MITAAku hanya bisa menjerit ketika mas Dodi menghajar Ferdi. Karena tubuh Ferdi terdorong akibat pukulan, tubuhku ikut terdorong. Posisi kami berhadapan otomatis kena imbasnya.Seperti orang kesetanan, mas Dodi kembali menghajar Ferdi. Ia kalap hingga tak memberi kesempatan mantan tunanganku untuk melawan. Hingga Ferdi terjatuh ke lantai, mas Dodi tak kunjung berhenti mengamuk.Yang dapat kulakukan untuk menghentikan aksi mengerikan ini hanya menjerit. Aku memohon pada mas Dodi berhenti memukul. Bukan karena kasihan pada Ferdi, tapi takut terjadi apa-apa. Nanti yang kena hal buruknya dia.Mas Dodi baru berhenti ketika Adi datang. Adik iparku itulah yang memaksanya berhenti. Ia menahan dengan mengunci tubuh kakaknya yang masih berontak."Lepas, aku akan bunuh bajingan itu!""Pergi cepat, pergi!" teriak Adi pada Ferdi. Laki-laki jahat yang tadi memftnahku pun cepat-cepat bangun, lari dan masuk mobilnya.Setelah mobil Ferdi menghilang, Adi menarik kakaknya, lalu mengempaskan tubuh itu d
MITA"Apapun yang aku katakan, Mas Dodi takkan percaya karena tak punya bukti untuk beladiri. Tapi, aku akan mencari bukti guna membersihkan nama. Sekarang terserah Mas, mau bagaimana bersikap, aku pasrah. Biar Allah yang terang benderangkan kenyataan sesungguhnya."Lepas berkata begitu, kami diam-diaman lagi. Memang tak ada lagi yang bisa aku katakan selain itu. Sekarang, aku lebih baik berpikir mencari cara membersihkan diri. Mau membela diri lebih banyak pun percuma. Tak ada bukti kuat. Lain waktu tak boleh ceroboh membuka pintu masuk. Harus lihat dulu siapa yang datang. Kalau Ferdi langsung usir, atau minta bantuan untuk mengusirnya. Jika orang tak dikenal, bicara dari balik pintu saja.Selama mas Dodi tak mengusir dari rumah, aku tak bisa pergi. Kalau pergi, dosa yang ada. Jadi, selama masih dibiarkan, tinggal saja di sini.lSepertinya selain cari cara membersihkan nama, aku harus bersiap dengan resiko paling buruk. Apalagi kalau bukan perceraian. Aku yakin Ferdi takkan menyerah
"Masya Allah, yang sabar, ya, Mba! Insya Allah akan ada jalan keluar."Meta memeluk kakaknya yang tengah menangis sehabis bercerita. Sementara Boni memukul lantai tempat kami duduk. Laki-laki itu pastilah sangat marah kakaknya diperlakukan buruk."Mba cerita karena takut Ferdi melakukan hal lebih buruk.. Mba bingung harus ke siapa minta bantuan. Mas Dodi sudah gelap mata karena kena makar Ferdi. Tapi ingat jangan beritahukan ini sama mama papa, ya. Kasihan mereka kalau dengar anaknya menderita.""Aku akan selidiki Ferdi, Mba. Aku yakin dia gak kerja sendiri. Tiap pulang kerja aku beraksi.""Makasih, ya, Bon. Mba berharap sekali pada kalian. Tapi kamu harus hati-hati sebab dia punya kekuatan besar.""Mas Fahri bisa bantu juga, Mba. Nanti aku ceritakan sama beliau. Insya Allah mas Fahri bisa jaga rahasia.""Alhamdulilah kalau Fahri mau bantu. Kalau dia repot tak usah, Ta.""Enggak, kok, Mba. Walaupun gak bisa tiap hari, tetap bisa bantu. Minimal kasih ide. Kadang ide maa Fahri unik."Al
DODIKalau tak ada Adi sudah kupastikan si bajingan Ferdi itu mampus. Aku benar-benar tak menyangka Mita setega ini bermain di belakang. Sekarang buktinya sudah benar-benar nyata ini bukan katanya, tapi aku melihat langsung perselingkuhan mereka.Selama dua hari aku meninggalkan Mita seorang diri di rumah. Aku butuh ketenangan agar emosi tidak meluap-luap lagi. Lebih baik mengungsi.Lepas dua hari aku pulang. Kondisi emosi sudah reda saat ini jadi siap untuk bicara pada Mita. Aku ingin bicara baik-baik agar tak main perasaan.Tapi, sekuat apapun berusaha, emosi ini tetap naik juga. Baru bicara sebentar inginnya marah-marah. Kalau begini takkan ada jalan keluar. Lebih baik bahas soal pembagian keuntungan agar aku punya pegangan lebih.Ini jaga-jaga kalau ada hal buruk ke depan. Bisa jadi Mita memang berencana menendangku demi Ferdi. Apa, sih, yang tidak mungkin di dunia ini.Jaman sekarang, laki-laki bukan tampan yang dilihat, tapi setebal apa dompetnya dan semewah apa tongkrongannya.
DODI"Aku setuju, Mita sudah terang-terangan mengumumkan perselingkuhannya. Kalau mas Dodi mas memaafkan, aku merasa itu sangat aneh," timpal istri Adi."Cerai atau tidak itu urusan mas Dodi, kami tidak bisa ikut campur. Kami hanya memberi saran dengan bersandar pada fakta yang ada," tambah Adi."Benar, urusan rumah tangga tak bisa orang lain ikut campur, pahit manisnya kamu yang akan hadapi. Pikirkan matang-matang sebelum ambil keputusan," ucap mama."Tapi, Mba setuju banget kalau kamu cerai sama Mita. Bodoh banget kalau kamu mau tetap memaafkan wanita yang udah menghinakan kamu! Di mana harga diri kamu sebagai laki-laki!" serang mba Winda."Mas juga setuju dengan mba Winda, Mita sudah keterlaluan saat ini. Andai disuruh milih, mas pastikan Mita akan memilih Ferdi sebab dia lebih kaya dari kamu. Mita 'kan cinta uang banget," tambah mas Agus.Yang tak bicara hanya Wina dan suaminya. Mereka memang tak tahu apa-apa denga masalah ini. Mungkin bingung juga dengan kata-kata pedas yang dile
DODISuami Wina memintaku dulu untuk menceritakan detil duduk perkara. Katanya jangan ada satupun yang dilewat. Dia ingin menyambungkan satu kejadian dengan kejadian lain. "Apakah mba Mita menyanggah perselingkuhan ini? Apakah mba Mita bersumpah bahwa dirinya tidak selingkuh.""Iya, meski aku sudah melihat dengan mata kepala sendiri, Mita tetap menyangkal. Ia pun berani bersumpah.""Menurut saya, orang yang menyanggah perselingkuhan padahal sudah ketahuan masih memiliki rasa takut tinggi akan resiko perselingkuhan. Jika punya rasa takut akan resiko tak mungkin melakukan perselingkuhan di rumah sendiri di jam kepulangan suami. Itu sama saja cari mati."Aku menyimak kata-kata Irfan dengan seksama. Dipikir lagi perkataan itu ada benarnya. Ceroboh sekali memadu asmara dengan selingkuhannya di jam kepulanganku. Tapi, 'kan bisa saja memang tidak terencana. Ferdi datang tiba-tiba, lalu Mita menyambutnya. Apa, sih yang tidak bisa dilakukan manusia durjana?"Kedatangan Ferdi kedua kalinya ke
DODI"Makasih atas pencerahannya, Fan! Mas akan ikuti saranmu. Mas mau ngobrol dari hati ke hati dengan Mita. Sekaligus menyelidiki Ferdi. Doakan Mas bisa melewati ujian ini dengan baik."Tulus, aku berterima kasih pada Irfan yang telah mengajarkanku untuk memandang masalah dengan akal jernih. Jangan hanya memainkan emosi sebab takkan ada jalan keluar.Setelah kepergian Irfan dan Wina, aku diajak ngobrol oleh mama. Beliau sepertinya bisa menebak arah pembicaraanku dengan Irfan.Agar tak penasaran, aku ceritakan hasil obrolan."Mama setuju dengan Irfan, baiknya kamu selidiki lagi lebih jauh. Jangan sampai nanti menyesal karena salah ambil keputusan. Entahlah, mama merasa Mita gak seburuk itu."Kata-kata mama menguatkan ucapan Irfan. Artinya bukan satu orang yang berpandangan baik pada Mita. Baiknya aku emang memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah ini."Aku pulang, Mah. Jangan bilang pada yang lain soal pembicaraanku dengan Irfan. Aku mau menyelidiki kasus ini."Mama berjanji akan m
"Demi Allah, aku akan diazab kalau benar-benar selingkuh dengan Ferdi.. Mas tahu sendiri bagaimana aku menjaga kehormatan selama ini. Lagipula Ferdi pernah menyakitiku, mana mungkin mau lagi balikan sama dia. Kalau karena harta, aku gak tertarik, Mas. Ferdi juga bukan orang baik. Padaku bisa seculas itu, pada yang lain mungkin juga sama. "Sekarang, aku percaya pada Mita. Penjelasannya dan analisa Irfan sama. Dari tatapannya pun aku tak melihat ada kebohongan."Maafkan, Mas yang terbakar emosi. Untunglah Irfan memberi pencerahan. Mas percaya padamu."Mita menghambur ke dalam pelukanku. Ia kemudian menangis di dada ini. Aku berulang-ulang mengucapkan kata maaf padanya. Untuk bermenit-menit kami tetap begini."Aku takut Ferdi akan terus mengejar. Dia itu nekat dan bisa melakukan apapun. Fitnah sekeji apapun dapat dilemparkan. Apalagi, maaf, ya, Mas, saudara-saudaramu kayaknya semangat banget dengan kasus ini. Aku menduga jangan-jangan mereka kerjasama dengan Ferdi. Maaf, loh, hanya duga