Pasukan besar Raja Sion tanpa banyak bicara menyebar dengan sistematis, menyerang pasukan pembelot yang tengah membantai dengan brutal.Kekuatan mereka tampak sebanding sehingga sulit untuk memprediksi siapa yang akan menang pada ahirnya.“Ayahanda,” Samudera Biru mengangguk kecil pada Raja Sion yang telah berdiri di sampingnya.Samudera Biru tak menyangka jika Raja Sion akan turun ke medan perang. Sebelumnya ia menduga sang ayah tidak akan pernah mau berhadapan langsung dengan Pangeran Agung Harold mengingat hubungan saudara seayah di antara mereka.Raja Sion menepuk bahu Samudera Biru.“Kau sudah bekerja keras, putraku. Sekarang pergilah, selamatkan Renata. Jangan mengulang kesalahanku pada ibumu.”Samudera Biru tertegun, menatap sedikit tak percaya ke dalam mata Raja Sion. Bukan karena Raja Sion mengetahui masalah Renata tetapi karena dukungan tanpa ragu dalam kata-katanya. Raja Sion mengangguk tipis. “Ya, aku merestui kalian. Sekarang pergilah, bawalah pasukan rahasiamu. Serahkan
Padang Bulan Nirwana, sesuai namanya merupakan sebuah padang luas indah yang terletak di atas bukit berbentuk bundar seperti purnama empat belas hari. Gugusan rumput, bunga serta batu alam warna-warni tersusun begitu rapi dan presisi seolah sengaja dirawat oleh tangan-tangan tak terlihat.Tujuh pilar tinggi terbuat dari giok merah sejernih kaca berdiri melingkari sebuah altar dengan meja giok besar berwarna transparan, berbentuk bundar, dengan cahaya samar-samar di bagian dalamnya.Dari tempat ini bulan di atas langit entah bagaimana terlihat lebih dekat dan jelas, seolah bisa dijangkau hanya dengan memakai tangan kosong. Secara keseluruhan Padang Bulan Nirwana seperti taman tempat bermain dewa dewi.Puluhan sosok berjubah putih tampak berdiri khidmat mengitari altar. Wajah mereka menawan dengan sentuhan pucat yang terlihat misterius. Sekilas terlihat seperti pendeta-pendeta kuno yang tengah melakukan ritual suci. Sayangnya bukan, mereka tak lain para iblis bangsawan berposisi ting
Kelima sosok di luar dinding pelindung menyerbu. Melesatkan pukulan jarak jauh secara acak dengan tujuan mengacaukan ritual.Namun usaha mereka dihentikan oleh Jenderal Maracas, Jenderal Banyusetra, Panglima Kuning serta ribuan pasukan pembelot yang muncul entah dari mana.Yang lebih mengejutkan Shiny dan Leon yang tak berhasil ditemukan di goa hutan bangkai kini berdiri di antara mereka. Wajah keduanya tampak kaku dengan tatapan kosong.Jelas sekali berada di bawah jurus pengendali.Singgih Wirayudha yang sejak awal kehilangan kesabaran maju selangkah. Meruarkan aura intimidasi disertai tatapan menggidikkan.“Menyingkirlah kalian semua!!!” bentaknya menggelegar.Padang Bulan Nirwana bergetar sesaat. Terguncang oleh energi internal yang dilepas Singgih Wirayudha.Prajurit musuh mengerang tertahan, gendang telinga mereka terasa seperti ditusuk-tusuk oleh jarum tak terlihat.“Emosimu masih sama seperti dulu, temanku.” Panglima Kuning membuka suara, menyertakan energi internal serupa un
Irama perkelahian berpadu dengan rapalan para bangsawan iblis mengubah suasana Padang Bulan Nirwana menjadi semarak sekaligus mengerikan.Singgih Wirayudha telah bergerak layaknya induk harimau terluka. Ia menyerang Panglima Kuning yang terus berusaha menghalanginya mendekati Renata. Liar dan berbahaya, jauh dari kesan tenang yang selalu melekat erat pada dirinya.“Menyingkirlah Kuning! Aku tak punya waktu untuk bermain denganmu!” bentak Singgih Wirayudha dengan lengan dipenuhi sinar biru berelemen listrik.“Sayangnya aku sedang punya banyak waktu!” jawab Panglima Kuning yang juga telah menyiapkan pukulan berwarna kuning pekat dengan hawa panas membakar. Singgih Wirayudha menggeram. Ia melesat, menyerang dengan sangat cepat. Tekanan energi dari kemarahannya membuat para bangsawan iblis nyaris kehilangan konsentrasi. Mengakibatkan cahaya di ketujuh pilar berfluktuasi untuk sesaat.Mata cantik Cyrila mengamati hal tersebut dengan cermat. Sebagai manusia yang pernah menjadi bagian dari
Bersamaan dengan ketujuh cahaya pilar yang menghilang pemindahan energi jiwa lotus juga terhenti total. Tubuh Renata jatuh seperti daun gugur.Beberapa sosok melesat secara bersamaan, mencoba menyelamatkan sang gadis dari membentur bebatuan.Singgih Wirayudha yang melesat paling cepat berhasil meraih tubuh Renata dan membawanya turun dengan selamat. Di belakangnya Panglima Kuning menggertakkan gigi karena kalah cepat. Dengan geram ia menyerang Singgih Wirayudha, berusaha merebut Renata tetapi empat pemimpin bangsawan penjaga gerbang lotus menghadangnya.Panglima Kuning mendengus, kini ia dikepung dari empat sisi. Meski kesaktian Panglima Kuning lebih unggul tetap saja tak bisa menyingkirkan mereka semua dengan mudah.Singgih Wirayudha menatap Renata yang terbaring lemah. Wajah gadis itu sepucat mayat, suhu tubuhnya sedingin es.Dengan cemas Singgih Wirayudha memeriksa tanda-tanda vital Renata. Sedikit lega saat menemukan detak jantung yang teramat lemah dan lambat. “Renata, bertahan
Lintang Timoer menengadah, menatap Ramangga Kala yang telah menyelesaikan isapan.Hati Lintang Timoer tercabik menyaksikan bagaimana kepala Renata terkulai dengan wajah menghadap ke arahnya.Pandangan keduanya terkunci.Air mata bergulir dari kedua mata Renata. Lintang Timoer menggeleng. Mengisyaratkan agar gadis itu tidak menangis. Bibir Renata bergerak, berusaha menyampaikan sesuatu namun pada akhirnya gelap lebih dulu menjemput.Semua terjadi terlalu cepat hingga Lintang Timoer hanya bisa terdiam putus asa, menertawakan nasib yang seolah membencinya.“Srettt!” Ramangga Kala menarik kuku.Tubuh Lintang Timoer jatuh ke atas tanah berbatu.Darah memancar, mengalir seperti sungai kecil.“Tidakkk!!! Kenzio meraung. Merangkak, menyeret tubuh sekuat tenaga, mendekati Lintang Timoer yang sekarat.“Ka ... Kakak, tidak, kau tidak boleh mati tanpa seizinku,” Kenzio meratap dengan terbata. Pemuda polos itu terus bergerak sampai berhasil meraup Lintang Timoer ke dalam pelukan dengan susah pay
Ratusan ribu pegasus memenuhi langit Padang Bulan Nirwana. Penunggangnya tak lain pasukan rahasia Samudera Biru yang dipimpin oleh Rama dan Ratansa.Mereka berbaris rapi dengan aura mengagumkan dan sarat dominasi.Di bawah komando Rama selapis pasukan paling depan tiba-tiba menukik rendah, menyerang pasukan iblis berwajah burung gagak yang tengah mengepung Para Bangsawan Penjaga Gerbang Lotus.Gerakan mereka sangat cepat dan efisien membuat lawan terkesiap dan tak memiliki kesempatan untuk mengantisipasi.Dalam waktu singkat pasukan iblis berwajah gagak telah dibuat hancur, tercerai berai kehilangan kendali.Para Bangsawan Penjaga Gerbang Lotus yang sebelumnya pasrah pada garis nasib seketika bersorak sorai. Merasa senang sekaligus lega. Senang karena kembali memiliki harapan, lega karena ternyata mereka tak berjuang sendiri. Di lain sisi, berkompi-kompi pasukan iblis dasar kegelapan yang berbaris rapi di belakang menggeram. Di bawah komando jenderal masing-masing mereka melesat, te
Ramangga Kala menatap wujud baru Samudera Biru. Ia menyeringai, merasa antusias, anak itu melebihi ekspektasinya.“Cukup mengagumkan, Nak. Sayang sekali kau bukan keturunanku,” ucap Ramangga Kala ketika mereka bersitatap.Samudera Biru balas menyeringai, sedikit memiringkan kepala, anting panjangnya bergoyang, terlihat nakal dan malas. "Sudah puas basa-basi? Kalau sudah, bersiaplah."Samudera Biru tiba-tiba menghilang, sedetik kemudian telah berada ke belakang Ramangga Kala dengan pedang menempel ketat di lehernya.Gerakan Samudera Biru yang terlalu cepat membuat Ramangga Kala terkesiap, sedikit terlambat untuk menghindar.“Srettt!!”Sayatan benda tajam pada kulit dan daging terdengar.Darah menetes dari leher yang terkoyak lebar.Ramangga Kala tertegun. Alih-alih mengkhawatirkan lehernya ia malah menyentuh jubah yang ternoda darah dengan jijik.“Kau mulai membuatku kesal,” desis Ramangga Kala sambil beralih menyentuh leher yang rusak. Ia menyapu ringan dan luka mengerikan itu segera