Aku merasa mas Dodi hari ini bersikap aneh. Dia tak banyak bicara dan bercanda seperti biasa. Makan pun tak selahap sebelumnya. Beres makan malam langsung tiduran..Sikap dingin tersebut membuatku serba salah. Mau bertanya takut tak ditanggapi. Didiamkan kerasa banget tak nyamannya.Keputusannya, lebih baik didiamkan sampai besok pagi. Mungkin sedang ada masalah di luar jadi butuh sendiri. Setelah istirahat, barulah ditanya ada apa.Esoknya ternyata mas Dodi masih bersikap sama. Bahkan ia sempat menolak sarapan. Jelaslah hal ini membuatku makin bingung.Tak ingin masalah berkepanjangan, aku membuka pembicaraan di meja makan. Kutanyakan baik-baik ada masalah apa sampai bersikap dingin begitu. Kalau ada yang tak disuka baiknya dibicarakan."Aku butuh uang, tolong transfer tiga juta. Adakan?"Itu respon mas Dodi atas pertanyaanku. Mendengar itu kebingungan makin menjadi. Dan muncul juga letupan emosi."Kenapa gak jawab pertanyaanku? Jangan beginilah, mana aku tahu apa kesalahan kalau kam
FERDIMita masih secantik dulu. Tubuhnya pun tetap padat berisi, sangat menggoda dan menantang naluri kelelakianku. Air liur ini sempat terbit saat membayangkan kemolekan yang terkurung dalam pakaian tertutupnya.Dia, wanita yang bayangannya pernah memenuhi tiap inchi ruang-ruang di otak ini. Hampir-hampir tak tersisa celah yang kosong dari segala tentangnya. Senyum, tawa, tangis, kedipan dan seluruh gerak tubuhnya membuatku terpasung dalam jeratan asmara. Gilakah aku di kala itu? Tentu saja tak waras sebab hayalanku hanya seputar Mita dan Mita.Tapi, hayalan-hayalan itu pudar kala cakrawala berpikirku melebar. Nyatanya ada yang lebih menyilaukan dibanding wanita, apalagi kalau bukan gemerlapnya harta.Dengan harta berlimpah, aku dapat memiliki banyak wanita, tidak sebaliknya. Seribu Mita dapat kujadikan pelampiasan napsu kala dunia di tangan. Untuk itulah ketika ada Lidia, janda kaya raya, aku mengempaskan Mita. Saat itu aku berpikir mengorbankan satu Mita takkan menjungkirbalikan du
Pantauan terhadap kinerja anak buah harus ketat. Seloyal apapun mereka, tetap saja peluang curang akan terbuka. Aku tak ingin usaha yang telah dibangun belasa tahun hancur begitu saja.Sesuai perintah, anak buah memberi laporan soal Mita esoknya. Dia memang cekatan sebab semua keterangan tentangnya sudah ada..Jadi suaminya hanya karyawan biasa. Paling berapa, sih, gajinya? Mau-maunya wanita secantik itu hidup bersama dengan lelaki miskin. Apalagi Mita pandai cari uang, bisa jadi benalu itu laki-kaki dalam kehidupannya "Mita memiliki ketidakcocokan dengan keluarga suaminya. Menurut sumber informasi terpercaya, mereka kerap berkonflik. Ini informasi tentang saudara suami Mita."Sepertinya mereka bisa digunakan untuk merebut Mita dari suaminya. Biasanya orang yang memusuhi orang baik itu culas atau pendengki.Orang-orang seperti itu mudah dibeli dengan sejumlah uang. Mereka akan menyerahkan loyalitas jika hidupnya bergantung padaku."Atur pertemuanku dengan mereka, hari ini juga!""Oke
DODIKetika hasutan soal rekening rahasia milik Mita dari mulut mas Agus, tak terlalu kupedulikan. Anggap itu hanya angin lalu yang tak penting dibahas apalagi diselidiki. Namun, beda dengan foto yang disodorkan Adi, meski berusaha untuk tidak terlalu menanggapi, otak ini terus saja ingin tahu lebih jauh tentang pertemuan Mita dan mantan tunangannyaApalagi ketika Adi dan istrinya terus mengatakan bahwa Mita dan Ferdi pernah sangat dekat. Katanya Mereka masih saling cinta. Orang tua Ferdilah yang memisahkan keduanya karena lebih setuju dia dengan wanita lain. Pertemuan mereka kali ini bisa saja membangkitkan perasaan lama. Kalau itu berlanjut tentu saja akan membahayakan rumah tangga kami. Aku sadar secara harta sangat jauh berbeda dengan Ferdi. Bisa saja Mita berpaling karena laki-laki itu akan memberikan kehidupan yang lebih baik padanya.Tapi, Mita bukan wanita seperti itu. Dia setia dan tidak menuntut lebih pada pasangannya. Hanya saja, namanya manusia tetap bisa khilaf, apalagi
DODINantilah minta padanya agar punya pegangan untuk berbagai keperluan. Jadi tak harus setiap saat meminta padanya. Dan kalau sedang kepepet begini jadi tak bisa apa-apaAkhirnya aku hanya menunggu di seberang restoran tersebut. Tentu saja tidak di depannya, agak jauhan biar tak ditegur satpamnya. Dari posisi ini, aku tidak bisa secara langsung melihat keadaan di dalam. Akhirnya kuputuskan untuk meminta bantuan Adi. Pinjam uanglah agar bisa masuk ke restoran itu.Untunglah Adi tidak sedang kumat kepelitannya. Bahkan ia bilang tidak usah pinjam, tapi memang mau ngasih. Di akhir telepon, dia bilang makanya jangan diberikan semua pada Mita. Beginilah akibat seluruh uang dipegang istri Kalau ada perlu, malah pinjam orang, memalukan sekali.Aku mengatakan sedang mengintai Mita di sebuah restoran. Itulah mengapa perlu uang dadakan. Mendengar itu Adi bilang akan menuju ke sini untuk membantu melakukan pengintaian. Terserahlah, yang penting ada uang untuk bisa masuk sana.Tapi, tunggu, Haru
"Apa kata, Mba. Mita itu tak sebaik penampakannya. Sikap luar, sih, boleh baik, dalamnya ternyata busuk juga. Makanya kalau saudara ngomong, tuh, didengerin. Jadi laki jangan terlalu bucin!"Aku malas pulang ke rumah. Makanya pulang kerja langsung ke rumah mama. Tak apalah ada mba Winda yang hobi nyerocos. Dengarkan saja pakai kuping kanan, lalu keluarkan dari kuping kiri. Kalau terlalu banyak bicara lebih baik tinggalkan. Di sini aku bisa tiduran tanpa harus melihat wajah Mita. Bisa makan masakan mama semaunya. Aku tak mau lagi mendengar Mita minta penjelasan akan sikap diam ini. Aku mendiamkannya berhari-hari sebab tak bisa menahan kekesalan. Meski tak marah-marah, sikap itu pasti membuatnya sakit hati.Pertanyaannya tentang perubahan sikap ini tak kugubris. Meski Mita mendesak terus, aku tetap bungkam.Yang kuperlukan saat ini uang. Maka dari itu tadi pagi minta dia mentransfer tiga juta agar ada pegangan. Ada ini uangku hasil usaha di rekening Mita. Jadi hanya ambil hak saja. Bu
MITAAku hanya bisa menjerit ketika mas Dodi menghajar Ferdi. Karena tubuh Ferdi terdorong akibat pukulan, tubuhku ikut terdorong. Posisi kami berhadapan otomatis kena imbasnya.Seperti orang kesetanan, mas Dodi kembali menghajar Ferdi. Ia kalap hingga tak memberi kesempatan mantan tunanganku untuk melawan. Hingga Ferdi terjatuh ke lantai, mas Dodi tak kunjung berhenti mengamuk.Yang dapat kulakukan untuk menghentikan aksi mengerikan ini hanya menjerit. Aku memohon pada mas Dodi berhenti memukul. Bukan karena kasihan pada Ferdi, tapi takut terjadi apa-apa. Nanti yang kena hal buruknya dia.Mas Dodi baru berhenti ketika Adi datang. Adik iparku itulah yang memaksanya berhenti. Ia menahan dengan mengunci tubuh kakaknya yang masih berontak."Lepas, aku akan bunuh bajingan itu!""Pergi cepat, pergi!" teriak Adi pada Ferdi. Laki-laki jahat yang tadi memftnahku pun cepat-cepat bangun, lari dan masuk mobilnya.Setelah mobil Ferdi menghilang, Adi menarik kakaknya, lalu mengempaskan tubuh itu d
MITA"Apapun yang aku katakan, Mas Dodi takkan percaya karena tak punya bukti untuk beladiri. Tapi, aku akan mencari bukti guna membersihkan nama. Sekarang terserah Mas, mau bagaimana bersikap, aku pasrah. Biar Allah yang terang benderangkan kenyataan sesungguhnya."Lepas berkata begitu, kami diam-diaman lagi. Memang tak ada lagi yang bisa aku katakan selain itu. Sekarang, aku lebih baik berpikir mencari cara membersihkan diri. Mau membela diri lebih banyak pun percuma. Tak ada bukti kuat. Lain waktu tak boleh ceroboh membuka pintu masuk. Harus lihat dulu siapa yang datang. Kalau Ferdi langsung usir, atau minta bantuan untuk mengusirnya. Jika orang tak dikenal, bicara dari balik pintu saja.Selama mas Dodi tak mengusir dari rumah, aku tak bisa pergi. Kalau pergi, dosa yang ada. Jadi, selama masih dibiarkan, tinggal saja di sini.lSepertinya selain cari cara membersihkan nama, aku harus bersiap dengan resiko paling buruk. Apalagi kalau bukan perceraian. Aku yakin Ferdi takkan menyerah
Hari ini aku dan mas Dodi pergi ke showroom. berniat membeli mobil secara cash. Aku Tidak akan memilih yang harganya terlalu mahal. cukup melihat secara fungsi saja. Lagi pula kami akan mengalokasikan uang yang dimiliki untuk membesarkan usaha. Biar harta pemberian orang tua berputar. Kalau dipakai untuk membeli barang konsumsi semua tentu habis tak tersisa. Karenanya aku juga menahan diri dari godaan benda-benda yang sebenarnya tidak terlalu penting. Sebagai wanita kadang aku ingin memiliki benda-benda tersebut. Tapi tetap berpikir ulang akan kepentingannya. Jangan sampai uang dihamburkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan. Mas Dodi juga memiliki prinsip yang sama. Dia tidak lagi mementingkan gengsi seperti saudara-saudaranya. Katanya hidup dalam gengsi itu mahal. Bahkan cenderung menyiksa diri sendiri. Perubahan suamiku benar-benar sudah jauh. Tentu saja aku sangat berbahagia mendapatinya menjadi lebih baik dari hari ke hari. Aku pun bukan hal yang sama yaitu menjadi
MITASelang sebulan dari pembongkaran kasus makar terdengar berita bahwa Ferdi diciduk polisi. Rupanya sudah ada bukti kuat terkait kejahatan kejahatan orang tersebut. Katanya, sih, dia terancam masuk penjara sepuluh sampai dua puluh tahun. Kekayaannya pun disita.Kejadian itu menyempurnakan ketenangan hidupku dan Mas Dodi. Tak ada lagi ketakutan akan ada gangguan dari Ferdi. Juga hilanglah campur tangan para ipar sebab mereka perlu pencitraan diri demi harta hibah.Meski kami sudah memaafkan kesalahan masa lalu, kewaspadaan tetap dikedepankan. Tak boleh lengah oleh makar dan bujuk rayu menyesatkan. Aku dan mas Dodi sepakat untuk tidak terlalu dekat dengan mereka sebab menghindari bahaya. Tapi tetap bersikap sewajarnya. Tinggal satu masalah lagi, aku masih menyimpan satu rahasia dari mas Dodi, yaitu soal rekening yang berisi uang dua ratus juta lebih. Kalau digabungkan dengan uang hibah milik mas Dodi akan bisa jadi modal usaha cukup besar. Andai terwujud suamiku bisa keluar dari pek
Setelah mereka menjelaskan giliran kami berdua ditanyai. Juga diminta bukti-bukti atas kesaksian ini. Tentu saja kami memilikinya hingga percaya diri ketika harus mempertanggungjawabkan tuduhan di hadapan ayah. Setelah persoalan menjadi gamblang barulah ayah menyampaikan petuah-petuah pada saudara-saudara mas Dodi. Tak ada satupun yang luput dari kemarahan ayah. Mereka hanya bisa mendengar sambil menundukkan kepala ceramah yang sangat panjang. Bahkan aku melihat ayah seperti ingin menghantamkan tangan kepada anak-anaknya. Tapi beliau berusaha sekuat mungkin untuk menahan diri dari segala amarah."Ayah benar-benar kecewa memiliki anak yang sanggup berbuat buruk pada saudara sendiri. Dodi itu saudara kandung kalian. Mita itu istri saudara kandung kalian. Mereka bukan siapa-siapa tapi bagian dari anggota keluarga. saudara saja kalian seperti itu, bagaimana pada yang lain!"Mama sampai harus menenangkan Ayah tatkala kemarahannya sulit dikendalikan. Bahkan nafas Ayah sampai tersengal-se
"Kalau kau tak mengganggu rumah tanggaku aku pun takkan mengusikmu. Jika kau ingin aku diam, berhentilah mengganggu kami, pergilah dari hidup kami!" balas mas Dodi. Ferdi menggebrak meja hingga alat-alat makan yang ada di sekitarnya berloncatan. Gebrakan itu tentu saja menimbulkan kekagetan pada diri sekutunya. Meski kaget, aku berusaha untuk tidak memperlihatkan."Kalian semua bodoh! Mudah sekali diperdaya mereka! Sudah dikasih duit gede, kerja gak becus, bangsat!"Ferdi nengarahkan telunjuknya pada Adi dan yang lain. Satu tangan lain diletakan di pinggang. Telihatlah wajah asli Ferdi hari ini. "Tenang, Bang, kita bicarakan baik-baik!" sanggah Adi. "Gak perlu, muak gue liat lo semua!"Setelah berkata begitu, Ferdi membalikkan badan. Ia pergi tanpa menoleh lagi ke arah kami. Dan, saudara - saudara mas Dodi pun berbicara satu sama lain. Mereka saling menyalahkan.. Benar-benar tak punya otak, bukannya malu atas kesalahan, malah mikir diri sendiri."Oke, karena tugas sudah selesai, ka
Kursi kosong di lingkaran meja besar ini hanya tersisa dua. Untuk itu yang duduk hanya aku dan mas Dodi. Boni dan Meta berdiri sambil merekam kejadian. Mereka juga tengah siaga untuk mengantisipasi sesuatu yang tak diinginkan."Ka, kalian, apa maksud kedatangan kalian ke sini dan kenapa kalian bisa datang bersama, bukankah-?" tanya Mbak Winda dengan suara tergagap-gagap. Dia bertanya sambil tangannya berpegangan pada tangan mas Agus. Mungkin saking butuh pegangan agar tak jatuh dari kursi. "Harusnya aku yang bertanya, ada apakah gerangan hingga kalian makan-makan besar tanpa mengundang kami?" tanya mas Dodi.Orang-orang yang duduk di hadapan kami saling pandang. Lalu mereka bicara satu sama lain. Aku dan mas Dodi membiarkan dulu orang-orang tersebut menetralisir kekagetannya."Do, bukannya kamu sedang menggugat cerai Mita, kenapa sekarang kalian datang berdua?" tanya mas Agus."Kami melakukan apa yang kalian lakukan, yaitu main drama. Hubunganku dan Mitha baik-baik saja sebab kami ta
Kami akan menuntaskan drama ini dengan menggerebek komplotan tukang fitnah. Langkah yang benar-benar matang telah digariskan. Semua memiliki tugas penting untuk dijalankan.Planing ini sudah disusun sedemikian rupa hingga bisa dibilang sempurna. Kami tak mau ada kegagalan. Prinsip yang dipegang adalah harus sukses. Komplotan penjahat itu harus diringkas dan diberi pelajaran berharga.. Jika mereka dibiarkan melenggang, tentu saja tidak baik untuk perkara ke depan. orang-orang tersebut tidak akan pernah berhenti mengganggu dan menganiaya kami. Untuk itulah perlu pemberian pelajaran yang sanggup menghentikan kejahatan. Aku sampai ngakak ketika mas Dodi mengirim foto selfienya di pengadilan agama. Apalagi ketika sambil pegang berkas. Itu aku yang siapkan. Isinya kertas kosong.Bukan hanya satu pose yang dilakukan tapi banyak lagi. Dia mengambil spot-spot yang akan mewujudkan kepercayaan orang-orang. tampang pun dibuat kusam dan menyedihkan. aku yakin para begundal itu akan percaya bahwa
DODI"Kapan kamu mulai urus perceraiannya?" tanya mbak Winda dengan antusias. Posisi badannya sampai dicondongkan ke depan hingga punggung tak lagi bersandar ke badan sofa. "Lusa, Mbak, aku izin dulu dari kantor soalnya."Aku menjawab dengan suara lemah. Harus dibuat lebih meyakinkan kalah memang sudah tak ada lagi jalan. "Baguslah, makin cepat, makin baik. Mbak dukung sepenuhnya keputusan kamu ini."Wajah mbak Winda tampak semringah. Ia pasti merasa tujuannya akan sukses secepat mungkin. Setelah itu bisa berbahagia di atas derita adiknya sendiri. Dipikir, kakak macam apa dia. Sanggup memporak-porandakan rumah tangga adik sendiri. Itulah kebencian buta. Telah membuat manusia kehilangan kewarasan hingga terlalu jauh. "Makasih, Mbak, udah dukung aku selama ini."Kugenggam satu telapak tangan mbak Winda. Genggamannya erat hingga menunjukkan rasa terima kasih yang besar dan tulus. Wanita itu membalas dengan mengusap genggaman dengan jari dari tangan satunya. "Sebagai saudara 'kan har
"Mantan, ya? Huh, panas, nih, panas! Ngapain coba kalian berduaan di kafe?"Mita memajukan bibir dan matanya mendelik padaku. Terang saja aku ngakak melihat raut wajah istri tercinta. Eh, malah kena cubit. Wanita kalau sudah cemburu memang lucu. Tapi juga mengemaskan. Bahkan aku merasa tersanjung ketika mendapati kenyataan bahwa cinta Mita begitu dalam. Dia tidak rela suaminya ini menduakan perasaan. "Malah bengong, ngomong napa!" tajuk Mita. Berarti dia memang menanti penjelasan supaya benar-benar clear bahwa kejadian di cafe Itu bukan sebuah kesengajaan. Baiklah, agar hatinya tenang dan tidak lagi berpikir macam-macam akan kuceritakan Aku menceritakan siapa sebenarnya wanita yang bersama di kafe. Ia terlihat gemas ketika tahu bahwa Erika memang mantan di masa lalu. Sesaat dadanya turun naik, mungkin menahan api cemburu."Nah'kan cemburu?"Melihat sikapnya aku jadi senang menggoda. menggemaskan sekali mendapati Mita sedikit uring-uringan. Bahkan aku ingin sekali menggoda terus-me
Adu mulut pun terjadi di antara aku dan Mita. Entah istriku sadar atau tidak bahwa suaminya sedang bersandiwara, tak masalah. Tapi, kelihatannya Mita asli cemburu melihatku dan Erika.Matanya nyalang saat menyerangku. Sepertinya itu adalah luapan emosi dari hati yang tengah dibakar api. Apalagi kata-kataku sangat kasar seperti layaknya orang yang sedang murka.Mita seperti macan betina yang tengah mengamuk. Dia sampai tidak bisa mengendalikan diri dan melihat bahwa aku bersandiwara. Api cemburu dan prasangka telah melumat kepercayaannya padaku. Jika aku tidak sadar bahwa ini jebakan mungkin sudah terpancing dengan serangannya. Bahkan rumah tangga kami yang sudah kembali damai bisa huru-hara. Fitnah memang lebih kejam daripada pembunuhan. Bahkan fitnah bisa menghancurkan segala-galanya. Mencerai beraikan satu hubungan dan menghancurkan satu keluarga bahkan satu bangsa sekalipun. hal tersebut tentu saja sangat mengerikan. Pantaslah pelakunya sangat dibenci oleh Allah. dan diberi hukum