakit, dahi dan kakiku dipenuhi oleh cairan kental segar yang bercucuran dan mas Ardi.. aku segera membangunkannya."Mas.. mas.. bangun mas.. ", Mas Ardi tak sadarkan diri, aku membangunkan nya dengan panik. Dahi dan lengannya di penuhi oleh darah yang mengalir cukup banyak membuatku semakin panik."Mas... mas.... bangun mas... ", aku membangunkannya dengan sedikit keras karena aku benar benar merasa khawatir melihat keadannya saat ini. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Saat aku sedang berusaha membangunkan mas Ardi tiba tiba saja perutku terasa sangat sakit."Ya Tuhan.. sakit, sakit sekali". Aku merintih kesakitan, melihat kakiku sudah dipenuhi oleh cairan kental berwarna merah, aku pun tersadar bahwa saat ini aku sedang mengandung anaknya mas Ardi."Ya Tuhan.. Anakku.. anakku..!",Tangisku pecah."Ya Tuhan, tolong lindungilah anak dan suamiku," gumamku lirih berlinang air mata. Aku menangis memikirkan nasib orang orang yang aku sayangi, bagaimana keadaan mereka saat ini. Tiba tiba terlintas dalam benakku bahwa saat ini almarhum ayahku sedang menunggu kedatangan kami disana. Aku benar benar sudah tak kuasa menahan semua ini, aku melihat beberapa warga berdatangan menghampiri mobil kami namun tiba tiba kepalaku terasa sangat sakit dan pandanganku mulai kabur, seketika tubuhku pun ambruk.~~~ Terdengar sayup sayup suara seorang wanita yang sedang melantunkan Ayat Ayat Suci disana, aku berusaha untuk membuka mata ini namun masih terasa begitu berat. Tubuhku terasa begitu sakit, aku mencoba untuk menggerakan jari jemariku. Sedikit demi sedikit mata ini terbuka, aku melihat seorang wanita paruh baya yang sedang duduk bersimpuh diatas sajadah menggunakan mukena berwarna putih bersih. Ya, itu adalah ibuku." Bu.. ibu..", dengan suara yang lemah dan sedikit serak aku memanggil ibuku. Ibu terperanjat begitu mendengar suaraku, beliau langsung menghampiriku."Sayang, terimakasih banyak Ya Tuhan", ibu mengucap syukur tanpa henti sambil menangis mengelus rambutku."Sayang, alhamdulillah kamu sudah sadar. Ibu sangat khawatir melihat keadaanmu", Ungkap ibu menangis berderai air mata."Iya bu, Nanda baik baik saja bu", jawabku lemah. Seketika aku teringat pada mas Ardi."Mas Ardi dimana bu? bagaimana keadaannya?", aku bertanya dengan cemas pada ibu."Sayang tidak usah khawatir, suamimu baik baik saja. Dia mengalami luka di dahi dan lengannya, dan sudah boleh pulang seminggu yang lalu sementara kamu sudah terbaring koma tak sadarkan diri disini selama 3 minggu". Jawab ibu membelai rambutku."Aaaapa bu, 3 Minggu? Nanda sudah koma selama 3 minggu?", tanyaku dengan mata terbelalak masih tidak percaya dengan ucapan ibu, aku merasa baru kemarin malam aku dan mas Ardi mengalami kecelakaan ini."Iya sayang, sudah 3 minggu kamu terbaring tak sadarkan diri disini", Jawab ibu meyakinkanku."Lalu bagaimana dengan jasad ayah bu?", tanyaku sambil menangis menahan sesak di dada. Aku merasa sangat menyesal tidak bisa melihat wajah ayahku untuk yang terakhir kalinya."Alhamdulillah, jenazah ayahmu sudah dimakamkan saat itu juga setelah ibu mendapat kabar dari kepolisian bahwa kamu dan suamimu mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan kerumah ibu", Jawab ibu menangis memelukku."Sudah tidak usah dipikirkan. Doakan saja ayah kamu, semoga beliau diampuni dosa dosanya dan diterima semua amal ibadahnya oleh Sang Kuasa", ibu berusaha menenangkanku."Iya bu, maafkan Nanda ya bu", Aku menangis sambil memeluk ibu. Tiba tiba saja perutku terasa begitu perih sehingga membuat ku merintih kesakitan."Bu, perut Nanda sakit sekali bu.. sakit sekali", gumamku lirih sambil memegangi perut yang terasa amat sakit."Sebentar sayang ibu panggilkan dokter dulu", jawab ibu dengan tergesa gesa pergi keluar ruangan untuk memanggil dokter. Tak berselang lama, seorang Dokter datang menghampiri untuk memeriksakan keadaanku, sang dokter mengatakan suatu hal yang memporak porandakan jiwaku."Kondisi pasien sudah membaik, tapi luka diperutnya masih cukup parah itulah mengapa perut pasien masih terasa sakit. Kami akan terus memantau kondisi pasien ya bu", ungkap sang dokter."Iya dok, terimakasih banyak dok", jawab ibuku. Sang Dokter pun berlalu meninggalkan kami. Saat aku masih merasakan sakit yang luar biasa di area perut tiba tiba aku teringat akan nasib seseorang di dalam sana. Ya bayiku, calon bayiku." Bu.. Mana anak nanda bu? apakah Nanda sudah melahirkan? bagaimana kondisinya bu?", aku bertanya dengan sangat cemas."Sayang.. Ibu tau kamu dan nak Ardi sangat menginginkan anak ini, namun nyatanya Allah lebih menyayangi dia nak", jawab ibu menangis berderai air mata."Aaapa bu... maksud ibu? Nanda keguguran?". Tangisku pecah. Aku benar benar tidak dapat membendung lagi air mata ini. Hatiku benar benar hancur, tubuhku terasa sangat lemah tak berdaya, dadaku terasa sangat sesak. Anak yang selama ini kami idam idam kan harus kembali kepada Sang Pencipta karena tragedi kecelakaan itu."Iya sayang, kamu mengalami benturan yang cukup keras dibagian perut sehingga calon bayimu tidak dapat diselamatkan", Ibu menjawab sambil menangis lalu memelukku."Bu, mengapa Nanda diuji seberat ini bu?", Tanyaku pada ibu, aku merasa ujian ini sangat berat untuk ku lalui. Ayah dan Calon anakku seketika diambil saat itu juga dalam waktu yang bersamaan."Sayang.. Ini tanda betapa Tuhan sangat menyayangimu, Tuhan ingin lebih dekat denganmu, Tuhan ingin menghapus semua dosa dosamu", dengan lirih ibu mengusap air mataku."Tapi bu, ini benar benar terasa sangat berat untuk Nanda lalui bu","Iya sayang ibu tahu, ujian yang paling berat itu adalah kehilangan orang orang yang paling kita cintai. Tapi ini semua sudah menjadi Ketetapan Sang Pencipta, kita semua ini hanya titipanNya. Harta, tahta, anak, nyawa.. semua ini milik Nya", ibu menjawab sambil mengusap rambutku. Kata kata ibu benar benar menenangkanku, seketika aku pun merasa sangat bersalah dan menyesal sudah berkeluh kesah kepada Sang Pencipta. Aku benar benar lupa, sejatinya semua akan kembali kepada Sang Pencipta, ucapan ibu benar benar dapat menenangkan dan menyadarkanku."Astagfirullohaladzim, Ya Tuhan maafkan hambamu yang sudah kufur nikmat dan mengingkari Mu". Aku pun menangis di pelukan ibu. Setelah aku diperbolehkan pulang oleh pihak Rumah sakit, aku, mas Ardi dan ibu bergegas untuk pergi berziarah ke makam almarhum ayah."Sayang, yang sabar ya. Tuhan lebih menyayangi ayah dan anak kita". ungkap mas Ardi menguatkanku. Aku tersenyum seraya menyandarkan kepala dibahunya agar sedikit berkurang rasa sedihku saat ini. Begitu sesak dada ini, sekarang aku hanya dapat memeluk batu nisannya. Aku tidak akan pernah bisa lagi melihat wajah, senyum dan tawa ayah. Benar benar terasa sakit dada ini bagai di hujani anak panah, tapi bagaimanapun ini sudah menjadi ketetapan Nya yang harus aku terima.~~~~"Assalamualaikum Nanda..", Ungkap ummi, abi, mas Arya dan beberapa kerabat menyambut kedatanganku. Aku terkejut saat memasuki rumah, rumah telah dipenuhi oleh hiasan bunga mawar yang berwarna warni. Ya. Bunga mawar, terlebih lagi aku memang sangat menyukai bunga mawar apa lagi bunga mawar merah. Bunga mawar sangat indah melambangakan kasih sayang dan sebuah pengorbanan. Selama ini mas Ardi tidak pernah absen untuk memberikan bunga mawar kepadaku setiap bulannya. Katanya itu adalah lambang dan bukti cinta dia padaku. Itulah alasannya mengapa aku sangat menyukai bunga mawar."Waalaikumsalam, Masya Allah terimakasih banyak sudah menyambut kepulanganku dengan sangat meriah", Jawabku dengan riang bahagia"Iya sayang, selalu sabar dan tetap semangat ya", jawab umi memelukku. Umi adalah mertuaku yang sangat baik, lembut juga penyayang."Yang sabar ya Nanda, yakini bahwa inilah yang terbaik untuk kamu dan Ardi", Abi menyemangatiku. Betapa beruntungnya aku memiliki mertua yang sangat peduli dan sayang padaku."Iya abi, umi. Makasih banyak ya", Aku memeluk umi dengan erat lalu mencium takzim tangan abi."Nanda, yang sabar ya", ungkap Mas Arya kakak iparku. Aku pun tersenyum lalu mengangguk kepadanya. Hari ini aku sangat bahagia, dibalik segala musibah dan ujian yang menimpaku ada banyak orang yang menyayangiku, namun ada satu hal yang aku lewatkan."Dimana dia? ya.. dimana dia?", aku bertanya tanya dalam benakku. Dia yang seharusnya paling antusias menyambut kepulanganku, namun saat ini dia tidak terlihat dan menghilang.***DERING TENGAH MALAM"Assalamualaikum, Nanda bagimana kabarnya sekarang? sudah membaik kan? maaf ya kemarin aku tidak sempat mengunjungi kamu. Aku sedang banyak pekerjaan, saat ini aku sedang berada di luar kota. Aku juga sudah tidak bekerja lagi di kantor Mas Ardi, alhamdulillah sekarang aku sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi", ungkap Anggi disana."Waalaikumsalam, iya tidak apa apa Nggi. Alhamdulillah aku sudah baikan", "Maaf ya, insya allah besok lusa aku pulang ke Bandung sekalian mau membereskan barang barang, aku mau pindahan Nda. Aku sudah dapat tempat tinggal yang baru", Ungkapnya terdengar riang."Oh iya, memangnya dimana tempat tinggal kamu yang baru? nanti saat pindahan aku ikut mengantarkan kamu ya","Lumayan jauh dari rumah kamu sayang, kamu sehat dulu ya. Semangat ya sayang", ungkapnya menyemangatiku."Iya Nggi makasih banyak ya,""Iya sayang. Aku pamit dulu ya,Assalamualaikum", ungkapnya."Oh iya, Waalaikumsalam", jawabku sambil mematikan ponsel. Aku mene
PESAN SESEORANG Sudah hampir 1 tahun lebih kami menikah, sikap mas Ardi yang semula cuek sekarang sudah kembali seperti dulu lagi. Dia sangat perhatian, tidak pernah pulang larut malam lagi dan dia menjadi lebih romantis. Dia selalu bersikap mesra terkadang membuat aku malu sendiri kalau kita sedang jalan di tempat umum. "Mas minggu ini jadi kan liburannya?", tanyaku pada nya untuk memastikan agar tak gagal lagi. Ya, beberapa minggu yang lalu disaat kita sudah merencanakan akan pergi berlibur ke Bali tiba tiba saja mas Ardi ada acara mendadak di kantornya dan dengan sangat terpaksa acara kami harus dibatalkan."Iya sayang, insya allah jadi. Tapi", "Tapi apa mas?", tanyaku."Tapi mas mau ke dokter dulu ya", Jawabnya."Ke dokter? memangnya kamu sakit mas? kamu sakit apa? kenapa gak bilang kalau kamu sakit?", tanyaku cemas sambil memegang dahi dan lehernya."Engga sayang, mas baik baik aja. Cuman sudah beberapa hari ini mas tidak nyaman saat buang air kecil terasa sakit. Tadi pagi mas
GARIS DUA BIRU"PRANG!!!", Sebuah gelas terjatuh dari nakas samping tempat tidur mas Ardi. Aku terperanjat, ku lihat mas Ardi pun terbangun dari tidurnya."Astagfirulloh, suara apa itu?", ungkapnya terperanjat seraya bangkit untuk duduk. Segera Ku letakkan ponsel miliknya ke sembarang tempat."Eh mas, ini gelas terjatuh". Ungkapku bergegas membereskan pecahan gelas itu."Ya ampun, kok bisa? biar mas saja sayang yang bereskan","Tidak perlu mas, biar aku saja yang bereskan". Aku bangkit untuk mengambil kantong plastik, ku lihat ponsel mas Ardi sudah tak nampak lagi. Secepat itukah ia mengambil ponselnya? Aku akan mencari tahu sendiri tentang nomor barusan yang menghubungi dan mengirimkan pesan mesra itu. Entah mengapa, perasaanku menjadi tidak karuan. Bagaimana bisa gelas itu tiba tiba terjatuh? apakah mas Ardi dengan sengaja menjatuhkannya?.~~~~ Genap 2 tahun sudah pernikahan kami, saat ini aku sedang sibuk menjalankan usaha Grosir almarhum ayahku. Ibuku saat ini sedang si
RAHASIA BESAR SUAMIKU"Bu Asih!", Teriakan bu Sari seketika menghentikan ucapannya."Sedang apa bu Asih?", tanyaku penasaran."Maaf ya nak Nanda, ceritanya nanti saja kalau nak Nanda sudah lahiran ya, saya pamit undur diri. Assalamualaikum", "Tapi bu", Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, bu Asih sudah melenggang pergi begitu saja meninggalkan rasa penasaran dalam benakku. "Waalaikumsalam bu. Gimana sih bu kok gak dilanjutkan. Maksud bu Asih mas Ardi dan Anggi sedang apa ya?", gumamku pelan. Aku membalikkan tubuh lalu menatap mas Ardi dan Anggi. Kali ini mereka terlihat begitu dekat dan akrab. "Apakah ucapan bu Asih benar adanya? atau bu Asih hanya mengada ngada saja?", gumamku. Memang akhir akhir ini aku sering dilanda rasa cemburu ketika melihat kedekatan antara mas Ardi dan Anggi. Namun aku selalu menepis semua prasangka buruk itu. Tidak mungkin mereka menghianati aku. "Nanda sayang, kemari!", teriak mas Ardi seraya melambaikan tangannya. Aku tersenyum menganggukan
DERING TENGAH MALAM Sudah pukul 22.00 malam, namun mas Ardi masih belum pulang. Saat kuhubungi ponselnya pun tidak aktif. Aku mondar mandir tidak tenang, hatiku kacau tak karuan memikirkan perkataan Febri tadi siang. Aku menatap lagi foto itu, jelas ini memang mas Ardi tapi siapa wanita yang sedang makan malam bersamanya itu?. Aku teringat dengan kejadian kejadian dulu saat mas Ardi sering pulang larut malam. Aku menemukan secarik nota pembayaran makan malam di sebuah restoran mewah, apakah ada hubungannya? telepon masuk dan isi pesan mesra itu, apakah ada kaitannya juga?."Apa mas Ardi menghianati dan berselingkuh dariku?", gumamku lirih. Aku menghempaskan tubuhku, rasanya sesak sekali. Aku harus mencari tahu kebenarannya. Aku harus mencari tahu rahasia apa yang mas Ardi sembunyikan dariku. "Tok tok tok", Aku berjalan lambat menahan rasa sakit di pinggang dan perutku. "Assalamualaikum", sapa mas Ardi."Waalaikumsalam mas", aku mencium takzim tangannya. Aku bersikap se
AWAL KEHANCURAN"Mas Ardi", gumamku tak percaya dengan apa yang barusan aku lihat. Aku mencoba untuk mengekori mobil itu, Jelas. itu adalah mobil milik mas Ardi. Dan siapa wanita yang berada di dalam mobil itu? Masih kuingat dengan jelas, mas Ardi mengatakan akan pulang larut malam karena ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Namun nyatanya ia berdusta!. Sekarang aku semakin yakin bahwa mas Ardi menghianatiku, dengan teganya ia mempermainkan pernikahan suci kami terlebih lagi saat ini aku sedang mengandung darah dagingnya. "Mas, keterlaluan kamu mas!", gumamku penuh amarah. Mobil mas Ardi menepi di sebuah restoran mewah terkenal di Kotaku. Aku hanya bisa menunggu di dalam mobil, aku ingin tahu siapa wanita itu. Mas Ardi keluar dari mobil membukakan pintu mobil wanita itu, dia menggandeng mesra wanita yang memakai gaun merah lalu mereka berjalan beriringan masuk ke dalam restoran. Aku mengikuti langkah mereka. Namun setibanya di dalam restoran, aku kehilangan jej
AIR MATA LUKA"Bukankah itu mas Yoga? sedang apa dia disini? lalu mengapa ia masuk bersama Anggi? ada hubungan apa ia dengan Anggi?", Tak berselang lama, mas yoga keluar lagi dari ruangan tersebut membawa beberapa barang. Aku berjalan untuk menghampirinya."Mas, sedang apa disini?", Tanyaku menepuk pundaknya."Eh Nanda, aku sedang ambil obat dan berkas berkas", jawabnya kerepotan."Loh, kamu kerja jadi kurir sekarang?","Iya, aku sudah pindah kerja. Ardi mana?", tanyanya mencari keberadaan mas Ardi. "Mas Ardi sedang sibuk, jadi aku pergi sendiri","Oh gitu, aku pamit ya sudah ditungguin ini. Assalamualaikum","Iya mas hati hati dijalannya, Waalaikumsalam", Dia berlalu, mas Yoga adalah saudaraku. Aku fikir dia sedang menemani Anggi, ternyata dugaanku salah dia masuk ruangan itu karena sedang bekerja bertugas mengambil beberapa obat dan berkas berkas. Lantas Anggi? untuk apa dia masuk ke unit palayanan KB? dia kan sudah tidak memiliki suami. Aku memutuskan untuk menunggunya terlebi
SERPIHAN LUKA Di depan pintu kamar itu, mereka berpelukan mesra saling bertukar saliva satu sama lain. Nafasku memburu, lututku terasa lemas hingga tak mampu lagi menopang tubuh ini. Kakiku terasa lumpuh mati rasa. Saat mas Ardi menyingkapkan rambut wanita itu, terlihat jelas oleh kedua mataku. Wanita selingkuhan mas Ardi ternyata adalah sahabatku sendiri. "Anggi!", gumamku lirih tak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini. Kedua tanganku menahan rasa sesak yang hinggap di rongga dada. Duniaku terasa hancur sehancurnya! Air mata berderai mengalir membanjiri wajahku. Aku menutup mata tak sanggup lagi melihat penghianatan yang hina ini!, aku mundur perlahan meninggalkan mereka yang saat ini sedang bercumbu mesra. Tangisku pecah. Dadaku terasa sangat sakit! tangan dan kakiku gemetar hebat, aku jatuh tersungkur hingga tak mampu lagi untuk bangkit."Anggi, bagaimana bisa kamu menghianati aku? bagaimana bisa kamu berselingkuh dengan suami sahabatmu sendiri? kamu sudah aku angga
SESAK"Nanda, aku mohon maafkan aku". Mas Ardi memelukku, tak butuh waktu lama untuk aku melepaskan pelukannya dan mendorongnya hingga ia terjatuh tersungkur di lantai."Nanda, tolong beri aku kesempatan untuk yang ke dua kalinya. Aku akan memperbaiki semuanya. Aku mohon Nanda, aku tidak bisa kehilangan kamu dan anak kita". Ungkapnya memelas berlutut dihadapanku, entah mengapa bukannya kasihan namun justru rasa sakit itu datang kembali. Saat aku melihat wajahnya hanya ada rasa sesak dan sakit teramat yang aku rasakan. Benci? tentu saja, bahkan untuk mendengarkan suaranya pun aku sudah enggan. Aku memang sangat mencintainya namun rasa sakit hati dan luka yang ia torehkan lebih besar dari pada rasa cinta ku padanya. "Apa yang kamu lakukan bersama wanita simpananmu itu saat aku terbaring koma tak berdaya dirumah sakit mas?", tanyaku dingin memalingkan wajah enggan untuk menatapnya. Dia nampak terkejut dengan pertanyaanku. Dia bangkit lalu mencoba mendekatiku."Nanda, mengapa kamu be
HILANGNYA HARAPAN"ANGGI!!!". Teriakan itu jelas membuat Anggi terperanjat, selama ia menjalani hubungan dengan sang kekasih, dia tidak pernah dibentak atau diperlakukan buruk olehnya."Kenapa mas? apa ada yang salah!", Anggi mulai meninggikan suaranya."Apa yang ada di pikiran kamu? mengapa kamu membiarkan Nanda melihat semuanya!","Aku memang sengaja melakukan itu agar dia mengetahui hubungan kita. Aku sudah lelah harus terus berpura pura dalam hubungan ini!", Anggi memalingkan wajahnya dengan berlinang air mata."Tapi tidak harus dengan cara itu Anggi!","Lantas harus dengan cara apa lagi mas? aku telah memberikan segalanya untuk kamu mas, aku juga menginginkan kamu mas! aku ingin kamu menjadi milik aku seutuhnya!","Tidak bisa, aku tidak bisa kehilangan Nanda dan Nindya", gumam nya membelakangi tubuh Anggi."Kenapa? lantas bagaimana dengan aku mas? apa kamu hanya ingin mempermainkan aku saja? kamu anggap aku ini apa mas?","Anggi, aku juga mencintai kamu tapi aku tidak bisa keh
DIANTARA DUA CINTA "BUUGGGGGGGG!!!". Wajah Arya terkena pukulan yang cukup keras, aku hanya berdiri mematung terkejut dengan pemandangan yang ada di depan mata ku saat ini, aku menggelengkan kepala untuk menyadarkan diri. Aku melihat Arya jatuh tersungkur kebawah untuk yang ke dua kalinya."Mas Ardi", Teriakku saat menengadahkan wajah untuk melihat siapa pria yang dengan lancang memukuli Arya, ternyata dia adalah suamiku sendiri.. adik kandung Arya. Saat Arya mengetahui adiknya yang telah menyeret dan memukulinya, dia pun bangkit membalas pukulan sang adik."BBBUGGG!, Brengs*k kamu Ardi! Berani beraninya kamu menyeret dan memukuli aku! Harusnya aku yang menghajar kamu hingga babak belur karena perbuatan hina kamu!". Arya menyeret mas Ardi dengan sekuat tenaga lalu memukuli wajah nya hingga cairan merah itu mengalir di bagian mulut dan hidungnya."BBUGGGGG! BBUGGGG!". Saat Arya akan memukul bagian perutnya, mas Ardi menangkis dan mendorong Arya hingga terpental ke jalanan.
DUKA YANG BERKARAT Lamunanku buyar ketika seseorang memanggil namaku. Ya, bisa ditebak siapa dia? Ya, tentu saja siapa lagi kalau bukan mas Ardi. Dia berdiri di belakang sana menyaksikan kekacauan yang kami buat barusan. Dia berdiri memeluk putriku yang sudah terbangun dari tidurnya. Aku segera beranjak mengambil alih Nindya dari pelukan nya. Ada perasaan tidak rela, anak ku harus di peluk oleh sosok laki laki yang bej*t seperti dia!."Nanda.. Nanda.. tunggu aku..". Aku bergegas masuk kedalam kamar, aku kunci pintunya lalu membereskan baju baju beserta segala kebutuhannya Nindya termasuk semua dokumen, berkas berkas sertifikat rumah dan semua bukti perselingkuhan mas Ardi." Sayang, mau pergi kemana? Kamu mau bawa Nindya kemana? Nanda beri aku kesempatan untuk berbicara untuk menjelaskan semuanya", dia mengekori langkahku. Aku tak berbicara sepatah katapun, enggan sekali berbicara dengannya. Mendengar suaranya saja aku sudah muak!. Aku mengeluarkan benda pipih yang menjadi buk
BUKTI PENGHIANATAN"Nanda! berhenti! diam disitu!". Ungkap wanita jal*ang itu ketakutan, karena sebelumnya ia tak pernah melihat aku semarah ini. Dulu jika kami bertengkar, aku hanya diam dan mengalah. Dia mungkin terkejut melihat amarah yang sudah berada di puncak ubun ubun kepalaku saat ini."Dasar penghianat! Munafik! Kamu fikir aku Bod*h! Kamu fikir aku tidak tahu apa yang sudah kamu lakukan dengan mas Ardi dibelakangku selama ini! Kamu sudah benar benar membuat aku kehilangan kesabaran Anggi!". Dadaku kembang kempis, nafasku memburu hebat. Aku mencoba untuk menahan amarah yang sudah memuncak, aku tak ingin menyakitinya lagi. "Apa maksud kamu Nanda? aku tidak mengerti. Aku dan mas Ardi? apa maksud semua perkataanmu?", ungkapnya merasa tak bersalah."Cukup Anggi! cukup akhiri semua sandiwaramu. Aku tidak akan pernah tertipu lagi! aku sudah mengetahui semuanya Anggi!","Sandiwara? tertipu? aku benar benar tidak mengerti dengan semua ucapanmu", lirihnya berlinang air mata seolah o
BAYANG BAYANG HINA"Mas, cepat mas jangan lama lama, aku sudah tidak sabar". Ungkap wanita hina itu saat mas Ardi memeluk dan mendaratkan sentuhan mesra di punggungnya."Iya sayang, mas kangen banget sama kamu. Kangen aroma tubuh kamu"."Iya mas, aku juga sama. Aku kangen banget sama kamu". Dia memeluk erat dan mendaratkan sentuhan mesra nan lembut di setiap jengkal tubuh selingkuhannya itu, lalu dia membaringkan tubuh Anggi di atas kasur, mereka saling melepaskan gejolak yang terpendam selama ini. Bayang bayang hina itu terus berputar di kepalaku membuat mata ini enggan untuk terpejam."Mas.. kamu keterlaluan! Anggi kamu penghianat!", Gumamku lirih dengan suara pelan menahan tangisku sedari tadi. Bagaimana bisa aku melanjutkan hidup bersama orang yang telah mengkhianatiku?. Terlebih lagi itu adalah suamiku sendiri, jangan kan untuk tidur bersamanya, mendengar suara dan melihat wajahnya saja aku sudah muak. Rasa kasih sayang dan cinta yang dulu tumbuh di dalam relung hati ini se
PENGHIANATAN TERDALAM Mas Ardi menghampiri Anggi memeluk dan mengecup mesra bibir Anggi, tanpa rasa bersalah mereka melakukan hal itu dirumah ini. Aku segera mengeluarkan benda pipih yang tersimpan di dalam saku piyamaku. Aku berjalan mengendap ngendap mengikuti langkah mas Ardi, dirasa momen dan tempatnya sudah pas, aku memotret mereka, tak berselang lama kulihat mas Ardi menyingkapkan piyama yang Anggi pakai lalu dia memeluk erat pinggang ramping wanita itu. Mereka berjalan masuk ke dalam kamar tamu yang di tempati oleh Anggi malam itu. Aku mengikuti langkah mereka, berjalan perlahan lalu mendekati pintu yang tidak dikunci. Entah mereka lupa menutup rapat dan mengunci pintu ini? atau mereka sengaja membiarkan nya sedikit terbuka hingga ada ruang agar aku bisa menyaksikan perbuatan hina mereka saat ini. "Sayang, aku kangen banget sama kamu", ungkap Anggi dengan suara manjanya memeluk erat mas Ardi."Iya sayang, mas juga kangen banget sama kamu", jawab Mas Ardi."Sayang, kamu wang
TANGIS TANPA SUARA"Anak sayang, makan yang banyak ya", ungkapku gemas mengecup kening Nindya. Bel rumah berbunyi, aku segera berjalan untuk membukakan pintu. "Halo sayang", ungkap seorang wanita riang menyapaku. Bisa kalian tebak siapakah dia? ya, pasti kalian sudah mengetahuinya. Anggi datang mengenakan pakaian ketat berwarna putih dan rok mini berwarna navy dilengkapi riasan lipstik berwarna nude yang menghiasi bibir mungilnya. "Sudah selesai kerjaannya?", tanyaku datar."Iya Nda, tadi kerjaannya gak terlalu banyak jadi aku bisa cepat cepat pulang deh", jawabnya tersenyum riang. "Mana Nindya?", tanyanya berjalan masuk ke dalam rumah. "Ada sedang makan", jawabku singkat. "Oh iya ini aku bawa beberapa sayuran, kamu belum masak untuk makan malam kan? biar aku saja yang masak ya". Tanpa menunggu persetujuanku, dengan semangat dia berjalan masuk ke dapur dan mempersiapkan bahan bahan untuk memasak. "Semangat banget ya, nyiapin makan malam buat sang pujaan hati", gumamku pelan.
SEBUAH KEBOHONGAN"Halo", Suara khas bariton dari seorang pria yang dia kenal, Arya membulatkan matanya. Dadanya berkecambuk hebat. Darahnya berdesir panas, dia segera melajukan mobilnya menuju ke suatu tempat. Tempat dimana pria itu mengangkat panggilannya. Setelah dia sampai ditempat itu, ia lalu bergegas untuk menghampiri sang penerima panggilan itu."ARDI! Bajingan lo!", teriak Arya saat memasuki rumah sang adik. Ardi yang sedang duduk bangkit menatap bingung kedatangan sang kakak yang penuh amarah. Arya melihat Ardi sedang menggenggam sebuah ponsel, dia yakin bahwa nomor itu berasal dari ponselnya. Arya mencoba menghubungi nomor itu dan sebuah nada panggilan masuk berbunyi dari ponsel yang sedang Ardi genggam. Belum sempat Ardi mengangkat panggilan itu, Sang kakak menghujaminya dengan sebuah pukulan keras tepat di wajahnya."BBUUUUUUGGGGGGGH!". Arya memukul wajah Ardi dengan keras hingga hidung dan bibir bawah Ardi mengeluarkan cairan kental berwarna merah, Ardi meringis kes