"Apa kata, Mba. Mita itu tak sebaik penampakannya. Sikap luar, sih, boleh baik, dalamnya ternyata busuk juga. Makanya kalau saudara ngomong, tuh, didengerin. Jadi laki jangan terlalu bucin!"Aku malas pulang ke rumah. Makanya pulang kerja langsung ke rumah mama. Tak apalah ada mba Winda yang hobi nyerocos. Dengarkan saja pakai kuping kanan, lalu keluarkan dari kuping kiri. Kalau terlalu banyak bicara lebih baik tinggalkan. Di sini aku bisa tiduran tanpa harus melihat wajah Mita. Bisa makan masakan mama semaunya. Aku tak mau lagi mendengar Mita minta penjelasan akan sikap diam ini. Aku mendiamkannya berhari-hari sebab tak bisa menahan kekesalan. Meski tak marah-marah, sikap itu pasti membuatnya sakit hati.Pertanyaannya tentang perubahan sikap ini tak kugubris. Meski Mita mendesak terus, aku tetap bungkam.Yang kuperlukan saat ini uang. Maka dari itu tadi pagi minta dia mentransfer tiga juta agar ada pegangan. Ada ini uangku hasil usaha di rekening Mita. Jadi hanya ambil hak saja. Bu
MITAAku hanya bisa menjerit ketika mas Dodi menghajar Ferdi. Karena tubuh Ferdi terdorong akibat pukulan, tubuhku ikut terdorong. Posisi kami berhadapan otomatis kena imbasnya.Seperti orang kesetanan, mas Dodi kembali menghajar Ferdi. Ia kalap hingga tak memberi kesempatan mantan tunanganku untuk melawan. Hingga Ferdi terjatuh ke lantai, mas Dodi tak kunjung berhenti mengamuk.Yang dapat kulakukan untuk menghentikan aksi mengerikan ini hanya menjerit. Aku memohon pada mas Dodi berhenti memukul. Bukan karena kasihan pada Ferdi, tapi takut terjadi apa-apa. Nanti yang kena hal buruknya dia.Mas Dodi baru berhenti ketika Adi datang. Adik iparku itulah yang memaksanya berhenti. Ia menahan dengan mengunci tubuh kakaknya yang masih berontak."Lepas, aku akan bunuh bajingan itu!""Pergi cepat, pergi!" teriak Adi pada Ferdi. Laki-laki jahat yang tadi memftnahku pun cepat-cepat bangun, lari dan masuk mobilnya.Setelah mobil Ferdi menghilang, Adi menarik kakaknya, lalu mengempaskan tubuh itu d
MITA"Apapun yang aku katakan, Mas Dodi takkan percaya karena tak punya bukti untuk beladiri. Tapi, aku akan mencari bukti guna membersihkan nama. Sekarang terserah Mas, mau bagaimana bersikap, aku pasrah. Biar Allah yang terang benderangkan kenyataan sesungguhnya."Lepas berkata begitu, kami diam-diaman lagi. Memang tak ada lagi yang bisa aku katakan selain itu. Sekarang, aku lebih baik berpikir mencari cara membersihkan diri. Mau membela diri lebih banyak pun percuma. Tak ada bukti kuat. Lain waktu tak boleh ceroboh membuka pintu masuk. Harus lihat dulu siapa yang datang. Kalau Ferdi langsung usir, atau minta bantuan untuk mengusirnya. Jika orang tak dikenal, bicara dari balik pintu saja.Selama mas Dodi tak mengusir dari rumah, aku tak bisa pergi. Kalau pergi, dosa yang ada. Jadi, selama masih dibiarkan, tinggal saja di sini.lSepertinya selain cari cara membersihkan nama, aku harus bersiap dengan resiko paling buruk. Apalagi kalau bukan perceraian. Aku yakin Ferdi takkan menyerah
"Masya Allah, yang sabar, ya, Mba! Insya Allah akan ada jalan keluar."Meta memeluk kakaknya yang tengah menangis sehabis bercerita. Sementara Boni memukul lantai tempat kami duduk. Laki-laki itu pastilah sangat marah kakaknya diperlakukan buruk."Mba cerita karena takut Ferdi melakukan hal lebih buruk.. Mba bingung harus ke siapa minta bantuan. Mas Dodi sudah gelap mata karena kena makar Ferdi. Tapi ingat jangan beritahukan ini sama mama papa, ya. Kasihan mereka kalau dengar anaknya menderita.""Aku akan selidiki Ferdi, Mba. Aku yakin dia gak kerja sendiri. Tiap pulang kerja aku beraksi.""Makasih, ya, Bon. Mba berharap sekali pada kalian. Tapi kamu harus hati-hati sebab dia punya kekuatan besar.""Mas Fahri bisa bantu juga, Mba. Nanti aku ceritakan sama beliau. Insya Allah mas Fahri bisa jaga rahasia.""Alhamdulilah kalau Fahri mau bantu. Kalau dia repot tak usah, Ta.""Enggak, kok, Mba. Walaupun gak bisa tiap hari, tetap bisa bantu. Minimal kasih ide. Kadang ide maa Fahri unik."Al
DODIKalau tak ada Adi sudah kupastikan si bajingan Ferdi itu mampus. Aku benar-benar tak menyangka Mita setega ini bermain di belakang. Sekarang buktinya sudah benar-benar nyata ini bukan katanya, tapi aku melihat langsung perselingkuhan mereka.Selama dua hari aku meninggalkan Mita seorang diri di rumah. Aku butuh ketenangan agar emosi tidak meluap-luap lagi. Lebih baik mengungsi.Lepas dua hari aku pulang. Kondisi emosi sudah reda saat ini jadi siap untuk bicara pada Mita. Aku ingin bicara baik-baik agar tak main perasaan.Tapi, sekuat apapun berusaha, emosi ini tetap naik juga. Baru bicara sebentar inginnya marah-marah. Kalau begini takkan ada jalan keluar. Lebih baik bahas soal pembagian keuntungan agar aku punya pegangan lebih.Ini jaga-jaga kalau ada hal buruk ke depan. Bisa jadi Mita memang berencana menendangku demi Ferdi. Apa, sih, yang tidak mungkin di dunia ini.Jaman sekarang, laki-laki bukan tampan yang dilihat, tapi setebal apa dompetnya dan semewah apa tongkrongannya.
DODI"Aku setuju, Mita sudah terang-terangan mengumumkan perselingkuhannya. Kalau mas Dodi mas memaafkan, aku merasa itu sangat aneh," timpal istri Adi."Cerai atau tidak itu urusan mas Dodi, kami tidak bisa ikut campur. Kami hanya memberi saran dengan bersandar pada fakta yang ada," tambah Adi."Benar, urusan rumah tangga tak bisa orang lain ikut campur, pahit manisnya kamu yang akan hadapi. Pikirkan matang-matang sebelum ambil keputusan," ucap mama."Tapi, Mba setuju banget kalau kamu cerai sama Mita. Bodoh banget kalau kamu mau tetap memaafkan wanita yang udah menghinakan kamu! Di mana harga diri kamu sebagai laki-laki!" serang mba Winda."Mas juga setuju dengan mba Winda, Mita sudah keterlaluan saat ini. Andai disuruh milih, mas pastikan Mita akan memilih Ferdi sebab dia lebih kaya dari kamu. Mita 'kan cinta uang banget," tambah mas Agus.Yang tak bicara hanya Wina dan suaminya. Mereka memang tak tahu apa-apa denga masalah ini. Mungkin bingung juga dengan kata-kata pedas yang dile
DODISuami Wina memintaku dulu untuk menceritakan detil duduk perkara. Katanya jangan ada satupun yang dilewat. Dia ingin menyambungkan satu kejadian dengan kejadian lain. "Apakah mba Mita menyanggah perselingkuhan ini? Apakah mba Mita bersumpah bahwa dirinya tidak selingkuh.""Iya, meski aku sudah melihat dengan mata kepala sendiri, Mita tetap menyangkal. Ia pun berani bersumpah.""Menurut saya, orang yang menyanggah perselingkuhan padahal sudah ketahuan masih memiliki rasa takut tinggi akan resiko perselingkuhan. Jika punya rasa takut akan resiko tak mungkin melakukan perselingkuhan di rumah sendiri di jam kepulangan suami. Itu sama saja cari mati."Aku menyimak kata-kata Irfan dengan seksama. Dipikir lagi perkataan itu ada benarnya. Ceroboh sekali memadu asmara dengan selingkuhannya di jam kepulanganku. Tapi, 'kan bisa saja memang tidak terencana. Ferdi datang tiba-tiba, lalu Mita menyambutnya. Apa, sih yang tidak bisa dilakukan manusia durjana?"Kedatangan Ferdi kedua kalinya ke
DODI"Makasih atas pencerahannya, Fan! Mas akan ikuti saranmu. Mas mau ngobrol dari hati ke hati dengan Mita. Sekaligus menyelidiki Ferdi. Doakan Mas bisa melewati ujian ini dengan baik."Tulus, aku berterima kasih pada Irfan yang telah mengajarkanku untuk memandang masalah dengan akal jernih. Jangan hanya memainkan emosi sebab takkan ada jalan keluar.Setelah kepergian Irfan dan Wina, aku diajak ngobrol oleh mama. Beliau sepertinya bisa menebak arah pembicaraanku dengan Irfan.Agar tak penasaran, aku ceritakan hasil obrolan."Mama setuju dengan Irfan, baiknya kamu selidiki lagi lebih jauh. Jangan sampai nanti menyesal karena salah ambil keputusan. Entahlah, mama merasa Mita gak seburuk itu."Kata-kata mama menguatkan ucapan Irfan. Artinya bukan satu orang yang berpandangan baik pada Mita. Baiknya aku emang memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah ini."Aku pulang, Mah. Jangan bilang pada yang lain soal pembicaraanku dengan Irfan. Aku mau menyelidiki kasus ini."Mama berjanji akan m
Hari ini aku dan mas Dodi pergi ke showroom. berniat membeli mobil secara cash. Aku Tidak akan memilih yang harganya terlalu mahal. cukup melihat secara fungsi saja. Lagi pula kami akan mengalokasikan uang yang dimiliki untuk membesarkan usaha. Biar harta pemberian orang tua berputar. Kalau dipakai untuk membeli barang konsumsi semua tentu habis tak tersisa. Karenanya aku juga menahan diri dari godaan benda-benda yang sebenarnya tidak terlalu penting. Sebagai wanita kadang aku ingin memiliki benda-benda tersebut. Tapi tetap berpikir ulang akan kepentingannya. Jangan sampai uang dihamburkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan. Mas Dodi juga memiliki prinsip yang sama. Dia tidak lagi mementingkan gengsi seperti saudara-saudaranya. Katanya hidup dalam gengsi itu mahal. Bahkan cenderung menyiksa diri sendiri. Perubahan suamiku benar-benar sudah jauh. Tentu saja aku sangat berbahagia mendapatinya menjadi lebih baik dari hari ke hari. Aku pun bukan hal yang sama yaitu menjadi
MITASelang sebulan dari pembongkaran kasus makar terdengar berita bahwa Ferdi diciduk polisi. Rupanya sudah ada bukti kuat terkait kejahatan kejahatan orang tersebut. Katanya, sih, dia terancam masuk penjara sepuluh sampai dua puluh tahun. Kekayaannya pun disita.Kejadian itu menyempurnakan ketenangan hidupku dan Mas Dodi. Tak ada lagi ketakutan akan ada gangguan dari Ferdi. Juga hilanglah campur tangan para ipar sebab mereka perlu pencitraan diri demi harta hibah.Meski kami sudah memaafkan kesalahan masa lalu, kewaspadaan tetap dikedepankan. Tak boleh lengah oleh makar dan bujuk rayu menyesatkan. Aku dan mas Dodi sepakat untuk tidak terlalu dekat dengan mereka sebab menghindari bahaya. Tapi tetap bersikap sewajarnya. Tinggal satu masalah lagi, aku masih menyimpan satu rahasia dari mas Dodi, yaitu soal rekening yang berisi uang dua ratus juta lebih. Kalau digabungkan dengan uang hibah milik mas Dodi akan bisa jadi modal usaha cukup besar. Andai terwujud suamiku bisa keluar dari pek
Setelah mereka menjelaskan giliran kami berdua ditanyai. Juga diminta bukti-bukti atas kesaksian ini. Tentu saja kami memilikinya hingga percaya diri ketika harus mempertanggungjawabkan tuduhan di hadapan ayah. Setelah persoalan menjadi gamblang barulah ayah menyampaikan petuah-petuah pada saudara-saudara mas Dodi. Tak ada satupun yang luput dari kemarahan ayah. Mereka hanya bisa mendengar sambil menundukkan kepala ceramah yang sangat panjang. Bahkan aku melihat ayah seperti ingin menghantamkan tangan kepada anak-anaknya. Tapi beliau berusaha sekuat mungkin untuk menahan diri dari segala amarah."Ayah benar-benar kecewa memiliki anak yang sanggup berbuat buruk pada saudara sendiri. Dodi itu saudara kandung kalian. Mita itu istri saudara kandung kalian. Mereka bukan siapa-siapa tapi bagian dari anggota keluarga. saudara saja kalian seperti itu, bagaimana pada yang lain!"Mama sampai harus menenangkan Ayah tatkala kemarahannya sulit dikendalikan. Bahkan nafas Ayah sampai tersengal-se
"Kalau kau tak mengganggu rumah tanggaku aku pun takkan mengusikmu. Jika kau ingin aku diam, berhentilah mengganggu kami, pergilah dari hidup kami!" balas mas Dodi. Ferdi menggebrak meja hingga alat-alat makan yang ada di sekitarnya berloncatan. Gebrakan itu tentu saja menimbulkan kekagetan pada diri sekutunya. Meski kaget, aku berusaha untuk tidak memperlihatkan."Kalian semua bodoh! Mudah sekali diperdaya mereka! Sudah dikasih duit gede, kerja gak becus, bangsat!"Ferdi nengarahkan telunjuknya pada Adi dan yang lain. Satu tangan lain diletakan di pinggang. Telihatlah wajah asli Ferdi hari ini. "Tenang, Bang, kita bicarakan baik-baik!" sanggah Adi. "Gak perlu, muak gue liat lo semua!"Setelah berkata begitu, Ferdi membalikkan badan. Ia pergi tanpa menoleh lagi ke arah kami. Dan, saudara - saudara mas Dodi pun berbicara satu sama lain. Mereka saling menyalahkan.. Benar-benar tak punya otak, bukannya malu atas kesalahan, malah mikir diri sendiri."Oke, karena tugas sudah selesai, ka
Kursi kosong di lingkaran meja besar ini hanya tersisa dua. Untuk itu yang duduk hanya aku dan mas Dodi. Boni dan Meta berdiri sambil merekam kejadian. Mereka juga tengah siaga untuk mengantisipasi sesuatu yang tak diinginkan."Ka, kalian, apa maksud kedatangan kalian ke sini dan kenapa kalian bisa datang bersama, bukankah-?" tanya Mbak Winda dengan suara tergagap-gagap. Dia bertanya sambil tangannya berpegangan pada tangan mas Agus. Mungkin saking butuh pegangan agar tak jatuh dari kursi. "Harusnya aku yang bertanya, ada apakah gerangan hingga kalian makan-makan besar tanpa mengundang kami?" tanya mas Dodi.Orang-orang yang duduk di hadapan kami saling pandang. Lalu mereka bicara satu sama lain. Aku dan mas Dodi membiarkan dulu orang-orang tersebut menetralisir kekagetannya."Do, bukannya kamu sedang menggugat cerai Mita, kenapa sekarang kalian datang berdua?" tanya mas Agus."Kami melakukan apa yang kalian lakukan, yaitu main drama. Hubunganku dan Mitha baik-baik saja sebab kami ta
Kami akan menuntaskan drama ini dengan menggerebek komplotan tukang fitnah. Langkah yang benar-benar matang telah digariskan. Semua memiliki tugas penting untuk dijalankan.Planing ini sudah disusun sedemikian rupa hingga bisa dibilang sempurna. Kami tak mau ada kegagalan. Prinsip yang dipegang adalah harus sukses. Komplotan penjahat itu harus diringkas dan diberi pelajaran berharga.. Jika mereka dibiarkan melenggang, tentu saja tidak baik untuk perkara ke depan. orang-orang tersebut tidak akan pernah berhenti mengganggu dan menganiaya kami. Untuk itulah perlu pemberian pelajaran yang sanggup menghentikan kejahatan. Aku sampai ngakak ketika mas Dodi mengirim foto selfienya di pengadilan agama. Apalagi ketika sambil pegang berkas. Itu aku yang siapkan. Isinya kertas kosong.Bukan hanya satu pose yang dilakukan tapi banyak lagi. Dia mengambil spot-spot yang akan mewujudkan kepercayaan orang-orang. tampang pun dibuat kusam dan menyedihkan. aku yakin para begundal itu akan percaya bahwa
DODI"Kapan kamu mulai urus perceraiannya?" tanya mbak Winda dengan antusias. Posisi badannya sampai dicondongkan ke depan hingga punggung tak lagi bersandar ke badan sofa. "Lusa, Mbak, aku izin dulu dari kantor soalnya."Aku menjawab dengan suara lemah. Harus dibuat lebih meyakinkan kalah memang sudah tak ada lagi jalan. "Baguslah, makin cepat, makin baik. Mbak dukung sepenuhnya keputusan kamu ini."Wajah mbak Winda tampak semringah. Ia pasti merasa tujuannya akan sukses secepat mungkin. Setelah itu bisa berbahagia di atas derita adiknya sendiri. Dipikir, kakak macam apa dia. Sanggup memporak-porandakan rumah tangga adik sendiri. Itulah kebencian buta. Telah membuat manusia kehilangan kewarasan hingga terlalu jauh. "Makasih, Mbak, udah dukung aku selama ini."Kugenggam satu telapak tangan mbak Winda. Genggamannya erat hingga menunjukkan rasa terima kasih yang besar dan tulus. Wanita itu membalas dengan mengusap genggaman dengan jari dari tangan satunya. "Sebagai saudara 'kan har
"Mantan, ya? Huh, panas, nih, panas! Ngapain coba kalian berduaan di kafe?"Mita memajukan bibir dan matanya mendelik padaku. Terang saja aku ngakak melihat raut wajah istri tercinta. Eh, malah kena cubit. Wanita kalau sudah cemburu memang lucu. Tapi juga mengemaskan. Bahkan aku merasa tersanjung ketika mendapati kenyataan bahwa cinta Mita begitu dalam. Dia tidak rela suaminya ini menduakan perasaan. "Malah bengong, ngomong napa!" tajuk Mita. Berarti dia memang menanti penjelasan supaya benar-benar clear bahwa kejadian di cafe Itu bukan sebuah kesengajaan. Baiklah, agar hatinya tenang dan tidak lagi berpikir macam-macam akan kuceritakan Aku menceritakan siapa sebenarnya wanita yang bersama di kafe. Ia terlihat gemas ketika tahu bahwa Erika memang mantan di masa lalu. Sesaat dadanya turun naik, mungkin menahan api cemburu."Nah'kan cemburu?"Melihat sikapnya aku jadi senang menggoda. menggemaskan sekali mendapati Mita sedikit uring-uringan. Bahkan aku ingin sekali menggoda terus-me
Adu mulut pun terjadi di antara aku dan Mita. Entah istriku sadar atau tidak bahwa suaminya sedang bersandiwara, tak masalah. Tapi, kelihatannya Mita asli cemburu melihatku dan Erika.Matanya nyalang saat menyerangku. Sepertinya itu adalah luapan emosi dari hati yang tengah dibakar api. Apalagi kata-kataku sangat kasar seperti layaknya orang yang sedang murka.Mita seperti macan betina yang tengah mengamuk. Dia sampai tidak bisa mengendalikan diri dan melihat bahwa aku bersandiwara. Api cemburu dan prasangka telah melumat kepercayaannya padaku. Jika aku tidak sadar bahwa ini jebakan mungkin sudah terpancing dengan serangannya. Bahkan rumah tangga kami yang sudah kembali damai bisa huru-hara. Fitnah memang lebih kejam daripada pembunuhan. Bahkan fitnah bisa menghancurkan segala-galanya. Mencerai beraikan satu hubungan dan menghancurkan satu keluarga bahkan satu bangsa sekalipun. hal tersebut tentu saja sangat mengerikan. Pantaslah pelakunya sangat dibenci oleh Allah. dan diberi hukum